Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MATA KULIAH

HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT


(HACCP)

RESUME JURNAL
TENTANG
PENERAPAN HACCP DI RUMAH SAKIT

Disusun Oleh:
Adhy Timur Hartanto
NIM : P07133321002

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN YOGYAKARTA
2022
A. Judul : GAMBARAN HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN
PENERAPAN PRINSIP HAZARD ANALYSIS CRITICAL
CONTROL POINT (HACCP) DI UNIT INSTALASI GIZI RUMAH
SAKIT X TAHUN 2018
Nama Jurnal : Jurnal Nasional Kesehatan Lingkungan Global
Volume : Vol. 1 (1)
Terbit Tahun : Februari 2020
Penulis : Putri Chaerina Septiani, Ririn Arminsih Wulandari

1. Latar Belakang
- Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk melanjutkan
kehidupan. Makanan yang sehat, aman dan berkualitas menjadi salah satu faktor
penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sehingga makanan
yang dibutuhkan harus sehat dalam arti memiliki nilai gizi yang optimal dan tidak
mengandung bahan pencemar.
- Kualitas makanan baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik harus selalu
diperhatikan Makanan dan minuman yang dikonsumsi tentunya perlu dikelola
dengan baik dan benar agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan/penyakit
akibat dari makanan.
- Penerapan higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan di unit instalasi gizi RS
X masih kurang.
- Rumah Sakit X belum pernah dilakukan penelitian mengenai higiene sanitasi
penyelenggaraan makanan serta identifikasi HACCPnya.

2. Tujuan Penulisan Jurnal


- Mengetahui gambaran kondisi higiene dan sanitasi makanan di RS X pada tahun
2018.
- Mengetahui penerapan prinsip hazard analysis critical control point (HACCP) di
RS X pada tahun 2018.

3. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan metode observasi, wawancara kepada
responden dan juga pengambilan sampel makanan, alat makan dan usap tangan.
4. Hasil Penelitian
- Hasil observasi menggunakan checklist Permenkes Nomor 1096 Tahun 2011
diketahui bahwa kondisi lokasi/bangunan termasuk ke dalam kategori tidak
memenuhi syarat dengan skor total 50%, fasilitas sanitasi termasuk ke dalam kategori
tidak memenuhi syarat dengan skor total 78,94%, serta peralatan masak dan makan di
unit gizi RS X ini termasuk ke dalam kategori tidak memenuhi syarat dengan skor
total 75%. 
- Hasil pemeriksaan laboratorium 6 jenis sampel makanan matang dan 4 jenis sampel
alat makan menunjukkan bahwa tidak ada satupun yang positif mengandung bakteri
E. coli. 
- Menurut hasil observasi yang dilakukan, proses pencucian peralatan dan
penyimpanan peralatan makan di RS X sudah memenuhi syarat ketentuan.
- Hasil observasi dan wawancara terkait gambaran penjamah makanan di Instalasi Gizi
RS X, menunjukkan bahwa penjamah makanan termasuk ke dalam kategori
memenuhi syarat dengan total skor 90,91%. Dari total 18 orang penjamah makanan,
yang pernah mengikuti penyuluhan terkait higiene sanitasi pengolahan makanan
hanya 9 orang (50%), 3 orang dari total penjamah (16,67%) yang rutin memeriksakan
kesehatannya 6 bulan sekali, terkait pengetahuan dan perilaku higiene sanitasi
penjamah, sebanyak 16 orang (88,9%) dari total penjamah makanan memiliki
pengetahuan baik dan sebanyak 12 orang (66,7%) dari total penjamah makanan
memiliki perilaku kategori baik. Dari hasil uji usap tangan pada lima orang penjamah
makanan, menunjukkan bahwa tidak ditemukan E.coli pada kelima sampel yang
diperiksa.
- Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terkait pengadaan dan pemilihan bahan
makanan di Instalasi Gizi RS X berdasarkan checklist Permenkes Nomor 1096 Tahun
2011, menunjukkan bahwa pemilihan bahan makanan (100%), penyimpanan bahan
makanan (94,44%), pengolahan bahan makanan, tahap proses penyimpanan makanan
matang, tahap pengangkutan dan penyajian makanan jadi di RS X sudah termasuk ke
dalam kategori memenuhi syarat.
- Penerapan HACCP di unit gizi RS X, pada penelitian ini telah dilakukan identifikasi
titik kritis terhadap proses pengolahan makanan, yaitu pada menu-menu yang
dianggap paling berisiko di Instalasi Gizi Rumah Sakit X
5. Kesimpulan dan Saran
- Gambaran tempat pengolahan makanan di Unit Gizi RS X termasuk ke dalam
kategori kurang memenuhi syarat. Saran yang dapat diberikan ialah segera
membersihkan area pengolahan makanan dari barang-barang yang sudah terpakai atau
tidak digunakan.
- Gambaran fasilitas sanitasi di Unit Gizi RS X termasuk ke dalam kategori kurang
memenuhi syarat, saran yang dapat diberikan ialah segera memperbaiki fasil itas
sanitasi yang ada seperti saluran limbah yang masih sering menggenang/mampet dan
tempat sam pah tanpa penutup di area pengolahan makanan.
- Gambaran peralatan masak dan makan di Unit Gizi RS X termasuk ke dalam kategori
kurang memenuhi syarat, disarankan untuk menyediakan rak atau tempat
penyimpanan tertutup untuk alat masak dan alat makan agar terlindung dari debu
maupun vektor pembawa penyakit.
- Gambaran penjamah makanan di Instalasi Gizi RS X termasuk ke dalam kategori
memenuhi syarat.
- Gambaran proses produksi makanan di Unit Gizi RS X termasuk kategori memenuhi
syarat dari mulai pemilihan bahan makanan hingga penyajian makanan.
- Titik-titik kendali kritis yang teridentifikasi sebagian sudah teratasi dengan adanya
pengendalian terhadap potensi bahaya. Disarankan kegiatan monitoring, pencatatan
atau dokumentasi HACCP dilaksanakan secara terjadwal dan terstruktur dengan baik.
B. Judul : PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT
(HACCP) TERHADAP PENURUNAN BAHAYA
MIKROBIOLOGIS PADA MAKANAN KHUSUS ANAK
BERBASIS HEWANI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.
SOEDARSO PONTIANAK
Nama Jurnal : Jurnal Gizi Klinik Indonesia
Volume : Vol. 7 (1)
Tahun Terbit : Juli 2010
Penulis : Widyana Lakshmi Puspita, Yenny Prawiningdyah, Fatma Zuhrotun Nisa

1. Latar Belakang
- Data tentang terjadinya infeksi nosokomial khususnya yang berhubungan dengan
penyelenggaraan makanan di rumah sakit belum tercatat, akan tetapi timbulnya
infeksi nosokomial secara umum diketahui angkanya tergolong tinggi
- Tingginya angka kuman pada makanan dan peralatan pengolahan, menunjukkan
bahwa makanan dapat berperan sebagai agen penyakit. Hal ini disebabkan makanan
dapat berfungsi sebagai media perkembangbiakan kuman, sarana penyebaran
(vehicle) dan sebagai penyebab agen timbulnya kesakitan.
- Penyelenggaraan makanan yang tidak saniter dan higienis akan menimbulkan
gangguan kesehatan pada anak yang sedang dirawat, karena anak-anak sangat
rentan terhadap penyakit.
- Hasil pemeriksaan angka kuman pada makanan dan peralatan makan yang diolah di
Instalasi Gizi RSUD Dr. Soedarso diketahui tergolong tinggi (di atas nilai ambang
batas 100 koloni/g makanan) yaitu untuk makanan pagi (bubur) rata-rata angka
kumannya 4.896 koloni/gr dan nasi 1.949 koloni/g, tempat bubur 383.506,75
koloni/cm2, tempat nasi 443.765.50 koloni/cm2, sedangkan angka kuman pada
sendok nasi dan bubur juga sama-sama tinggi yaitu 2.937,38 koloni/cm2 pada
sendok nasi dan 2.937,38 koloni/cm2 pada sendok bubur.
- Oleh karena itu, diperlukan upaya penyehatan atau pengendalian terhadap proses
pengolahan makanan dengan mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan kuman pada makanan, melalui pendekatan sistematis berupa upaya
pengidentifikasian bahaya (hazard) baik fisik, kimiawi dan mikrobiologis pada
proses pengolahan makanan dan melakukan pengendalian bahaya pada titik kritis
dikenal dengan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
2. Tujuan Penulisan Jurnal
- Mengetahui pengaruh penerapan HACCP pada proses pengolahan makanan
terhadap penurunan bahaya mikrobiologis pada makanan khusus anak berbasis
hewani di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soedarso Pontianak.
- Mengetahui pengaruhnya terhadap perbedaan praktik higiene sanitasi makanan,
pengetahuan higiene sanitasi makanan, kebersihan peralatan masak dan higiene
sanitasi lingkungan tempat pengolahan makanan sebelum dan sesudah penerapan
HACCP pada makanan khusus anak berbasis hewani.

3. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan
berkala (time series) majemuk dengan pemberian dan penghentian intervensi
rangkaian berkala “ABA”. Metode yang digunakan wawancara, observasi langsung
dan pemeriksaan laboratorium.

4. Hasil Penelitian
- Rata-rata jumlah angka kuman pada makanan sebelum penerapan HACCP tergolong
tinggi yaitu 763,70 koloni/g dan setelah penerapan HACCP menurun menjadi
248,15 koloni/g. Makanan yang memenuhi persyaratan angka kuman sebelum
penerapan HACCP juga rendah 44,4% (4 sampel) dibandingkan dengan sesudah
penerapan HACCP 66,67% (6 sampel). Hal ini menunjukkan bahwa penerapan
HACCP dapat menurunkan jumlah angka kuman pada makanan.
- Rata-rata jumlah angka kuman pada peralatan masak sebelum penerapan HACCP
tergolong tinggi (>100 koloni/cm2). Sesudah penerapan HACCP menunjukkan
penurunan. Sebelum penerapan HACCP rata-rata jumlah kuman pada peralatan
1.659,89 koloni/cm2 dan sesudah penerapan HACCP turun menjadi 172,82
koloni/cm2. Namun sesudah penerapan HACCP masih terdapat angka kuman yang
tinggi pada beberapa alat persiapan (blender), pengolahan (sutil) dan distribusi
(wadah 2, penjepit 1 dan 2). Hal ini disebabkan karena penggunaan sabun untuk
pencucian peralatan tidak mengandung bakterisida, dan tidak tersedianya sarana air
panas untuk proses pembersihan lebih lanjut.
- Rata-rata nilai pengetahuan selama tiga kali berturut-turut untuk seluruh subjek
adalah 78,7 dan diketahui pengetahuan penjamah makanan mengalami peningkatan
yang signifikan sesudah mengikuti pelatihan keamanan pangan/makanan (aplikasi
HACCP) rata rata sebesar 90,4.
- Rata-rata nilai praktik higiene sanitasi makanan, tentang cara sehat dan aman
penjamah makanan mulai persiapan, pengolahan dan distribusi makanan, seperti
mencuci tangan, menggunakan pakaian kerja dan tidak berbicara saat kerja,
sebelum penerapan HACCP tergolong rendah, yaitu hanya 56,1. Setelah dilakukan
penerapan HACCP rata-rata nilai praktik higiene sanitasi makanan mengalami
peningkatan (76,1).
- Nilai rata-rata higiene sanitasi lingkungan dapur sebelum penerapan HACCP
sebesar 61% dan setelah penerapan HACCP nilainya menjadi 68,7%.

5. Kesimpulan dan Saran


a. Kesimpulan
- Ada pengaruh penerapan HACCP terhadap menurunnya bahaya mikrobiologis
(angka kuman) pada makanan pasien berbasis hewani.
- Ada perbedaan yang bermakna rata-rata jumlah angka kuman sebelum dan
sesudah penerapan HACCP.
- Ada perbedaan yang bermakna rata- rata nilai pengetahuan higiene sanitasi
makanan sebelum dan sesudah penerapan HACCP.
- Ada perbedaan yang bermakna rata-rata nilai praktik higiene sanitasi makanan
sebelum dan sesudah penerapan HACCP. Nilai higiene sanitasi lingkungan
tempat pengolahan masih di bawah nilai stándar yang disyaratkan Kepmenkes
RI tentang persyaratan higiene sanitasi jasa boga tipe B.
b. Saran
1) Instalasi Gizi
- Perlu membuat program kerja untuk pelatihan HACCP bagi karyawan
secara berkala, pemeriksaan kesehatan secara rutin, pemeriksaan angka
kuman pada makanan dan peralatan, monitoring dan evaluasi secara terus
menerus terhadap cara kerja yang sehat dan aman dalam proses pengolahan
makanan.
- Perlu meningkatkan kepatuhan terhadap spesifikasi bahan makanan pada
saat penerimaan.
- Perlu membuat program kerja untuk melengkapi sarana penunjang semua
kegiatan penyelenggaraan makanan seperti tempat penyimpanan peralatan,
meja persiapan, meja pengolahan, tempat pencucian tangan, penyediaan air
panas dan diterjen yang mengandung bakterisida untuk pencucian peralatan.
2) Manajemen Rumah Sakit.
- Perlu melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan evaluasi
terhadap peningkatan kegiatan cara sehat dan aman dalam proses
pengolahan makanan pasien, memberi dukungan kepada instalasi gizi untuk
menerapkan prinsip HACCP secara bertahap.
- Perlu meningkatkan implementasi higiene sanitasi lingkungan rumah sakit
dengan melibatkan instalasi terkait (instalasi sanitasi lingkungan rumah
sakit), serta melengkapi sarana yang dapat menunjang kegiatan tersebut.
3) Petugas Masak (Penjamah Makanan).
- Perlu pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku/praktik
higiene sanitasi makanan mulai tahap persiapan, pengolahan maupun
distribusi.
- Pembuangan sampah dilakukan tiap dua jam sekali untuk menghindari
perkembangbiakan lalat.
C. Judul : PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP HAZARD ANALYSIS CRITICAL
CONTROL POINT (HACCP) DALAM PENYELENGGARAAN
MAKANAN LAUK HEWANI DI INSTALASI GIZI RSUD PROF.
Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
Nama Jurnal : J. Gipas
Volume : Vol. 2 (1)
Tahun Terbit : Mei 2018
Penulis : Annisya Fauzia, Friska Citra Agustia, Nurrekta Yuristianti

1. Latar Belakang
- Lauk hewani merupakan salah satu komponen menu yang dapat divariasikan dan
memberikan sumbangan zat gizi terutama protein dalam satu satuan menu yang
disajikan kepada pasien. Bahan pangan hewani merupakan sumber utama bakteri
penyebab infeksi dan intoksikasi serta rentan mengalami kontaminasi oleh bahaya
fisik, biologi, maupun kimia.
- Penyediaaan makanan berkualitas yang bebas dari kontaminasi bahaya-bahaya
mikrobiologi, fisik dan kimia, Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
menjadi salah satu sistem yang penting dalam meminimalisir risiko yang dapat
timbul dari pengolahan makanan khususnya di rumah sakit.
- Penyelenggaraan makanan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yang
merupakan RSUD kelas B Pendidikan dan menjadi rumah sakit rujukan, lebih
bersifat kompleks karena banyaknya kasus diit yang ditangani. Risiko terjadinya
kontaminasi silang jauh lebih besar karena banyaknya hidangan yang dimasak atau
disiapkan secara bersamaan.
- Sebagai sistem keamanan penyelenggaraan makanan maka RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto telah menerapkan HACCP dan membentuk tim
khusus dalam pelaksanaannya..

2. Tujuan Penulisan Jurnal


Mengetahui penerapan prinsip - prinsip HACCP pada pengolahan lauk hewani dalam
penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif observasional dengan metode
deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara semi terstruktur, observasi
partisipasi moderat dan analisis dokumen.

4. Hasil Penelitian
- Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo membentuk tim khusus sebagai
penyusun dan penanggung jawab sistem HACCP yang terdiri dari Kepala Instalasi
Gizi, Penanggung Jawab Mutu, Penanggung Jawab Pengadaan/Produksi, dan
Penanggung Jawab Logistik.
- Penerapan sistem HACCP sebagai sistem kemanan dalam pengolahan makanan
khususnya lauk hewani mengacu pada prinsip-prinsip HACCP yang terdapat dalam
SNI HACCP Tahun 1998.
- Diagram alir yang disusun oleh Tim HACCP mencakup setiap tahapan proses
pengolahan mulai dari penerimaan bahan makanan sampai dengan pendistribusian,
dilengkapi dengan keterangan tempat, suhu dan waktu.
- Identifikasi bahaya mikrobiologi dan kimia juga dilakukan dengan uji laboratorium
terhadap keberadaan mikrobiologi dan bahan pengawet yang potensial mencemari.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap kesehatan tenaga penjamah makanan dengan
pengambilan urin dan darah.
- Dalam dokumen HACCP lauk hewani yang ada di Instalasi Gizi, penetapan batas
kritis pada CCP pengolahan lauk hewani fokus pada tempat penyimpanan, suhu
tempat penyimpanan, suhu pemasakan dan waktu pemasakan serta waktu tunggu.
- Kegiatan monitoring telah menggunakan cheklist khusus dilakukan setiap hari baik
oleh penanggung jawab bagian atau oleh kepala instalasi. Setiap tahap dalam
penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi mulai dari petugas logistik yang
melakukan pemeriksaan terhadap bahan makanan yang datang dan mengatur
penyimpanan bahan makanan, pengolah makanan dan bagian distribusi, memiliki
penanggung jawab tersendiri.
- Tim HACCP menyusun tindakan koreksi dimulai dengan mengelompokkan produk
menjadi tiga tingkatan, kemudian setiap tingkatan ditentukan tindakan koreksinya.
- Monitoring rutin dan uji laboratorium merupakan bentuk kegiatan verifikasi yang
dilakukan oleh tim HACCP.
- Catatan dan dokumentasi HACCP pada lauk hewani dalam penyelenggaraan
makanannya belum mencakup semua jenis lauk hewani yang terdapat dalam siklus
menu 10 hari.
- Dokumentasi yang disusun tim HACCP berupa hard file dan soft file mengenai
diagram alir proses pengolahan lauk hewani, daftar hazard atau bahaya yang
diidentifikasi pada pengolahan lauk hewani, CCP pada bahan mentah dan proses
pengolahan, serta tindakan koreksi apabila terjadi penyimpangan pada prosedur
pengolahan.

5. Kesimpulan dan Saran


a. Kesimpulan
- Identifikasi bahaya pada pengolahan lauk hewani dilakukan terhadap bahaya
mikrobiologi, kimia dan fisik.
- Penentuan CCP dilakukan menggunakan Diagram Pohon Keputusan dan batas
kritis pada setiap CCP dilakukan dengan menyusun tahapan.
- Kegiatan verifikasi sistem dilakukan dengan monitoring rutin dan uji laboratorium.
- Tindakan koreksi disusun berdasarkan tingkat resiko, namun belum ada tindakan
koreksi yang pernah dilakukan.
- Pencatatan dan dokumentasi HACCP belum mencakup semua jenis lauk hewani
yang ada dalam siklus menu 10 hari di Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo.
b. Saran
- Perlu sosialisasi menyeluruh kepada tenaga pengolah, pramusaji dan logistik yang
terlibat dalam penyelenggaraan makanan mengenai penerapan sistem HACCP
sebagai sistem keamanan dalam penyelenggaraan makanan.
- Tim HACCP Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo melakukan
pencatatan dan pendokumentasian sistem HACCP secara menyeluruh, menyusun
prosedur verifikasi secara tertulis dan menyusun jadwal monitoring khusus
penerapan HACCP.
D. Judul : PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT
(HACCP) TERHADAP PENURUNAN BAHAYA
MIKROBIOLOGIS PADA MAKANAN KHUSUS ANAK
BERBASIS HEWANI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr.
SOEDARSO PONTIANAK
Nama Jurnal : Jurnal Gizi Klinik Indonesia
Volume : Vol. 7 (1)
Tahun Terbit : Juli 2010
Penulis : Widyana Lakshmi Puspita, Yenny Prawiningdyah, Fatma Zuhrotun Nisa

1. Latar Belakang
- Data tentang terjadinya infeksi nosokomial khususnya yang berhubungan dengan
penyelenggaraan makanan di rumah sakit belum tercatat, akan tetapi timbulnya
infeksi nosokomial secara umum diketahui angkanya tergolong tinggi
- Tingginya angka kuman pada makanan dan peralatan pengolahan, menunjukkan
bahwa makanan dapat berperan sebagai agen penyakit. Hal ini disebabkan makanan
dapat berfungsi sebagai media perkembangbiakan kuman, sarana penyebaran
(vehicle) dan sebagai penyebab agen timbulnya kesakitan.
- Penyelenggaraan makanan yang tidak saniter dan higienis akan menimbulkan
gangguan kesehatan pada anak yang sedang dirawat, karena anak-anak sangat
rentan terhadap penyakit.
- Hasil pemeriksaan angka kuman pada makanan dan peralatan makan yang diolah di
Instalasi Gizi RSUD Dr. Soedarso diketahui tergolong tinggi (di atas nilai ambang
batas 100 koloni/g makanan) yaitu untuk makanan pagi (bubur) rata-rata angka
kumannya 4.896 koloni/gr dan nasi 1.949 koloni/g, tempat bubur 383.506,75
koloni/cm2, tempat nasi 443.765.50 koloni/cm2, sedangkan angka kuman pada
sendok nasi dan bubur juga sama-sama tinggi yaitu 2.937,38 koloni/cm2 pada
sendok nasi dan 2.937,38 koloni/cm2 pada sendok bubur.
- Oleh karena itu, diperlukan upaya penyehatan atau pengendalian terhadap proses
pengolahan makanan dengan mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan kuman pada makanan, melalui pendekatan sistematis berupa upaya
pengidentifikasian bahaya (hazard) baik fisik, kimiawi dan mikrobiologis pada
proses pengolahan makanan dan melakukan pengendalian bahaya pada titik kritis
dikenal dengan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
2. Tujuan Penulisan Jurnal
- Mengetahui pengaruh penerapan HACCP pada proses pengolahan makanan
terhadap penurunan bahaya mikrobiologis pada makanan khusus anak berbasis
hewani di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soedarso Pontianak.
- Mengetahui pengaruhnya terhadap perbedaan praktik higiene sanitasi makanan,
pengetahuan higiene sanitasi makanan, kebersihan peralatan masak dan higiene
sanitasi lingkungan tempat pengolahan makanan sebelum dan sesudah penerapan
HACCP pada makanan khusus anak berbasis hewani.

3. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan
berkala (time series) majemuk dengan pemberian dan penghentian intervensi
rangkaian berkala “ABA”. Metode yang digunakan wawancara, observasi langsung
dan pemeriksaan laboratorium.

4. Hasil Penelitian
- Rata-rata jumlah angka kuman pada makanan sebelum penerapan HACCP tergolong
tinggi yaitu 763,70 koloni/g dan setelah penerapan HACCP menurun menjadi
248,15 koloni/g. Makanan yang memenuhi persyaratan angka kuman sebelum
penerapan HACCP juga rendah 44,4% (4 sampel) dibandingkan dengan sesudah
penerapan HACCP 66,67% (6 sampel). Hal ini menunjukkan bahwa penerapan
HACCP dapat menurunkan jumlah angka kuman pada makanan.
- Rata-rata jumlah angka kuman pada peralatan masak sebelum penerapan HACCP
tergolong tinggi (>100 koloni/cm2). Sesudah penerapan HACCP menunjukkan
penurunan. Sebelum penerapan HACCP rata-rata jumlah kuman pada peralatan
1.659,89 koloni/cm2 dan sesudah penerapan HACCP turun menjadi 172,82
koloni/cm2. Namun sesudah penerapan HACCP masih terdapat angka kuman yang
tinggi pada beberapa alat persiapan (blender), pengolahan (sutil) dan distribusi
(wadah 2, penjepit 1 dan 2). Hal ini disebabkan karena penggunaan sabun untuk
pencucian peralatan tidak mengandung bakterisida, dan tidak tersedianya sarana air
panas untuk proses pembersihan lebih lanjut.
- Rata-rata nilai pengetahuan selama tiga kali berturut-turut untuk seluruh subjek
adalah 78,7 dan diketahui pengetahuan penjamah makanan mengalami peningkatan
yang signifikan sesudah mengikuti pelatihan keamanan pangan/makanan (aplikasi
HACCP) rata rata sebesar 90,4.
- Rata-rata nilai praktik higiene sanitasi makanan, tentang cara sehat dan aman
penjamah makanan mulai persiapan, pengolahan dan distribusi makanan, seperti
mencuci tangan, menggunakan pakaian kerja dan tidak berbicara saat kerja,
sebelum penerapan HACCP tergolong rendah, yaitu hanya 56,1. Setelah dilakukan
penerapan HACCP rata-rata nilai praktik higiene sanitasi makanan mengalami
peningkatan (76,1).
- Nilai rata-rata higiene sanitasi lingkungan dapur sebelum penerapan HACCP
sebesar 61% dan setelah penerapan HACCP nilainya menjadi 68,7%.

5. Kesimpulan dan Saran


a. Kesimpulan
- Ada pengaruh penerapan HACCP terhadap menurunnya bahaya mikrobiologis
(angka kuman) pada makanan pasien berbasis hewani.
- Ada perbedaan yang bermakna rata-rata jumlah angka kuman sebelum dan
sesudah penerapan HACCP.
- Ada perbedaan yang bermakna rata- rata nilai pengetahuan higiene sanitasi
makanan sebelum dan sesudah penerapan HACCP.
- Ada perbedaan yang bermakna rata-rata nilai praktik higiene sanitasi makanan
sebelum dan sesudah penerapan HACCP. Nilai higiene sanitasi lingkungan
tempat pengolahan masih di bawah nilai stándar yang disyaratkan Kepmenkes
RI tentang persyaratan higiene sanitasi jasa boga tipe B.
b. Saran
1) Instalasi Gizi
- Perlu membuat program kerja untuk pelatihan HACCP bagi karyawan
secara berkala, pemeriksaan kesehatan secara rutin, pemeriksaan angka
kuman pada makanan dan peralatan, monitoring dan evaluasi secara terus
menerus terhadap cara kerja yang sehat dan aman dalam proses pengolahan
makanan.
- Perlu meningkatkan kepatuhan terhadap spesifikasi bahan makanan pada
saat penerimaan.
- Perlu membuat program kerja untuk melengkapi sarana penunjang semua
kegiatan penyelenggaraan makanan seperti tempat penyimpanan peralatan,
meja persiapan, meja pengolahan, tempat pencucian tangan, penyediaan air
panas dan diterjen yang mengandung bakterisida untuk pencucian peralatan.
2) Manajemen Rumah Sakit.
- Perlu melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan evaluasi
terhadap peningkatan kegiatan cara sehat dan aman dalam proses
pengolahan makanan pasien, memberi dukungan kepada instalasi gizi untuk
menerapkan prinsip HACCP secara bertahap.
- Perlu meningkatkan implementasi higiene sanitasi lingkungan rumah sakit
dengan melibatkan instalasi terkait (instalasi sanitasi lingkungan rumah
sakit), serta melengkapi sarana yang dapat menunjang kegiatan tersebut.
3) Petugas Masak (Penjamah Makanan).
- Perlu pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku/praktik
higiene sanitasi makanan mulai tahap persiapan, pengolahan maupun
distribusi.
- Pembuangan sampah dilakukan tiap dua jam sekali untuk menghindari
perkembangbiakan lalat.

Anda mungkin juga menyukai