Anda di halaman 1dari 7

GEOLOGI STRUKTUR INDONESIA

“PULAU WAIGEO DAN SEKITARNYA”

Kelompok 6:
Nisa Indah Pujiresya 140710080037
Yandi Budiman 140710080039
Guitherez Mahardika S 140710080040
Adiis Retna Utara 140710080041
Rifa Chairunnisa 140710080042
Tadeo Ditia 140710080043
Ihsan Ramadhan 140710080044
Guliano Nubika S 140710080045

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011
PENDAHULUAN

Pulau Waigeo berada ditengah antar wilayah Kepala Burung Irian Jaya (Barat
New Guinea) dan Pulau Halmahera. Secara umum terletak sekitar 75km utara kota
Sorong di Irian Jaya barat, dan sekitar 250 km ESE Halmahera. Waigeo adalah bagian
timur dari islandterranes dari Zona Sesar sorong, zona ini disimpulkan daerah left –
lateral shear yang menghubungkan utara New Guinea dengan Sulawesi (misalnya Visser
dan Hermes 1962, Tjia 1973, Hamilton 1979; Gambar. 1). Pulau itu menempati posisi
penting di kawasan ini tektonik kompleks dan memberikan kontribusi bukti penting
terhadap mengungkap evolusi dari wilayah Indonesia NE, dan khususnya hubungan
antara Halmahera-Filipina busur di satu sisi dan New Guinea-Australia pada lainnya.
Selama 1987, 1988, dan 1990 ahli geologi dari University College London dan Indonesia
yang Geologi Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang Geologi) melakukan survei
geologi di Pulau Waigeo sebagai bagian dari proyek yang sedang berlangsung
menyelidiki geologi Halmahera dan Zona Sesar Sorong. Makalah ini menyajikan
beberapa hasil kerja lapangan ini.

Gambar 1. Reional Setting Pulau Waigeo


Waigeo adalah sekitar 125km di barat-timur arah dan sampai 50 km dari utara
ke selatan. Fitur geografis yang paling mencolok dari pulau ini laguna besar Teluk (Bay)
Mayalibit yang hampir membagi Waigeo menjadi dua pulau terpisah. Untuk sebelah
timur dan barat teluk topografi yang kasar, tetapi dengan morfologi umumnya bulat.
Puncak tertinggi, Gunung (Gunung) Samlor, mencapai 1000 m. Sebuah puncak yang
lebih rendah, Gunung Lok, mencapai ketinggian hanya 670 m, tetapi bentuk sebuah
puncak puncak yang mengesankan, yang dikenal di kolonial Belanda kali sebagai
Buffelhoorn. Pulau ini sangat jarang dihuni, dengan penduduk mayoritas hidup di pesisir
desa. Interior Waigeo adalah tebal ditutupi oleh hujan hutan dengan hanya paparan
geologi terbatas, namun paparan sering baik di sekitar garis pantai, khususnya di pantai
utara. Karena pengintai sifat dari penyelidikan, lapangan terkonsentrasi terutama pada
eksposur tersebut pesisir, dan pengetahuan geologi lebih jauh ke pedalaman adalah
terbatas pada melintasi beberapa sungai. Namun, baik kualitas foto udara mencakup
sebagian besar Waigeo, dan ini telah diizinkan ekstrapolasi dari pengamatan pantai
untuk menghasilkan peta geologi baru pulau.

Gambar 2. Peta lokasi Waigeo


STRATIGRAFI

Stratigrafi Pulau Waigeo (Gambar 3) dicetuskan oleh Supriatna dan Apandi


(1982) dilanjutkan dengan pemetaan geologi yang dilakukan GRDC. Satu-satunya
perbedaan yang signifikan adalah Volcanic Member dari Formasi Rumai upgraded
terhadap status formasi dan berganti nama menjadi Formasi Mayabit.

Gambar 3. Stratigrafi Waigeo

Kompleks Ofiolit
Basement Waigeo merupakan kompleks ofiolit, terdiri dari batuan ultrabasa
(dunit dan harzburgit) yang telah terdeformasi dan mengalami serpentinisasi secara
ekstensif bersama gabbros, dolerites, dan basal dengan jumlah lebih kecil. Banyak
batuan ultramafik memiliki tekstur berkumpul, dan mewakili
bagian bawah lapisan. Kompleks ofiolit merupakan bagian dari Halmahera Timur Waigeo
Ofiolit Terrane. Ballantyne (1990, 1991, inpress a, b) telah menunjukkan bahwa ofiolit
Halmahera Timur memiliki karakteristik geokimia sebuah supra-zona subduksi ofiolit dan
dianggap merupakan suatu ofiolit yang terbentuk di non-accretionary fore arc of an
intra-oceanic (Marianas-type) island arc. Usia dari Kompleks ofiolit di Waigeo tidak
diketahui secara akurat.

Cretaceous-Paleogene sedimentary sequence


Tiga unit sedimen yang berbeda, Formasi Tanjung Bomas, Lamlam, dan Rumai
diidentifikasi terbentuk Pre-Neogen oleh Supriatna dan Apandi (1982). Meskipun
pembagian tiga divisi ini dibenarkan, umur serta hubungan stratigrafi dari formasi-
formasi ini masih kurang baik.

Formasi Tanjung Bomas


Bagian tertua dari ketiga formasi ini yaitu Tanjung Bomas (Supriatna dan Apandi,
1982). Pada lokalitas tipe di Tanjung (Point) Bomas, di bagian timur bagian dari
pulau itu, pembentukan terdiri dari brittle, hitam-pelapukan pink, hijau atau
putih volcanogenic mudstones dan batupasir halus. Dimana bedding terlihat, itu
termasuk sebagai laminasi datar skala-mm yang ditetapkan oleh grading dari batulanu
ke batulempung. Dalam skala meter secara lokal struktur slump terlihat. Laminasi
dipotong dengan sangat curam (untuk bedding) kesalah kecil normal yang mewakili
deformasi syn-sedimen atau pasca-pengendapan pemadatan. Sebuah wilayah lebih
lanjut Bomas Formasi Tanjung tidak diidentifikasi oleh
Supriatna dan Apandi (1982) terjadi di sepanjang garis pantai selatan Teluk Fofak. Ini
juga mudstones volcanogenic rapuh dan batupasir halus. Batuan sedimen sering
dilaminasi sebagai Tanjung Bomas tetapi di samping terkadang bedding
menunjukkan skala cm –dm.

Formasi Lamlam
Formasi Lamlam ini tersingkap baik di banyak tempat di sepanjang pantai utara Waigeo,
dan dipelajari secara rinci oleh kami di Teluk Fofak, yang merupakan jenis lokalitas
(Supriatna dan Apandi 1982), dan juga pada barat pantai Teluk Kabare. Formasi
ini terdiri atas batupasir dansiltstones di dasar, lulus naik ke urutan tebal sedimen.
Di Teluk Fofak, yang Lamlam basal Formasi terdiri dari sekitar 50 m sejajar dan laminasi
silang batupasir dan siltstones dengan sedikit cakrawala breksi sedimen. Batupasir
ini basal tersingkap baik di pulau kecil Delphine di bagian timur teluk
dimana bedding bertingkat, aliran butiran dan struktur dewatering terlihat. Pada
kebanyakan tempat urutan tebal buruk breksi sedimen berhasil pasir basal- batu. Secara
lokal, misalnya di pantai utara Waigeo segera NE Teluk Fofak, basal yang
batupasir yang absen dan breksi sedimen menimpa para ofiolit Kompleks langsung.
Para breksi adalah terutama teridiri dari clasts serpentinit, tetapi juga termasuk
basaltik material dan clasts dari Tanjung Bomas Formasi.
Gambar 3. Peta Geologi Waigeo dari lapangan dan interpretasi-
foto udara, sebagian setelah Supriatna dan Apandi(1982).

STRUKTUR

Dua atau mungkin tiga, fase-fase deformasi bisa ditemukan di Waigeo dengan
beberapa bukti dari deformasi sebelumnya. Fase pertama diketahui terjadi di kompleks
ofiolit, Formasi Tanjung Boma, dan Formasi Lamlam, karena itu suatu Eosen atau
acara yang lebih muda, meskipun ini mungkin hanya akhir fase lagi deformasi.
Pulau ini terdiri dari basement ophiolitic dari supra-sabduction
jenis zona ini kemungkinan ditindih oleh batuan sedimen Paleogen forearc. Forearc
basement adalah perpotongan dari mylonite. Zona pergeseran di basement dan cover
pada batuan sedimen mulai terdeformasi dan menerus kearah selatan dan mulai
adanya lipatan selama oligosen. Urutan deformasi yang diterobos oleh tanggul dasar,
dianggap sama yaitu dengan batuan basal dan andesit dengan umur Oligosen Akhir.
Tahap akhir deformasi terjadi selama Pliosen yang menyebabkan adanya dua
perkembangan yang sangat besar yaitu anticlines dan sinklin.
Waigeo dapat diartikan berada dalam posisi di busur kepulauan intra-samudra selama
pada masa awal Paleogen, bagian pembentuk dari terrane Halmahera-Waigeo Timur
busur. The terrane busur Waigeo bertabrakan dengan blok kontinental pada sekitar
Oligosen Tengah, sezaman dengan benturan busur-benua serupa di utara New Guinea.
Masa ketenangan tektonik selama Miosen diikuti oleh deformasi Pliosen di Waigeo yang
terkait dengan wrench fault left - lateral pada splays dari Sesar Sorong di utara New
Guinea. Interpretasi Deformasi Pliosen ditafsirkan sebagai akibat dari kompresi pada
right – stepping yang menahan loncatan di sistem wrench fault.

Gambar 5. Stereonet dari bedding data di Waigeo. (a) The Tanjung Bomas and
Lamlam formations from the north coast of Waigeo (Teluk Fofak and Teluk Kabare). (b) The
Rumai Formation from Tanjung Monfafa. (c)

Gambar 6. Struktural Cross Section Waigeo

Anda mungkin juga menyukai