Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Transportasi
Transportasi menurut Miro (2005) merupakan usaha memindahkan, menggerakkan, m
engangkut atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat lain dimana tempat lain ini objek t
ersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan menurur
t Morlok (1978) mendefinisikan transportasi sebagai suatu tindak, proses, atau hal yang sedan
g dipindahkan daru suatu tempat ke tempat lainnya.
Perencanaan transportasi adalah salah satu usaha pada sistem transportasi agar prasara
na transportasi yang ada dapat digunakan secara optimal.Prasarana transportasi dapat berupa p
elabuhan laut, pelabuhan udara, terminal, stasiun, jalan dan lain sebagainya.
Kegiatan transportasi bukan merupakan suatu tujuan melainkan mekanisme untuk men
capai tujuan. Menurut Setijowarno dan Frazila (2001), pergerakan orang dan barang dari suat
u tempat ke tempat lainnya mengikuti 3 (tiga) kondisi yaitu :
a. Pelengkap, relatif menarik antara dua atau lebih tujuan.
b. Keinginan untuk mengatasi jarak, dimana sebagai perpindahan yang diukur dalam kerangk
a waktu dan uang yang dibutuhkan untuk mengatasi jarak dan teknologi terbaik untuk men
capainya.
c. Kesempatan intervensi berkompetisi diantara beberapa lokasi untuk memenuhi kebutuhan
dan penyediaan.
Di dalam perencanaan transportasi dikenal 3 tingkatan perencanaan transportasi,
yaitu:
1. Perencanaan Operasional. Pada tahap ini pekerjaan yang dilakukan adalah membuat d
enah untuk persimpangan, penyeberangan untuk pejalan kaki, daerah parker, penempa
tan bagi pemberhentian bus, membuat metoda pembelian karcis, langkah-langkah kese
lamatan dan lain-lain.
2. Perencanaan Teknis. Pekerjaan yang berhubungan dengan tingkat ini adalah pola- pola
manajemen lalu-lintas, pembangunan jalan-jalan lokal, pengendalian parkir, pengorga
nisasian transportasi umum, koordinasi dalam memberlakukan tarif dan lain sebagainy
a.
3. Perencanaan Strategis. Tingkat ini berkaitan erat dengan struktur dan kapasitas jalan ut
ama dan sistem transportasi umum, keterkaitan transportasi dengan tata guna tanah, ke
seimbangan antara permintaan dan penawaran, keterkaitan antara tujuan-tujuan transp
ortasi dengan ekonomi, tujuan-tujuan lingkungan dan sosial untuk suatu kota.
2.2 Fungsi Transportasi
Dalam hal kegunaannya, transportasi dapat menciptakan guna tempat (place unility) dan
guna waktu (time unility) yang memindahkan barang dan manusia ke tempat yang berbeda seh
ingga kegunaannya lebih besar. Menurut K. Morlok dalam bukunya Pengantar Teknik dan Per
encanaan Transportasi, menjelaskan bahwa dalam usahanya untuk dapat meningkatkan kapasi
tas bergerak (baik untuk benda mati ataupun makhluk hidup) yang harus diangkut secara cepa
t dan dalam jarak yang jauh pada masyarakat modern saat ini, manusia telah mengembangkan
dan menyempurnakan berbagai teknologi untuk membantunya dalam bidang transport. Suatu
teknologi transportasi harus dapat melakukan hal-hal berikut:
a. Membuat suatu obyek menjadi lebih mudah diangkut, dan dapat diangkut tanpa menimb
ulkan kerusakan.
b. Menyediakan kontrol dari gerakan yang terjadi, dengan pemakaian gaya secukupnya unt
uk dapat mempercepat ataupun memperlambat obyek tersebut, mengatasi hambatan-ha
mbatan yang biasa terjadi dan mengarahkan obyek tersebut tanpa kerusakan. Kontrol ge
rakan tadi disebut lokomosi.
c. Melindungi obyek dari kerusakan atau kehancuran yang dapat terjadi sebagai akibat samping da
ri pergerakan tadi. Pemeliharaan berupa temperature lingkungan yang tepat, tekanan, kelembapa
n dan sebagainya memegang peranan penting dalam mempertahankan nilai benda tersebut.

Transportasi yang baik dapat berupa kualitas sarana angkutan dan sistem jaringan jalan dengan s
egala kelengkapannya. Perkembangan teknologi di bidang transportasi menuntut adanya perkembanga
n teknologi sarana dan prasarana transportasi dalam segala bidang. Sistem transportasi yang berkemba
ng semakin cepat menuntut perubahan kualitas sarana angkutan dan tata jaringan jalan yang dapat me
menuhi kebutuhan masyarakat akan transportasi.
2.3 Sistem Transportasi
Sistem transportasi meliputi beberapa sistem yang saling berkaitan dan saling mempeng
aruhi. Sistem-sistem yang membentuk sistem transportasi antara lain sistem pergerakan, siste
m jaringan dan sistem aktivitas. Selain itu terdapat pula sistem kelembagaan yang berfungsi s
ebagai penunjang, mengatur dan yang mempengaruhi hubungan berbagai sistem tersebut. Me
nurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (2008) sistem transportasi dijelaskan sebagai beri
kut:
1. Sistem Aktivitas (Kegiatan): Sistem kegiatan atau tata guna lahan mem
punyai jenis kegiatan tertentu yang akan membangkitkan pergerakan dan akan menarik perger
akan dalam proses pemenuhan kebutuhan. Sistem ini merupakan sistem pola kegiatan tata gun
a lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain. Besa
rnya pergerakan sangat berkaitan dengan jenis intensitas kegiatan yang dilakukan.
2. Sistem Jaringan: Pergerakan yang berupa pergerakan manusia dan atau
barang tersebut membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda
tersebut bergerak. Prasarana transportasi ini dikenal dengan sistem jaringan yang meliputi jari
ngan jalan raya, kereta api, terminal, bus, bandara dan pelabuhan laut.
3. Sistem Pergerakan: Sistem pergerakan ditimbulkan karena interaksi sist
em kegiatan dan sistem jaringan. Sistem pergerakan yang ada merupakan sistem pergerakan o
rang.
4. Sistem Kelembagaan: sistem yang mengatur tiga sistem diatas; dan merupak
an instansi yang mengatur sistem transportasi beserta kebijakan-kebijakan yang mengaturnya.
5. Sistem Lingkungan: Setiap penggunaan tanah atau Sistem Kegiatan aka
n mempunyai suatu tipe kegiatan tertentu yang dapat “memproduksi” pergerakan (trip produc
tion) dan dapat “menarik” pergerakan (trip attraction). Sistem tersebut dapat merupakan suatu
gabungan dari berbagai sistem pola kegiatan tata guna tanah (land use) seperti sistem pola keg
iatan sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Kegiatan yang timbul dalam sistem ini memb
utuhkan pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari, yang
tidak dapat dipenuhi oleh penggunaan tanah bersangkutan.Besarnya pergerakan yang ditimbul
kan tersebut sangat berkaitan erat dengan jenis/tipe dan intensitas kegiatan yang dilakukan. Pe
rgerakan tersebut, baik berupa pergerakan manusia atau barang,jelas membutuhkan suatu mod
a transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda transportasi tersebut dapat bergera
k.
Prasarana transportasi yang diperlukan merupakan sistem mikro kedua yang biasa dikenal sebagai
Sistem Jaringan, meliputi jaringan jalan raya, kereta api, terminal bus, stasiun kereta api, bandara dan
pelabuhan laut. Penyediaan prasarana transportasi sangat tergantung pada dua faktor (Direktorat Jende
ral Perhubungan Darat, 2008):
1. Pertumbuhan ekonomi – menjadikan dana umum untuk membangun jalan- jalan, angk
utan simpangan dan menyediakan kendaraan umum.
2. Dana pribadi menyediakan kendaraan-kendaraan pribadi (mobil, motor) dan dana peru
sahaan pribadi menyediakan bus, angkot, truk.
3. Dana umum – tergantung pada pertumbuhan ekonomi dan kebijaksanaan pemerintah
mengenai jalanan dan kendaraan umum.
Interaksi antara Sistem Kegiatan dan Sistem Jaringan akan menghasilkan suatupergerakan manusia da
n/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau orang (pejalan kaki). Suatu sistem pergera
kan yang aman, cepat, nyaman, murah dan sesuai dengan lingkungannya, akan dapat tercipta jika perg
erakan tersebut diatur oleh suatu sistem rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik. Permasalahan
kemacetan yang sering terjadi di kota-kota besar/sedang di Indonesia biasanya timbul karena kebutuha
n transportasi lebih besar dibanding prasarana transportasi yang tersedia, atau prasarana transportasi ti
dak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Perubahan pada sistem kegiatan jelas akan mempengaruhi
sistem jaringan melalui suatu perubahan tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu juga peruba
han pada sistem jaringan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan akse
sibilitas dari sistem pergerakan tersebut.Selain itu, sistem pergerakan berperanan penting dalam menga
komodir suatu sistem pergerakan agar tercipta suatu sistem pergerakan yang lancar, aman, cepat, nyam
an, murah dan sesuai dengan lingkungannya. Pada akhirnya juga pasti akan mempengaruhi kembali sis
tem kegiatan dan sistem jaringan yang ada. Ketiga mikro ini saling berinteraksi satu sama lain yang ter
kait dalam suatu sistem transportasi makro.
Dalam upaya untuk menjamin terwujudnya suatu sistem pergerakan yang aman, nyaman, lancar,
murah dan sesuai dengan lingkungannya, maka dalam sistem transportasi makro terdapat suatu sistem
mikro lainnya yang disebut Sistem Kelembagaan.Sistem ini terdiri atas individu, kelompok, lembaga, i
nstansi pemerintah serta swasta yang terlibat dalam masing-masing sistem mikro. Sistem kelembagaan
(instansi) yang berkaitan dengan masalah transportasi adalah sebagai berikut :
1. Sistem Kegiatan : Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappe
nas),
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi, Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah(Bappeda) Kota.
2. Sistem Jaringan : Departemen Perhubungan dan Departemen Pekerjaan U
mum.
3. Sistem Pergerakan : Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR), P
olisi
Lalu Lintas (Polantas).

Sistem Transportasi Makro

Transportasi Mikro

Sistem Kegiatan Sistem Jaringan

2.4 Konsep Perencanaan Transportasi Sistem Pergerakan


Terdapat beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang sampai saat i
Sistem kelembagaan
ni – yang paling popular adalah “Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap”. Model pere
Sistem Kelembagaan
ncanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri sub model yang masing-masing harus dil
akukan secara terpisah dan berurutan.Sub model tersebut adalah:
● Aksesibilitas : Merupakan konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna l
ahan secara geografis dengan sistem jaringan yang menghubungkannya.
● Bangkitan dan tarikan pergerakan : Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan y
ang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lah
an dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona.
● Sebaran Pergerakan
● Pemilihan moda
● Pemilihan rute
● Arus lalu lintas dinamis
2.4.1 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan.
Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah per
gerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang ter
tarik ke suatu tata guna lahan atau zona.Pergerakan lalu-lintas merupakan fungsi tata gun
a lahan yang menghasilkan pergerakan lalu-lintas. Bangkitan lalu-lintas ini mencakup:
● Lalu-lintas yang meninggalkan suatu lokasi.
● Lalu-lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi Bangkitan dan tarikan lalu-lintas ters
ebut tergantung pada dua aspek tata guna lahan.
● Jenis tata guna lahan.
● Jumlah aktivitas dan intensitas pada tata guna lahan tersebut.

i j

Arus meninggalkan Arus memasuki


zona i zona j
Bang kitan Pergerakan
Sumber: Tamin, 1997
Bangkitan pergerakan,asumsikan bahwa bangkitan pergerakan dan tarikan pergerakan dapat d
inyatakan sebagai fungsi dari beberapa atribut sosial ekonomi yang berbasis zona (X1, X2,…
Xn) :
P = f (X1, X2,…Xn)
Analisis Regresi Linier (uji statistik) yang menggunakan rumus :
Y = a + b1X1 + b2X2 + … bnXn

2.4.2 Sebaran Pergerakan


Pola sebaran arus lalu lintas antara zona asal I kezona tujuan adalah hasil dari du
a hal yang terjadi bersamaan yaitu lokasi dan identitas tata guna lahan yang akan meng
hasilkan arus lalu lintas dan pemisahan ruang. Interaksi antara dua tata guna lahan aka
n menghasilkan pergerakan manusia dan barang.
2.4.3 Pemilihan Moda
Jika terjadi interaksi antara dua tata guna lahan maka akan terjadi pergerakan lal
u lintas antara kedua tata guna lahan tersebut. Salah satu hal yang berpengaruh adalah
pemilihan alat angkut (moda).
2.4.4 Pemilihan Rute
Pemilihan rute juga tergantung pada moda transportasi.Pemilihan moda dan pem
ilihan rute dilakukan bersama dan tergantung alternatif pendek, tercepat dan termurah.
Empat langkah berurutan dalam model perencanaan yaitu bangkitan perjalanan,
pemilihan moda, dan pemilihan rute, sering disebut sebagai model agregat karena men
erangkan perjalanan dari kelompok orang atau barang.
2.5 Satuan Mobil Penumpang (SMP)
Dalam standar perencanaan geometrik, nilai perbandingan untuk berbagai jenis kendaraan
pada kondisi jalan datar, bukit dan gunung adalah sebagai berikut.
Ekivalen Pengelompokkan Kendaraan (SMP)
No Jenis Kendaraan Klasifikasi Untuk Medan Keterangan
Datar Bukit Gunung

1 Sepeda 0.5 - -
2 Mobil Penumpang 1.0 1.0 1.0
3 Truk&Bis < 5 t 2.0 2.0 2.5
4 5 t < T & B < 10 t 3.0 3.0 4.0
5 Truk Berat > 10 t 5.0 5.0 6.0
Sumber : Tamin, 1997

Besar Nilai SMP Berdasarkan Karakteristik Kendaraan


No Karakteristik Kendaraan Nilai SMP
1 Kendaraan Ringan (sedan, jeep, combi, Pick Up, dsb) 1
2 Kendaraan Sedang (Sedan, Jeep, Combi, Minibus, Pick Up) dan 1,25
Kendaraan Berat (Bus Besar, Truk 3 As, dsb)

3 Sepeda Motor, sepeda, becak, geobak, dsb 0,25


Sumber : Tamin, 1997
2.6 Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan menurut PKJI 2014 adalah jumlah maksimum kendaraan atau orang yang
dapat melintasi suatu titik pada lajur jalan pada periode waktu tertentu dalam kondisi jalan tert
entu, atau merupakan arus maksimum yang bisa dilewatkan pada suatu ruas jalan. Dinyatakan
dalam kend/jam atau smp/jam.
Hal ini berguna sebagai tolak ukur dalam penetapan keadaan lalu lintas sekarang atau pen
garuh dari usulan pengembangan lahan.Kapasitas jalan di perkotaan biasanya ditentukan oleh
kemampuan keadaan yang dilewatkan/dilepaskan oleh persimpangan. Nilai kapasitas jalan ya
ng digunakan untuk keperluan kondisi yang diperlukan untuk jalan yang ditinjau.

Sumber : Tamin, 1997


Keterangan :
C : Kapasitas
Co : Kapasitas dasar
FCw : Faktor koreksi untuk lebar jalan
FCsp : Faktor koerksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak berlaku
untuk satu arah)
FCsf : Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping
FCcs : Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2006, klasifikasi fungsi menurut pera
nan jalan adalah sebagai berikut :
1. Jalan Arteri Primer
Jaringan jalan yang menghubungkan beberapa kota jenjang kesatu yang terletak berdam
pingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.
2. Jalan Arteri Sekunder
Jaringan jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu
atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
3. Jalan Kolektor Primer
Jaringan jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau
dapat pula menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.
4. Jalan Kolektor Sekunder
Jaringan jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunde
r kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan dengan kawasan sekunder keti
ga.
5. Jaringan Jalan Lokal Primer
Jaringan jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu de
ngan pesil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau dapat pula menghubun
gkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang
di bawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil atau kota jenjang ketiga dengan persil.
6. Jalan Lokal Sekunder
Jaringan jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, men
ghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seteru
snya sampai perumahan.
a).Kapasitas Dasar (Co)
Kapasitas dasar CO ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai yang tertera pada tab
el berikut:

Kapasitas Dasar (Co)


Kapasitas Dasar
Tipe Jalan Keterangan
(smp/jam)
Jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah 1.650 Per lajur
Jalan 4 lajur tanpa pembatas median 1.500 Per lajur
Jalan 2 lajur tanpa pembatas median 2.900 Total dua arah
Sumber : Tamin, 1997
Kapasitas dasar untuk jalan yang lebih dari 4 lajur dapat diperkirakan dengan menggunak
an kapasitas per lajur meskipun mempunyai lebar jalan yang tidak baku.

7. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Pembagian Arah (FCSP)


Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (FCSP) didasarkan pada kondisi arus la
lu lintas dari kedua arah atau untuk jalan tanpa pembatas median. Untuk jalan satu arah dan/at
au jalan dengan pembatas median, faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah adalah 1,0 f
aktor koreksi (FCSP) ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Pembagian Arah (FCsp)


Pembagian arah (%-%) 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
2-lajur 2-arah tanpa pembatas
1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
median (2/2 UD)
FCSP
4-lajur 2-arah tanpa pembatas
1.00 0.985 0.97 0.955 0.94
median (4/2 UD)
Sumber : Tamin, 1997
8. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCW)
Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCW) ditentukan berdasarkan lebar jalan ef
ektif yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCw)
Tipe Jalan Lebar Jalan Efektif (m) FCw
per lajur
3.00 0.92
4 lajur berpembatas median at 3.25 1.96
au jalan satu arah 3.50 1.00
3.75 1.04
4.00 1.08
per lajur
3.00 0.91
3.25 0.95
4 lajur tanpa pembatas median
3.50 1.00
3.75 1.05
4.00 1.09

per arah
5 0.56
6 0.87
7 1.00
2 lajur tanpa pembatas
8 1.14
9 1.25
10 1.29
11 1.34

Sumber : Tamin, 1997


9. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Gangguan Samping (FCsf)
Faktor koreksi untuk ruas jalan yang mempunyai bahu jalan didasarkan pada lebar bah
u jalan efektif (Ws) dan tingkat gangguan samping yang penentuan klasifikasinya dapat dilihat
pada Tabel 2.7.
Klasifikasi Gangguan Samping
Kelas Gangguan Jumlah gangguan per 2
Kondisi Tipikal
Samping 00 per jam (dua arah)
Sangat rendah < 100 Permukiman
Permukiman, beberapa transportasi u
Rendah 100 – 299
mum
Daerah industri dengan beberapa toko
Sedang 300 – 499
di pinggir jalan
daerah komersial, aktivitas pinggir jal
Tinggi 500 – 899
an tinggi
Daerah komersial dengan aktivitas pe
Sangat Tinggi > 900
rbelanjaan pinggir jalan
Sumber : Tamin, 1997

Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Gangguan Samping (FCsf)


Tipe Jalan Kelas Ganggu Faktor Koreksi Akibat Gangguan Samping Dan Lebar Bahu Jalan
Lebar Bahu Jalan Efektif
an Samping
<0.5 1.0 1.5 >2.0
Sangat rendah 0.96 0.98 1.01 1.03
4-lajur 2-arah b Rendah 0.94 0.97 1.00 1.02
erpembatas me Sedang 0.92 0.95 0.98 1.00
dian (4/2D) Tinggi 0.88 0.92 0.95 0.98
Sangat Tinggi 0.84 0.88 0.92 0.96
Sangat rendah 0.96 0.99 1.01 1.03
4-lajur 2-arah t
Rendah 0.94 0.97 1.00 1.02
anpa pembatas
Sedang 0.92 0.95 0.98 1.00
median (4/2U
Tinggi 0.87 0.91 0.94 0.98
D)
Sangat Tinggi 0.80 0.86 0.90 0.95
2-lajur 2-arah t Sangat rendah 0.94 0.96 0.99 1.01
anpa pembatas Rendah 0.92 0.94 0.97 1.00
median (2/2U Sedang 0.89 0.92 0.95 0.98
D) atau kjalan s Tinggi 0.82 0.86 0.90 0.95
atu arah Sangat Tinggi 0.73 0.79 0.85 0.91
Sumber : Tamin, 1997
e. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCcs)
Faktor koreksi FCcs dapat dilihat pada Tabel 10 dan faktor koreksi tersebut merupakan
fungsi dari jumlah penduduk kota.
Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCcs)
Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor koreksi untuk ukuran kota
< 0.1 0.86
0.1 – 0.5 0.90
0.5 – 1.0 0.94
1.0 – 1.3 1.00
> 1.3 1.03
Sumber : Tamin, 1997
Besarnya faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada tingkat pertumbuhan normal dan
tingkat pertumbuhan bangkitan yang ditimbulkan oleh adanya pembangunan.
2.7 Tingkat Pelayanan.
Indikator tingkat pelayanan pada suatu ruas jalan menunjukan kondisi secara keseluruhan ruas
jalan tersebut. Tingkat pelayanan ditentukan berdasarkan nilai kuantitatif seperti : VCR, kecep
atan perjalanan dan berdasarkan nilai kualitatif seperti kebebasan pengemudi dalam bergerak
atau memilih kecepatan, derajat hambatan lalu-lintas serta kenyamanan. Secara umum tingkat
pelayanan dapat dibedakan sebagai berikut :
● Tingkat pelayanan A : Kondisi arus lalu-lintasnya bebas antara satu kendaraannya deng
an kendaraan lain, besarnya kecepatan sepenuhnya ditentukan oleh keinginan pengemu
di dan sesuai batas kecepatan yang ditentukan.
● Tingkat pelayanan B : Kondisi arus lalu-lintas stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi o
leh kendaraan lainnya dan mulai dirasakan hambatan oleh kendaraan sekitarnya.
● Tingkat pelayanan C : Arus lalu-lintas masih dalam keadaan stabil, kecepatan operasi
mulai dibatasi dan hambatan dari kendaraan lain semakin besar.
● Tingkat pelayanan D : Kondisi arus lalu-lintas mendekati kondisi kurang stabil, kecepat
an operasi relatif cepat akibat hambatan yang timbul dan kebebasan bergerak relatif kec
il.
● Tingkat pelayanan E : Volume lalu-lintas sudah mendekati kapasitas ruas jalan, kecepat
an lebih rendah dari 40 km/jam.
● Tingkat pelayanan F : Volume lalu-lintas tidak stabil dengan kecepatan 0 km/jam.
Tingkat Pelayanan
Sumber: Tamin, 1997
2.8 VCR
Volume capacity ratio merupakan perbandingan antara volume yang melintas (smp) den
gan kapasitas pada suatu ruas jalan tertentu (smp).Nilai VCR untuk ruas jalan di dalam “daera
h pengaruh” didapat berdasarkan hasil survey volume lalu-lintas di ruas jalan serta survey geo
metrik untuk mendapatkan besarnya kapasitas pada saat ini (eksisting).

VCR = Q/C

Sumber : Ofyar Z. Tamin, (1997)


Keterangan :
Q = volume
C = kapasitas
Volume (Q) : jumlah kendaraan yang melalu suatu titik pada suatu jalur gerak per satuan wak
tu, dan biasanya diukur dalam satuan kendaraan per satuan waktu.

Sumber : Morlok,1978
Q = volume lalu lintas yang melewati satu titik
n = jumlah kendaraan yang melewati titik tersebut dalam interval waktu T
T = interval waktu pengamatan
Besarnya faktor pertumbuhan lalu-lintas didasarkan pada tingkat pertumbuhan normal d
an tingkat pertumbuhan bangkitan yang ditimbulkan oleh adanya pembangunan.Nilai VCR u
ntuk berbagai kondisi dapat dikelompokan sebagai berikut:
Nilai VCR pada Berbagai Kondisi
V/C Keterangan
< 0,8 Kondisi stabil
0,8 – 1,0 Kondisi tidak stabil
> 1,0 Kondisi kritis
Sumber : Tamin, 1997
2.9 Aksesibilitas
Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secar
a geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Jaringan jalan, sara
na transportasi seperti terminal, stasiun dan sebagainya merupakan faktor-faktor yang dapat m
empengaruhi aksesibilitas. Indeks aksesibilitas ini mencakup jarak, waktu, dan biaya. Semaki
n jauh jarak (panjang jalan) maka aksesibilitasnya semakin tinggi serta akan memerlukan wak
tu yang lama dan mengeluarkan biaya yang besar, begitu pula sebaliknya.
Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas
Aksesibilitas R Aksesibilitas Menengah
endah
JAUH

JARAK
Aksesibilitas Aksesibilitas
DEKAT
Menengah Tinggi
KONDISI PRASARANA SANGAT JELEK SANGAT BAIK

Sumber: (Black 1981),Perencanaan dan Pemodelan Transportasi;33


2.10 Mobilitas
Mobilitas adalah suatu ukuran kemampuan seseorang untuk bergerak yang biasanya diny
atakan dari kemampuannya membayar biaya transportasi. Indeks mobilitas dapat dilihat denga
n kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di daerah tersebut. Apabila kegiatan yang dilakuk
an penduduk tinggi maka tingkat mobilitas pada suatu daerah tersebut akan tinggi begitu juga
sebaliknya bila kegiatan penduduk di suatu daerah itu rendah maka tingkat mobilitasnya juga
rendah.
2.11 Tinjauan Kebijakan
a. Peraturan pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2006
● Klasifikasi fungsi menurut peranan jalan adalah sebagai berikut:
a) Jalan arteri primer yaitu jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antarpus
at kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wila
yah
b) Jalan kolektor primer yaitu jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antara
pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah,
atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal
c) Jalan lokal primer yaitu jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat keg
iatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan p
usat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal deng
an pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan
d) Jalan lingkungan primer yaitu jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan di d
alam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan
e) Jalan arteri sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan ka
wasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu,
atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua
f) Jalan kolektor sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan se
kunder ketiga
g) Jalan lokal sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu de
ngan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder
ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan
h) Jalan lingkungan sekunder yaitu jalan yang menghubungkan antarpersil dalam ka
wasan perkotaan
● Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan atas:
a) Jalan nasional, terdiri dari :
- Jalan Arteri Primer
- Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi
- Jalan Tol
- Jalan Strategis Nasional
Penyelenggaraan Jalan Nasional merupakan kewenangan Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, yaitu di Direktorat Jenderal Bina Marga yang dala
m pelaksanaan tugas penyelenggaraan jalan nasional dibentuk Balai Besar Pelaksa
naan Jalan Nasional sesuai dengan wilayah kerjanya masing-masing. Sesuai denga
n kewenangannya, maka ruas-ruas jalan nasional ditetapkan oleh Menteri Pekerjaa
n Umum dan Perumahan Rakyat dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Menteri PUP
R.
b) Jalan provinsi, terdiri dari :
- Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibuko
ta kabupaten atau kota
- Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten atau
kota
- Jalan Strategis Provinsi
Ruas-ruas jalan provinsi ditetapkan oleh Gubernur dengan Surat Keputusan (SK) G
ubernur.
c) Jalan kabupaten, terdiri dari :
- Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi
- Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan,
ibukota kecamatan dengan desa, dan antar desa
- Jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi dan jalan sekunder dala
m kota
- Jalan strategis kabupaten
Ruas-ruas jalan kabupaten ditetapkan oleh Bupati dengan Surat Keputusan (SK) B
upati.
d) Jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota, merupak
an kewenangan Pemerintah Kota. Ruas-ruas jalan kota ditetapkan oleh Walikota de
ngan Surat Keputusan (SK) Walikota.
e) Jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termas
uk jalan kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum yang
menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa.
b. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum
● Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlen
gkapan Jalan berupa:
a) Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf,
angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, p
erintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan
b) Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan Jalan atau di atas permu
kaan Jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, ga
ris melintang, garis serong, serta lambing yang berfungsi untuk mengarahkan arus
Lalu Lintas dan membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas
c) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat elektronik yang menggunakan i
syarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu Lint
as orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau pada ruas Jalan
d) Alat penerangan Jalan
e) Alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan
f) Alat pengawasan dan pengamanan Jalan
g) Fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat
h) Fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di Jalan
dan di luar badan Jalan
c. Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Bandung Barat Ta
hun 2009-2029
● Sistem jaringan transportasi darat meliputi :
a) Jaringan jalan
- Jaringan jalan nasional, meliputi :
⮚ Pembangunan jalan tol Padalarang-Ciranjang-Sukabumi, pembukaa
n gerbang tol Warung Domba di Km 106.800 Cikalongwetan dan jal
an akses tol ke Ngamprah Peningkatan infrastruktur transportasi jalan lin
tas cepat Cileunyi – Rancaekek yang merupakan jalan Arteri Primer
⮚ Peningkatan dan pengembangan fungsi jalan arteri dan kolektor 1 bukan jal
an tol meliputi ruas Citarum - Rajamandala - bts. Kota Padalarang, Eks tol
Rajamandala, Jln. Raya Rajamandala;
⮚ Rencana pembangunan dan peningkatan fungsi ruas jalan menjadi arteri me
liputi jalan Cisomang-Batas Kota Padalarang;
⮚ Pengembangan jaringan jalan primer, berupa pembangunan jalan alternatif
Bandung-Lembang; dan
⮚ Pembangunan jalan layang meliputi:
1.jalan layang tagog di Kecamatan Padalarang; dan
2.jalan layang cimareme di Kecamatan Ngamprah..
⮚ Pembangunan jalan melintang dibawah jalan lain (Underpass) di Stasiun P
adalarang
- Jaringan jalan provinsi, meliputi :
⮚ Pemantapan ruas jalan kolektor primer terdiri atas:
1. Jl.Cimareme;
2. Cimareme-Batujajar;
3. Jl. Batujajar;
4. Batujajar (JBT.Batujajar)-Soreang (Sp.Alfathu);
5. Sp.Orion-Cihaliwung;
6. Padalarang-Sp.Cisarua (jalan alternatif Bandung-Lembang);
7. Bts. Cimahi-Cisarua-Lembang; dan
8. Jl. Raya Lembang.
 Peningkatan status dan fungsi jalan kolektor primer beru
pa rencana peningkatan ruas jalan strategis provinsi (akses Sarimukti), mel
iputi:
1.Rajamandala-Cipeundeuy; dan
2.Cipeundeuy-Cikalongwetan.
 Peningkatan fungsi ruas jalan menjadi kolektor primer 2 (dua) terdiri atas:
1. Selacau-Cililin;
2. Cililin-Sindangkerta;
3. Sindangkerta-Celak;
4. Celak-Gununghalu;
5. Gununghalu-Bunijaya;
6. Bunijaya-Cilangari; dan
7. Cilangari-Cisokan.
- Jaringan jalan kabupaten, meliputi :

 Peningkatan fungsi ruas jalan menjadi kolektor primer 4 (empat) ter


diri atas:
1. Lembang-Maribaya;
2. Maribaya-Patrol;
3. Gununghalu-Datarpuspa;
4. Rancapanggung-Puncakmulya/Bts.Kutawaringin;
5. Puncrut(Bts. Kota Bdg)-Pagerwangi-Cijenuk;
6. Langensari-Medu-Dago; dan
7. Selacau-Lagadar.
 Peningkatan fungsi ruas jalan menjadi kolektor sekunder 1 (satu)
meliputi:
1. Jalan Panorama (Lembang);
2. Jalan Grand Hotel (Lembang); dan
3. Jalan Kayu Ambon/Jl.Kiwi (Lembang).
b) Jaringan jalan bebas hambatan, meliputi :
⮚ Jalan tol Soreang – Pasir Koja
⮚ Jalan tol Ujungberung – Gedebage – Majalaya
⮚ Jalan tol Cileunyi – Sumedang – Dawuan
⮚ Jalan tol Cileunyi – Nagreg – Ciamis – Banjar
⮚ Jalan tol dalam kota Terusan Pasteur – Ujungberung – Cileunyi
⮚ Jalan tol Lingkar Bandung Selatan
- Pengembangan terminal, meliputi :
⮚ Pembangunan terminal penumpang tipe B di Jalan Gedong Lima Kecamata
n Padalarang;
 Pembangunan terminal penumpang tipe C yang akan dikembangka
n di 12 (dua belas) Kecamatan meliputi:
1. Lembang;
2. Cikalongwetan;
3. Cililin;
4. Parongpong;
5. Cisarua;
6. Ngamprah;
7. Cipatat;
8. Batujajar;
9. Cihampelas;
10. Cipeundeuy;
11. Sindangkerta;
12. Cipongkor.
13. Gununghalu; dan
14. Rongga.
⮚ Rencana pengembangan fasilitas pendukung sistem transportasi se
bagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa fasilitas tempat
perhentian;
⮚ Penempatan unit penguji kendaraan bermotor sebagaimana dimaks
ud pada ayat(1) huruf c berada di Kecamatan Padalarang.
- Jaringan kereta api
 Jaringan jalur kereta api, meliputi :
⮚ Peningkatan jalur ganda KA Koridor Rancaaekek – Cicalengka dan Korido
r Cicalengka – Nagreg
⮚ Pembangunan jalur ganda KA antar kota dan perkotaan Kiaracondong – Ra
ncaekek – Cicalengka
⮚ Pembangunan jalur KA Antar Kota Rancaekek - Jatinangor – Tanjungsari -
Kertajati - Kadipaten – Cirebon
⮚ Peningkatan jalur Kereta Api pada Koridor BandungDayeuhkolot-Banjaran
Koridor Banjaran – Soreang Ciwidey serta Koridor Rancaekek-Tanjungsar
i
⮚ Revitalisasi jalur KA Perkotaan Rancaekek – Jatinangor – Tanjungsari
⮚ Revitalisasi Jalur KA Perkotaan Kiaracondong – Ciwidey
⮚ Elektrifikasi jalur KA Perkotaan Padalarang - Kiaracondong – Cicalengka
⮚ Pembangunan jalur LRT (Light Rapid Transport) dan/atau jalur kereta ring
an (monorel) yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan di Bandung Raya
koridor Leuwipanjang-Jatinangor, LeuwipanjangSoreang, dan Gedebage-M
ajalaya
⮚ Pengembangan jalur LRT (Light Rapid Transport) dan/atau jalur kereta rin
gan (monorel) pada jalur Leuwipanjang – Soreang, Martadinata – Banjaran,
dan Gedebage – Majalaya
⮚ Peningkatan jaringan prasarana jalan rel untuk mendukung pengembangan
pelabuhan darat (dry port) di Gedebage
⮚ Perbaikan persinyalan kereta api pada Jalur Gedebage – Cicalengka
⮚ Pengembangan jalur LRT (Light Rapid Transport) dan/atau jalur kereta rin
gan (monorel) di wilayah Kabupaten Bandung dan/atau yang menghubungk
an wilayah Kabupaten Bandung dan wilayah sekitarnya
⮚ Pembangunan jalur Tegalluar sebagai bagian dari pembangunan kereta cepa
t Jakarta – Bandung
- Prasarana perkeretaapian, meliputi :

 Peningkatan jalur KA lintas Cikampek-Padalarang;


 Pembangunan dan peningkatan sistem jaringan jalur KA lintas utar
a-selatan yang menghubungkan kota-kota Bogor-Sukabumi-Cianj
ur-Padalarang;
 Pembangunan jalur ganda KA antar kota dan perkotaan Kiaracond
ong- Rancaekek-Cicalengka;
 Pengembangan jaringan kereta api antar kota dan perkotaan melipu
ti elektrifikasi jalur kereta api perkotaan Padalarang-Kiaracondon
g- Cicalengka;
 Pembangunan DT Bandung Urban Railway Transport Developmen
t, Electrification Padalarang-Cicalengka Line;
 Penataan stasiun tipe sedang di Kecamatan Padalarang dan stasiun
cabang di Kecamatan Ngamprah;
 Peningkatan kelas dan fungsi Stasiun Rende, dari kelas kecil yang
melayani naik turun penumpang menjadi kelas sedang untuk melay
ani naik turun penumpang dan bongkar muat barang; dan
 Peningkatan kelas Stasiun Rajamandala dari kelas kecil menjadi ke
las sedang.
c) Jaringan pelayanan lalu lintas.
- Angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek, meliputi :
 Pengembangan trayek angkutan umum terdiri dari Lembang-Pagerwangi, L
embang-Wangunharja, dan Cibodas-Sutenjaya;
 Peningkatkan hirarki trayek dari ranting ke cabang untuk trayek jurusa
n Cililin – Cipatik – Soreang dan Padalarang – Rajamandala;
 Penataan angkutan umum meliputi Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP)
Angkutan Kota Dalam Propinsi (AKDP), angkutan kota dan angkutan per
desaan; dan
 Pengembangan sistem angkutan massal berupa monorail, double decker, bu
sline, Light Rapid Transit (LRT) dan peningkatan jalur kereta api.
- Angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek, meliputi:
⮚ Pengembangan angkutan taksi Kabupaten Bandung Barat dan/atau Bandun
g Raya untuk keperluan pelayanan angkutan umum dari pintu ke pintu
⮚ Pengembangan angkutan pariwisata untuk mendukung kegiatan pariwisata
⮚ Angkutan dengan tujuan tertentu
⮚ Angkutan kawasan tertentu
- Angkutan barang dikembangkan untuk melayani distribusi dan pengangkutan
barang di dalam maupun ke luar wilayah Kabupaten Bandung Barat dengan pe
ngembangan jaringan lintas angkutan barang, pengembangan simpul distribusi
barang (terminal barang) dan pengawasan muatan angkutan barang.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Metodologi Pendekatan
Tinjauan terhadap aspek transportasi yang dilakukan untuk melalui tahapa
n yang sesuai dengan latar belakang, permasalahan yang di hadapi, serta tujua
n akhir dari studi ini. Maka metode pendekatan studi yang dilakukan agar dap
at mecapai suatu hal tersebut adalah dengan menggunakan metode pendekatan
kuantitatif dan Kualitatif.
3.1.1 Metode Pendekatan Kuantitatif
Metode pendekatan kuantitatif adalah metode yang lebih menekankan pad
a aspek pengukuran secara obyektif terhadap fenomena sosial. Untuk dapat me
lakukan pengukuran, setiap fenomena sosial di jabarkan kedalam beberapa ko
mponen masalah, variabel dan indikator. Setiap variabel yang di tentukan diuk
ur dengan memberikan simbol angka yang berbeda – beda sesuai dengan kateg
ori informasi yang berkaitan dengan variabel tersebut. Dengan menggunakan s
imbol – simbol angka tersebut, teknik perhitungan secara kuantitatif matemati
k dapat dilakukan sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang berlak
u umum di dalam suatu parameter. Tujuan utama dari metodologi ini ialah me
njelaskan suatu masalah tetapi menghasilkan generalisasi. Generalisasi ialah s
uatu kenyataan kebenaran yang terjadi dalam suatu realitas tentang suatu masa
lah yang di perkirakan akan berlaku pada suatu populasi tertentu. Generalisasi
dapat dihasilkan melalui suatu metode perkiraan atau metode estimasi yang u
mum berlaku didalam statistika induktif. Metode estimasi itu sendiri dilakukan
berdasarkan pengukuran terhadap keadaan nyata yang lebih terbatas lingkupny
a yang juga sering disebut contoh dalam penelitian kuantitatif.

3.1.2 Metode Pendekatan Kualitatif


Pendekatan penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditunjukkan untuk
mendiskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, pemik
iran orang secara individual maupun kelompok. Data dihimpun dengan pengamatan y
ang seksama, mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai catatan hasil
wawancara yang mendalam, serta hasil analisis dokumen.
Pada Aspek Transportasi, Metode Kualitatif digunakan untuk mengidentifi
kasi jenis-jenis kegiatan yang dapat memicu terjadinya pergerakan transportasi
melalui hasil observasi dan wawancara kepada instansi.
3.2 Metode Pengumpulan Data
3.2.1 Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan untuk mengumpulkan persepsi dari re
sponden terhadap suatu obyek penelitian. Sumber data diperoleh dari survei lapan
gan langsung dengan mengamati obyek yang menjadi sasaran kajian. Pengumpula
n data primer dilakukan untuk mengumpulkan persepsi dari responden terhadap su
atu obyek penelitian. Sumber data diperoleh dari survei lapangan langsung menga
mati obyek yang menjadi sasaran kajian. Pengumpulan data primer memerlukan te
knik sampling agar mempermudah menentukan narasumber.
1. Observasi
Observasi lapangan yaitu dengan melihat bagaimana sarana dan prasarana
diwilayah kajian studio apakah sudah baik, kurang baik, atau cukup baik dengan
melihat kondisi di kawasan pertanian secara langsung. Tujuannya adalah untuk m
endapatkan informasi secara langsung terhadap kondisi diwilayah yang diteliti.
Observasi

N Alat
Poin Observasi Metode
o
1 Mengidentifikasi kondi
si ruas jalan yang rusa
k
2 Mengidentifikasi peng
gunaan transportasi ya Teknik Vi ▪ Kamera
ng digunakan masyara sualisasi ▪ Alat Rekam
kat ▪ Alat Tulis
3 Mengidentifikasi kegia ▪ Alat Hitung
tan masyarakat
▪ Form Traffic Counting
4 Mengidentifikasi volu
Analiis ob
me lalu lintas dan kone
servasi
ktivitas
2.Wawancara
Melakukan wawancara terhadap responden yang dapat mewakilkan kelom
poknya, dengan wawancara atau interview agar dapat mengetahui tanggapan pem
erintah atau instansi juga masyarakat mengenai kondisi eksisting yang ada di Kaw
asan Perkotaan .
Wawancara

No Topik Sumber
1
Rencana peningkatan konektivitas jalan
Sekertariat dan bidang
2
Rencana pengembangan sarana transportasi perhubungan,Dinas Pe
rhubungan
3 Untuk mengetahui masalah umum dan Potensi dari sistem Transp
ortasi.

3. Dokumentasi
Selain bentuk-bentuk dokumen tersebut diatas, bentuk lainnya adalah foto
dan bahan statistik. Dengan menggunakan foto akan dapat mengungkap situasi
dan kondisi eksisting yang terdapat di Kawasan Perkotaan Padalarang pada de
tik-detik tertentu sehingga dapat memberikan informasi deskriptif yang dibutu
hkan pada saat mengolah data untuk menghasilkan data yang akurat dan terper
caya. Data yang diperoleh ini bisa dipakai sebagai data pendukung dan peleng
kap bagi data primer yang telah diperoleh.
4. Kuisioner
Kuisioner adalah Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara m
emebrikan daftar petanyaan tertulis yang telah disusun kepada responden untu
k diberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna. Kuisioner digunakan
pada Aspek Transportasi ialah untuk memperoleh informasi kegiatan-kegiatan
apa saja yang dapat memicu terjadinya pergerakan trasnportasi, dengan masya
rakat sebagai respondennya.
Kuisioner

No. Tujuan Topik Kuisioner Sasaran


Mengetahui distribusi ba Distribusi barang d Teridentifikasinya distribusi b
1. rang dan pergerakan pen an pergerakan pend arang dan pergerakan pendudu
duduk uduk k
Mengetahui kegiatan pe Teridentifikasinya kegiatan pe
2. Kegiatan
nduduk nduduk

5. Traffic Counting
Traffic counting bertujuan untuk mengetahui pergerakan di Kawasan Perk
otaan Padalarang dan mengetahui titik-titik kepadatan lalu lintas di beberapa tit
ik di Kawasan Perkotaan Padalarang.
● Peralatan yang dibutuhkan: stopwatch, formulir survei, alat tulis dan kame
ra.
● Prosedur pelaksanaan: surveyor mencatat pada formulir yang disediakan s
etiap kali kendaraan melewati lokasi pengamatan dan disesuaikan dengan
golongannya selama waktu yang telah ditentukan.
Jadwal Pelaksanaan TC

Hari Pelaksanaan Kegiatan Waktu Pelaksanaan Kegiatan TC


TC

Pagi 06:00- 07:00 07:00-08:00


WEEKDAY Siang 11:00-12:00 12:00-13:00

Sore 16:00-17:00 17:00-18:00

Pagi 06:00- 07:00 07:00-08:00


WEEKEND Siang 11:00-12:00 12:00-13:00

Sore 16:00-17:00 17:00-18:00

3.2.2 Pengumpulan Data Sekunder


Data Sekunder adalah data yang dapat diperoleh dari instansi-instansi yang
ada, yang berhubungan dengan aspek trasnportasi di wilayah kajian.
3.3 Metode Analisis
Dalam proses pengumpulan data dilakukan metode analisis data dari berbag
ai sisi aspek transportasi, diantaranya :
3.3.1 Sistem Kegiatan
Mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan yang dapat memicu terjadinya pergera
kan transportasi. Pada analisis ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu
dengan melakukan observasi lapangan,Kuisioner dan wawancara kepada Instansi.
3.3.2 Sistem Jaringan
Pada analisis sistem jaringan jalan yaitu mengidentifikasi satu kesatuan ruas
jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan
wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hirarki.
Analisis Aksesibilitas
Analisis aksesibilitas merupakan perbandingan antara panjang jalan denga
n luas wilayah yang terdapat di Kawasan Perkotaan Padalarang. Untuk me
nghitung nilainya, dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Indeks aksesbilitas =

Sumber: Kepmenkimpraswil No.534/KPTS/M/2001


x 100
Untuk menentukan klasifikasi indeks aksesibilitas agar diketahui terdapat
pada kelas nya, dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Panjang Kelas Interval =

Sumber : Sturges 1926


Indeks Standar Aksesibilitas
Standar Status

> 5,00 Sangat tinggi

> 1,50 Tinggi

> 0,50 Sedang

> 0,15 Rendah

> 0,05 Sangat rendah

Sumber: Kepmenkimpraswil No.534/KPTS/M/2001

1. Analisis Volume
Nilai berfungsi sebagai salah satu indikator kinerja transportasi.VCR untu
k ruas jalan di dalam “daerah pengaruh” didapat berdasarkan hasil survey
volume lalu-lintas di ruas jalan serta survey geometrik untuk mendapatka
n besarnya kapasitas pada saat ini (eksisting).
Dalam analisis kapasitas jalan di Kawasan Perkotaan Padalarang dalam pe
rhitungan Analisis Volume yang digunakan adalah sebagai berikut:

VCR = Q/C

Sumber : Manual Kinerja Jalan Indonesia 1997

Keterangan :
Q = volume
C = kapasitas

Volume (Q) = jumlah kendaraan yang melalu suatu titik pada suatu jalur
gerak per satuan waktu, dan biasanya diukur dalam satuan kendaraan per s
atuan waktu.

2. Analisis Kapasitas Jalan


Menurut Sukirman (1994), kapasitas jalan adalah jumlah kendaraa
n maksimum yang dapat melewati suatu penampang jalan pada lajur jalan
selama 1 jam dengan kondisi serta arus lalu lintas tertentu. Nilai kapasitas
dapat diperoleh dari penyesuaian kapasitas dasar dengan kondisi jalan yan
g direncanakan. Kapasitas jalan diperkotaan biasanya ditentukan oleh kem
ampuan keadaan yang dilewatkan/dilepaskan oleh persimpangan, jaringan
jalan terdiri dari persimpangan dan link.
Nilai kapasitas dihasilkan dari pengumpulan data arus lalu lintas da
n data geometrik jalan yang dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (s
mp). Untuk jalan dua lajur - dua arah penentuan kapasitas berdasarkan aru
s lalu lintas total, sedangkan untuk jalan dengan banyak lajur perhitungan
dipisahkan secara per lajur.
Persamaan untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut:
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FC
cs
Sumber : Manual Kinerja Jalan Indonesia 1997

Keterangan :
C : Kapasitas
Co : Kapasitas dasar
FCw : Faktor koreksi untuk lebar jalan
FCsp : Faktor koerksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak berlaku u
ntuk satu arah)
FCsf : Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping
FCcs : Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
2.3.3 Sistem Pergerakan
Mengidentifikasi dan menganalisis sistem pergerakan seperti analisis volu
me lalu lintas. Pada analisis ini menggunakan metode kuantitatif yaitu den
gan menggunakan Traffic Counting serta menganalisis konektivitas denga
n memperhatikan tema Kawasan Perkotaan.
1. Analisis Mobilitas
Untuk menghitung mobilitas penduduk yang ada di Kawasan Perkotaa
n Parigi dapat dihitung dengan mengunakan metoda dibawah ini :

Indeks Mobilitas =

Sumber: Kepmenkimpraswil No.534/KPTS/M/2001

Untuk menentukan klasifikasi indeks mobilitas agar diketahui terdapat


pada kelas nya, dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Panjang Kelas Interval =


2.
Sumber : Sturgess 1926
Indeks Standar Nilai Mobilitas

Standar Nilai Status

> 5,00 Sangat Tinggi

> 2,50 Tinggi

> 1,00 Sedang

> 0,50 Rendah

> 0,20 Sangat Rendah


Sumber : Kepmenkimpraswil No.534/KPTS/M/2001

3. Analisis Tingkat Pelayanan (Level Of Service)


Pengertian tingkat pelayanan merupakan suatu jaringan jalan adalah
suatu bentuk penilaian terhadap kondisi arus pergerakan kendaraan pada
waktu melewati ruas jalan. Tingkat pelayanan jalan bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar tingkat permasalahan jaringan jalan raya yang
ada, dengan melihat tingkat pelayanan jaringan jalan tersebut. Tingkat
pelayanan ditentukan berdasarkan nilai kuantitatif seperti: VCR, kecepatan
perjalanan dan berdasarkan nilai kualitatif seperti kebebasan pengemudi
dalam bergerak atau memilih kecepatan, derajat hambatan lalu-lintas serta
kenyamanan.
Tingkat pelayanan ditentukan dalam skala interval atau karakteristik yan
g terdiri dari enam tingkat, yaitu sebagaimana di tunjukkan dalam tabel berik
ut:

Karakteristik Tingkat Pelayanan Jalan


No. Tingkat Pelayanan Karakteristik Nilai
Kondisi arus beban yang kecepatan tinggi.
1 A Pengemudi dapat memilih kecepatan yang di 0,00 – 0,20
inginkan tanpa hambatan
Arus stabil tetapi kecepatan operasi mulai
dibatasi oleh lalu lintas, pengemudi memliki
2 B 0,21 – 0,44
kebebasan yang cukup untuk memilih
kecepatan
Arus stabil, akan tetapi kecepatan dan gerak
3 C 0,45 – 0,74
kendaraan dikendalikan
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih di
4 D 0,75 – 0,84
kendalikan, v/c masih dapat di tolerir
Volume lalu lintas mendekati atau berada pada
5 E kapasitas, arus tidak stabil, kecepatan terkadang 0,85 – 1,00
terhenti
Arus dipaksakan atau macet, kecepatan rendah
6 F volume di bawah kapasitas, antrian panjang dan > 1,00
terjadi hambatan-hambatan besar
Sumber: Manual Kinerja Jalan Indonesia 1997

4. Analisis Konektivitas
Salah satu faktor yang mendukung kekuatan dan intensitas interaks
i antarwilayah adalah kondisi prasarana transportasi yang menghubun
gkan suatu wilayah dengan wilayah lain di sekitarnya. Jumlah dan kua
litas prasarana jalan, baik jalan raya, jalur udara, maupun laut, tentuny
a sangat memperlancar laju dan pergerakan distribusi manusia, barang
dan jasa antarwilayah. Antara satu wilayah dan wilayah lain senantias
a dihubungkan oleh jalur-jalur transportasi sehingga membentuk pola
jaringan transportasi. Tingkat kompleksitas jaringan yang menghubun
gkan berbagai wilayah merupakan salah satu indikasi kuatnya arus int
eraksi.
Untuk menganalisis potensi kekuatan interaksi antarwilayah ditinja
u dari struktur jaringan jalan sebagai prasarana transportasi, K.J. Kans
ky mengembangkan Teori Grafik dengan membandingkan jumlah kot
a atau wilayah yang memiliki banyak rute jalan sebagai sarana penghu
bung wilayah tersebut. Untuk menghitung indeks konektivitas ini digu
nakan rumus sebagai berikut :

I=
Keterangan:
I = indeks konektivitas
e = jumlah garis/jaringan jalan
v = jumlah titik
Rumus Gravitasi secara umum adalah sebagai berikut (Tarigan,2004) :

Selanjutnya penggunaan rumus gravitasi tersebut dapat disederhanaka


n menjadi (Daldjoeni dalam Ermawati,2010):

Sumber : W.J.Reilly,1929

Keterangan :
I = Besarnya interaksi antara kota/wilayah A dan B
p1 = Jumlah penduduk kota/wilayah i (ribuan jiwa)
p2 = Jumlah penduduk kota/wilayah j (ribuan jiwa)
dij(d) = Jarak antara kota I dan kota j (km)
k = Bilangan konstanta berdasarkan pengalaman
b = Pangkat dari dijyang sering digunakan b=2
3.4 Matriks Analisis
Unit Tah
Sasaran Output Metodologi Teknis Analisis Data Sumber Data In
un

- Peta jaringan jalan


ntifikasi Sistem 2020
- Materi dan Rencana Induk Kualitatif Deskriptif Dokumen Sistranas Dinas Perh
Transportasi PUTRPRKP

Deskriptif Tatrawil
Sarana Pendukung Transportasi Kualitatif
Tatralok

Analisis Aksesibilitas Indeks Aksesibilitas= x100


- Panjang jalan
- Luas wilayah

ntifikasi Sistem
2020 Dokumen, Foto, Peta (shp) Dinas Perh
VCR = Q/C
- Ruas jalan Analisis Volume PUTRPRKP
- Jumlah Kendaraan

- Kapasitas Jalan
- Lebar jalan Analisis Kapasitas Jalan C =Co x FCw x FCsp xFCsf x FCcs
- Hambatan samping
- Arus pergerakan

Analisis Mobilitas Indeks Mobilitas=x100 - Tatrawil


- Panjang Jalan - Tatralok
- Jumlah Penduduk
ntifikasi dan Me Dinas Perh
s Sistem Pergera 2020 Dokumen PUTRPRKP

Level Of Service VCR = Q/C


Jumlah Prasarana Transportasi
Unit Tah
Sasaran Output Metodologi Teknis Analisis Data Sumber Data In
un

I=
Indeks Konektivitas
Jumlah jaringan jalan

Survei traffic
Pergerakan Kendaraan dan kapasi counting,
Traffic Counting
tas jalan observasi, dan
kuisioner
Analisis

Sistem Transportasi

Sistem Jaringan Sistem Kegiatan Sistem Pergerakan

Analisis VCR Analisis Aksesibilitas Deskriptif Kualitatif Volume Pergerakan Analisis Mobilitas
dan Level of Service

Wawancara/kuisioner
VCR = Indeks aksesbilitas = x
kepada masyarakat Traffic Counting (TC) Indeks Mobilitas =
100
dan instansi terkait C = Co x FCw x FCsp x
FCsf x FCcs

Anda mungkin juga menyukai