Anda di halaman 1dari 136

SOSIOLOGI-ANTROPOLOGI

DAN PERILAKU KESEHATAN

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 1


Sanksi pelanggaran pasal 44: Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-undang No.
6 Tahun 1982 tentang hak cipta.
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi
izin untuk itu dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu
ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah)

2 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Dra. Hj. Rd. Siti Sofro Sidiq, M.Si

BUKU AJAR

SOSIOLOGI-ANTROPOLOGI
DAN PERILAKU KESEHATAN

Penerbit Alaf Riau


Pekanbaru
2013

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 3


SOSIOLOGI-ANTROPOLOGI
DAN PERILAKU KESEHATAN
PENULIS

Dra. Hj. Rd. Siti Sofro Sidiq, M.Si


EDITOR
Ihsan, SH., MH

PENYELARAS NASKAH
Rohani
Rigus Tarnando

SAMPUL
Syamsul Anwar

PERWAJAHAN
Arnain ’99

CETAKAN I
Februari 2013

PENERBIT:
Alaf Riau Publishing
Jl. Pattimura No. 9 Gobah-Pekanbaru
Telp. (0761) 7724831 Fax. (0761) 857397
E-mail: arnain_99@yahoo.com

ISBN 978-602-9012-34-

4 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


PRAKATA PENULIS

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas terbitnya


buku ini. Pembuatan buku ini dengan tujuan membantu para
mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan dalam memahami dan
mendalami pengertian-pengertian dasar dan konsep-konsep tentang
keilmuan Sosiologi-Antropologi yang terkait dengan Perilaku Kese-
hatan. Penyajian buku ini diharapkan dapat meringankan beban
para mahasiswa untuk melengkapi referensi yang terkait.
Dalam upaya mewujudkan buku ini, penulis mengambil ba-
han dari buku-buku atau literatur serta website yang terkait dengan
bidang ilmu yang ditulis. Tidak hanya itu, untuk lebih mengenai
pada sasaran yang dituju, penulis juga melakukan diskusi dengan
mahasiswa yang terpilih, yaitu Rohani S, Rigus T, Ulfa E, Nelly S,
Khoirul A, dan Rosita.
Atas terbitnya buku ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah berkonribusi secara nyata:
1. Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Riau dalam mata
kuliah Filsafat dan Ilmu Sosial Dasar 1 dan Ilmu Sosial
Dasar 2 konsentrasinya pada bidang prilaku kesehatan
2. Yayasan Stikes Hangtuah Pekanbaru, yang mana telah
memberikan kepercayaan pada penulis untuk mengasuh
Mata Kuliah Dasar-dasar Antropologi dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 5


3. Yayasan STIKES Payung Negeri khususnya pada Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) yang telah mem-
berikan kesempatan kepada penulis untuk menyampaikan
materi kepada mahasiswa angkatan 2010/2011 semester
4/semester genap dalam mewujudkan bahan/materi tidak
terlepas dari silabus.
4. Yayasan Stikes Hangtuan Pekanbaru, yang juga telah mem-
percayai penulis untuk menyampaikan Mata Kuliah Dasar-
Dasar Antropologi dan Mata Kuliah Pengembangan

Pada akhirnya penulisan menyadari masih banyak kekurangan


yang perlu disempurnakan, khususnya bahan-bahan yang masih
diperlukan di dalam pembahasan masalah Sosiologi Antopologi
dan Prilaku Kesehatan. Tiada gading yang tidak retak tiada manusia
yang tidak sempurna dan tidak ada manusia yang tidak punya khilaf,
karena itu penulis sangat mengharapkan saran, kritik dari pihak
pembaca. Semoga tulisan ini bermaanfaat bagi penulis dan kita semua.

Pekanbaru, 02 September 2012


Penulis

Dra. Hj. Rd. Siti Sofro Sidiq, M.Si

6 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


DAFTAR ISI

PRAKATA PENULIS ..................................................... 5


DAFTAR ISI .................................................................... 7

BAB I SOSIOLOGI ...................................................... 9

BAB II INDIVIDU, KELUARGA, KOMUNITAS,


DAN MASYARAKAT ....................................... 21

BAB III PERUBAHAN SOSIAL DAN PEMBANGUNAN 31

BAB IV PERILAKU MASYARAKAT DALAM


KESEHATAN ...................................................... 47

BAB V PARTISIPASIMASYARATDANKEPEMIMPINAN 61

BAB VI ANTROPOLOGI ................................................ 69

BAB VII KEBUDAYAAN .................................................. 81

BAB VIII FAKTOR-FAKTOR SOSIAL BUDAYA


DAN TEORI-TEORI BUDAYA ....................... 93

BAB IX DAUR HIDUP DALAM KELUARGA .............. 109

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 7


BAB X ANTROPOLOGI-KESEHATAN
DAN PSIKOLOGI-ANTROPOLOGI ............... 121

8 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Bab I
SOSIOLOGI

Standar Kompetensi
Setelah mempelajari bab ini, maka mahasiswa dapat menge-
tahui dan memahami tentang sumber dari semua ilmu pengetahuan
yang khususnya dalam gambaran sosiologi, sehingga dapat meng-
analisa secara riil di dalam kehidupan bermasyarakat.

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari pembahasan ini mahasiswa diharapkan
dapat:
A. Menjelaskan sumber semua Ilmu
B. Menjelaskan Ilmu dan unsur-unsur Ilmu
C. Menjelaskan Ilmu Pengetahuan
D. Menjelaskan Pengertian dan Batasan Sosiologi
E. Menjelaskan Teori Klasik Aguste Comte
F. Menjelaskan Paradigma Sosiologi Ritzer

A. SUMBER ILMU PENGETAHUAN


Sebelum menjelaskan tentang konsep sosiologi, penulis
hendak menjelaskan tentang sumber dari ilmu, yaitu filsafat. Filsafat
dapat dikatakan segala kegiatan manusia yang menggunakan akal
pikiran tentang kehidupan yang mendasar. Seperti halnya yang di-

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 9


kemukakan oleh Aristoteles sebagai filsafat pertama (prole philosophia)
adalah pengetahuan teoritis yang menelaah peradaan yang abadi,
tidak berubah, dan terpisah dari materi dan definisi filsafat sebagai
“the science of first principle” ilmu tentang azas-azas yang pertama. Semua
pengetahuan lainnya secara logis mengandalkan atau berdasarkan
ilmu, maka ilmu dikatakan sebagai filsafat pertama (Gie, 1991).
Sesuai dengan pandangan Garna (2005), bahwa filsafat ialah
keingintahuan seseorang akan hakikat diri dalam kesemestaan; yang
ingin menyimak kehadiran diri dengan kesemestaan dan karak-
teristik berpikir. Filsafat itu adalah berpikir yang bersifat;
1. Menyeluruh; setiap orang selalu tidak puas dengan hanya me-
ngenal ilmu hanya dari sisi pandang ilmu tersebut. Melihat ilmu
dengan konsitensinya pengetahuan yang lainnya seperti kaitan
ilmu dengan moral, dengan agama, dan ingin yakin bahwa ilmu
membawa kebahagiaan bagi dirinya.
2. Mendasar; berfikir filsafat itu membongkar tempat berpijak
secara fundamental, tidak lagi percaya demikian saja, bahwa
ilmu itu benar, mengapa ilmu dikatakan benar ? Bagaimana
proses peniliaan kriteria bahwa ilmu itu benar itu dilakukan
dan benar itu apa.
3. Spekulatif; kecurigaan terhadap filsafat itu bukanlah spekulasi,
tetapi merupakan dasar yang tak bisa diadakan. Dalam suatu
pertanyaan harus melingkar, dan jika untuk menyusun ling-
karan harus dari satu titik.
Dengan demikian, bahwa tugas yang utama filsafat mene-
tapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan tersebut. Kemudian
muncul pertanyaan yang perlu jawaban apa yang disebut logik?
Benar, sahih, dan teratur hidup bertujuan, dan hukum yang me-
ngatur alam dan segenap sarwa kehidupan. Artinya filsafat adalah
sebagai landasan untuk tempat berpijak suatu ilmu.
Filsafat dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan atau ilmu
pengetahuan umum. Pythagoras menyatakan dirinya sebagai cinta

10 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


kebijaksanaan karena kata “philein “(bahasa Yunani) adalah cinta
dan sophia merupakan kebijaksanaan. Asal usulnya sebagai pen-
jelasan yang rasional secara keseluruhan. Prinsip dan azas terhadap
fakta adalah filsafat. Dengan demikian filsafat sebagai induk dari
pengetahuan, tetapi berbeda dengan ilmu pengetahuan (Soekanto,
2006).

B. ILMU
Pada zaman Yunani Kuno, episteme atau pengetahuan rasio-
nal yang mencakup filsafat maupun ilmu pertumbuhan sampai abad
modern, bahwa istilah ilmu pengetahuan merupakan pleonasme
yang lebih dari satu perkataan yang sama artinya. Dengan perkataan
Inggris cukup dengan science disebut ilmu. Istilah ilmu atau sience
merupakan suatu rangkaian yang cukup bermakna ganda, lebih
dari satu arti cakupannya. Pertama, bahwa ilmu merupakan istilah
umum untuk menyebut sebuah ilmu pengetahuan, mengacu
pengetahuan umum (science in general). Arti yang kedua dari ilmu
menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang
mempelajari sesuatu pokok soal tertentu. Arti ini, ilmu mengacu
pada cabang ilmu khusus seperti antropologi, geografi, dan sosiologi.
Ilmu ini sebagai ilmu khusus yang dikatakan sebagai ilmu penge-
tahuan sistematis mengenai dunia fisik atau material (syistematic
knowledge of the physical or material world).
Ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan (science is the
proces which makes knowledge). Pemahaman ilmu sebagai proses
dikemukakan oleh Warfield yang menegaskan, bahwa ilmu dapat
dipandang sebagai suatu bentuk aktivitas manusia, maka akan
melangkah sampai metode dari aktivitas itu. Titus telah mem-
pergunakan istilah ilmu untuk menyebut suatu metode guna
memperoleh pengetahuan yang objektif dan dapat diperiksa
kebenarannya (a method of obtaining knowledge that is objective and
veryfiable).

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 11


C. ILMU PENGETAHUAN
Manusia diciptakan Tuhan dengan segala kelebihan dari
makhluk hidup yang lain, yaitu mempunyai pikiran, kehendak, dan
naluri. Seperti apa yang dikemukakan Soekanto (2006), manusia
memiliki kemampuan berpikir, berkehendak, dan kemampuan
merasa. Dengan adanya pikiran, maka manusia mempunyai ilmu
(pengetahuan), dengan kehendak manusia mengarah pada perilaku,
dan dengan perasaan manusia mencapai kesenangan. Sarana dalam
mencapai ilmu pengetahuan digunakan dengan logika, sarana untuk
meningkatkan pola prilaku dan mutu kesenian, maka disebut etika
dan estetika. Dalam pembicaraan manusia yang dibatasi oleh logika
merupakan ajaran berpikir yang harus tepat dengan pedoman ide
kebenaran.
Dengan demikian, bahwa ilmu pengetahuan adalah penge-
tahuan (science) yang tersusun sistematis dengan menggunakan
kekuatan pemikiran yang selalu dapat diperiksa dan ditelaah (di-
kontrol) dengan kritis oleh orang lain yang ingin mengetahuinya.
Beberapa unsur pokok dalam ilmu pengetahuan, yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge)
2. Tersusun secara sistematis
3. Menggunakan pemikiran
4. Dapat dikontrol secara ktitis oleh orang lain atau umum
(objektif).
Pada dasarnya bahwa ilmu pengetahuan muncul karena ada
hasrat ingin tahu didalam diri manusia. Keingintahuan ini di-
akibatkan, menginginkan mengetahui tentang kehidupan yang
masih belum terlihat dan manusia ingin mencari kebenaran dari
ketidakjelasan tadi. Manusia untuk mencapai kebenaran, maka
memalui proses pemikiran dengan menggunakan akal pikiran,
sehingga dapat ditempuh melalui berbagai cara.

12 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


D. PENGERTIAN DAN BATASAN SOSIOLOGI
Runtutan sebuah ilmu berawal dari filsafat, setelah itu mun-
cullah ilmu. Dari ilmu diturunkan menjadi tiga wilayah bidang ilmu,
yaitu Natural Science, Social Science, Humaniora. Ketiga cabang ilmu
saling berkaitan, namun wilayah kajian berbeda. Salah satu bagian
dari rumpun ilmu-ilmu sosial adalah sosiologi. Soekanto (2006)
mengatakan bahwa sosiologi merupakan ilmu sosial yang objeknya
adalah masyarakat dan sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri, karena memenuhi segenap unsur unsur ilmu pe-
ngetahuan yang ciri-ciri utamanya sebagai berikut :
1. Bersifat empiris, ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada
observasi terhadap kenyataan dan akal yang sehat serta hasinya
tidak spekulatif.
2. Bersifat teoritis, ilmu tersebut selalu berusaha untuk menyusun
abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi merupakan
kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan
untuk menjelaskan hubungan hubungan sebab akibat, sehingga
pada akhirnya menjadi teori.
3. Bersifat kumulatif, bahwa teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-
teori yang sudah ada secara emprik dan dalam arti untuk memperbaiki,
memperluas dan memperhalus teori teori yang sudah ada.
4. Bersifat non-etis, yang dipermasalahkan bukan baik buruk
tentang fakta tertentu, tetapi tujuannya adalah untuk menjelas-
kan fakta secara analisis.
Batasan sosiologi dapat dikemukakan secara keseluruhan
pengertian, sifat, dan hakikat yang dimaksud. Sebagai landasan,
maka ada beberapa definisi sosiologi sebagai berikut:
1. Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang
mempelajari:
a. Hubungan dan pengaruh timbal balik anatar aneka macam
gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan
agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi,

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 13


gerak masyarakat dengan politik dan lain sebagainya).
b. Hubungan antara pengaruh timbal balik antara gejala sosial
dengan gejala-gejala non-sosial (misalnya gejala geografis,
biologis, dan sebagainya)
c. Ciri-ciri umum semua jenis gejala gejala sosial.
2. Roucek and Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu
yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-
kelompok.
3. Fogburn dan Nimkom berpendapat bahwa sosiologi adalah
penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya
adalah organisasi sosial.
4. Van Doorn dan Lemmers berpendapat bahwa sosiologi adalah
ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses
kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Soemardjan dan Soemardi menyatakan bahwa sosiologi atau
ilmu kemasyarakatan ialah ilmu yang mempelajari stuktur sosial
dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Penjelasannya adalah:
1. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur
sosial yang pokok, yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma
sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta
lapisan-lapisan sosial.
2. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi
kehidupan bersama, kisahnya pengaruh timbal baik dari segi
ekonomi dengan politik, segi kehidupan hukum dengan agama,
antara kehidupan agama dengan ekonomi dan lain sebagainya.
Proses sosial yang tersendiri ialah dalam hal terjadinya peru-
bahan-perubahan dalam struktur sosial.
Sifat hakikat dari sosiologi adalah sebagai berikut:
a. Sosiologi merupakan ilmu sosial.
b. Sosiologi bukan ilmu yang bukan normatif, tetapi ilmu yang katagoris.

14 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


c. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni (pure
science).
d. Sosiologi ilmu pengetahuan yang abstrak, bukan ilmu yang
kongkrit.
e. Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-
pengertian dan pola-pola umum.
f. Sosiologi merupakan ilmu yang empiris dan ilmu yang rasional.
g. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum bukan
ilmu khusus.
Soekanto (2006) melihat sifat dan hakikat dari ilmu Sosiologi,
maka dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah mengkaji mas-
yarakat dengan objek masyarakat. Dengan demikian untuk lebih
jelasnya batasan masyarakat dikemukakan diantaranya:
1. Mac Iver dan Page mengatakan bahwa masyarakat ialah suatu
sistem dari kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan ker-
jasama antara berbagai kelompok dan penggolongan dan penga-
wasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia. Kese-
luruhan yang selalu berubah-ubah ini kita namakan masya-
rakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan
masyarakat selalu berubah.
2. Linton mengatakan bahwa masyarakat merupakan setiap
kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sehingga
mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap dirinya
sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumus-
kan dengan jelas.
3. Soemardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang
yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.
Dalam pernyataan di atas, para pakar terlihat mempunyai per-
nyataan yang berbeda, tetapi pada dasarnya sama dalam makna
tentang konsep msyarakat. Dengan demikian masyarakat mempu-
nyai unsur-unsur diantaranya :

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 15


1. Merupakan hidup bersama minimal 2 orang atau lebih.
2. Bergaul dengan cukup lama, mengadakan komunikasi, inte-
raksi, sehingga menyatu satu hubungan yang tidak terpisahkan,
karena saling mempengaruhi.
3. Harus sadar sebagai anggota masyarakat bahwa ia bagian dari sistem.
4. Merupakan satu sistem hidup bersama yang melahirkan kebu-
dayaan.
Dengan demikian, bahwa manusia sebagai bagian dari masya-
rakat pada dasarnya adalah karena manusia mempunyai dua hasrat
yang kuat di dalam diri, yakni keinginan untuk bersama dengan
sesama atau manusia lain yang ada disekelilingnya dan keinginan untuk
menjadi satu dengan lingkungan alam sekeliling (Soekanto, 2006).

E. TEORI KLASIK AGUSTE COMTE


Termasuk para pemikir teori-teori Sosiologi Klasik adalah
Comte, Marx, Durkhaeim, Weber, Simemel, Sumner, Mead, Cooley,
Thomas, dan Znaniecki di Amerika. Dalam hal ini akan dike-
mukakan arti teori dan fungsi teori. Suatu teori pada hakekatnya
merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih atau pengaturan
fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan sesuatu
yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris.
Teori ada hubungan dua variabel atau lebih yang telah diuji ke-
benarannya. Variabel merupakan karakteristik dari orang-orang,
benda-benda atau keadaan yang mempunyai nilai-nilai yang ber-
beda, misalnya usia, jenis kelamin, dan lain sebagainya (Soekanto, 2006).
Selanjutnya teori adalah prinsip-prinsip dasar yang terwujud
dalam bentuk rumus atau aturan yang berlaku umum , menjelaskan
hakikat suatu gejala, hakikat hubungan antara dua gejala atau lebih,
relevan dengan kenyataan yang ada dan operasional, alat untuk
penjelasan dan pemahaman, dapat diverifikasi, berguna dalam
meramalkan suatu kejadian (Suparlan, 1982). Menurut Fuad Hasan
dan Kentjaraningrat teori berfungsi dalam hal:

16 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


1. Menyimpulkan generalisasi dan fakta hasil pengamatan.
2. Memberi Kerangka orientasi untuk menganalisis dan klasifikasi
dari fakta-fakta yang diperoleh.
3. Memberi ramalan terhadap gejala-gejala baru yang akan terjadi.
4. Mengisi lowongan-lowongan dalam pengetahuan tentang gejala-
gejala yang telah atau terjadi. Dengan demikian, bahwa teori
berfungsi jika:
a. Mempunyai konsistensi internal (susunan konsep tidak ber-
tentangan dengan satu dengan yang lainnya).
b. Mempunyai konsistensi ekternal (mempunyai hubungan
dengan realitas yang didapat dari observasi mengenai realitas
tersebut.
c. Mempunyai kekuatan untuk meramalkan suatu kejadian
dan dapat diverifikasi (pembuktian).
d. Mempunyai kekuatan generalisasi, sehingga dapat mene-
rangkan kejadian yang luas.
e. Mempunyai singkat ringkas ilmiah (dari dua teori yang
mampu menjelaskan suatu kejadian dan meramal, maka
dipakai teori yang kurang kompleks).
Comte lahir Montpelar Perancis tahun 1798. Agamanya
Katolik dan berdarah bangsawan, tidak memperlihatkan loyalitas.
Permulaan yang menggunakan istilah sosiologi dan membedakan
antara ruang lingkup dan isi ruang lingkup serta isi dari ilmu pe-
ngetahuan sosial lainnya. Ia menyusun sistematika dari filsafat se-
jarah dalam kerangka tahap-tahap pemikiran yang berbeda. Me-
nurutnya ada tiga tahapan perkembangan intelektual yang masing-
masing merupakan tahap sebelumnya, yaitu :
- Pertama tahap teologis atau fiktif, segala gejala selalu ditafsir-
kan disekelilingnya secara teologis, dengan kekuatan-kekuatan
roh, dewa-dewa atau Tuhan.
- Tahap kedua yang merupakan perkembangan dari tahap

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 17


pertama adalah tahap metafisik. Tahap ini manusia meng-
anggap bahwa di dalam segala gejala terdapat kekuatan-kekuatan
atau inti tertentu yang pada akhirnya dapat diungkapkan.
- Tahap ini meangasumsikan dalam kehidupan selalu ada per-
tentangan-perentangan, dan dalam mengaitkan industrialisasi
dengan tahap rasional perkembangan manusia dengan akan
terjadi perdamaian manusia yang kekal dalam siatuasi industri.
Menurut Comte ilmu pengetahuan bersifat positif, jika ilmu
pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang
nyata dan kongkrit. Tanpa ada halangan dari pertimbangan lainnya.
Ada kecenderungan untuk memberikan penilaian terhadap berbagai
cabang ilmu pengetahuan terhadap jalan mengukur isinya positif,
serta sampai sejauhmana ilmu-ilmu pengetahuan menurut tingkat
pengurangan generalitas dan peningkatan kompleksitasnya seperti
matematika-astronomi-fisika-ilmu kimia-biologi, dan sosiologi.
Pemikiran Comte yang dominan adalah pada sosiologi yang
merupakan ilmu pengetahuan yang kompleks dan ilmu penge-
tahuan yang berkembang dengan pesat. Menurutnya sosiologi me-
rupakan ilmu pengetahuan yang positif tentang hukum-hukum
dasar dari gejala-gejala. Selain itu juga Comte membedakan antara
sosiologi statis dan sosiologi dinamis.

F. PARADIGMA SOSIOLOGI
Ritzer (1980) memandang bahwa paradigma adalah pandangan
mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok
persoalan dengan urutannya:
a. Paradigma Filsafat
b. Paradigma Metafisk
c. Paradigma Sosial
d. Paradigma Oprasional
e. Paradigma kongkrit

18 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Alimandan sebagai alih bahasa dari Ritzer mengatakan bahwa
paradigma sosiologi sebagai suatu konsep. Istilah paradigma per-
tama kali dikemukakan oleh Thomas Kuhn dalam karyanya The
Stucture of Scientific Revolution (1962). Paradigma menempati posisi
sentral di tengah-tengah perkembangan sosiologi. Ia mempunyai
tiga tipe, yakni:
- Paradigma metafisik
- Paradigma yang bersifat sosiologi
- Paradigma yang bersifat konstrak.
Paradigma mengarah pada sosiologi yang memerankan, bah-
wa paradigma sosiologi mirip dengan konsep eksemplar Thoma
Khun pada edisi pertama. Penjelasannya pada keragaman fenomena
yang dapat tercakup dalam pengertian seperti kebiasaan-kebiasaan
nyata, keputusan-keputusan hukum yang diterima, hasil-hasil nyata
perkembangan ilmu pengetahuan serta hasil-hasil penemuan ilmu
pengetahuan yang diterima secara umum. Inilah yang memperoleh
kedudukan sebagai eksemplar. Contoh kedua hasil karya Durkheim
mendapatkan pengakuan dan diterima secara umum di kalangan
ilmu sosial lainnya, sehingga menempati kedudukan sebagai ek-
semplar dalam paradigma sosiologi, baik dari paradigma fakta sosial
maupun paradigma definisi sosial. Karya Weber tentang Social Actions
mendapat kedudukan sebagai eksemplar terhadap kedua paradigma
yang telah ditulis di atas, sehingga Durkheim dan Weber mempe-
roleh predikat sebagai “jembatan paradigma" (Alimandan, 1980).

Kesimpulan
- Sumber dari semua ilmu adalah filsafat, yaitu segala kegiatan
manusia yang menggunakan logika untuk memikirkan tentang
kehidupan dengan mendasar.
- Ilmu dan ilmu pengetahuan merupakan dua konsep yang saling
berhubungan, karena ilmu ada metoda dan mempunyai objek.
Sedangkan pengetahuan merupakan arahannya adanya objek
dan subjek.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 19


- Batasan ilmu sosiologi adalah ilmu hubungan masyarakat de-
ngan objek masyarakat dan mempunyai segenap unsur-unsur,
yang mengasilkan kebudayaan.
- Paradigma sosiologi adalah pandangan tentang masyarakat
dengan segala aktifitasnya, yang mempunyai hukum-hukum
yang harus dilaksanakan oleh anggota masyarakat.
- Pandangan sosiologi Teori Klasik dari Comte melahirkan sosio-
logi suatu ilmu pengetahuan positif yang memunculkan
sosiologi dinamis dan sosiologi statis.

Daftar Pertanyaan
1. Jelaskan tentang filsafat, ilmu pengetahuan ?
2. Jelaskan bagian dari ilmu dan bagaimana hubungannnya ?
3. Jelaskan perbedaan ilmu-ilmu sosial dengan sosiologi ?
4. Jelaskan tentang teori-teri sosiologi klasik ?
5. Jelaskan perbedaan antara sosiologi dengan ilmu lain ?

Daftar Pustaka
Alimandan. Sosiologi Berparadigma Ganda: Penyadur George Ritzer.
Jakarta: Rajawali, 1980.
Doule Paul Johnson. Teori-Teori Sosiologi Klasik Modern. Jakarta:
Gramedia, 1967.
Judistira K. Garna. Filsafat Ilmu. Bandung: Judistira Garna
Foundation dan Primaco Akademika, 2005.
Soerjono Soekanto, Pengantar Sosiologi. Jakarta: Raja Garfindo
Persada, 2006.
Munandar Soelaiman. Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial.
Jakarta: Rafika Aditama, 2005.
The Liang Gie. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty, 1991.

20 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Bab II
INDIVIDU, KELUARGA,
KOMUNITAS, DAN MASYARAKAT

Standar Kompetensi
Setelah mempelajari dalam bab ini, maka mahasiswa dapat
mengetahui tentang konsep individu, keluarga, komunitas, dan
masyarakat, serta dapat menganalisa secara riil dalam kehidupan
sehari hari.

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari dalam kontek di bawah ini mahasiswa
diharapkan dapat:
A. Menjelaskan tentang individu sebagai organisme biologi
B. Menjelaskan tetang daur hidup dalam keluraga
C. Menjelaskan tentang komunitas dari berbagai kelompok kehidupan
D. Menjelaskan tentang masyarakat dan unsur-unsur masyarakat

A. INDIVIDU
Perkataan “individu” berasal dari kata latin, yaitu Individuum,
yang artinya “yang tak terbagi” dan merupakan sebutan untuk
menyatakan sebagai sebutan suatu satu kesatuan yang terkecil dan
terbatas. Pemahaman individu yang menyangkut pada tabiat dengan
kehidupan jiwanya yang majemuk (konsep sosial ), yang memegang
penanan dalam pergaulan hidup. Dan dalam pergaulan sosial hal
ini (individu) tidak terlalu banyak dapat mempengaruhi kehidupan
pada manusia lain. Individu sebagai keseluruhan yang tak dapat

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 21


dibagi, melainkan sebagai satu kesatuan yang terbatas yang di-
katakan manusia perseorangan yang mempunyai sifat dan karakter
tersendiri dan berbeda dengan manusia lainnya. Dalam beberapa
hal ada persamaan dan dalam hal lain mempunyai perbedaan di-
antara manusia lain (Sulaiman, 2005).
Pandangan dalam Antropologi, bahwa makhluk manusia
dikaji mulai dari abad pertengahan ke19 yang diteliti oleh Darwin,
mengemukakan tentang evolusi manusia yng dipandang dari sudut
biologi. Manusia hanya merupakan satu jenis makhluk diantara
lebih dari sejuta jenis makhluk lain, yang pernah atau masih men-
duduki dalam dunia. Berdasarkan teori ini tentang evolusi biologi
bentuk tertua di muka bumi ini terdiri dari makhluk makhluk satu
sel yang sangat sederhana seperti protozoa. Dalam jangka waktu
ratusan juta tahun lamanya timbul dan berkembang bentuk hidup
berupa makhluk -makhluk organisme yang makin lama dan makin
kompleks, dan selanjutnya berkembang atau berevolusi makhluk-
makhluk lain seperti kera dan manusia.

B. KELUARGA
Plato dan Aritoteles menyebut keluarga bukanlah merupakan
keluarga yang dikatakan inti dan keluarga luas, tetapi yang berhu-
bungan dengan keluarga dalam arti dengan negara. Keluarga dalam
arti lebih sempit lagi, pembahasannya lebih mengarah pada ke-
lompok-kelompok keluarga tertentu seperti pada keluarga petani,
sedangkan Hendrick diarahkan pada keluarga kelas menengah di
kota (Khairudin, 2004). Terlihat konsep di atas ternyata keluarga
merupakan sebagai satu kesatuan unit terkecil dimana didalamnya
menyangkut dalam menjalankan suatu kehidupan dalam unit
terkecil. Sejalan dari konsep yang dikemukakan oleh Sugito menga-
takan bahwa keluarga sebagai suatu sistem, kelangsungan sangat
bergantung pada kesiapan masing-masing individu dalam meme-
nuhi fungsi dan peranannya sesuai dengan statusnya di dalam keluarga.

22 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Pada dasarnya keluarga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
keluarga inti dan keluarga luas. Keluarga inti adalah kelompok
manusia yang terikat oleh ikatan perkawinan, ikatan darah atau
adopsi (pengangkatan), yang membentuk sebuah rumah tangga
yang saling bertindak dan berhubungan dalam masing-masing
peranannya sebagai ayah, ibu dan anak-anak yang membentuk dan
memelihara kebudayaan (Harsojo, 1984).
Pandangan berbeda dikemukakan Katjasungkana yang me-
ngatakan bahwa keluarga (inti) adalah tempat seluruh anggota-
anggotanya (suami-istri dan anak-anak) bisa dengan bebas dan
mempunyai otonomi untuk mengembangkan dirinya dan meng-
aktualisasikan disrinya sesuai dengan potensi-potensi yang ada.
Sedangkan keluarga luas adalah keluarga yang terdiri dari keluarga
inti senior dan yunior. Keluarga inti dan keluarga luas merupakan
suatu kesatuan sosial terkecil yang fungsinya antara lain:
1. Mempersiapkan anaknya bertingkah laku sesuai dengan nilai-
nilai dan norma (aturan-aturan) dalam masyarakat dimana keluarga
tersebut berada (sosialisasi).
2. Mengusahakan terselenggaranya kebutuhan ekonomi rumah
tangga (ekonomi), sehingga keluarga sering disebut sebagai
unit-unit produksi.
3. Melindungi anggota keluarganya (perlindungan), dan
4. Meneruskan keturunan (reproduksi).
Badan Koordinasi Keluarga berencana Nasional (BKKBN)
nampaknya lebih luas.
1. Fungsi Keluarga
Keluarga merupakan satu kesatuan unit terkecil atau sebagai
struktur sosial yang pertama dan dapat dikatakan sebagai lembaga
sosial yang pertama, maka keluarga mempunyai fungsi yang sangat
mendasar bagi keluarganya. Untuk mempertahankan keutuhan
dalam rumah tangganya, maka di dalam komponen-komponen mem-
punyai fungsi masing-masing seperti ayah, ibu, dan anak-anaknya.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 23


Dikemukakan oleh Sasmita dkk, tugas dan tanggung jawab suami
dalam rumah tanggnya adalah:
a. Memberi nafkah lahir batin kepada istri sesuai dengan ke-
mampuannya.
b. Memelihara, membimbing dan memimpin semua anggota
keluarganya serta bertanggung jawab atas keselamatan dan
kesejahteraan keluarga.
c. Mendidik dan membesarkan.

2. Ciri Umum Keluarga


Ciri-ciri umum keluarga antara lain seperti yang dikemukakan
oleh Mac Iver and Page:
a. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
b. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang
berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja di-
bentuk dan dipelihara
c. Suatu sistem tata nama, termasuk bentuk perhitungan garis
keturunan
d. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-
anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus ter-
hadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan de-
ngan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan mem-
besarkan anak
5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga
yang walau bagaimanapun, tidak mungkin menjadi terpisah
terhadap kelompok keluarga.
Burgess dan Locke juga mengemukakan terdapatnya empat
karakteristik keluarga yang terdapat pada semua keluarga dan juga
untuk membedakan keluarga dari kelompok-kelompok sosial
lainnya.

24 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


a. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh
ikatan-ikatan perkawinan, darah, dan adopsi. Pertalian antara
suami dan istri adalah perkawinan dan hubungan antara orang
tua dan anak biasanya adalah darah, dan kadang kala adopsi.
b. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama
dibawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah
tangga atau jika mereka bertempat tinggal, rumah tangga
tersebut menjadi rumah mereka. Definisi mengenai rumah
tangga adalah merupakan kelompok orang-orang yang
bertempat tinggal bersama dan membentuk unit rumah
tangga sendiri. Tempat kos dan tempat penginapan bisa
saja menjadi rumah tangga tetapi tidak akan dapat menjadi
keluarga karena anggota-anggotanya tidak dihubungkan
oleh darah, perkawinan atau adopsi.
c. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang
berinterkasi dan berkomunikasi yang menciptakan peran-
peran sosial bagi si suami dan istri, ayah dan ibu, putra dan
putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan. Peran-peran
tersebut dibatasi oleh masyarakat, tetapi masing-masing
keluarga diperkuat oleh kekuatan melalui sentimen-
sentimen yang sebagian merupakan tradisi dan sebagian
lagi emosional yang menghasilkan pengalaman.
d. Keluarga adalah pemeliharan suatu kebudayaan bersama
diperoleh pada hakikatnya dari kebudayaan umum, tetapi
dalam suatu masyarakat yang komplek masing-masing
keluarga mempunyai ciri-ciri yang berlainan dengan keluarga
lainnya. Perkawinan merupakan penyatuan dari dua orang
yang masing-masing mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri.
Keluarga merupakan gabungan dari pola-pola kebudayaan
yang disalurkan melalui dua sisi keluarga, yang dalam inte-
raksinya dengan pengaruh-pengaruh budaya luar menim-
bulkan pola-pola kehidupan yang berbeda dari setiap
keluarga baru.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 25


Jadi sekarang, keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu ke-
lompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan per-
kawinan, darah, atau adopsi, merupakan susunan rumah tangga
sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain menim-
bulkan peran-peran sosial bagi suami istri, ayah ibu, putra putri,
saudara laki-laki dan saudara perempuan, merupakan pemeliharaan
kebudayaan bersama.

3. Ciri Khusus Keluarga


Dari seluruh organisasi, kecil maupun besar yang terdapat
didalam masyarakat, tidak ada yang lebih penting dari pada keluarga
dalam intensitas pengertian sosiologisnya. Keluarga juga memiliki
ciri-ciri khusus sebagai berikut:
a. Kebersamaan
Keluarga merupakan bentuk yang hampir universal diantara
bentuk-bentuk sosial lainnya. Dia dapat ditemui dalam semua
masyarakat, pada semua tingkat perkembangan sosial, dan
terdapat pada tingkatan manusia yang paling rendah sekali-
pun, hampir setiap keadaan manusia mempunyai keang-
gotaan dari beberapa keluarga.
b. Dasar-dasar emosional
Hal ini didasarkan pada suatu kompleks dorongan-dorongan
yang sangat mendalam dari sifat organis kita, seperti perka-
winan, menjadi ayah, kesetiaan akan maternal, dan perha-
tian orang tua.
c. Pengaruh perkembangan
Hal ini merupakan lingkungan kemasyarakatan yang paling
awal dari semua bentuk kehidupan yang lebih tinggi ter-
masuk manusia, pengaruh perkembangan yang paling besar
dalam kesadaran hidup yang merupakan sumbernya.

26 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


d. Ukuran yang terbatas
Keluarga merupakan kelompok yang terbatas ukurannya,
yang dibatasi oleh kondisi-kondisi biologis yang tidak dapat
lebih tanpa kehilangan identitasnya, oleh sebab itu keluarga
merupakan skala yang paling kecil dari semua organisasi
formal yang merupakan struktur sosial, dan khususnya
dalam masyarakat yang sudah beradap, dimana keluarga
secara utuh terpisah dari kelompok kekerabatan.
e. Posisi inti dalam struktur sosial
Keluarga merupakan inti dari organisasi sosial lainnya.
Struktur sosial secara keseluruhan dibentuk dari satuan-
satuan keluarga. Hanya dalam masyarakat yang kompleks
dengan peradapan yang lebih tinggi keluarga berhenti untuk
memenuhi fungsi-fungsi ini, demikian juga masyarakat
lokal, seperti halnya pembagian kelas-kelas sosialnya,
cenderung untuk mempertahankan kesatuan-kesatuan
keluarga.
f. Tanggung jawab anggota
Keluarga memiliki tuntutan yang lebih besar dan kontiniu
dari pada yang biasa dilakukan oleh asosiasi-asosiasi lainnya.
g. Aturan kemasyarakatan
Hal ini khususnya terjaga dengan adanya hal-hal yang tabu
didalam masyarakat dan aturan-aturan sah yang dengan
kaku menentukan kondisi-kondisinya, pada suatu tempat,
perjanjian perkawinan lebih keras dibatasi dibandingkan
perjanjian-perjanjian lainnya dimana pasangan tidak
mempunyai kebebasan untuk menentukan syarat-syarat
atau merubah dengan persetujuan bersama. Pada masya-
rakat modern keluarga merupakan salah satu asosiasi de-
ngan persetujuan kelompok dapat dengan bebas masuk
tetapi tidak bebas meninggalkan atau membubarkannya
walaupun dengan persetujuan bersama.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 27


h. Sifat kekekalan dan kesementaraannya
Sebagai institusi keluarga merupakan sesuatu yang demi-
kian permanen dan universal dan sebagai asosiasi meru-
pakan organisasi yang paling bersifat sementara dan yang
paling mudah berubah dari seluruh organisasi penting
lainnya dalam masyarakat.

C. KOMUNITAS
Para ahli antropologi tampaknya sepakat bahwa menurut
Garna, komunitas merupakan suatu konsep yang masih samar-
samar batasannya, karena sudah lebih kurang dua ratus para tahun
lamanya konsep itu diperbincangkan masih belum terdapat batasan
yang memuaskan semua. Penggunan konsep komunitas terbagi
dalam dua hal, yaitu teritorial dan relasional. Sebagai konsep yang
berlandasan teritorial atau kawasan, maka komunitas berkaitan
dengan kawasan fisik atau kawasan geografi, seperti komunitas
kota dan komunitas petani sayuran.
Batasan komunitas yang menggunakan pendekatan rela-
sional, maka biasanya komunitas itu dilihat sebagai salah satu sifat
atau tingkah laku manusia, karena itu dianggap berwujud dari suatu
polaritas, atau merupakan suatu konsep berlawanan dari konsep
komunitas adalah masyarakat. Pelopor kajian komunitas (gemeinschaft)
adalah Tonnies (1887). Apabila diperhatikan, maka fokus dari ba-
nyak batasan tentang konsep komunitas adalah manusia, karena
itu komunitas ialah suatu kelompok manusia yang berada dan
menduduki suatu kawasan geografi, yang semuanya terlibat dalam
aktifitas ekonomi dan politik, yang juga membentuk suatu kesatuan
sosial dengan nilai-nilai tertentu dan memiliki rasa kebersamaan

D. MASYARAKAT SEBAGAI SUATU SISTEM


Sistem pada hakikatnya adalah suatu totalitas yang terdiri
dari subsistem-subsistem dengan atribut-atributnya yang satu sama

28 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


lain saling berkaitan, saling berketergantungan satu sama lain,
saling berinteraksi dan saling pengaruh-mempengaruhi sehingga
keseluruhannya merupakan suatu kebetulan yang utuh serta mem-
punyai peranan dan tujuan tertentu. Suatu sistem merupakan
subsistem dari sistem yang lebih besar.
Hardiansyah (2002) mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan sistem secara sederhana dapat dikatakan sebagai kesatuan
(uniti) yang terdiri dari bagian-bagian (parts, kompetens, elemens,
sekondari system, subsystem) yang secara fungsional terkait satu sama
lain dalam ikatan superordinatnya yang menunjukan suatu gerakan
dalam rangka mencapai tujuan tertentu (goal attainment).

Kesimpulan
- Individu “berasal dari kata latin, yaitu individuum, yang artinya
yang tak terbagi dan merupakan sebutan untuk menyatakan
sebagai sebutan suatu satu kesatuan yang terkecil dan terbatas.
- Keluarga bukanlah merupakan keluarga yang diakatakan inti
dan keluarga luas, tetapi yang berhubungan dengan keluarga
dalam arti dengan Negara. ternyata keluarga merupakan sebagai
satu kesatuan unit terkecil dimana didalamnya menyangkut
dalam menjalankan suatu kehidupan dalam unit terkecil.
- Komunitas merupakan suatu konsep yang masih samar-samar
batasannya, karena sudah lebih kurang dua ratus tahun lamanya
konsep itu diperbincangkan masih belum terdapat batasan yang
memuaskan semua.

Daftar Pertanyaan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan individu ?
2. Jelaskan menurut anda apa itu keluarga ?
3. Jelaskan menurut anda ciri umum keluarga yang dikemukakan
Mac Iver and Page ?

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 29


4. Jelaskan apa itu komunitas ?
5. Jelaskan konsep dari sistem beserta unsur-unsurnya ?

Daftar Pustaka
Khairuddin. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Nurcahaya, 2004.
Hardiyansyah. Sistem Administrasi dan Manajemen Sumber Daya
Manusia Sektor Publik. Yogyakarta: Gava Media, 2012.
Judistira K. Garna. Teori Sosial Pembangunan. Bandung: Primaco
Akademika dan Judistira Garna Foundation, 2009.
Soerjono Soekanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Raja Garfindo
Persada, 2006.
Munandar Soelaiman. Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial.
Jakarta: Rafika Aditama, 2005.
Zoer’aini Djamal Irwan. Komunitas Menurut Ekologi. Jakarta: Bumi
Aksara, 2007.

30 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Bab III
PERUBAHAN SOSIAL
DAN PEMBANGUNAN

Standar Kompetensi
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa dapat mengetahui
tentang perubahan sosial, batasan masalah sosial, dan faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan sosial dan pembangunan yang ter-
jadi dalam lingkungan.

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari kontek di bawah ini, mahasiswa diharap-
kan dapat memahami :
A. Pengertian Perubahan Sosial
B. Faktor-faktor terjadinya Perubahan Sosial
C. Kehidupan Perkotaan
D. Urbanisasi
E. Masalah-masalah Sosial

A. PENGERTIAN PERUBAHAN SOSIAL


Perubahan sosial adalah proses dimana terjadi perubahan
struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi
sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh
para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan
sosial biasa tediri dari tiga tahap:

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 31


1. Invensi, yakni proses dimana ide-ide baru diciptakan dan di-
kembangkan.
2. Difusi, yakni proses dimana ide-ide baru itu dikomunikasikan
ke dalam sistem sosial.
3. Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam
sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi.
Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu
mempunyai akibat.
Dalam menghadapi perubahan sosial budaya tentu masalah
utama yang perlu diselesaikan ialah pembatasan pengertian atau
definisi perubahan sosial (perubahan kebudayaan) itu sendiri (Wiley
& Sons, 1967). Ahli-ahli sosiologi dan antropologi telah banyak
membicarakannya. Menurut Weber dalam Berger (2004) bahwa
tindakan sosial atau aksi sosial (social action) tidak bisa dipisahkan
dari proses berpikir rasional dan tujuan yang akan dicapai oleh pelaku.
Tindakan sosial dapat dipisahkan menjadi empat macam menurut
motifnya: (1) tindakan untuk mencapai satu tujuan tertentu, (2)
tindakan berdasar atas adanya satu nilai tertentu, (3) tindakan emo-
sional, serta (4) tindakan yang didasarkan pada adat kebiasaan (tradisi).
Anonim dalam Media Intelektual (2008) mengungkapkan
bahwa aksi sosial adalah aksi yang langsung menyangkut kepen-
tingan sosial dan langsung datangnya dari masyarakat atau suatu
organisasi, seperti aksi menuntut kenaikan upah atau gaji, menuntut
perbaikan gizi dan kesehatan, dan lain-lain. Aksi sosial adalah aksi
yang ringan syarat-syarat yang diperlukannya dibandingkan dengan
aksi politik, maka aksi sosial lebih mudah digerakkan dari pada
aksi politik. Aksi sosial sangat penting bagi permulaan dan per-
siapan aksi politik. Dari aksi sosial, massa/demonstran bisa dibawa
dan ditingkatkan ke aksi politik. Aksi sosial adalah alat untuk men-
didik dan melatih keberanian rakyat. Keberanian itu dapat digu-
nakan untuk: mengembangkan kekuatan aksi, menguji barisan aksi,
mengukur kekuatan aksi dan kekuatan lawan serta untuk me-

32 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


ningkatkan menjadi aksi politik. Selanjutnya Netting, Ketther dan
McMurtry (2004) berpendapat bahwa aksi sosial merupakan bagian
dari pekerjaan sosial yang memiliki komitmen untuk menjadi agen
atau sumber bagi mereka yang berjuang menghadapi beragam
masalah untuk memerlukan berbagai kebutuhan hidup.
Perubahan sosial dalam masyarakat bukan merupakan sebuah
hasil atau produk tetapi merupakan sebuah proses. Perubahan
sosial merupakan sebuah keputusan bersama yang diambil oleh
anggota masyarakat. Konsep dinamika kelompok menjadi sebuah
bahasan yang menarik untuk memahami perubahan sosial. Kurt
Lewin dikenal sebagai bapak manajemen perubahan, karena ia
dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang secara
khusus melakukan studi tentang perubahan secara ilmiah.
Konsepnya dikenal dengan model force-field yang diklasifikasi
sebagai model power-based karena menekankan kekuatan-kekuatan
penekanan. Menurutnya, perubahan terjadi karena munculnya
tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia
berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan
berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Peru-
bahan dapat terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemah-
kan resistences to change.
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola
perubahan, yaitu: (1) Unfreezing, merupakan suatu proses penya-
daran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah,
(2) Changing, merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving
forces maupun memperlemah resistences, dan (3) Refreesing, membawa
kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic
equilibrium). Pada dasarnya perilaku manusia lebih banyak dapat
dipahami dengan melihat struktur tempat perilaku tersebut terjadi
dari pada melihat kepribadian individu yang melakukannya. Sifat
struktural seperti sentralisasi, formalisasi dan stratifikasi jauh lebih
erat hubungannya dengan perubahan dibandingkan kombinasi
kepribadian tertentu di dalam organisasi.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 33


Lippit (1958) mencoba mengembangkan teori yang disampai-
kan oleh Lewin dan menjabarkannya dalam tahap-tahap yang harus
dilalui dalam perubahan berencana. Terdapat lima tahap perubahan
yang disampaikan olehnya, tiga tahap merupakan ide dasar dari Lewin.
Tahap-tahap perubahan adalah sebagai berikut: (1) tahap inisiasi
keinginan untuk berubah, (2) penyusunan perubahan pola relasi yang
ada, (3) melaksanakan perubahan, (4) perumusan dan stabilisasi
perubahan, dan (5) pencapaian kondisi akhir yang dicita-citakan.
Konsep pokok yang disampaikan oleh Lippit diturunkan dari
Lewin tentang perubahan sosial dalam mekanisme interaksional.
Perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap
kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa
kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan
(resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan mem-
perkuat driving forces dan melemahkan resistences to change. Peran agen
perubahan menjadi sangat penting dalam memberikan kekuatan
driving force.
Atkinson (1987) dan Brooten (1978), menyatakan definisi
perubahan merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu
atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya dan meru-
pakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu
atau institusi. Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui
yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, individual, dan perilaku ke-
lompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang kekuatannya, maka
pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus peruba-
han akan dapat berguna.
Etzioni (1973) mengungkapkan bahwa perkembangan masya-
rakat seringkali dianalogikan seperti halnya proses evolusi. suatu
proses perubahan yang berlangsung sangat lambat. Pemikiran ini
sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang
memang telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemi-
kiran perubahan sosial sebagai suatu bentuk “evolusi” antara lain
Spencer dan Comte. Keduanya memiliki pandangan tentang peru-

34 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


bahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk perkem-
bangan yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial
menurut pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu
bentuk “kesempurnaan” masyarakat.
Menurut Spencer, suatu organisme akan bertambah sempurna
apabila bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi antar organ-
organnya. Kesempurnaan organisme dicirikan oleh kompleksitas,
diferensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat pada dasarnya
berarti pertambahan diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja
dan perubahan dari keadaan homogen menjadi heterogen. Spencer
berusaha meyakinkan bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada tahap
pra industri secara intern justru tidak stabil yang disebabkan oleh
pertentangan di antara mereka sendiri. Pada masyarakat industri
yang telah terdiferensiasi dengan mantap akan terjadi suatu stabilitas
menuju kehidupan yang damai. Masyarakat industri ditandai dengan
meningkatnya perlindungan atas hak individu, berkurangnya ke-
kuasaan pemerintah, berakhirnya peperangan antar negara, terha-
pusnya batas-batas negara dan terwujudnya masyarakat global.
Seperti halnya Spencer, pemikiran Comte sangat dipengaruhi
oleh pemikiran ilmu alam. Pemikiran Comte yang dikenal dengan
aliran positivisme, memandang bahwa masyarakat harus menjalani
berbagai tahap evolusi yang pada masing-masing tahap tersebut
dihubungkan dengan pola pemikiran tertentu. Selanjutnya Comte
menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap baru akan diawali
dengan pertentangan antara pemikiran tradisional dan pemikiran
yang bersifat progresif. Sebagaimana Spencer yang menggunakan
analogi perkembangan mahkluk hidup, Comte menyatakan bahwa
dengan adanya pembagian kerja, masyarakat akan menjadi semakin
kompleks, terdeferiansi dan terspesialisasi.
Membahas tentang perubahan sosial, Comte membaginya
dalam dua konsep yaitu social statics (bangunan struktural) dan social
dynamics (dinamika struktural). Bangunan struktural merupakan
struktur yang berlaku pada suatu masa tertentu. Bahasan utamanya

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 35


mengenai struktur sosial yang ada di masyarakat yang melandasi
dan menunjang kestabilan masyarakat. Sedangkan dinamika
struktural merupakan hal-hal yang berubah dari satu waktu ke waktu
yang lain. Perubahan pada bangunan struktural maupun dinamika
struktural merupakan bagian yang saling terkait dan tidak dapat
dipisahkan.
Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan
yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu mas-
yarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada
definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan
kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur
masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi
karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan
keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur
geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan.

B. FAKTOR TERJADI PERUBAHAN SOSIAL


Dewasa ini perubahan merupakan suatu hal yang tidak bisa
dielakkan lagi. Mengapa masyarakat melakukan perubahan?
Apakah faktor-faktor yang menjadi penyebab perubahan sosial?
(Soekanto, 2006) menyebutkan adanya faktor-faktor intern dan
ekstern yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial dalam
masyarakat.
1. Faktor Intern
Ada beberapa faktor yang bersumber dalam masyarakat itu
sendiri yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial, yaitu
perubahan penduduk, penemuan-penemuan baru, konflik dalam
masyarakat, dan pemberontakan.
a. Perubahan Penduduk
Perubahan penduduk berarti bertambah atau berkurangnya
penduduk dalam suatu masyarakat. Hal itu bisa disebabkan
oleh adanya kelahiran dan kematian, namun juga bisa karena

36 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


adanya perpindahan penduduk, baik transmigrasi maupun
urbanisasi. Transmigrasi dan urbanisasi dapat mengakibatkan
bertambahnya jumlah penduduk daerah yang dituju, serta
berkurangnya jumlah penduduk daerah yang ditinggalkan.
Akibatnya terjadi perubahan dalam struktur masyarakat,
seperti munculnya berbagai profesi dan kelas sosial.
b. Penemuan-penemuan Baru
Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia akan
barang dan jasa semakin bertambah kompleks. Oleh karena
itu berbagai penemuan baru diciptakan oleh manusia untuk
membantu atau memudahkan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya. Penemuan baru yang menyebabkan perubahan
pada masyarakat meliputi proses discovery, invention, dan inovasi.
1) Discovery, yaitu suatu penemuan unsur kebudayaan baru oleh
individu atau kelompok dalam suatu masyarakat. Unsur
baru itu dapat berupa alat-alat baru ataupun ide-ide baru.
2) Invention, yaitu bentuk pengembangan dari suatu discovery,
sehingga penemuan baru itu mendapatkan bentuk yang
dapat diterapkan atau difungsikan. Discovery baru menjadi
invention apabila masyarakat sudah mengakui, menerima,
serta menerapkan penemuan baru ini dalam kehidupan
nyata di masyarakat.
3) Inovasi atau proses pembaruan, yaitu proses panjang yang
meliputi suatu penemuan unsur baru serta jalannya unsur
baru dari diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai oleh
sebagian besar warga masyarakat.

Suatu penemuan baru, baik kebudayaan rohaniah (imaterial)


maupun jasmaniah (material) mempunyai pengaruh bermacam-
macam. Biasanya pengaruh itu mempunyai pola sebagai berikut.
1) Suatu penemuan baru menyebabkan perubahan dalam
bidang tertentu, namun akibatnya memancar ke bidang

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 37


lainnya. Contohnya penemuan handphone yang menyebabkan
perubahan di bidang komunikasi, interaksi sosial, status
sosial, dan lain-lain.
2) Suatu penemuan baru menyebabkan perubahan yang men-
jalar dari satu lembaga ke lembaga yang lain. Contohnya
penemuan internet yang membawa akibat pada perubahan
terhadap pengetahuan, pola pikir, dan tindakan masyarakat.
3) Beberapa jenis penemuan baru dapat mengakibatkan satu
jenis perubahan. Contohnya penemuan internet, e-mail,
televisi, dan radio menyebabkan perubahan pada bidang
informasi dan komunikasi.
4) Penemuan baru dalam hal kebudayaan rohaniah (ideologi,
kepercayaan, sistem hukum, dan sebagainya) berpengaruh
terhadap lembaga kemasyarakatan, adat istiadat, maupun
pola perilaku sosial. Contohnya pemahaman dan kesadaran
akan nasionalisme oleh orang-orang Indonesia yang belajar
di luar negeri pada awal abad ke-20, mendorong lahirnya
gerakan-gerakan yang menginginkan kemerdekaan politik
dan lembaga-lembaga sosial baru yang bersifat nasional.
c. Konflik dalam Masyarakat
Suatu konflik yang kemudian disadari dapat memecahkan ikatan
sosial biasanya akan diikuti dengan proses akomodasi yang justru
akan menguatkan ikatan sosial tersebut. Apabila demikian,
maka biasanya terbentuk keadaan yang berbeda dengan keadaan
sebelum terjadi konflik. Contohnya konflik antar teman di se-
kolah. Konflik dapat merubah kepribadian orang-orang yang
terlibat di dalamnya, misalnya jadi murung, pendiam, tidak mau
bergaul, dan lain-lain. Namun apabila orang-orang yang terlibat
konflik sadar akan hal itu, maka mereka akan berusaha untuk
memperbaiki keadaan itu agar lebih baik dari sebelumnya.

38 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


d. Pemberontakan (Revolusi) dalam Tubuh Masyarakat
Revolusi di Indonesia pada 17 Agustus 1945 mengubah struktur
pemerintahan kolonial menjadi pemerintahan nasional. Hal itu
diikuti dengan berbagai perubahan mulai dari lembaga keluarga,
sistem sosial, sistem politik, sistem ekonomi, dan sebagainya.

2. Faktor Ekstern
Dengan melakukan interaksi sosial, banyak pengaruh-
pengaruh dari luar masyarakat kita yang mendorong terjadinya peru-
bahan sosial. Faktor-faktor ekstern yang menyebabkan perubahan
sosial adalah sebagai berikut.
a. Faktor Alam yang Ada di Sekitar Masyarakat Berubah
Bagi manusia, alam mempunyai makna yang sangat penting
bagi kehidupannya. Misalnya alam mempunyai nilai estetika
yang mendorong manusia untuk cinta pada alam, alam sebagai
sumber penyediaan bahan-bahan makanan dan pakaian, serta
alam menjadi sumber kesehatan, keindahan, dan hiburan atau
rekreasi. Mengingat pentingnya alam bagi kehidupan manusia,
maka sudah seharusnyalah kita menjalin keserasian hubungan
dengan alam yang ada di sekitar kita agar tetap terjaga kelesta-
riannya. Namun apa yang terjadi? Tidak jarang tindakan manusia
justru mengakibatkan munculnya kerusakan alam. Misalnya
tindakan manusia menebang hutan secara liar. Tindakan
tersebut dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor pada
musim penghujan karena terjadinya pengikisan tanah oleh air
hujan (erosi). Akibatnya banyak masyarakat yang kehilangan
tempat tinggal, keluarga, dan sarana umum lainnya.
b. Peperangan
Peperangan yang terjadi antara negara yang satu dengan negara
yang lain dapat menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat
mendasar, baik seluruh wujud budaya (sistem budaya, sistem
sosial, dan unsur-unsur budaya fisik) maupun seluruh unsur

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 39


budaya (sistem pengetahuan, teknologi, ekonomi, bahasa, kesenian,
sistem religi, dan kemasyarakatan). Perubahan-perubahan itu
umumnya terjadi pada negara yang kalah perang karena
biasanya negara yang menang cenderung untuk memaksakan
nilai-nilai, budaya, cara-cara, dan lembaga kemasyarakatannya
kepada negara tersebut.
c. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain
Terjadinya pengaruh kebudayaan masyarakat lain adalah
sebagai berikut.
1) Apabila terjadi hubungan primer, maka akan terjadi pe-
ngaruh timbal balik disamping dipengaruhi, suatu mas-
yarakat akan memengaruhi masyarakat lain.
2) Apabila kontak kebudayaan terjadi melalui sarana komu-
nikasi massa seperti radio, televisi, majalah atau surat kabar.
Dalam hal ini pengaruh kebudayaan hanya terjadi sepihak,
yaitu pengaruh dari masyarakat yang menguasai sarana
komunikasi massa tersebut.
3) Apabila dua masyarakat yang mengalami kontak kebuda-
yaan mempunyai taraf kebudayaan yang sama, terkadang
yang terjadi justru cultural animosity, yaitu keadaan di mana
dua masyarakat yang meskipun berkebudayaan berbeda dan
saling hidup berdampingan itu saling menolak pengaruh
kebudayaan satu terhadap yang lain. Biasanya terjadi antara
dua masyarakat yang pada masa lalunya mempunyai konflik
fisik ataupun non fisik.
4) Apabila dua kebudayaan bertemu salah satunya mempunyai
taraf yang lebih tinggi, maka yang terjadi adalah proses
imitasi (peniruan) unsur-unsur kebudayaan masyarakat
yang telah maju oleh kebudayaan yang masih rendah.

40 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


D. KEHIDUPAN PERKOTAAN
Menurut sistem penggolongan administrasi, “kota” dapat
dikatakan sebagai pusat “pendominasian” yang secara bertingkat
diturunkan kebawah, melalui sistem administrasi negara. Maka
“kota–kota” secara bertingkat merupakan suatu jaringan. Melihat
kenyataan ini jelas bahwa kota kedudukannya diatas, sedangkan
desa ada di bawah. Perkembangan peradaban biasanya diindentifi-
kasi dengan perkembangan kota-kota besar. Masyarakat kota
mempunyai kedudukan lebih di banding masyarakat kota dalam
struktur-fungsional antara desa dan kota merupakan suatu “pelin-
dung“ bagi masyarakat desa.
Dalam kehidupan sehari-hari di kota selalu nampak sibuk.
Warga kota yang menjadi penghuni kota memerlukan tempat
berteduh, tempat bekerja, tempat bergaul dan tempat menghibur
diri. Oleh karena itu , kita dapat melihat beberapa aspek kehidupan
dikota antara lain aspek sosial, aspek ekonomi, aspek budaya, aspek
pemerintahan, dan sebagainya. Penduduk kota di negara kita di-
bandingkan dengan penduduk desa dalam artian kuantitatif masih
kurang memadai.
Kota tidak tumbuh dengan sendirinya, melainkan manusia-
lah yang mengembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
baik kebutuhan sehari-hari kebutuhan sosial, kebutuhan ekonomi,
kebutuhan kultiral. Menurut Bintarto kota dapat diartikan sedagai
suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan
kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial
ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialitas atau dapat
pula di artikan sebagai bentang budaya yang timbul oleh unsur-
unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan pen-
duduk bersifat yang cukup besar dengan corak kehidupan yang
bersifat heterogen dan materialitas dibandingkan dengan daerah
belakangnya.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 41


E. URBANISASI
Di kota-kota peduduknya yang padat dan dengan jumlah yang
besar, tetapi wilayahnya kecil seperti di tanah air kita, peduduk
kota itu pun terus bertambah sehingga peduduk kota disebut
dengan urbanisasi. Penumpukan peduduk tersebut di sebabkan
pertumbuhan peduduk alami dan masuknya peduduk dari luar kota
ke kota. Jadi urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa
ke kota.
1. Penyebab timbulnya urbanisasi
Seperti yang dikatakan banyak pengamat bahwa dorongan
yang paling utama bermigrasi dari desa ke kota adalah memperoleh
kehidupan yang demikian buruk menjadi lebih baik, mengingat
kondisi kehidupan yang demikian buruk di daerah pedesaan dari
pada perkembangan ekonomi di kota. Arus urbanisasi yang sangat
pesat dan merupakan suatu kelemahan masyarakat yang tidak
lemah atau tidak mampu menciptakan pasaran didalam negeri yang
memakai untuk mendorong produksi sektor pertanian bagi negara
yang sedang berkembang, kebijaksanaan pembangunan yang sedang
berkembang mengabdikan sektor pertanian, telah menciptakan
kemacetan atau tidak memadainya pertumbuhan pendapatan
didaerah pedesaan.
Di pihak lain mengimpor teknologi padat modal secara besar-
besaran untuk mencapai industrialisasi dengan negara, tanah
pertanian yang semakin sempit disebabkan oleh pertumbuhan
penduduk yang sangat cepat dengan gejala-gejala itu, sehingga
mereka berusaha mencari penghidupan yang baik, dengan mereka
menyelamatkan diri dengan lari ke kota. Daya tarik kota memang
banyak, seperti lampu-lampu yang bergemerlapan atau impian
kehidupan yang baik di kota sebagai motivasi yang mengikat para
petani, mereka dengan sendirinya berbondong-bondong datang ke
kota. Namun penyebab inilah timbulnya kemiskinan di desa dan
impian di kota memperoleh kehidupan yang lebih layak atau lebih

42 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


baik. pertambahan penduduk yang disertai dengan pendapatan yang
rendah di desa telah membuka mata penduduk untuk mencari jalan
yang lebih baik demi meningkatkan taraf hidup yang layak.
Beberapa penyebab timbulnya urbanisasi, yaitu:
1. Timbulnya indutri-industri di kota dan membutuhkan
tenaga kerja.
2. Sektor industri di kota-kota menciptakan pendapatan yang
lebih tinggi dan kesempatan kerja lebih besar di kota.
3. Kebijkasanaan pemerintah seperti memberikan subsidi
bahan pangan dan mengatur upah atau gaji di sektor modern
telah meningkatkan pendapatan di kota sehingga menye-
babkan perpindahan penduduk di kota secara besar- besaran
4. Keamanan yang tidak terjamin di pedesaan.
5. Keadaan para petani sering kali memburuk karena peme-
rintah mengabaikan sektor pertanian.
6. Problem pemerintah menyebabkan hidup di kota untuk
segala lapisan masyarakat lebih menguntungkan dari pada
hidup di desa.
7. Terpuruknya pusat pendidikan di kota sehingga orang-orang
yang hendak melanjutkan pendidikan harus terpaksa ke kota.
8. Majunya alat transportasi di kota sehingga mempermudah
perhubungan.
9. Banyaknya kehidupan di kota.
10. Mudahnya mencari pekerjaan dan sumber pendapatan.
11. Karena faktor-faktor ekonomi.
12. Daerah-daerah pertanian semakin sempit

2. Dampak urbanisasi
Urbanisasi mempunyai akibat kebaikan di samping keburu-
kan yang ditimbulkanya. Banyak diantaranya pendatang yang men-

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 43


jadi gelandangan, pengemis yang sangat mengganggu pemandangan
tindakan kriminalitas, pelacuran, dan lain-lain. Semua itu sangat
mengganggu pandangan bahkan melanggar hukum. Kemungkinan
mereka ini sebelum datang ke kota tidak mempunyai keahlian khusus
yang dapat membantu kehidupannya atau pun karena segannnya
mereka itu mengerjakan pekerjaan yang di pandang berat.
Untuk mengatasi keadaan mereka yang menyedihkan itu suatu
studi yang diadakan baru-baru ini di 27 negara di Asia dan Amerika
Latin, menunjukkan daerah pertumbuhan penduduk yang sangat
pesat dan kepemilikan tanah semakin sempit atau distribusi tanah
sangat tidak merata akan terjadi harus merata atau migrasi yang
sangat pesat di kota .

F. MASALAH-MASALAH SOSIAL
Mengetahui masalah individu dan mengenal lingkungannya
saja tidak berarti mengenal masalah sosial. Dalam mendefinisikan
masalah sosial ada beberapa faktor yang mempengarui antara lain
sistem nilai (value system). Chohen (1964) memberikan batasan
masalah sosial ialah terbatas pada masalah yang timbul dalam ke-
luarga, kelompok, tingkah laku individual yang menuntut supaya
masyarakat dapat meneruskan fungsinya. Masalah masyarakat
menyangkut analisis tentang macam-macam gejala kehidupan mas-
yarakat, sedang yang kedua adalah probelma sosial.
Sosiologi secara teori dalam batasan tertentu menyangkut
nilai-nilai sosial dan moral. Meskipun sosiologi meneliti gejala-gejala
kemasyarakatan, juga perihal mempelajari masalah-masalah sosial,
kerena ia merupakan aspek–aspek tata kelakuan sosial. Dengan
demikian, sosiologi juga mempelajari kejahatan, konflik atas ras,
kemiskinan, perceraian, pelacuran, gelandangan, dan delinkuensi
anak.
Lauric mengatakan tindakan rehebelatatif diambil karena
timbulnya masalah atau perlu dihindarkan (dicegah). Bila sasaran

44 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


telah diarahkan pada pencegahan akan lebih berguna untuk
menganalisa apakah peninjauan lebih jauh dari beberapa masalah
akan memperjelas dan mempertinggi kegunaan konsep pencarian
sebab–sebab. diantara penyebab–penyebab sosial bagi penerima
income iaiah kehilangan pendapatan bagi para keluarga karena
kematian, meninggalkan keluarga atau karena tanggung jawab yang
lain.

Kesimpulan
- Perubahan sosial adalah proses dimana terjadi perubahan
struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut
terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang
diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang bersangkutan.
- Terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat disebabkan oleh
dua faktor, yaitu faktor Interen dan faktor Eksteren, karena
itu orang harus hati-hati agar tidak hanya memusatkan perha-
tian pada salah satu faktor tertentu dari penyebab perubahan
ini.
- Masalah sosial adalah terbatas pada masalah yang timbul dalam
keluarga, kelompok, tingkah laku individual yang menuntut supaya
masyarakat dapat meneruskan fungsinya. Masalah masyarakat
mnyangkut analisis tentang macam-macam gejala kehidupan
masyarakat, sedang yang kedua adalah problema sosial.
- Penumpukan peduduk tersebut disebabkan pertumbuhan
penduduk alami dan masuknya peduduk dari luar kota ke kota.
Jadi urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Arus urbanisasi yang sangat pesat dan merupakan suatu kele-
mahan masyarakat yang tidak lemah atau tidak mampu men-
ciptakan pasaran di dalam negeri yang memakai untuk men-
dorong produksi sektor pertanian bagi negara yang sedang
berkembang.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 45


Daftar Pertanyaan
1. Jelaskan maksud dari perubahan sosial dan langkah–langkah
mengolah perubahan ?
2. Jelaskan maksud dari faktor yang menyebabkan terjadinya
perubahan sosial ?
3. Jelaskan masalah perubahan menurut Nathan E. Chohen dan
aspek-aspek yang mempengaruinya ?
4. Jelaskan maksud dan dampak dari urbanisasi ?

Daftar Pustaka
Isjoni Ishaq. Masalah Sosial Masyarakat. Pekanbaru: Unri Press,
2002.
Joseph S. Roucek dan Roland L. Warren. Pengantar Sosiologi. Jakarta:
Bina Aksara, 1984.
Steven Vago. Teori Perubahan Sosial. New Jersey, 1996.
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Penganta. Jakarta: Grafindo
Persada, 1990.

46 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Bab IV
PERILAKU MASYARAKAT
DALAM KESEHATAN

Standar Kompetensi
Setelah membahas hal ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami, menganalisis dan mengkaji pengertian tentang perilaku,
perilaku masyarakat, perilaku manusia dalam kesehatan, dan orga-
nisasi kesehatan serta lambang kesehatan.

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari dalam kontek di bawah ini, mahasiswa
diharapkan dapat mempelajari:
A. Pengertian Perilaku
B. Pengertian Kesehatan
C. Fungsi Kesehatan dalam lingkungan
D. Perilaku Manusia dalam Kesehatan
E. Peranan Sakit
F. Organisasi Kesehatan dan Lambang Kesehatan
G. Role Genders in Health
H. The Family and Ilness

A. PENGERTIAN PERILAKU
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan
atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 47


pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri,
mencakup berjalan, berbicara, beraksi, berpakaian, dan lain sebagainya.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme
tersebut dipengaruhi baik dari faktor genetik (keturunan) dan ling-
kungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa fakor genetik dan
lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup
termasuk perilaku manusia. Faktor genetika adalah merupakan
konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk
hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah meru-
pakan kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku
tersebut.
Parsons mengatakan perilaku merupakan reaksi seorang in-
dividu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam
dirinya. Penggolongan perilaku :
1. Perilaku pasif covert: (tidak telihat oleh mata dan terwujud dlm
pikiran)
2. Perilaku aktif/overt: terlihat nyata melalui tindakan (action).
Menurut bloom :
1. Perilaku Kognitif (kesadaran/pengetahuan)
2. Perilaku afektif (sikap dan emosi)
3. Psikomotorik (perilaku yang terwujud dalam gerakan (aksi)/
tindakan fisik jelas.

B. PENGERTIAN KESEHATAN
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis, (WHO) Pemeliharaan kesehatan adalah upaya
penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memer-
lukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk
kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses
membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri

48 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan
pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi kesehatan
pribadinya dan orang lain. Definisi yang bahkan lebih sederhana
diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa
pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang
dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku
yang kondusif bagi kesehatan. Data terakhir menunjukkan bahwa
saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu men-
dapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang
pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek.
Golongan masyarakat yang dianggap ‘teranaktirikan’ dalam hal
jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil
dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi
lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan
tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat
yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.

C. TUJUAN KESEHATAN DALAM LINGKUNGAN


Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi
menjadi dua, secara umum dan secara khusus. Tujuan dan ruang
lingkup secara umum, antara lain:
1. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan
ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
2. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-
sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
3. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di
antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga non
pemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah
penyakit menular.
Adapun tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 49


usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan
hidup manusia, yang di antaranya berupa:
1. Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan
kesehatan.
2. Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan
dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.
3. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara,
kebakaran hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi
kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab
terjadinya perubahan ekosistem.
4. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga,
pertanian, peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain.
5. Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor
penyakit dan cara memutuskan rantai penularan penyakitnya.
6. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat
kesehatan.
7. Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.
8. Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi
program kesehatan lingkungan.

D. PERILAKU MANUSIA DALAM KESEHATAN


Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons
seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.
Dengan demikian secara terperinci perilaku kesehatan itu
mencakup :
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana
manusia berespon, baik secara aktif (mengetahui, bersikap, dan
mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya
dan diluar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan
sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku

50 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


terhadap sakit dan penyakit dengan sendirinya sesuai dengan
tingkat–tingkat pencegahan penyakit, yakni :
a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan (health promotion behavoir), misalnya makan
makanan yang bergizi, olohraga, dan sebagainya.
b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior),
adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit,
misalnya imunisasi, memakai kelambu saat tidur agar
mencegah gigitan nyamuk malaria, dan sebagainya.
c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health
seeking bahavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau men-
cari pengobatan, misalnya mengobati penyakitnya sendiri, atau
mencari pengobatan ke fasilitas-fasiitas kesehatan modern
seperti, dokter praktek, puskesmas, mantri, dan sebagainya.
d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health
rehabilition behavior), yaitu perilaku sehubungan dengan usaha-
usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu
penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi aturan-aturan
dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons
seseorang terhadap sistem pelayanan kesahatan baik sistem
pelayanan kesehatan modern maupun kesehatan tradisional.
3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) yakni respons
seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi
kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap
dan praktek kita terhadap makanan serta unsur–unsur yang
terkandung didalamnya (zat gizi), pengolahan makanan, dan
sebagainya sesuai dengan kebutuhan tubuh kita.
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (enviromental health
behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai
determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas
lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini mencakup:

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 51


a. Perilaku sehubungan dengan air bersih , termasuk didalam
nya komponen, manfaat, dan penggunaan air bersih untuk
kepentingan kesehatan.
b. Perilaku sehubungan dengan pembuangaa air kotor, yang
menyangkut segi pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.
c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat
maupun limbah cair. Termasuk didalamnya sistem pembua-
ngan sampah dan air limbah yang sehat, serta dampak
pembuangan limbah yang tidak baik.
d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meli-
puti ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.
e. Perilaku sehubungan dengan pembersih sarang-sarang nyamuk
(vektor), dan sebagainya.
Becker (1979) mengajukan klasifikasi prilaku yang berhubu-
ngan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut:
a. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang ber-
kaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk
tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan,
memilih makanan dan sanitasi makanan.
b. Perilaku sakit (illness before), yaitu segala tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu yang merasa
sakit. Termasuk juga kemampuan atau pengetahuan indi-
vidu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit,
serta usaha-usaha mencegah penyakit.
c. Perilaku peran sakit (the sick role before), yakni segala tindakan
atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang
sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disam-
ping berpengaruh terhadap kesehatan atau kesakitannya
sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain atau kepada
anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung
jawab terhadap kesehatanya.

52 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


E. PERANAN SAKIT
Peranan sakit atau tingkah laku sakit, yakni yang sering kita
dengar, didefinisikan sebagai “cara–cara di mana gejala–gejala
ditanggapi, dievaluasi dan diperankan oleh seorang individu yang
mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda–tanda lain dari fungsi
tubuh yang kurang baik” (Mechanic dan Volkhart 1961). Tingkah
laku sakit dapat terjadi tanpa adaya peranan sakit, seorang dewasa
yang bangun dari tidurnya dengan leher sakit menjalankan peranan
sakit: ia memutuskan, apakah ia akan minum obat dan meng-
harapkan kesembuhan, atau memanggil dokter. Namun hal ini
bukanlah tingkah laku sakit: hanya apabila penyakit itu telah
didefinisikan secara cukup serius sehingga menyebabkan seseorang
tidak dapat melakukan sebagian atau seluruh peranan normalnya,
yang berarti mengurangi dan memberikan tuntutan tambahan atas
tingkah laku peranan orang sekelilingnya, maka barulah dikatakan
bahwa seseorang melakukan peranan sakit.
Tingkah laku atau peranan sakit sangat dipengaruhi oleh
faktor–faktor seperti kelas sosial, perbedaan suku bangsa, dan
budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama tergantung dari
variabel-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda
dikalangan pasien. (Foster & Anderso, 1986).

F. ORGANISASI DAN LAMBANG KESEHATAN


1. Konsep Dasar
Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan
hidup bersama dimulai dari kehidupan berkeluarga di mana manusia
itu dilahirkan dan dibesarkan, artinya keluarga merupakan sebuah
organisasi atau sistem sosial dan didalam kehidupannya mempunyai
konsep tujuan. Intinya adalah mencapai sebuah bentuk kerja sama
yang kemudian untuk memcapai tujuan bersama dinamakan organisasi.
Organizing berasal dari organize yang berarti menciptakan
struktur dengan bagian-bagian yang diintegrasikan sedemikian rupa,

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 53


sehingga hubungannya satu sama lain terikat oleh hubungan ter-
hadap keseluruhannya. Organisasi diartikan menggambarkan pola-
pola, skema bagan yang menunjukkan garis-garis perintah, kedu-
dukan karyawan, hubungan-hubungan yang ada, dan lain sebagai-
nya. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah tempat mana-
jer melakukan kegiatan-kegiatannya untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
Ada beberapa pengertian pengorganisasian dan organisasi
menurut:
George R. Terry
Organizing is the establishing of effective behavioral relationship among
persons so that they may work together efficiently and gain personal
satisfaction in doing selected tasks under given environmental conditions
for the purpose of achieving some goal or objective.
Koontz O’ Donnel
The organization function of the manager involves the determination
and enumeration of activities required to achieve the objective of the
enterprise, the grouping of these activities, the assignment of such group
of activation to a department headed by a manager and the delegation
of authority carry them out.
Louis A. Allen
We can define Organization as the process of indeftifying and the grouping
the work to be performed, defining and delegating responsibility and
authority, and establishing relationships for the purpose of enabling
people to work most effectively together in accomplishing objectives.
Drs. M. Manullang
Organisasi dalam arti dinamis (pengorganisasian) adalah suatu proses
penetapan dan pembagian pekerjaan yang akan dilakukan, pembatasan
tugas-tugas atau tanggung jawab serta wewenang dan penetapan
hubungan-hubungan antara unsur-unsur organisasi, sehing ga
memungkinkan orang-orang dapat bekerja bersama-sama seefektif

54 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


mungkin untuk pencapaian tujuan. Secara singkat organisasi adalah
suatu perbuatan diferensiasi tugas-tugas.
Drs. Soekarno K.
Organisasi sebagai fungsi manajemen (organisasi dalam pengertian
dinamis) adalah organisasi yang memberikan kemungkinan bagi
manajemen dapat bergerak dalam batas-batas tertentu.
Drs. H. Malayu S.P. Hasibun
Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur, dan
terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerjasama dalam mencapai
tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja.

2. Bentuk-bentuk organisasi
a. Organisasi politik
b. Organisasi sosial
c. Organisasi mahasiswa
d. Organisasi olahraga
e. Organisasi sekolah
f. Organisasi negara
Organisasi kesehatan adalah suatu wadah di mana dalam
wadah tersebut untuk memenuhi dan memberikan suatu pelayanan
terhadap masyarakat yang memerlukannya. Organisasi akan men-
capai secara optimal jika di dalam kerja samanya saling berkaitan
antara manusia satu dengan manusia lain sehingga tercapai dengan
baik, dan mempertimbangkan rasional, efisiensi, dan efektifitas.
Pada kenyatannya organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan dan melaksanakan wewenang untuk me-
nentukan tujuan serta melaksanakan fungsi atau menjalankan tugas-
tugas setiap bagian masing-masing.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 55


G. ROLE GENDERS IN HEALTH
Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan
dengan laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai
budaya yang berlaku dalam periode waktu tertentu (WHO, 2001).
Gender adalah jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk
menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan
Idris, 2004).
Konsep gender berbeda dari seks atau jenis kelamin (laki-
laki dan perempuan) yang bersifat biologis, walaupun dalam pem-
bicaraan sehari-hari seks dan gender dapat saling dipertukarkan.
Ilmu bahasa (linguistik) juga menggunakan istilah gender (alternatif
lain adalah genus) bagi pengelompokan kata benda (nomina) dalam
sejumlah bahasa. Banyak bahasa, yang terkenal dari rumpun bahasa
Indo-Eropa (contohnya bahasa Spanyol) dan Afroasiatik (seperti
bahasa Arab), mengenal kata benda “maskulin” dan “feminin”
(beberapa juga mengenal kata benda “netral”).
Dalam konsep gender, yang dikenal adalah peran gender
individu di masyarakat, sehingga orang mengenal maskulinitas dan
femininitas. Sebagai ilustrasi, sesuatu yang dianggap maskulin
dalam satu kebudayaan bisa dianggap sebagai feminin dalam buda-
ya lain. Dengan kata lain, ciri maskulin atau feminin itu tergantung
dari konteks sosial-budaya bukan semata-mata pada perbedaan
jenis kelamin.

H. THE FAMILY AND ILNESS


Tidak ada kelompok khusus penyakit hanya dalam keluarga.
Namun ada kecenderungan sebuah keluarga berisiko terkena pe-
nyakit tertentu. Sebagian sebab warisan herediter yang dibawa anak,
sebagian lagi sebab kelemahan fisik milik masing-masing orang
tuanya, dan sebagian lainnya sebab kebiasaan, pola, dan gaya hidup
yang terbentuk dalam masing-masing keluarga. Seperti apakah
bentuk penyakit itu? PERKAWINAN secara fisik merupakan

56 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


senyawa dua perangkat gen yang pasti tidak sama. Pihak ibu mau-
pun pihak ayah membawa perangkat gennya sendiri. Termasuk
gen lemah yang akan diwarisi kepada anak-anaknya. Maka penyakit
keturunan bisa berasal dari pihak ayah, bisa juga dari pihak ibu,
kalau bukan bersamaan dari keduanya. Ada ratusan penyakit
keturunan. Sebagian berasal dari cacat pada kromosom seks (XX
pada wanita, dan XY pada pria), sebagian lagi dibawa otosom (yang
berjumlah 22 pasang).
Cacat pada seks kromosom, berarti bentuk warisan yang
bersifat jender. Ada yang diwarisi pihak ibu, ada juga yang oleh
pihak ayah. Buta warna, misalnya, dibawa pihak ibu. Ibu sendiri
(XX) tidak buta warna, namun mewariskannya kepada anak
lelakinya (XY). Dan apabila jenis penyakit keturunan seorang anak
dalam sebuah keluarga tidak terlacak secara genetika, bisa jadi
anaknya anak tetangga. Jadi penyakit keturunan yang dimiliki
sebuah keluarga, bersifat khas jenisnya. Ibu atau ayah akan mewarisi
terus jenis penyakit keturunan yang sama pada garis keturunannya.
Mungkin belum tentu muncul penyakitnya pada anak, melainkan
hanya dibawa dalam gen-nya.
Penyakit keturunan baru muncul apabila gen lemah yang sama
dari suami dan istri saling bertemu (perkawinan incest, antar segaris
darah). Penyakit darah thalassemia, misalnya. Kendati ibu atau
ayah membawa gen lemah ini, namun penyakitnya tidak muncul
pada dirinya. Gen lemah penyakit ini hanya diwariskan kepada
anak-anaknya. Penyakitnya baru akan muncul apabila gen lemah
yang sama diwariskan pihak ibu maupun oleh pihak ayah. Jika hanya
salah satu pihak saja yang mewariskannya, anak hanya membawa
gen lemahnya, namun anak tidak menjadi sakit. Bila nanti anak
menikah dengan orang yang juga memiliki gen lemah yang sama,
pada ketika itulah penyakitnya baru akan diwarisi anak-anak ketu-
runannya kelak. Untuk menyebut beberapa, penyakit jiwa, sumbing,
kelainan bentuk kepala, tergolong keturunan. Termasuk kencing
manis. Pembawa bibit kencing manis kawin dengan pembawa bibit

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 57


yang sama, akan melahirkan anak yang kencing manis.
1. Tekanan darah tinggi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah keadaan di mana
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal
atau kronis (dalam waktu yang lama). Hipertensi sering tidak
disadari karena tidak bergejala. Untuk mengetahuinya perlu
dilakukan pengukuran tekanan darah. Jika tidak segera diobati,
dapat meningkatkan risiko stroke atau serangan jantung.
2. Kolesterol tinggi
Dalam keluarga yang sama, kadang para anggotanya memiliki
tingkat kadar kolesterol tinggi. Keadaaan ini dalam ilmu kedok-
teran disebut Familial Hypercholesterolaemia (FH). FH
disebabkan oleh perubahan gen dimana lemak tidak dimeta-
bolisme dengan baik dalam darah dan menumpuk di arteri. FH
merupakan satu contoh dari sifat genetik yang dominan, yang
berarti bahwa seseorang memerlukan hanya satu gen abnormal
untuk memiliki kondisi tersebut.
3. Hipotiroid
Hipotiroid terjadi ketika tubuh tidak menghasilkan cukup
hormon tiroksin. Gejala yang muncul biasanya sering merasa
kelelahan dan penurunan berat badan. Penyakit ini tujuh kali
lebih mungkin terjadi pada perempuan.
4. Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar (juga dikenal gangguan manik depresi) adalah
suatu kondisi yang menyebabkan periode depresi dan mania,
biasanya dipicu oleh stres. Diduga disebabkan oleh ketidak-
seimbangan kimia di otak, dan pengaruh faktor genetik.
5. Diabetes tipe 2
Umumnya gejala awal diabetes tipe 2 tidak dapat dideteksi.
Risiko mengidap diabetes cukup tinggi jika keluarga, orang tua
atau saudara Anda juga memiliki riwayat penyakit ini. Risiko

58 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


diturunkan: Jika ada salah satu orang tua dengan diabetes tipe
2, risiko penyakit itu diturunkan sebesar 15 persen. Tetapi jika
kedua orang tua memiliki kondisi tersebut, risiko penyakit itu
diturunkan kepada anak mereka sebesar 75 persen. Namun,
faktor lain seperti kegemukan, malas olahraga dan makan yang
tidak sehat dapat meningkatkan resiko.
6. Arthritis (radang sendi)
Osteoarthritis adalah jenis penyakit sendi yang disebabkan oleh
kehausan sendi dan merupakan salah satu dari keluarga besar
penyakit arthritis yang paling sering terjadi. Penyakit ini
mempengaruhi sekitar 80 persen orang pada suatu waktu dalam
kehidupan mereka.
7. Kanker payudara dan ovarium
Kanker payudara adalah kanker paling umum yang diderita
kaum perempuan. Di Indonesia, kanker payudara merupakan
salah satu penyakit penyebab terbesar kematian pada wanita.
Sedangkan kanker ovarium, biasa dikenal dengan “silent killer”,
menduduki peringkat kelima sebagai penyebab kematian pada
wanita akibat kanker.
8. Parkinson
Penyakit parkinson dimulai secara samar-samar dan berkembang
secara perlahan. Pada banyak penderita, pada mulanya parkinson
muncul sebagai tremor (gemetar) tangan ketika sedang beristi-
rahat. Penyakit ini cenderung diturunkan, walau terkadang faktor
genetik tidak memegang peran utama. “Sekali lagi, ini adalah
kondisi multi-faktorial.”

Kesimpulan
- Perilaku merupakan reaksi seorang individu terhadap stimulus
yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya
- Penggolongan perilaku :

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 59


Perilaku pasif/covert: (tidak telihat oleh mata dan terwujud
dalam pikiran)
Perilaku aktif/overt: terlihat nyata melalui tindakan (action).
- Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.
- Tingkah laku sakit dapat terjadi tanpa adaya peranan sakit, se-
orang dewasa yang bangun dari tidurnya dengan leher sakit
menjalankan peranan sakit.
- Konsep gender berbeda dari seks atau jenis kelamin (laki-laki dan
perempuan) yang bersifat biologis, walaupun dalam pembicaraan
sehari-hari seks dan gender dapat saling dipertukarkan.

Daftra Pertanyaan
1. Jelaskan tentang perilaku dalm bidang biologis ?
2. Jelaskan perilaku manusia dalam tingkah laku sakit atau peranan
sakit ?
3. Jelaskan konsep gender dalam bidang kesehatan ?
4. Jelaskan maksud dari The family and illnes serta penyakti yang
di timbulkan dalam keturunan atau keluarga ?

Daftra Pustaka
Foster, Anderson. Antropologi Kesehatan. Jakarta: UI-Press, 1986.
Soekidjo Notoatmodjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip
Dasar. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Sumardi As. Organisasi Sebagai Sistem Sosial. Bandung: STKS, 1978.
Widyastuti, Yani. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya,
2009.

60 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Bab V
PARTISIPASI MASYARAT
DAN KEPEMIMPINAN

Standar Kompetensi
Setelah membahas hal ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami, menganalisis, dan mengkaji pengertian partisipasi, ben-
tuk partisipasi dalam organisasi, kepemimpinan, fungsi pimpinan,
dan tujuan pimpinan.

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari dalam kontek di bawah ini, mahasiswa
diharapkan dapat mempelajari:
A. Pengertian Partisipasi
B. Bentuk Partisipasi dalam Organisasi
C. Kepemimpinan
D. Fungsi Pimpinan
E. Tujuan Pimpinan

A. PENGERTIAN PARTISIPASI
Partisipasi diartikan sebagai keikutsertaan warga masyarakat
secara individu dan kelompok secara sadar dan tanpa pamrih dalam
suatu kegiatan. Dengan pengertian lain, bahwa partisipasi adalah
suatu perwujudan dari daya dan upaya masyarakat didasari atas
kemauan dan kesadaran masyarakat sendiri yang dicerminkan de-
ngan keikutsertaan atau keterlibatan aktif masyarakat, baik secara

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 61


individu, kelompok/keluarga untuk mencapai tujuan pembangu-
nan, khususnya di bidang usaha kesejahteraan sosial (PIKS, 1997).
Pada dasarnya partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental
atau pikiran dan emosi atau perasaan seseorang di dalam situasi
kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan
kepada kelompok yang lebih luas dalam usaha mencapai tujuan.

B. BENTUK PARTISIPASI DALAM ORGANISASI


Dalam berorganisasi, setiap individu dapat berinteraksi dengan
semua struktur yang terkait, baik itu secara langsung maupun secara
tidak langsung kepada organisasi yang mereka pilih. Agar dapat
berinteraksi secara efektif setiap individu bisa berpartisipasi pada
organisasi yang bersangkutan. Dengan berpartisipasi setiap individu
dapat lebih mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan.
Keterlibatan aktif dalam berpartisipasi, bukan hanya berarti
keterlibatan jasmaniah semata, tetapi juga keterlibatan mental,
pikiran, dan emosi atau perasaan seseorang dalam situasi kelompok
yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada ke-
lompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab
terhadap usaha yang bersangkutan.
Agar suatu partisipasi dalam organisasi dapat berjalan dengan
efektif membutuhkan persyaratan-persyaratan yang mutlak, yaitu:
· Waktu. Untuk dapat berpatisipasi diperlukan waktu. Waktu
yang dimaksudkan di sini adalah untuk memahamai pesan yang
disampaikan oleh pemimpin. Pesan tersebut mengandung
informasi mengenai apa dan bagaimana serta mengapa diper-
lukan peran serta.
· Bilamana dalam kegiatan partisipasi ini diperlukan dana pe-
rangsang, hendaknya dibatasi seperlunya agar tidak menimbul-
kan kesan “memanjakan”, yang akan menimbulkan efek negatif.
· Subyek partisipasi hendaknya relevan atau berkaitan dengan
organisasi dimana individu yang bersangkutan itu tergabung

62 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


atau sesuatau yang menjadi perhatiannnya.
· Memiliki kemampuan untuk berpartisipasi, dalam arti kata yang
bersangkutan memiliki luas lingkup pemikiran dan pengalaman
yang sama dengan komunikator, dan kalupun belum ada, maka
unsur-unsur itu ditumbuhkan oleh komunikator.
· Memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi timbal
balik, misalnya menggunakan bahasa yang sama atau yang
sama-sama dipahami, sehingga tercipta pertukaran pikiran yang
efektif atau berhasil.
· Bebas dalam melaksanakan peran serta tersebut sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan. Bila partisipasi diadakan
untuk menentukan suatu kegiatan hendaknya didasarkan pada
kebebasan dalam kelompok, artinya tidak dilakukan pemaksaan
atau penekanan yang dapat menimbulkan ketegangan atau gang-
guan dalam pikiran atau jiwa pihak-pihak yang bersangkutan.
Hal ini didasarkan kepada prinsip bahwa partisipasi bersifat
persuasif.
Partisipasi dalam organisasi menekankan pada pembagian
wewenang atau tugas-tugas dalam melaksanakan kegiatannya
dengan maksud meningkatkan efektif tugas yang diberikan secara
terstruktur dan lebih jelas.

C. KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang
dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong,
mengajak, menuntun, menggerakkan dan kalau perlu memaksa
orang lain agar ia menerima pengaruh itu. Selanjutnya orang yang
dipengaruhi tersebut berbuat sesuatu yang dapat membantu pen-
capaian suatu maksud atau tujuan tertentu.
Unsur-unsur yang terlibat dalam situasi kepemimpinan adalah:
· Orang yang dapat mempengaruhi orang lain di satu pihak.
· Orang yang dapat pengaruh di lain pihak

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 63


· Adanya maksud-maksud atau tujuan-tujuan tertentu yang
hendak dicapai.
· Adanya serangkaian tindakan tertentu untuk mempengaruhi
dan untuk mencapai maksud atau tujuan tertentu itu.
Menurut Siagian dalam bukunya Filsafat Administrasi me-
nyatakan bahwa kepemimpinan merupakan motor atau daya pe-
nggerak dari pada semua sumber-sumber dan alat-alat (resources)
tersedia bagi suatu organisasi.

D. FUNGSI PIMPINAN
Fungsi kepemimpinan terbagi atas dua bagian:
1. Fungsi bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai.
2. Fungsi bertalian dengan penciptaan suasana pekerjaan yang sehat
dan menyenangkan sambil memeliharanya.
Fungsi yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai
antara lain terdiri dari:
· Memikir dan merumuskan dengan teliti tujuan kelompok serta
menjelaskan supaya anggota-anggota selalu dapat menyadari
dalam bekerja sama mencapai tujuan itu.
· Memberi dorongan kepada para anggota kelompok serta men-
jelaskan situasi dengan maksud untuk dapat ditemukan rencana-
rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat memberi harapan
baik. Kepemimpinan yang efektif dalam suatu demokrasi ter-
gantung interaksi dari anggota dalam situasi itu dan juga sasa-
ran dari anggota akan membantu pemimpin dalam hal mem-
bawa anggota menuju tujuan.
· Membantu para anggota kelompok dalam mengumpulkan
keterangan-keterangan yang diperlukan supaya dapat meng-
adakan pertimbangan pertimbangan yang sehat.
· Menggunakan kesanggupan-kesanggupan dan minat khusus
dari anggota kelompok.

64 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


· Memberi dorongan kepada setiap anggota untuk melahirkan
peranan dan pikiran dan memilih buah pikiran yang baik dan
berguna dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh ke-
lompok.
· Memberi kepercayaan dan menyerahkan tanggung jawab ke-
pada anggota dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
kemampuan masing masing demi kepentingan bersama.
Fungsi yang bertalian dengan penciptaan suasana pekerjaan
yang sehat antara lain terdiri dari:
· Memupuk dan memelihara kesediaan kerja sama di dalam
kelompok demi tercapainya tujuan bersama.
· Menanamkan dan memupuk perasaan pada anggota masing-
masing bahwa mereka termasuk dalam anggota dan adalah
bagian dari kelompok dan semangat kelompok dapat dibentuk
melalui penghargaan terhadap usaha-usahanya dan sifat yang
ramah tamah, gembira dari pemimpin akan mempengaruhi
anggota-anggota dan mereka pasti akan menirunya.
· Mengusahakan suatu tempat pekerjaan yang menyenangkan,
baik ruangan, fasilitas maupun situasi.
· Mempergunakan kelebihan-kelebihan yang terdapat pada pim-
pinan untuk memberi sumbangan dalam kelompok menuju
pencapaian tujuan bersama dan pimpinan dapat juga mengem-
bangkan kesanggupan-kesanggupan anggota masing-masing,
maka dengan demikian pimpinan ini akan diterima dan diakui
secara wajar.
Fungsi utama pimpinan adalah membantu kelompok untuk
belajar memutuskan dan bekerja yang khas antara lain:
1. Pimpinan membantu akan tercapainya suatu iklim sosial yang
baik sehingga seorang pimpinan yang menganggap dirinya seba-
gai seorang yang mengharapkan kerjasama, dengan memiliki
fungsi yang khusus, dengan sikap-sikap yang didasarkan atas
penghargaan terhadap nilai intergrasi akan berhasil untuk men-

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 65


ciptakan suasana persaudaraan, kerja sama,dengan penuh rasa
kebebasan.
2. Pimpinan membantu kelompok untuk mengorganisasikan diri,
yaitu ikut serta dalam memberikan perangsang dan bantuan
kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan-
nya.
3. Pimpinan membantu kelompok dalam menetapkan prosedur-
prosedur kerja, yaitu pimpinan harus membantu kelompok da-
lam menganalisa situasi untuk kemudian menetapkan prosedur
mana paling praktis dan efektif (guna efisien kerja), sedang
pemimpin harus dapat dipandang sebagai ahli prosedur.
4. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan
bersama dengan kelompok.
5. Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk be-
lajar dari pengalaman. Di sini pemimpin mempunyai tanggung
jawab untuk melatih kelompok menyadari proses dan isi pe-
kerjaan yang dilakukan dan kemudian berani menilai hasilnya
secara jujur dan obyektif.

E. TUJUAN PIMPINAN
Sebagai seorang pemimpin, tentu saja diharapkan memiliki
kelebihan-kelebihan dari pada orang yang dipimpinnya. Oleh karena
pemimpin pendidikan nantinya selalu berhadapan dengan orang
lain dalam konteks sosial, maka ia harus memiliki syarat-syarat
kepribadian tertentu. Menurut Brata, maka kepemimpinan yang
akan berhasil adalah kepemimpinan yang memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
· Memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang baik (indra-brata)
· Berpegang teguh pada tujuan yang dicapai (bayu-brata)
· Bersemangat (agni-brata)
· Cakap di dalam memberi bimbingan (surya-brata).

66 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


· Cepat serta bijaksana didalam mengambil keputusan (dana-
brata)
· Jujur (caci-brata)
· Cerdas (yama-brata)
· Cakap di dalam hal mengajar dan menaruh kepercayaan yang
baik dan berusaha untuk mencapainya (paca-brata).

Kesimpulan
- Partisipasi adalah suatu perwujudan dari masyarakat dalam ben-
tuk daya maupun upaya dalam melakukan hal baik yang di-
dasari kemauan masyarakat dalam melakukan hal yang mem-
punyai tujuan yang sama.
- Dalam berorganisasi setiap individu dapat berinteraksi dengan
semua struktur yang terkait, baik itu secara langsung maupun
secara tidak langsung kepada organisasi yang mereka pilih. Agar
dapat berinteraksi secara efektif setiap individu bisa berparti-
sipasi pada organisasi yang bersangkutan.
- Kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki
seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak,
menuntun, menggerakkan dan kalau perlu memaksa orang lain
agar ia menerima pengaruh itu. Selanjutnya berbuat sesuatu yang
dapat membantu pencapaian suatu maksud atau tujuan tertentu.
- Fungsi kepemimpinan terbagi atas dua bagian:
· Fungsi bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai.
· Fungsi bertalian dengan penciptaan suasana pekerjaan yang
sehat dan menyenangkan sambil memeliharanya.

Daftar Pertanyaan
1. Jelaskan apa arti partisipasi ?
2. Jelaskan maksud dari partisipasi yang dalam organisasi ?

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 67


3. Jelaskan apa itu kepemimpinan ?
4. Jelaskan tujuan dari kepemimpinan tersebut ?

Daftar Pustaka
Firdina Dewi. Partisipasi Masyarakat dalam Meningkatkan Kesejahteraan
Sosial. Skripsi, Bandung: Universitas Padjadjaran, 1984.
Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto. Kepemimpinan dan Surpervisi
Pendidikan. Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988.
Husein Umar. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2004.
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Grapindo
persada. 1982.
Suparman. Partisipasi Sosial Masyarakat. Jakarta: Direktorat Bina
Sosial Departemen Sosial RI, 1980.

68 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Bab VI
ANTROPOLOGI

Standar Kompetensi
Setelah membahas hal ini di harapkan mahasiswa mampu
memahami, menganalisis dan mengkaji pengertian tentang
Antropologi, Ruang Lingkup dan Perkembangan Antropologi,
Metoda dan Kajian Antropologi, serta Lembaga dan Tujuan
Antropologi.

Kompetensi Dasar
A. Pengertian Antropologi
B. Perkembangan Antropologi
C. Bidang Kajian dan Masalah dalam Antropologi
D. Metoda dan Sasaran Antropologi
E. Lembaga-lembaga Antropologi
F. Tujuan Mempelajari Antropologi

A. PENGERTIAN ANTROPOLOGI
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia atau
antropos dan mempelajari manusia sebagai makhluk sosial dan
makhluk biologi. Sesuai dengan pandangan Koentjaraningrat
mengatakan bahwa antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial
yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu.
Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 69


orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang
berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Antropologi lebih memu-
satkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, dalam
arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama. Antro-
pologi mirip seperti sosiologi, tetapi pada sosiologi lebih menitik-
beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosial.
Antropologi berasal dari kata Yunani, anthropos yang berarti
“manusia” atau “orang”, dan logos yang berarti “wacana” (dalam
pengertian “bernalar”, “berakal”). Antropologi mempelajari ma-
nusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Antro-
pologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada
tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah
yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu
kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan/per-
bedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak di-
perdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode antropologi
sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada pen-
duduk yang merupakan masyarakat tunggal.
Dari pemahaman-pemahaman tersebut di atas, dapat di-
katakan pengertian yang sederhana, yaitu sebuah ilmu yang mem-
pelajari tentang segala aspek dari manusia, yang terdiri dari aspek
fisik dan nonfisik, berupa warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata,
kebudayaan, aspek politik, dan berbagai pengetahuan tentang corak
kehidupan lainnya yang bermanfaat.
Antropologi terbagi dari cabang-cabang ilmu bagian yang
terdiri dari:
a. Paleo Anthropologi, ilmu bagian yang mengkaji asal usul atau
terjadinya/evolusi manusia dengan landasan dari sisa-sisa tubuh
manusia (fosil- fosil) yang sudah tersimpan dalam lapisan bumi
yang sudah beratus-ratus tahun menggunakan metode pengen-
dalian.
b. Antropologi Fisik, dari bagian ilmu yang mencari sejarah

70 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


terjadinya ragam manusia yang dipandang dari sudut ciri-ciri
tubuh baik yang lahir (fenotipe) maupun dari bathin (genotipe)
termasuk antropologi dalam arti luas sama halnya dengan Paleo
Antopologi.
c. Etnolinguistik, Ilmu bagian yang asal mulanya berkaitan erat
dengan ilmu antropologi, bahkan penelitiannya yang berupa
daftar kata-kata, pelukisan tentang ciri-ciri dan tata bahasa yang
tersebar di berbagai tempat di muka bumi ini, terkumpul ber-
sama-sama dengan bahan kebudayaan suku bangsa. Berbagai
metode untuk menganalisis dan mencatat bahasa-bahasa yang
tidak mengenal tulisan.
d. Prehistrori, ilmu yang mempelajari sejarah perkembangan dan
penyebaran semua kebudayaan manusia di muka bumi sebelum
mengenal huruf. Dalam ilmu sejarah, seluruh waktu dari per-
kembangan kebudayaan umat manusia mulai saat terjadinya
makhluk manusia, yaitu kira-kira 800.000 tahun yang lalu hingga
sekarang.
e. Etnologi, ilmu bagian yang mencoba mencapai pengertian
mengenai asas-asas manusia, dengan mempelajari kebudayaan-
kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari sebanyak mung-
kin suku bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi pada masa
sekarang ini. Descriptive intregration dalam etnologi menolah dan
mengintragasikan menjadi satu hasil penelitiandari sub-sub ilmu.

B. PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI
Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga
mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya. Koentjara-
ningrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat
fase sebagai berikut:
Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Manusia dan kebudayaannya, sebagai bahan kajian Antro-
pologi. Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 71


berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika,
Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka
banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai
suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan
penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun
jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubu-
ngan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik,
kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut.
Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut
kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang
bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa.
Kemudian pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa
terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang
ilmiah menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk
mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.

Fase Kedua (tahun 1800-an)


Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun
menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi
masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi
secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka
menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa
primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa
yang tinggi kebudayaannya. Pada fase ini, antopologi bertujuan
akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif
dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-
tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

Fase Ketiga (awal abad ke-20)


Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba mem-
bangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan

72 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul
berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-
pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta
hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan
kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli
untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mem-
pelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar
Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya untuk kepen-
tingan pemerintah kolonial.

Fase keempat (sesudah kira kira 1930)


Dalam fase ini ilmu antropologi mengalami masa perkem-
bangannya yang paling luas, baik mengenai bertambahnya bahan
pengetahuan yang jauh lebih teliti maupun mengenai ketajaman
dari metode-metode ilmiahnya. Selain itu kita lihat dua perubahan
di dunia:
a. Timbulnya antipati terhadap kolonialisme sesudah perang
kedua.
b. Cepat hilangnya bangsa-bangsa primitive (dalam arti bangsa
bangsa asli yang terpencil dari pengaruh kebudayaan Eropa
Amerika), yang sekitar tahun 1930 mulai hilang, dan sesudah
perang dunia ke II memang hampir tidak ada lagi di muka
bumi ini.
Proses-proses tersebut menyebabkan ilmu antropologi seolah-
olah kehilangan lapangan, dan dengan demikian terdorong untuk
mengembangkan lapangan-lapangan penelitian dengan pokok dan
tujuannya yang baru. Adapun warisan dari fase-fase perkembangan
semula, yaitu yang pertama, kedua, dan ketiga, berupa bahan
etnografi dan banyak metode ilmiah, tentu tidak dibuang demikian
saja, tetapi dipakai sebagai landasan bagi perkembangan yang baru.
Perkembangan itu terutama terjadi di universitas-universitas di
Amerika Serikat, tetapi menjadi umum di negara-negara lain juga

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 73


setelah tahun 1951, ketika 60 orang tokoh ahli antropologi dari
berbagai negara Amerika dan Eropa (termasuk Uni Soviet),
mengadakan suatu symposium internasional untuk meninjau dan
merumuskan pokok tujuan dan ruang lingkup dari ilmu antropologi
yang baru itu.
Pokok atau sasaran dari penelitian para ahli antropologi sudah
sejak tahun 1930, memang tidak lagi hanya suku-suku bangsa
primitive yang tinggal di benua-benua di luar Eropa saja, tetapi sudah
beralih kepada manuasia di daerah pedesaan pada umumnya,
ditinjau dari sudut keragaman fisiknya, masyarakatnya, serta ke-
budayaannya. Dalam hal itu, perhatian tidak hanya tertuju kepada
penduduk daerah pedesaan di luar benua Eropa, tetapi juga kepada
suku-suku bangsa di daerah pedesaan di Eropa (seperti suku-suku
bangsa Soami , Flam, Lapp, Albania, Irlandia, penduduk pegu-
nungan Sierra dan lain lain) dan kepada penduduk beberapa kota
kecil di Amerika Serikat (Middletown, Jonesville dan lain lain).
Mengenai tujuannya, ilmu antropologi yang baru dalam fase
perkembangannya yang keempat ini dapat dibagi dua, yaitu tujuan
akademikal dan tujuan praktisnya. Tujuan akademisnya adalah
mencapai pengertian tentang makluk manusia pada umumnya dengan
mempelajari keragaman bentuk fisik, masyarakat, serta kebudayaan. Ka-
rena di dalam praktik ilmu antropologi biasanya mempelajari
masyarakat suku bangsa, maka tujuan praktisnya adalah mempelajari
manusia dalam keragaman masyarakat suku bangsa guna membangun
masyarakat suku bangsa itu.

C. BIDANG KAJIAN DAN MASALAH DALAM ANTROPOLOGI


Antropologi telah berkembang secara ruang lingkup dan batas
lapangan perhatiannya yang luas itu menyebabkan adanya paling
sedikit lima masalah penelitian khusus, yaitu:
1. Masalah sejarah asal dan perkembangan manusia (atau evo-
lusinya) secara biologi

74 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


2. Masalah sejarah terjadinya beragam makhluk manusia di-
pandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya
3. Masalah sejarah asal, perkembangan, dan penyebaran beragam
bahasa yang diucapkan manusia di seluruh dunia
4. Masalah perkembangan, penyebaran, dan terjadinya beragam
kebudayaan manusia di seluruh dunia
5. Masalah mengenai asas-asas kebudayaan manusia dalam ke-
hidupan masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar di
seluruh muka bumi.
Kelima lapangan penelitian untuk memecahkan kelima ma-
salah tersebut demikian luasnya. Masing-masing merupakan ilmu-
ilmu bagian antropologi yang membutuhkan ahli-ahli. Berkaitan
pengusutan kelima lapangan tersebut, ilmu antropologi mengenal
juga ilmu ilmu bagian, yaitu:
1) Paleo-antropologi
2) Antropologi fisik
3) Emolinguistik
4) Prehistori
5) Etnologi
Paleo-antropologi adalah ilmu bagian yang meneliti asal-usul
atau terjadinya dan evolusi manusia dengan mempergunakan sisa-
sisa tubuh yang telah membatu (fosil-fosil manusia) tersimpan da-
lam lapisan-lapisan bumi yang harus didapat oleh si peneliti dengan
berbagai metode penggalian.
Antropologi fisik dalam arti khusus adalah bagian dari ilmu
antropologi yang mencoba mencapai suatu pengertian tentang se-
jarah terjadinya beragam manusia dipandang dari sudut ciri-ciri
tubuhnya. Bahan penelitiannya adalah ciri- ciri tubuh, baik yang lahir
(fenotipe) seperti warna kulit, warna dan bentuk rambut, indeks
tengkorak, bentuk muka, warna mata, bentuk hidung, tinggi dan
bentuk tubuh, maupun yang dalam (genotype), seperti frekuensi

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 75


golongan darah dan sebagainya.
Prehistory, mempelajari sejarah perkembangan dan penyebaran
semua kebudayaan manusia di bumi sebelum manusia mengenal
huruf. Dalam ilmu sejarah, seluruh waktu dari perkembangan ke-
budayaan umat manusia mulai saat terjadinya mahkluk manusia,
yaitu kira-kira 800.000 tahun yang lalu hingga sekarang.
Etnolinguistik atau antropologi linguistic adalah suatu ilmu bagian
yang asal mulanya berkaitan erat dengan ilmu antropologi. Bahkan
penelitiannya yang berupa daftar kata-kata, pelukisan tentang ciri
dan tata bahasa dan beratus ratus bahasa suku bangsa yang tersebar
berbagai tempat d muka bumi ini, terkumpul bersama sama dengan
bahan kebudayaan suku bangsa.
Etnologi adalah ilmu bagian yang mencoba mencapai pe-
ngertian mengenai asas-asas manusia, dengan memperlajari kebu-
dayaan-kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari sebanyak
mungkin suku bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi pada masa
sekarang ini.

D. METODA DAN SASARAN ANTROPOLOGI


Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala cara
yang digunakan dalam ilmu tersebut untuk mencapai suatu kesa-
tuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetahuan
bukanlah suatu ilmu melainkan suatu himpunan pengetahuan saja,
tentang berbagai gejala alam atau masyarakat, tanpa ada kesadaran
tentang hubungan antara gejala-gejala yang terjadi. Kesatuan
pengetahuan itu dapat dicapai oleh para sarjana ilmu yang bersang-
kutan melalui tiga tingkat, yaitu:
1) pengumpulan data,
2) penentuan ciri-ciri umum dan sistem dan
3) verifikasi.
Untuk antropologi-budaya, tingkat ini adalah pengumpulan
fakta mengenai kejadian dan gejala masyarakat dan kebudayaan

76 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


untuk pengolahan secara ilmiah. Dalam kenyataan, aktivitas
pengumpulan fakta di sini terdiri dari berbagai metode mengob-
servasi, mencatat, mengolah dan mendiskripsikan fakta- fakta yang
terjadi dalam masyarakat yang hidup.
Pada umumnya, metode pengumpulan fakta dalam ilmu
pengetahuan dapat digolongkan kedalam tiga golongan dan masing
masing mempunyai perbedaan pokok, yaitu:
(i) penelitian di lapangan
(ii) penelitan di laboratorium
(iii)penelitian dalam perpustakaan.
Dalam penelitian di lapangan (field work), penelitian harus
menunggu terjadi gejala yang menjadi objek observasinya itu.
Sebaliknya dalam penelitian di laboratorium gejala observasi dapat
dibuat dan sengaja diadakan oleh si peneliti. Sedangkan dalam
penelitian perpustakaan, gejala yang akan menjadi objek penelitian
harus dicari dari beratus ratus ribu buku yang beraneka ragam. Se-
lain itu, dalam penelitian di lapangan, peneliti harus masuk ke dalam
objeknya, artinya ia sendiri harus memperhatikan hubungan antara
objek dan dirinya sendiri, sedangkan dalam laboratorium dan per-
pustakaan peneliti berada tetap di luar objeknya, artinya diri sendiri
tidak ada hubungan dengan objek yang diteliti.
Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat
suku bangsa, kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antro-
pologi memiliki tujuan untuk mempelajari manusia dalam bermas-
yarakat suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk mem-
bangun masyarakat itu sendiri. Objek studi antropologi dapat di-
pilah menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek
material adalah sasaran yang menjadi perhatian dalam penyelidikan.
Mengingat lingkup pelajaran antropologi manusia dan budaya, maka
sasaran penyelidikan sebagai objek material sangat luas. Sasaran
penyelidikan yang banyak tersebut pada umumnya juga menjadi
sasaran penyelidikan ilmu pengetahuan sosial lainnya; maka objek

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 77


formal-lah yang membedakan ciri ilmu pengetahuan antropologi
dengan yang lain. Yang dimaksud objek formal adalah cara pen-
dekatan dalam penyelidikan terhadap objek yang sedang menjadi
pusat perhatiannya.
Ada tiga cara pendekatan dalam ilmu antropologi, yaitu
pertama, pengumpulan fakta. Dalam pengumpulan fakta di sini
terdiri dari berbagai metode observasi, mencatat, mengolah dan
melukiskan fakta-fakta yang terjadi dalam masyarakat hidup.
Sedangkan metode-metode pengumpulan fakta dalam ilmu ini
adalah penelitian di lapangan (utama), dan penelitian perpustakaan.
Kedua, penentuan ciri-ciri umum dan sistem. Hal ini adalah tingkat
dalam cara berpikir ilmiah yang bertujuan untuk menentukan ciri-
ciri umum dan sistem dalam himpunan fakta yang dikumpulkan
dalam suatu penelitian. Adapun ilmu antropologi yang bekerja
dengan bahan berupa fakta-fakta yang berasal dari sebanyak mungkin
macam masyarakat dan kebudayaan dari seluruh dunia, dalam hal
mencari ciri-ciri umum di antara aneka warna fakta masyarakat itu
harus mempergunakan berbagai metode membandingkan atau me-
tode komparatif. Ketiga, verifikasi. Dalam kaitan ini, ilmu antro-
pologi menggunakan metode verifikasi yang bersifat kualitatif.
Dengan mempergunakan metode kualitatif, ilmu ini mencoba mem-
perkuat pengertiannya dengan menerapkan pengertian itu dalam
kenyataan beberapa masyarakat yang hidup, tetapi dengan cara
mengkhusus dan mendalam.

E. LEMBAGA-LEMBAGA ANTROPOLOGI
Koentjaraningrat (2009) menyatakan lembaga lembaga antro-
pologi biasanya memberi peranan kepada para ahli yang melakukan
proyek proyek penelitian, meyelenggarakan pertemuan-pertemuan
atau kongres-kongres ilmiah, tempat para peneliti dapat berjumpa
untuk bertukar fikiran. Salah satu majalah antropologi yang paling
penting dan perlu dimiliki oleh setiap ahli antropologi atau tiap
orang yang ingi menjadi ahli antropologi. Dalam terbitannya majalah

78 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


antropologi yang diterbitkan lebih dari 30 negara yang ada di seluruh
dunia. Tiga yang paling penting diantaranya :
o American anthropological association. Perkumpulan ini mengadakan
kongres nasional tiap tahun, tempat para ahli Amerika dapat
mengumpulkan dan saling mendiskusikan hasil-hasil penelitian
mereka masing-masing.
o American association of physical anthropology, yang menghimpun
aktivitas penelitian antropologi fisik di Amerika, antara lain
dengan menerbitkan majalah ilmiah american journal of physical
anthropology.
o Universitas Yale di Kota New Haven mempunyai suatu lembaga
bernama Institute of Human Relations. Lembaga ini menjaga
dengan suatu sistem kartu besar yang memuat data serta bahan
keterangan etnografis tentang sebanyak mungkin kebudayaan
yang tersebar di seluruh dunia.

F. TUJUAN MEMPELAJARI ANTROPOLOGI


Haviland (1988) mengatakan antropologi adalah studi yang
mempelajari tentang umat manusia yang dilihat dari bentuk fisik,
biologis dan menurut evolusinya, menyusun generalisasi yang
bermanfaat tentang manusia dan prilakunya, dan untuk mempe-
roleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
Di dalam antropologi juga dipelajari tentang kebudayaan manusia
dan cara hidupnya di dalam masyarakat. Dalam bidang antropologi
budaya termasuk dalam ilmu para ahli arkeologi, dengan mene-
rangkan perilaku manusia dengan mempelajari obyek material, yang
didapat dari kebudayaan masa lampau. Etnologi mempelajari
kebudayaan yang dapat dihayati dan didiskusikan yang akan
dipahami.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 79


Kesimpulan
- Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang
manusia baik dari segi budaya, perilaku, keanekaragaman, dan
lain sebagainya.
- Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat
suku bangsa, kebudayaan, dan prilakunya. Objek studi antro-
pologi dapat dipilah menjadi dua, yaitu objek material dan objek
formal.
- Tujuan mempelajari antropologi adalah untuk mempelajari ten-
tang umat manusia yang dilihat dari bentuk fisik, biologis dan
menurut evolusinya, menyusun generalisasi yang bermanfaat
tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pe-
ngertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.

Daftar Pertanyaan
1. Jelaskan apa arti antropologi ?
2. Coba jelaskan ilmu-ilmu bagian dari antropologi !
3. Sebutkan serta jelaskan lembaga-lembaga dalam antropologi !
4. Sebutkan masalah masalah di dalam antropologi !

Daftar Pustaka
Abdurrahmat Fathoni. Antropologi Sosial Budaya. Jakarta: Rineka
Cipta, 2006.
C.H.M. Palm. Sejarah Antropologi Budaya. Bandung: Jemmars, 1980.
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta,
2009.
William A.Haviland dan R.G. Soekadijo. Antropologi. Jakarta:
Erlangga, 1988.

80 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Bab VII
KEBUDAYAAN

Standar Kompetensi
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa dapat mengetahui
dan memahami tentang kebudayaan, fungsi kebudayaan, wujud
dan unsur kebudayaan, lembaga kebudayaan, sejarah kebudayaan
dan faktor penyebab terjadinya perubahan kebudayaan, sehingga
dapat menganalisa secara riil di dalam kehidupan bermasyarakat.

Kompetensi Dasar
Setelah mempejarai pembahasan ini, mahasiswa diharapkan
dapat mempelajari:
A. Pengertian Kebudayaan
B. Fungsi Kebudayaan
C. Wujud dan Unsur Kebudayaan
D. Lembaga-Lembaga Kebudayaan
E. Sejarah Pertumbuhan Kebudayaan
F. Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Kebudayaan

A. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Berdasarkan pandangan ilmu Antropologi, kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan proses belajar (Koentjaraningrat, 2009). Sementara itu

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 81


berdasarkan pandangan ilmu Sosiologi, kebudayaan berasal dari
(bahasa Sansekerta) buddhaya yang merupakan bentuk jamak kata
“buddhi” yang berati budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai
hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Kata culture me-
rupakan istilah dari bahasa asing yang sama artinya dengan kebu-
dayaan, yang artinya mengelola atau menerjalkan, yaitu mengelola
tanah atau bertani, yang kemudian diartikan lagi segala daya dan
kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Seorang pakar Antropologi, E.B Tylor (1871), mendefinisikan
kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, ke-
percayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemam-
puan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh
manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan mencakup semua
yang didapatkan atau yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari
dari pola-pola perilaku yang normatif, yang artinya mencakup segala
cara-cara atau pola-pola berfikir, merasakan, dan bertindak (Soekanto,
2006).

B. FUNGSI KEBUDAYAAN
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi ma-
nusia dan masyarakat. Bermacam-macam kekuatan yang harus
dihadapi masyarakat, seperti kekuatan alam dimana dia bertempat
tinggal maupun kekuatan-kekuatan lainnya di dalam masyarakat
itu sendiri. Dikatakan sebagian besar kemampuan manusia terbatas
sehingga kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptaannya
juga terbatas.
Masyarakat mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang
sangat perlu untuk pergaulan kemasyarakatan. Kebudayaan me-
ngatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya ber-
tindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau berhubungan dengan
masyarakat lainnya. Setiap orang akan selalu menciptakan ke-
biasaan bagi dirinya sendiri (Soekanto, 2006).

82 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


C. WUJUD DAN UNSUR KEBUDAYAAN
Kebudayaan dari setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari
unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan dari
suatu kebulatan yang bersifat sebagi kesatuan. Misalnya dalam
kebudayaan Indonesia dapat dijumpai unsur besar seperti Majelis
Permusyawaratan Rakyat di samping adanya unsur-unsur kecil
seperti misalnya sisir, kancing, baju dan lain-lainnya yang dijual di
pinggir jalan.
1. Menurut Melville J. Herskovit mengajukan adanya 4 unsur
pokok dari kebudayaan, yaitu:
a. alat-alat teknologi
b. system ekonomi
c. keluarga
d. kekuasan politik
2. Menurut Bronislaw Malinowski unsur-unsur kebudayaan, yaitu:
a. sistem norma-norma yang memungkinkan kerja sama antara
para anggota masyarakat agar menguasai alam sekelilingnya.
b. organisasi ekonomi.
c. alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk
pendidikan. Perlu diingat bahwa keluarga merupakan lem-
baga pendidikan yang utama.
d. organisasi kekuatan.
Masing-masing unsur tersebut diklasifikasikan ke dalam bebe-
rapa macam unsur-unsur kebudayaan untuk kepentingan ilmiah
dan analisa unsur-unsur yang pokok atau besar dari kebudayaan
lazim disebut cultural universals, yaitu dapat dijumpai pada setiap
kebudayaan dimanapun di dunia ini.
Inti pendapat-pendapat para sarjana itu menunjukan pada
adanya tujuh unsur-unsur kebudayan yang dianggap sebagai
cultural universals, yaitu:

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 83


a. Peralataan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian,
perumahan, alat-alat rumah tangga senjata, alat-alat pro-
duksi, transportasi dan sebagainya).
b. Mata pencariaan hidup dan sistem-sistem ekonomi (perta-
nian, perternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan
sebagainya)
c. Sistem kemasyarakatan
d. Bahasa
e. Kesenian
f. Sistem pengetahuan
g. Religi (sistem kepercayaan)
3. Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi
tiga, yaitu gagasan, aktivitas, dan artefak.
· Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan, nila-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya
yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud
kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemi-
kiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku
hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
· Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan ber-
pola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula
disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari akti-
vitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan
kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-
pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya
konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati
dan didokumentasikan.

84 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


· Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masya-
rakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, di-
lihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara
ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud
kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebu-
dayaan yang lain. Sebagai contoh wujud kebudayaan ideal me-
ngatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya
(artefak) manusia.
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan
atas dua komponen utama:
· Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masya-
rakat yang nyata dan konkret. Termasuk dalam kebudayaan
material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari
suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisan,
senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga men-
cakup barang-barang seperti televisi, pesawat terbang, sta-
dion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin
cuci.
. Kebudayaan non-material
Kebudayaan non-material adalah ciptaan-ciptaan abstrak
yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa
dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

D. LEMBAGA-LEMBAGA KEBUDAYAAN
Lembaga kebudayaan atau lembaga kemasyarakatan meru-
pakan terjemahan langsung dari istilah social–intitution. Lembaga
menunjuk pada suatu bentuk, sekaligus juga mengandung pe-

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 85


ngertian yang abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-
peraturan tertentu yang menjadi ciri-ciri lembaga tersebut. Seperti
kebutuhan akan mata pencarian hidup menimbulkan lembaga ke-
budayaan atau kemasyarakatan seperti pesantren, taman kanak-
kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi, dan
sebagainya. Dari contoh tersebut bahwa lembaga terdapat di dalam
setiap masyarakat atau kebudayaan.
Lembaga kemasyarakatan atau kebudayaan dianggap sebagai
peraturan apabila norma-norma tersebut membatasi serta mengatur
perilaku orang-orang. Perilaku perseorangan yang dianggap sebagai
peraturan merupakan hal yang sekunder bagi lembaga kemasya-
rakatan atau kebudayaan (Soekanto, 2006).

E. SEJARAH PERTUMBUHAN KEBUDAYAAN


1. Zaman Batu dan Logam
Indonesia adalah bangsa yang besar dengan sejarah kebuda-
yaan yang sangat panjang. Menurut hasil temuan-temuan yang ada
kebudayaan Indonesia sudah dimulai dari zaman batu, kira-kira
1,7 juta tahun yang lalu. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli
prehistoris, zaman batu dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Zaman Batu Tua (Paleolitikum)
Periode zaman ini antara tahun 50.000 SM–10.000 SM.
Pada zaman ini, manusia hidup secara nomaden dalam kum-
pulan kecil untuk mencari makanan. Mereka memburu bi-
natang, menangkap ikan, dan mengambil hasil hutan sebagai
makanan. Mereka belum bisa bercocok tanam. Mereka
menggunakan batu, kayu, dan tulang binatang untuk mem-
buat peralatan memburu. Mereka membuat pakaian dari
kulit binatang tangkapan mereka. Selain itu, mereka telah
pandai menggunakan api untuk memasak, memanaskan
badan dan mengusir binatang.

86 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


b. Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum)
Ketika masa mesolitikum, penduduk Indonesia sudah mulai
hidup dengan cara menetap dan sudah mulai bercocok tanam
secara sederhana untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka,
disamping berburu hewan dan menangkap ikan. Tempat
tinggal yang mereka pilih umumnya berlokasi di tepi pantai
dan goa-goa.

c. Zaman Batu Muda (Neolitikum)


Zaman ini benar-benar membawa revolusi dalam kehidupan
manusia. Mereka telah hidup menetap, membuat rumah,
membentuk kelompok masyarakat desa, bertani dan ber-
ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sejalan dengan
itu revolusi alat-alat penunjang kehidupan pun terjadi. Se-
telah masa Neolitikum, kemudian kebudayaan Indonesia
berlanjut ke masa zaman logam. Hal ini ditandai dengan
dikenalnya teknik untuk mengecor/mencairkan logam dari
biji besi dan menuangkan ke dalam cetakan-cetakan serta
mendinginkannya. Oleh karena itulah mereka mampu
membuat aneka ragam senjata berburu dan berperang serta
alat-alat lain yang mereka perlukan.

2. Kebudayaan Hindu dan Budha


Berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga
maupun dengan yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan
wilayah Timur tengah, di Indonesia pun mulai berkembang
kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha. Agama Hindu masuk ke
Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi (sekitar abad ke 2
sampai abad ke 4), dibawa oleh para musafir dari India antara lain:
Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara
Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok, yakni
musafir Budha Pahyien.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 87


Agama Budha sendiri mulai masuk ke Indonesia pada sekitar
abad ke-5. Agama ini di kemudian hari berkembang lebih pesat di-
karenakan dalam agama Budha tidak menghendaki adanya kasta-
kasta dalam masyarakat. Kedua agama tersebut tumbuh dan ber-
kembang secara berdampingan secara damai. Kebudayaan Hindu
dan Budha berakulturasi dengan kebudayaan asli Indonesia yang
sebelumnya telah ada. Masa kedua agama tersebut ditandai dengan
munculnya banyak kerajaan-kerajaan di Nusantara.

3. Kebudayaan Islam
Pada abad ke-11 diperkirakan agama Islam telah masuk ke
Indonesia, khususnya daerah Jawa dan Sumatera. Hal ini ditandai
dengan ditemukannya makam dari seorang wanita Islam di Kota
Gresik. Islam sendiri masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan,
dibawa oleh para saudagar-saudagar yang berasal dari Timur Tengah.
Karena Islam masuk dengan damai tanpa adanya pemaksaan, Islam
pun dengan cepat dapat berkembang di Indonesia.
Bersamaan dengan makin surutnya kejayaan Majapahit di Nu-
santara pada abad ke-15, muncullah kerajaan-kerajaan Islam di
Nusantara. Kerajaan-kerajaan yang dimaksud adalah kerajaan
Malaka di Semenanjung Malaka, kerajaan Aceh di Ujung Pulau
Sumatera, kerajaan Banten di Jawa Barat, kerajaan Demak di Pesisir
Utara Jawa Tengah.
Persebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa sebagian
besar dilakukan oleh Wali Songo. “Walisongo” berarti sembilan
orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel,
Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan
Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup
pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai
keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan
guru-murid.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha

88 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan
Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia,
khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan.
Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan
Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan
masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat
“sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Sekarang agama Islam telah menjadi agama terbesar di Indo-
nesia dengan persentase sekitar 90% pemeluknya. Bahkan Indo-
nesia sekarang adalah negara dengan jumlah pemeluk agama Islam
di dunia. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa kebudayaan Islam adalah
pemberi saham yang besar dalam perkembangan kebudayaan dan
kepribadian bangsa.

4. Kebudayaan Barat
Dimulai dengan kedatangan bangsa Portugis tahun 1512 di
Ternate, setelah itu disusul oleh Spanyol dan Belanda. Inilah awal
dari masuknya kebudayaan Barat di Indonesia. Portugis dan Belanda
yang akhirnya menjajah Nusantara juga menyebarkan agama Nas-
rani di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang hampir belum
tersentuh agama Islam.
Selama sekitar 350 Indonesia dijajah oleh bangsa asing, selama
itu pula Indonesia mendapat masukan kebudayaan dari barat.
Setelah Indonesia dikuasai mereka, munculnya budaya-budaya barat,
contohnya bangunan-bangunan bergaya arsitektur barat, tradisi-tradisi
dari barat seperti acara pesta dansa, dan lain-lain.

5. Kebudayaan dan Kepribadian


Sudah menjadi watak dan kepribadian Timur pada umumnya,
serta masyarakat Jawa khususnya, bahwa dalam menerima setiap
kebudayaan yang datang dari luar, kebudayaan yang dimilikinya
tidaklah diabaikan. Hal ini harus dipertahankan terus untuk mem-

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 89


filter kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan kita.
Kita harus menjaga kebudayaan kita dengan baik agar kebudayaan
kita berkembang makin baik dan tidak kehilangan jati diri sebagai
bangsa Indonesia.

F. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERUBAHAN


KEBUDAYAAN
1. Faktor intern
a. Perubahan Demografis
Perubahan demografis di suatu daerah biasanya cenderung
terus bertambah, akan mengakibatkan terjadinya perubahan
di berbagai sektor kehidupan. Contohnya bidang per-
ekonomian, pertambahan penduduk, akan mempengaruhi
persediaan kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
b. Konflik Sosial
Konflik sosial dapat mempengaruhi terjadinya perubahan
kebudayaan dalam suatu masyarakat. Contohnya konflik
kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk
setempat di daerah transmigrasi, untuk mengatasinya peme-
rintah mengikutsertakan penduduk setempat dalam prog-
ram pembangunan bersama sama para transmigran.
c. Bencana Alam
Bencana alam yang menimpa masyarakat dapat mempe-
ngaruhi perubahan. Contohnya bencana banjir, longsor,
letusan gunung berapi masyarakat akan dievakuasi dan di-
pindahkan ketempat yang baru. Disanalah mereka harus
beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya setem-
pat sehingga terjadi proses asimilisasi maupun akulturasi.
d. Perubahan Lingkungan Alam
Perubahan lingkungan ada beberapa faktor misalnya pen-
dangkalan muara sungai yang membentuk delta, rusaknya

90 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


hutan karena erosi atau perubahan iklim sehingga mem-
bentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah
kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan mem-
punyai daya adaptasi dengan lingkungan setempat.

2. Faktor Ekstern
a. Perdagangan
Indonesia terletak pada jalur perdagangan Asia Timur
dengan India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah
sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang besar.
Selain berdagang mereka juga memperkenalkan budaya pada
masyarakat setempat.
b. Penyebaran Agama
Masuknya unsur-unsur agama Hindu dari India atau budaya
Arab bersamaan proses penyebaran agama Hindu dan Islam
ke Indonesia. Demikian pula masuknya unsur-unsur budaya
barat melalui proses penyebaran agama Kristen dan Kolo-
nialisme.
c. Peperangan
Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia umumnya menim-
bulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam
suasana tersebut ikut masuk pula unsur-unsur budaya bangsa
asing ke Indonesia.

Kesimpulan
- Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebu-
dayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola
perilaku yang normatif.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 91


- Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana
seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau ber-
hubungan dengan masyarakat lainnya.
- Adanya empat unsur pokok dari kebudayaan, yaitu alat-alat
teknologi, sistem ekonomi, keluarga, dan kekuasan politik.
- Lembaga kemasyarakatan atau kebudayaan dianggap sebagai
peraturan apabila norma-norma tersebut membatasi serta me-
ngatur perilaku orang-orang. Perilaku perseorangan yang di-
anggap sebagai peraturan merupakan hal yang sekunder bagi
lembaga kemasyarakatan atau kebudayaan.
- Kebudayaan paling sedikit memiliki tiga wujud, yaitu gagasan
aktivitas, dan artefak.
- Faktor–faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perubahan
kebudayaan ada dua, yakni faktor intern (konflik sosial,
bencana alam, dan perubahan lingkungan alam) dan faktor
ekstren (perdagangan, penyebaraan agama, dan peperangan).

Daftar Pertanyaan
1. Jelaskan maksud dari kebudayaan ?
2. Jelaskan empat unsur pokok kebudayaan ?
3. Jelaskan sejarah kebudayan yang terjadi di negara kita ?
4. Jelaskan wujud dari kebudayaan ?

Daftar Pustaka
Abdulkadir Muhammad. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2005.
Hari Poerwanto, Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010.
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Grafindo
Persada, 1982.

92 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Bab VIII
FAKTOR-FAKTOR SOSIAL BUDAYA
DAN TEORI-TEORI BUDAYA

Standar Kompetensi
Setelah membahas hal ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami, menganalisis dan mengkaji teor-teori kebudayaan
seperti faktor sosial budaya, determinasi, akulturasi, asimilasi, struktur
fungsional, inovasi, dan religi.

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari pembahasan ini mahasiswa diharapkan
dapat:
A. Faktor Sosial Budaya
B. Determinasi
C. Struktur Fungsional
D. Asimilasi
E. Akulturasi
F. Inovasi
G. Religi

A. FAKTOR SOSIAL BUDAYA


Suatu perubahan yang terjadi dalam masyarakat, maka perlu
diketahui sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya perubahan-
perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam apa dapat sebabnya
terjadi suatu perubahan dalam masyarakat, maka pada umumnya

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 93


dapat dikatakan, bahwa yang diubah mungkin dengan sadar,
mungkin juga tidak dengan sadar oleh masyarakat adalah sesuatu
yang dianggap sudah tidak memuaskan lagi adanya. Adapun
sebabnya masyarakat merasa tidak puas lagi pada suatu faktor
mungkin karena ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat
sebagai pengganti dari faktor yang lama itu. Mungkin juga mas-
yarakat mengadakan perubahan itu karena terpaksa untuk
menyesuaikan suatu faktor dengan faktor-faktor lain yang sudah
mengalami perubahan terlebih dahulu.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa sebab-sebab tersebut
sumbernya mungkin ada yang terletak didalam masyarakat itu.
Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri adalah
antara lain:
1. Bertambah atau berkurangnya penduduk.
Pertambahan penduduk yang sangat cepat di pulau jawa,
menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat,
terutama yang menyangkut lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Lembaga sistem hak milik atas tanah mengalami perubahan-
perubahan orang mengenal hak individual atas tanah sewa, tanah
gadai, tanah bagi hasil dan selanjutnya, yang sebelumnya tidak dikenal.
Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan karena ber-
pindahnya penduduk tersebut mungkin mengakibatkan
kekosongan, misalnya dalam bidang pembagian kerja, stratifikasi
sosial dan selanjutnya yang mempengaruhi lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Perpindahan penduduk atau migrasi telah
berlangsung beratus-ratus ribu tahun lamanya di dunia ini. Hal itu
adalah sejajar dengan bertambah banyaknya manusia penduduk
bumi ini. Pada masyarakat-masyarakat yang mata pencahariannya
yang utama adalah berburu, perpindahan sering dilakukan, hal mana
tergantung dari persediaan hewan-hewan buruannya. Apabila
hewan-hewan tersebut habis, maka mereka akan berpindah ke
tempat-tempat lainnya.

94 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


2. Penemuan-penemuan baru
Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang
terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, adalah inovasi
atau innovation. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru,
jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian
dari masyarakat. Cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima,
dipelajari, dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersang-
kutan. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya
perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian-
pengertian discovery dan invention. Discovery adalah penemuan dari
suatu unsur kebudayaan yang baru, baik yang berupa suatu alat
baru, ataupun yang berupa suatu ide yang baru, yang diciptakan
oleh seorang individu untuk atau suatu rangkaian ciptaan-ciptaan
dari individu-individu dalam masyarakat yang bersangkutan.
Adapun discovery tadi baru menjadi invention kalau masyarakat sudah
mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru itu. Sering-
kali proses dari discovery sampai invention membutuhkan tidak hanya
satu individu, yaitu si pencipta saja, akan tetapi suatu rangkaian
dari pencipta-pencipta.
Penemuan dari mobil misalnya, di mulai dengan usaha dari
seorang Austria, yaitu S. Marcus yang dalam tahun 1875 membuat
motor gas yang pertama. Sebetulnya sistem motor gas tersebut juga
telah merupakan suatu hasil dari rangkaian ide yang telah dikem-
bangkan sebelumnya. Sungguhpun demikian, Marcus lah yang telah
membulatkan penemuan tersebut, dan yang untuk pertama kalinya
menghubungkan motor gas tersebut dengan sebuah kereta sehingga
kereta tersebut dapat berjalan tanpa di tarik oleh seekor kuda. Itulah
saatnya mobil menjadi suatu discovery. Baru setelah 30 tahun ke-
mudian sesudah suatu rangkaian sumbangan-sumbangan dari
banyak pencipta lain yang menambah perbaikan mobil tersebut,
maka mobil itu menjadi suatu bentuk sehingga dapat dipakai seba-
gai alat pengangkutan oleh manusia dengan cukup praktis dan
aman. Bentuk mobil semacam itu yang dapat paten di Amerika

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 95


serikat tahun 1911, dapat disebut sebagai permulaan dari kendaraan
mobil yang pada masa sekarang menjadi salah satu alat yang amat
penting dalam kehidupan masyarakat manusia. Dengan tercapainya
bentuk itu, maka kendaraan mobil menjadi suatu “invention”.
Pada saat suatu penemuan itu menjadi suatu invention, proses
inovasi belum selesai. Sesungguhpun kira-kira sesudah 1911
produksi mobil dimulai tetapi mobil tersebut masih belum dikenal
masyarakat. Penyebaran dari alat pengangkutan tersebut masih
harus dipropagandakan kepada khalayak ramai. Maka waktu itu
biaya produksi mobil demikian tinggginya, sehingga hanya suatu
golongan yang sangat kecil dalam masyarakat yang dapat mem-
belinya. Masih diperlukan rangkaian penelitian dan penemuan-
penemuan lagi yang akan dapat menekan biaya produksi menjadi
serendah mungkin. Suatu persoalan lain yang juga harus dihadapi
adalah apakah masyarakat sudah siap untuk memilikinya dan me-
nerimanya, oleh karena misalnya diperlukan pembuatan jalan-jalan
raya yang baru. Seluruh proses tersebut, dimana sebuah mobil harus
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, dan sebaliknya dimana
masyarakat harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan
dari mobil, merupakan proses inovasi dari mobil tersebut.
Di Indonesia, banyak dijumpai persoalan-persoalan yang
menyangkut mobil tersebut; walaupun masih ada masyarakat yang
mengenalnya, pada umumnya masyarakat Indonesia dan bahkan
sudah merasakan naik mobil. Akan tetapi mobil tersebut hanya
terbeli oleh golongan tertentu saja. Kecuali itu masih dihadapi
persoalan–persoalan seperti pembuatan jalan-jalan raya dan peme-
liharaannya diperlukan pula pengetahuan mengenai pemeliharaan
mobil penyediaan onderdil mobil yang cukup, kendaraan untuk
mematuhi peraturan-peraturan lalu lintas, persoalan parkir mobil
di kota-kota besar dan seterusnya.
Apabila ditelaah lebih lanjut perihal penemuan-penemuan
baru, ada beberapa pendorong bagi penemuan-penemuan baru

96 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


tersebut dalam masyarakat. Pendorong-pendorong bagi individu
mencari penemuan-penemuan baru adalah antara lain:
a. Kesadaran dari orang perorangan akan kekurangan dalam
kebudayaannya.
b. Kualitas dari ahli dalam suatu kebudayaan.
c. Perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam mas-
yarakat.
Di dalam setiap masyarakat tentu ada orang yang akan adanya
kekurangan dalam kebudayaan masyarakatnya. Diantara orang-
orang tersebut banyak menerima kekurangan-kekurangan tersebut
sebagai sesuatu hal yang memang harus diterima saja. Lain orang
mungkin tidak puas dengan keadaan, akan tetapi tidak mampu
untuk memperbaiki keadaan tersebut. Mereka inilah yang meru-
pakan pencipta-pencipta hal-hal yang baru tadi.
Keinginan akan kualitas dari ahli-ahli dalam suatu masyarakat,
juga merupakan suatu pendorong bagi terciptanya penemuan-
penemuan baru. Keinginan dari para ahli tersebut untuk mem-
pertinggi kualitas dari hasil-hasil karya merupakan pendorong
baginya untuk meneliti kemungkinan-kemungkinan dibuatnya
ciptaan-ciptaan yang baru. Seringkali bagi mereka yang telah mene-
mukan yang baru diberikan hadiah atau tanda jasa atas jerih payah-
nya. Hal ini merupakan pendorongan bagi mereka untuk lebih ber-
giat lagi. Perlu diketahui bahwa juga penemuan baru dalam kebu-
dayaan rohaniah, dapat pula menyebabkan terjadi perubahan-
perubahan. Khususnya mengenai penemuan dalam kebudayaan
jasmaniah atau kebendaan, dapat mengakibatkan pengaruh yang
bermacam-macam dalam masyarakat.

B. DETERMINASI
C.H.M. Palm (1980) mengatakan, gagasan determinasi sosial
atas pengetahuan disajikan sebagai premis pertama dari pemikir
sosial klasik Marx dan Durkheim. Dalam kasus Marx dimaksudkan

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 97


seba-gai pernyataan filosopis dan historis yang menandai keretakan
dari seluruh tradisi pemikir di Jerman dulu dan kini. Ia merupakan
pernyataan yang memperhatikan seluruh segi kesadaraan dan piki-
ran manusia. Marx dan Sosiolog setelahnya berargumen, bahwa
dalam analisis terakhir pengetahuan (termasuk kepercayaan dan
sistem kepercayaan manusia), secara mendalam dipengarungi oleh
bentuk-bentuk organisasi sosial yang berkuasa semua pemikiran
dan pengetahuan dideterminasi oleh aktifitas produktif masyarakat,
disusun seperti tampaknya dan struktur-struktur material kerja,
institusi-institusi kerja dan pemerintahan, dan bentuk-bentuk
teknologi.
Dalam tulisannya, Marx berulang-ulang menggunakan perbe-
daan antara dasar material atau substruktur–dunia relasi-relasi
ekonomi-dan superstuktur-atau dunia budaya dan gagasan. Per-
bedaan tersebut dimulai dalam “Preface to A contribution to a critique
of political ekonomi“ nya Marx. Gagasan-gagasan tersebut disajikan
sebagai azas-azas pedoman bagi kajian sosiologis ke dalam jajaran–
luas subyek masalah. Semua dari gagasan itu dikosentrasikan pada
pengaruh sosial dan fikiran kontribusi faktor-faktor sosial pada
bentuk-bentuk berbeda dari agama, seni, dan hukum; sosiologi opini
public dan komunikasi masa; sosiologi kaum intelektual dan elit;
sosial historisnya pandangan-pandangan dunia; penelitian-pene-
litian ke dalam perspektif yang berbeda dari generasi-generasi;
kondisi-kondisi sosial yang memunculkan gaya-gaya fikiran dan
ideologi yang berbeda.
Dalam satu cara atau yang lain, sosiologi pengetahuan dan
sebenarnya semua ilmu sosial mengenai pokok soal tersebut,
didominasi oleh tekanan yang di berikan pada “Masyarakat” atau
“Struktur sosial“ dalam pemahaman pada setiap segi budaya dan
kehidupan sosial. Tekanan ini memandu pemikiran sosiolog
berbahasa–Inggris sampai secara relati baru–baru ini. Institusi-
institusi, kelompok-kelompok, kelas-kelas (apa yang sosiolog sebut
“struktur sosial”) dan kondisi-kondisi material dilihat sebagai

98 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


kekuatan pokok dalam pengembangan eksistensi sosial dan budaya
masyarakat. Dunia pengetahuan dikaji sebagai bagian dari budaya,
yang dipahami termasuk bahasa, seni, hukum, dan agama. Me-
ngikuti pandangan ini, segala jarak dari kondisi sosial dan material
terdiri dari dunia primer, kondisi-kondisi riil dari situs budaya
diperoleh.”Setiap gagasan anda “kita membaca dalam Manifesto
communist, “merupakan hasil pertumbuhan dari kondisi-kondisi borjuis
anda”

C. STRUKTUR FUNGSIONAL
Vago (1996) mengatakan struktur fungsional adalah sebuah
sudut pandang luas dalam dan yang berupaya menafsirkan mas-
yarakat sebagai sebuah dengan bagian-bagian yang saling ber-
hubungan. Fungsional menafsirkan masyarakat secara keseluruhan
dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya terutama dan
sebuah analogi umum yang dipopulerkan menampilkan bagian-
bagian masyarakat ini sebagai “organ” yang bekerja demi ber-
fungsinya seluruh “badan” secara wajar. Dalam arti paling men-
dasar, istilah ini menekankan “upaya untuk menghubungkan, sebisa
mungkin, dengan setiap fitur, adat, atau praktik, dampak terhadap
berfungsinya suatu sistem yang stabil dan kohensif. “Bagi” struktur
fungsional” mendeskripsikan suatu tahap tertentu dalam pengem-
bangan metodologis, bukan sebuah mazhab pemikiran.
Teori struktur fungsional adalah suatu bangunan teori yang
paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial diabad sekarang.
Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional, yaitu
Auguste Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran
structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu
terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan tersebut me-
rupakan hasil atau konsekuensi agar organism tersebut tetap dapat
bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan struktural fung-
sional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 99


Teori ini awalnya berangkat dari pemikiran Durkheim,
dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Comte dan
Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik
kemudian dikembangkan Spencer dengan membandingkan dan
mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, sehingga
akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite
functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisis substantif
Spencer dan pergerakan analisis fungsional. Dipengaruhi oleh
kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminologi orga-
nismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat
adalah sebuah kesatuan dimana didalamnya terdapat bagian-bagian
yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai
fungsi masing-masing yang membuat sistem menjadi seimbang.
Bagian tersebut saling interdepidensi satu sama lain dan fungsional,
sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseim-
bangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Dur-
kheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural
fungsional.
Selain dari Durkheim,teori struktural fungsional ini juga
dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber. Secara umum, dua aspek
dari studi weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah :
1. Visi substantif mengenai tindakan sosial dan
2. Strateginya dalam menganalisis struktur sosial.
Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam
perkembangan pemikiran Parsons dalam menjelaskan mengenai
tindakan aktor dalam mengintegrasikan keadaan.
Seperti penjelasan singkat sebelumnya, Merton mengkritik
apa yang dilihatnya sebagai tiga postulat dasar analisis fungsional.
Hal ini pula seperti yang pernah dikembangkan oleh Malinowski
dan Radcliffe Brown. Adapun beberapa postulat tersebut antara
lain:

100 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


1. Kesatuan fungsi masyarakat, seluruh kepercayaan dan praktik
sosial budaya standar bersifat fungsional bagi masyarakat secara
keseluruhan maupun bagi individu dalam masyarakat, hal ini
berarti sistem sosial yang ada pasti menunjukan tingginya level
integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal ini tidak
hanya berlaku pada masyarakat kecil tetapi generalisasi pada
masyarakat yang lebih besar.
2. Fungsionalisme universal, seluruh bentuk dan struktur sosial
memiliki fungsi positif. Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa
dalam dunia nyata tidak seluruh struktur, adat istiadat, gagasan
dan keyakinaan, serta sebagainya memiliki fungsi positif. Di-
contohkan pula dengan struktur sosial dengan adat istiadat yang
mengatur individu bertingkah laku kadang-kadang membuat
individu tersebut depresi hingga bunuh diri. Postulat struktural
fungsional menjadi bertentangan.
3. Indispensability, aspek standar masyarakat tidak hanya memiliki
fungsi positif namun juga merepresentasikan bagian-bagian
yang tidak tepisahkan dari keseluruhan. Hal ini berarti fungsi
secara fungsional diperlukan oleh masyarakat. Dalam hal ini
pertentangan Merton pun sama dengan parson bahwa ada
berbagai alternative structural dan fungsional yang ada didalam
masyarakat yang tidak dapat dihindari.
Argumentasi Merton dijelaskan kembali bahwa seluruh
postulat yang dijabarkan tersebut terstandar pada pernyataan non
empiris yang didasarkan sistem teoritik. Merton mengungkapkan
bahwa seharusnya postulat yang ada didasarkan empirik bukan
teorika. Sudut pandangan Merton bahwa analisis struktural fung-
sional memusatkan pada organisasi, kelompok, masyarakat dan
kebudayaaan, objek-objek yang dibedah dari struktural fungsional
haruslah terpola dan berlangsung, merepresentasikan unsur standar.
Awalnya aliran fungsionalis membatasi dirinya dalam meng-
kaji masyarakat secara keseluruhan, namun Merton menjelaskan

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 101


bahwa dapat juga diterapkan pada organisasi, institusi dan kelompok.
Dalam penjelasan ini Merton memberikan pemikiran tentang the
middle renge theory. Merton mengemukakan bahwa para ahli sosiologi
lebih maju lagi dalam peningkatan kedisiplinan dengan mengem-
bangkan “Teori – teori taraf menengah” dari pada teori–teori besar.
Teori taraf menengah itu didefinisikan oleh Merton sebagai : Teori
yang terletak antara hipotesa kerja yang kecil tetapi perlu, yang
berkembang semakin besar dari hari ke hari, dan usaha yang men-
cakup semua keseragaman yang di amati dalam prilaku sosial. Teori
taraf menengah pada prinsipnya digunakan dalam sosiologi untuk
membimbing penelitian empiris. Dia merupakan jembatan peng-
hubung teori umum mengenai sistem sosial yang terlalu jauh dari
kelompok-kelompok prilaku tertentu, organisasi, dan perubahan
untuk mempertanggungjawabkan apa yang diamati, dan gambaran
terinci secara teratur mengenai hal tertentu yang tidak generalisasi
sama sekali. Teori sosiologi merupakan kerangka proposisi yang
sering terhubung secara logis di mana kesatuan empiris juga di-
peroleh.

D. ASIMILASI
Koentjaraningrat (2009) menyebutkan asimilasi (assimilation)
adalah proses sosial yang timbul bila ada:
1. Golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan
yang berbeda-beda
2. Saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama
3. Kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-
masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya
masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebu-
dayaan campuran. Biasanya golongan-golongan yang ber-
sangkutan dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan
mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini
golongan-golongan minoritas mengubah sifat khas dari unsur-

102 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


unsur kebudayaan dan menyesuaikannya dengan kebudayaan
dari golongan mayoritas. Sedemikian rupa sehingga lambat laun
kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk ked alam
kebudayaan mayoritas.
Proses-proses sosial yang disebut asimilasi itu banyak diteliti
oleh para sarjana sosiologi, terutama di Amerika Serikat. Di sana
timbul berbagai masalah yang berhubungan dengan adanya
individu-individu dan kelompok imigran yang berasal dari berbagai
suku bangsa dan negara di Eropa, yang mempunyai kebudayaan-
kebudayaan yang berbeda-beda. Indonesia, mempunyai banyak
golongan khusus, baik yang berupa suku bangsa, lapisan sosial,
golongan agama, pengetahuan mengenai seluk-beluk proses asi-
milasi dari tempat-tempat lain di dunia menjadi penting sekali
sebagai bahan perbandingan.
Hal yang penting untuk diketahui adalah faktor-faktor yang
menghambat proses asimilasi. Dari berbagai proses asimilasi yang
pernah diteliti oleh para ahli terbukti bahwa hanya dengan pergaulan
antara kelompok-kelompok secara luas dan intensif saja, belum
tentu terjadi proses asimilasi, kalau diantara kelompok-kelompok
yang berhadapan tidak ada suatu sikap toleransi dan simpati satu
terhadap yang lain. Orang Cina misalnya ada di Indonesia, bergaul
secara luas dan intensif dengan orang Indonesia sejak berabad-
abad.

E. AKULTURASI
Koentjaraningrat (2009) mengatakan, akulturasi menunjukan
pada pengambilan atribut material dan non-material dari kultur
lain sebagai akibat kontak tatap-muka yang berlangsung sejak lama.
Kontak seperti itu dapat terjadi dalam beberapa cara. Dapat terjadi
sebagai akibat perang, penaklukan, pendudukan militer, atau ko-
lonisasi atau melalui misionaris atau pertukaran kultur. Dapat pula
dihasilkan melalui migrasi atau pengiriman tenaga kerja seperti

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 103


melalui perbudakan atau pembuangan narapidana. Perpindahan
tenaga kerja secara suka rela adalah faktor lain yang dapat men-
ciptakan kotak seperti kasus di Eropa dimana “pekerja tamu” dari
negara-negara di Eropa yang kurang berkembang, pindah ke Pe-
rancis, Jerman dan Swis. Perdagangan, pertukaran teknik, dan
penyebaran gagasan dan instuisi mencerminkan sumber kontak
lain. Kontak dalam jangka lebih pendek telah dihasilkan melalui
bepergian dan berwisata di tahun belakangan ini. Dalam bentuk
langsung, kontak meliputi komunikasi massa dan pemindahan
pengetahuan.
Kalau masalah-masalah mengenai akulturasi kita ringkas,
akan tampak lima golongan masalah,yaitu:
1. Mengenai metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan
melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat;
2. Mengenai unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima,
dan sukar diterima oleh masyarakat;
3. Mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau
diubah, dan unsur-unsur yang tidak mudah diganti atau diubah
oleh unsur-unsur kebudayaan asing;
4. Mengenai individu-individu yang suka dan cepat menerima,
dan individu-individu yang sukar dan lambat dalam menerima
unsur-unsur kebudayaan asing;
5. Mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisis sosial yang
timbul sebagai akibat akulturasi.

F. INOVASI
Koentjaraningrat (2009) mengatakan, inovasi adalah suatu
proses pembaharuan dan penggunaan sumber-sumber alam, energi,
dan modal, peraturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan
teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem
produksi menghasilkan produk-produk baru. Dengan demikian
inovasi itu mengenai pembaharuan kebudayaan yang khusus

104 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


mengenai unsur teknologi dan ekonomi. Proses inovasi sudah tentu
sangat erat kaitannya dengan penemuan baru dalam tehnologi.
Suatu penemuan biasanya juga merupakan suatu proses sosial yang
panjang dan melalui dua tahap khusus, yaitu discovery dan invention.
Suatu discovery adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan
yang baru, baik berupa suatu alat baru, suatu ide baru, yang di-
ciptakan oleh seorang individu atau suatu rangkaian dari beberapa
individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Discovery baru
menjadi invention bila masyarakat sudah mengakui, menerima, dan
menerapkan penemuan baru itu.
Proses dari discovery sehingga ke invention sering memerlukan
tidak hanya seorang individu, yaitu penciptaannya saja, tetapi suatu
rangkaian yang terdiri dari beberapa orang pencipta. Suatu
penemuan baru selalu harus dilihat dalam kebudayaan tempat
penemuan tadi terjadi. Hal ini disebabkan karena suatu penemuan
jarang merupakan suatu perubahan mendadak dan dan keadaan
tidak ada, menjadi keadaan ada. Suatu penemuan baru biasanya
berupa suatu rangkaian panjang, dimulai dari penemuan-penemuan
kecil yang secara akumulatif diciptakan oleh sederet pencipta-
pencipta. Dengan demikian, proses inovasi (yaitu proses pemba-
haruan tehnologi ekonomi dan selanjutnya) itu juga merupakan
suatu proses evolusi. Bedanya ialah bahwa dalam proses inovasi
individu-individu itu bersifat aktif, sedangkan dalam proses evolusi
individu-individu itu pasif, bahkan sering bersifat negatif. Karena
kegiatan dan usaha-usaha individu itulah, maka suatu inovasi
memang merupakan suatu proses perubahan kebudayaan yang
lebih cepat (artinya lebih cepat kelihatan daripada suatu proses
evolusi kebudayaan).

G.RELIGI
Koentjaraningrat (2009) mengatakan, sejak lama ketika ilmu
antropologi belum ada dan hanya merupakan suatu himpunan
tulisan mengenai adat-istiadat yang aneh-aneh dari suku-suku

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 105


bangsa di luar Eropa, religi telah menjadi suatu pokok penting
dalam buku-buku para pengarang tulisan etnografi mengenai suku-
suku bangsa itu. Kemudian, ketika bahan etnografi tersebut di-
gunakan secara luas oleh dunia ilmiah, perhatian terhadap bahan
mengenai upacara keagamaan itu sangat besar. Sebenarnya ada dua
hal yang menyebabkan perhatian yang besar itu, yaitu:
1. Upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa
biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak secara lahir;
2. Bahan etnografi mengenai upacara keagamaan diperlukan
untuk menyusun teori-teori tentang asal mula religi.
Para pengarang etnografi yang datang dalam masyarakat suatu
suku bangsa tertentu, akan segera tertarik akan upacar-upacara
keagamaan suku bangsa itu, karena upacara-upacara itu pada lahir-
nya tampak berbeda sekali dengan upacara keagaman dalam agama
bangsa-bangsa Eropa itu sendiri, yakni agama Nasrani. Hal-hal
yang berbeda itu dahulu dianggap aneh, dan justru karena ke-
anehannya itu menarik perhatian.
Dalam membahas pokok antropologi tentang religi, sebaiknya
juga dibicarakan sistem ilmu gaib sehingga pokok itu dapat dibagi
menjadi dua pokok khusus, yaitu (1) sistem religi dan (2) sistem
ilmu gaib. Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi
berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi
keagamaan (religious emotion). Emosi keagamaan ini biasanya pernah
dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mungkin
hanya berlangsung untuk beberapa detik saja, untuk kemudian
menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang yang mendorong
orang melakukan tindakan-tindakan bersifat religi. Mengenai
masalah definisi emosi, tidak akan kita persoalkan lebih lanjut
dalam buku ini. Pokoknya, emosi keagamaan menyebabkan bahwa
sesuatu benda, suatu tindakan atau gagasan, mendapat nilai ke-
ramat (sacred value) dan dianggap keramat.
Demikian juga benda-benda, tindakan-tindakan, atau gagasan-

106 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


gagasan yang biasanya tidak keramat (profane), tetapi apabila
dihadapi oleh manusia yang dihadapi oleh emosi keagamaan
sehingga ia seolah-olah terpesona, maka benda-benda, tindakan-
tindakan, dan gagasan-gagasan tadi menjadi keramat.
Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai
ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu
diantara pengikut-pengikutnya. Dengan demikian, emosi ke-
agamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama
dengan tiga unsur yang lain, yaitu: (a) sistem keyakinan; (b) sistem
upacara keagamaan; (c) suatu umat yang menganut religi itu.
Sistem keyakinan secara khusus mengandung banyak sub-
unsur. Mengenai ini para ahli antropologi biasanya menaruh per-
hatian terhadap konsepsi tentang dewa-dewa yang baik maupun
yang jahat; sifat dan tanda dewa-dewa; konsepsi tentang makhluk-
makhluk halus lainnya seperti roh-roh leluhur, roh-roh lain yang
baik maupun yang jahat, hantu dan lain-lain; konsepsi tentang
dewa tertinggi dan pencipta alam; masalah terciptanya dunia dan
alam (kosmogoni); masalah mengenai bentuk dan sifat-sifat dunia
dan alam (kosmologi); konsepsi tentang hidup dan maut; konsupsi
tentang dunia roh, dunia akhirat dan lain-lain.

Kesimpulan
- Aspek sosial budaya tidak dapat dipisahkan antara manusia
dengan pendidikan, sebab dalam aspek ini adanya faktor-faktor
sosial budaya dan teori-teori dalam kebudayaan.
- Struktur fungsional adalah sebuah sudut pandang luas dalam
dan yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah
dengan bagian-bagian yang saling berhubungan.
- Dari berbagai proses asimilasi yang pernah diteliti oleh para
ahli terbukti bahwa hanya dengan pergaulan antara kelompok-
kelompok secara luas dan intensif saja, belum tentu terjadi
proses asimilasi, kalau diantara kelompok-kelompok yang

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 107


berhadapan tidak ada suatu sikap toleransi dan simpati satu
terhadap yang lain.
- Akulturasi merujuk pada pengambilan atribut material dan
non-material dari kultur lain sebagai akibat kontak tatap-muka
yang berlangsung sejak lama.
- Inovasi adalah suatu proses pembaharuan dan penggunaan
sumber-sumber alam, energi, dan modal, peraturan baru dari
tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan
menyebabkan adanya sistem produksi menghasilkan produk-
produk baru
- Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai
ciri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan
itu diantara pengikut-pengikutnya.

Daftar Pertanyaan
1. Jelaskan maksud dan tujuan dari Determinasi ?
2. Jelaskan lima golongan dalam Alkuturasi?
3. Jelaskan menurut Schon & Rein tentang kedua sistem Difusi ?
4. Jelaskan perbedaan dari proses Inovasi dan proses Evolusi ?

Daftra Pustaka
C.H.M. Palm. Sejarah Antropologi Budaya. Bandung: Jemmars, 1980.
Koentjaraningrat. Pengantar ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta,
2009.
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Grafindo
Persada,1982
Steven Vago. Teori Perubahan Sosial. New Jersey, 1996.

108 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Bab IX
DAUR HIDUP DALAM KELUARGA

Standar Kompetensi
Setelah mempelajari dalam bab ini, maka mahasiswa dapat
mengetahui dan memehami tentang keluarga, sejarah keluarga, ciri
umum dan khusus dalam keluarga, peranan keluarga baik dalam
pembangunan maupun negara, sehingga dapat menganalisa secara
riil dalam kehidupan bermasyarakat.

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari pembahasan ini, mahasiswa diharapkan
dapat mengetahui:
A. Pengertian Keluarga
B. Fungsi Keluarga
C. Sejarah Terbentuknya Keluarga
D. Ciri Umum dan Ciri Khusus dalam Keluarga
E. Peranan Keluarga dalam Pembangunan
F. Peranan Keluarga dengan Negara

A. PENGERTIAN KELUARGA
Keluarga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang
dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai adanya kerja
sama ekonomi. Fungsi keluarga adalah berkembang biak, menso-
sialisasi atau mendidik anak, menolong, melindungi atau merawat

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 109


orang-orang tua (jompo). Deferensi peranan ialah fungsi solidaritas,
alokasi ekonomi, alokasi kekuasaan, alokasi integrasi (sosialisasi),
dan ekspresi atau menyatakan diri. Kesemuanya atas pertimbangan
umur, perbedaan seks, generasi, perbedaan posisi ekonomi, dan
pembagian kekuasaan. Bentuk keluarga terdiri dari seorang suami,
seorang istri, dan anak-anak yang biasanya tinggal dalam satu rumah
yang sama (disebut keluarga inti). Secara resmi biasanya selalu ter-
bentuk oleh adanya hubungan perkawinan.

B. FUNGSI KELUARGA
Keluarga adalah tumpuan utama pola lembaga. Pola per-
cintaan, perkawinan, pola cara merawat bayi. Sistem kekeluargaan
merupakan aspek utama lembaga keluarga. Bagi hampir semua
masyarakat, keluarga adalah pusat yang paling penting dalam ke-
hidupan seorang individu biasa. Dari keluarga, seorang itu me-
langkah keluar, dan kepada keluarga juga seseorang itu akan
kembali, berada dalam kelompok orang yang paling erat dalam
hidup mereka. Keluarga biasanya adalah kelompok inti yang paling
penting dan denganya seseorang itu berhubungan. Ia di cirikan
dengan adanya kemesraan, hubungan tatap muka, dan sangat abadi.
Hubungan yang mesra dengan kelompok manusia yang terdekat
menjadi kebutuhan seluruh manusia, sekurang-kurangnya sejauh
mana wujudnya dalam semua masyarakat sebagai petunjuk univer-
salitas.
Selain menjadi kelompok hidup yang mesra, keluarga juga
menjadi sumber penyebaran makanan kepada semua lembaga lain.
Di dalamnya, bukan saja desakan berproduksi dilakukan, tetapi dari
segi alamiah merupakan satu-satunya kelompok dimana proses
pembiakan diatur. Jadi keluarga juga mengambil tahu hal-hal me-
ngenai desakan berproduksi pembiakan, dan juga ditugaskan men-
jaga dan mendidik anak-anak pada masa bayinya. Oleh karena
keluarga bertanggung jawab atas anak-anak itu pada tingkat awal

110 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


dalam tahun pembentukan, maka pengaruhnya dalam proses so-
sialisasi adalah begitu penting. Cooley menyebut keluarga sebagai
kelompok inti karena ia adalah dasar dalam pembentukan kepri-
badian.
Dalam banyak masyarakat, keluarga juga berfungsi sebagai
unit produksi ekonomi. Usaha-usaha utama mencari biaya hidup
dijalankan oleh keluarga sebagai satu unit, biasanya dengan pem-
bagian kerja di kalangan anggota. Ada kalanya fungsi ini diambil
alih oleh kelompok yang lebih besar, seperti sekumpulan pemburu
atau gabungan beberapa keluarga. Tetapi biasanya keluarga itu ber-
tugas sebagai satu unit yang terkoordinasi dalam produksi ekonomi.
Keluarga biasanya bertugas sebagai pelindung para anggota-
nya dari kemungkinan gangguan masyarakat luar atau orang dari
suku atau suku-bangsa yang lain. Ada kalanya suku yang biasanya
memontong melintang garis keturunan keluarga, menjalankan
fungsi ini, dan dengan terbentuknya negara, kebanyakan jika tidak
semuanya, fungsi ini lantas dijalankan oleh lembaga yang dibentuk
kemudian.
Keluarga juga berfungsi sebagai dasar untuk menentukan
status para anggotanya. Di mana terdapat perbedaan besar dalam
status di kalangan suatu masyarakat, keluarga yang darinya sese-
orang itu dilahirkan biasanya mempunyai hubungan dengan sistem
status ini, dan status individu itu diperoleh, sekurang-kurangnya
sebagian dari keluarganya. Biasanya perubahan status terjadi
melalui perkawinan. Dalam masyarakat yang mempunyai banyak
warisan status, keluarga menjadi unit di mana warisan status itu di
turunkan. Hak-hak istimewa biasanya diturunkan melalui garis
keluarga, seperti hak memperoleh tanda kehormatan dari orang
lain, hak istimewa mendapatkan harta tertentu, istiadat dan sem-
bahyang khusus.
Akhirnya, dapat disebutkan fungsi keluarga yang penting ada-
lah menjaga dan merawat anggota yang sakit, tua atau tidak bernasib

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 111


baik. Fungsi ini, seperti fungsi yang lain, berbeda dari satu mas-
yarakat dengan masyarakat lain, tetapi kebanyakan masyarakat me-
nentukan keluarga dengan tanggung jawab khusus kepada para
anggotanya apa bila ia membutuhkan bantuan keluarga.
Banyak lagi fungsi yang dijalankan oleh setiap keluarga dalam
masyarakat atau lainya, tetapi fungsi yang dibicarakan di atas kerap-
kali dibincangkan dan penting dalam kehidupan para anggota
keluarga.

C. SEJARAH TERBENTUKNYA BERKELUARGA


Apabila kita kembali ke dalam dunia primitif, kelihatannya
kita pun akan menemukan terdapatnya beberapa bentuk kelompok
keluarga. Selalu kita menemui beberapa bentuk perkawinan. Ber-
bagai tingkat aturan-aturan sosial disekitar hubungan-hubungan
seks. Sesungguhnya hal ini sukar untuk menyusun berbagai aturan
dalam masyarakat khususnya masyarakat primitif. Di mana aturan
tersebut tidak terdapat sama sekali. Setiap keluarga merupakan
kisah hidup bersama dengan pasangan pertamanya. Suatu kisah
yamg abadi dalam kehidupan mereka, apabila keluarga tersebut
dapat bertahan lama. Suatu rangkaian reputasi yang sama dengan
kadar berbagai hubungan keluarga dari keturunan yang sama yang
hidup terus menerus. Dalam sejarah kehidupannya keluarga di-
kerahkan dalam dirinya sendiri, dalam proses asosiasi dan laksana-
kan hal-hal yang paling besar.
Hal ini merupakan isi uraian bermacam-macam arti tentang
hubungan manusia yang terjadi selama proses yang terus berlansung
dan berulang-ulang. Penyesuaian psikologis dari anggota keluarga
satu dengan keluarga lainnya memiliki perbedaan-perbedaan dan
adanya perubahan yang mana dapat menimbulkan masalah-masalah
yang amat penting, baik pribadi maupun sosial yang disebabkan
oleh suatu asosiasi yang berpengaruh begitu kuat dan pada hal-hal
yang tidak dapat diperhitungkan sedemikian rupa. Pria dan wanita

112 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


pada umumnya senang akan hal-hal tertentu, tetapi mereka juga
tidak senang, sehingga mereka hendaknya saling mengisi. Jadi
tingkatan-tingkatan tersebut terikat oleh sifat terhadap situasi-
situasi komplek yang tidak terhingga banyaknya dan begitu penuh
dengan kemungkinan-kemungkinan serasi dan tidak serasi, yang
sesuai dengan lingkungan sekitarnya dan terhadap kepribadian-
kepribadian individu. Semua ini terhampar bagi anggota-anggota
ikatan keluarga dari awal hingga akhirnya.

D. CIRI UMUM DAN CIRI KHUSUS DALAM KELUARGA


Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok ter-
bentuk dari suatu hubungan seks yang tetap. Untuk menyeleng-
garakan hal-hal yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeli-
haraan anak. Walaupun sulit untuk menentukan atau mencari per-
samaan-persamaan dan ciri-ciri pada semua keluarga. Paling tidak
kita dapat menentukan ciri-ciri keluarga secara umum dan khusus
yang akan terdapat pada keluarga dalam bentuk dan tipe apapun.
Untuk ini kita akan menggolongkan ciri-ciri keluarga:
1. Ciri-ciri umum
Ciri-ciri umum keluarga antara lain seperti yang dikemukakan
Mac Iver and Page, yaitu:
a. Keluarga merupakan hubungan perkawinan
b. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang ber-
kenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk
dan dipelihara
c. Suatu sistem tata nama, termasuk bentuk perhitungan garis
keturunan
d. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-
anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap
kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemam-
puan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 113


d. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga
yang walau bagaimanapun, tidak mungkin menjadi terpisah ter-
hadap kelompok keluarga.
Burgess dan Locke mengemukakan terdapat empat karak-
teristik keluarga yang terdapat pada semua keluarga dan juga untuk
membedakan keluarga dari kelompok-kelompok sosial lainnya:
a. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh
ikatan-ikatan perkawinan, darah, adopsi. Pertalian antara suami
dan istri adalah perkawinan dan hubungan antara orang tua
dan anak biasanya adalah darah, dan kadang kala adopsi.
b. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama di
bawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga
atau jika mereka bertempat tinggal, rumah tangga tersebut
menjadi rumah mereka. Rumah tangga adalah kelompok orang-
orang yang bertempat tinggal bersama dan membentuk unit
rumah tangga sendiri. Tempat kos dan tempat penginapan bisa
saja menjadi rumah tangga, tetapi tidak akan dapat menjadi
keluarga karena anggota-anggotanya tidak dihubungkan oleh
darah, perkawinan atau adopsi.
c. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang ber-
interkasi dan berkomunikasi yang menciptakan peran-peran
sosial bagi si suami dan istri, ayah dan ibu, putra dan putri,
saudara laki-laki dan saudara perempuan. Peran-peran tersebut
dibatasi oleh masyarakat, tetapi masing-masing keluarga di-
perkuat oleh kekuatan melalui sentimen-sentimen yang seba-
gian merupakan tradisi dan sebagian lagi emosional yang
menghasilkan pengalaman.
4. Keluarga adalah pemeliharan suatu kebudayaan bersama di-
peroleh pada hakikatnya dari kebudayaan umum, tetapi dalam
suatu masyarakat yang komplek masing-masing keluarga mem-
punyai ciri-ciri yang berlainan dengan keluarga lainnya. Per-
kawinan merupakan penyatuan dari dua orang yang masing-

114 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


masing mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri. Keluarga meru-
pakan gabungan dari pola-pola kebudayaan yang disalurkan
melalui dua sisi keluarga, yang dalam interaksinya dengan
pengaruh-pengaruh budaya luar menimbulkan pola-pola ke-
hidupan yang berbeda dari setiap keluarga baru.
Jadi, sekarang keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu ke-
lompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan per-
kawinan, darah, atau adopsi, merupakan susunan rumah tangga
sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain menim-
bulkan peran-peran sosial bagi suami istri, ayah ibu, putra putri,
saudara laki-laki dan saudara perempuan, merupakan pemeliharaan
kebudayaan bersama.

2. Ciri-ciri khusus
Dari seluruh organisasi, kecil maupun besar yang terdapat di
dalam masyarakat, tidak ada yang lebih penting dari pada keluarga
dalam intensitas pengertian sosiologisnya. Keluarga juga memiliki
ciri-ciri khusus sebagai berikut:
a. Kebersamaan
Keluarga merupakan bentuk yang hampir universal diantara
bentuk-bentuk sosial lainnya. Dia dapat ditemui dalam semua
masyarakat, pada semua tingkat perkembangan sosial, dan
terdapat pada tingkatan manusia yang paling rendah sekalipun,
hampir setiap keadaan manusia mempunyai keanggotaan dari
beberapa keluarga.
b. Dasar-dasar emosional
Hal ini didasarkan pada suatu kompleks dorongan-dorongan
yang sangat mendalam dari sifat organis kita, seperti perkawi-
nan, menjadi ayah, kesetiaan akan maternal, dan perhatian orang
tua.

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 115


c. Pengaruh perkembangan
Hal ini merupakan lingkungan kemasyarakatan yang paling awal
dari semua bentuk kehidupan yang lebih tinggi termasuk ma-
nusia, pengaruh perkembangan yang paling besar dalam
kesadaran hidup yang merupakan sumbernya.
d. Ukuran yang terbatas
Keluarga merupakan kelompok yang terbatas ukurannya, yang
dibatasi oleh kondisi-kondisi biologis yang tidak dapat lebih
tanpa kehilangan identitasnya, oleh sebab itu keluarga me-
rupakan skala yang paling kecil dari semua organisasi formal
yang merupakan struktur sosial, dan khususnya dalam
masyarakat yang sudah beradap, dimana keluarga secara utuh
terpisah dari kelompok kekerabatan.
e. Posisi inti dalam struktur sosial
Keluarga merupakan inti dari organisasi sosial lainnya. Struktur
sosial secara keseluruhan dibentuk dari satuan-satuan keluarga.
Hanya dalam masyarakat yang kompleks dengan peradapan
yang lebih tinggi keluarga berhenti untuk memenuhi fungsi-
fungsi ini. Demikian juga masyarakat lokal, seperti halnya pem-
bagian kelas-kelas sosialnya, cenderung untuk memper-
tahankan kesatuan-kesatuan keluarga.
f. Tanggung jawab anggota
Keluarga memiliki tuntutan yang lebih besar dan kontiniu dari
pada yang biasa dilakukan oleh asosiasi-asosiasi lainnya.
g. Aturan kemasyarakatan
Hal ini khususnya terjaga dengan adanya hal-hal yang tabu di
dalam masyarakat dan aturan-aturan sah yang dengan kaku
menentukan kondisi-kondisinya, pada suatu tempat, perjanjian
perkawinan lebih keras dibatasi dibandingkan perjanjian-
perjanjian lainnya dimana pasangan tidak mempunyai kebe-
basan untuk menentukan syarat-syarat atau merubah dengan
persetujuan bersama.

116 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Pada masyarakat modern keluarga merupakan salah satu
asosiasi dengan persetujuan kelompok dapat dengan bebas
masuk tetapi tidak bebas meninggalkan atau membubarkannya
walaupun dengan persetujuan bersama.
h. Sifat kekekalan dan kesementaraannya
Sebagai institusi keluarga merupakan sesuatu yang demikian
permanen dan universal dan sebagai asosiasi merupakan
organisasi yang paling bersifat sementara dan yang paling
mudah berubah dari seluruh organisasi penting lainnya dalam
masyarakat.

E. PERANAN KELUARGA DALAM PEMBANGUNAN


Peranan keluarga dalam pembangunan setiap anggota ke-
luarga melaksanakan fungsi masing-masing diantaranya :
1. Tugas dan fungsi seorang Ayah
a. Melaksanakan kewajiban untuk mencari nafkah bagi istri
dan anak-anaknya
b. Membimbing, mengawasi, dan memelihara angota keluarga.
c. Menjadi pemimpin dalam keluarga agar keluarga menjadi
lebih baik.
2. Tugas dan fungsi seorang Ibu
a. Menjaga dan memelihara martabat keluarga
b. Mendidik, merawat, dan membantu pemeliharan keluarga
agar keluarga menjadi lebih baik
3. Tugas dan fungsi seorang anak
a. Mematuhi saran dan perintah dari orang tuanya
b. Melakukan hal yang membuat orang tua dan lingkungannya
bangga dalam bidang pendidikan, etika dan estetika.
Dengan kata lain komponen setiap angota melaksanakan
fungsi dengan baik, dengan sendirinya memberikan pembangunan

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 117


yang baik bagi negara seperti menciptakan sumber daya yang siap
pakai sesuai bidangnya, sehingga dalam pemerintah dan negara
mempunyai daya guna yang maksimal.

F. PERANAN KELUARGA DENGAN NEGARA


Negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authority) yang
mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas
nama masyarakat. Negara juga merupakan integrasi dari kekuasaan
politik, sekaligus sebagai organisasi dari kekuasan politik. Keluarga
diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia
sebagai makhluk sosial yang ditandai adanya kerja sama ekonomi.
Fungsi keluarga adalah berkembang biak, mensosialisasi atau men-
didik anak, menolong, melindungi atau merawat orang-orang tua
(jompo). Jadi, peranannya adalah keluarga mendukung segala ak-
tifitas yang dilakukan oleh negara yang dilakukan baik dari kerja
sama politik maupun ekonomi.

Kesimpulan
- Keluarga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang
dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai adanya
kerja sama ekonomi. Fungsi keluarga adalah berkembang biak,
mensosialisasi atau mendidik anak, menolong, melindungi atau
merawat orang-orang tua (jompo).
- Setiap keluarga merupakan kisah hidup bersama dengan pasa-
ngan pertamanya. Suatu kisah yamg abadi dalam kehidupan
mereka, apabila keluarga tersebut dapat bertahan lama. Suatu
rangkaian reputasi yang sama dengan kadar berbagai hubungan
keluarga dari keturunan yang sama yang hidup terus menerus.
- Keluarga mempunyai ciri-ciri umum dan ciri-ciri khusus.
Ciri-ciri umum :
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan
2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang ber-

118 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


kenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk
dan dipelihara
3. Suatu sistem tata nama, termasuk bentuk perhitungan garis
keturunan
4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-
anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus ter-
hadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan de-
ngan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan mem-
besarkan anak
5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah
tangga yang walau bagaimanapun, tidak mungkin menjadi
terpisah terhadap kelompok keluarga.
Ciri-ciri khusus:
1. Kebersamaan
2. Dasar-dasar emosional
3. Pengaruh perkembangan
4. Ukuran yang terbatas
5. Posisi inti dalam struktur sosial
6. Tanggung jawab anggota
7. Aturan kemasyarakatan
8. Sifat kekekalan dan kesementaraannya

Daftar Pertanyaan
1. Jelaskan pengertian keluarga ?
2. Jelaskan ciri-ciri umum keluarga menurut Mac Iver and Page ?
2. Jelaskan peranan keluarga dalam negara ?
3. Jelaskan peranan keluarga (ayah) dalam pembangunan negara?

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 119


Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Fungsi Keluarga Dalam
Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia di Daerah Riau.
Tanjung Pinang: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai
Budaya Riau, 1996.
Khairuddin. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Nur Cahaya.
Soelaeman Munandar. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Refika Aditama,
1987.

120 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Bab X
ANTROPOLOGI-KESEHATAN
DAN PSIKOLOGI-ANTROPOLOGI

Standar Kompetensi
Setelah mempelajari dalam bab ini mahasiswa dapat menge-
tahui dan memahami tentang akar antropologi kesehatan, pengo-
batan tradisional dan modern, peranan antropologi kesehatan
dalam pembangunan, wilayah psikososial antropologi, sehingga
dapat menganalisa secara riil di dalam kehidupan bermasyarakat.

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari pembahasan ini, mahasiswa diharapkan
dapat mengetahui:
A. Akar Antropologi Kesehatan
B. Pengobatan Tradisional dan Pengobatan Modern
C. Peranan Antropologi Kesehatan dalam Pembangunan
D. Wilayah Psikologi Antropologi

A. AKAR ANTROPOLOGI KESEHATAN


Kita menelusuri antropologi kesehatan kontemporer pada
empat sumber yang berbeda yang perkembangannya masing-masing
secara relatif, tetapi tidak mutlak terpisah satu sama lain: (1) per-
hatian ahli antropologi fisik terhadap topik-topik seperti evolusi,
adaptasi, anatomi komparatif, tipe- tipe ras, genetika dan serologi;
(2) perhatian etnografi tradisional terhadap pengobatan primitif,

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 121


termasuk ilmu sihir dan magic; (3) gerakan “kebudayaan dan
kepribadian” pada akhir 1930-an dan 1940-an, yang merupakan
kerjasama antara ahli-ahli psikiatri dan antropologi; dan (4) gerakan
kesehatan masyarakat internasional setelah perang dunia II.
1. Antropologi Fisik
Lama sebelum ada ahli–ahli antropologi kesehatan “budaya”,
ahli-ahli antropologi fisik belajar dan melakukan penelitian di sekolah-
sekolah kedokteran, biasanya pada jurusan anatomi. Dapat di-
pastikan bahwa ahli-ahli antropologi fisik adalah ahli antopologi
kesehatan, karena perhatian mereka pada biologi manusia sejajar
dan tumpang-tindih dengan banyak lapangan perhatian para dokter.
Nyatanya sejumlah besar ahli antropologi fisik adalah dokter. Baik
dalam hal lapangan perhatian maupun dalam hubungan-hubungan-
nya, ahli-ahli antropologi fisik di masa lalu, seperti halnya di masa
kini, juga memberikan banyak perhatian pada topik-topik yang
mempunyai kepentingan medis. Hasan dan Prasad (1959) me-
nyusun daftar lapangan studi tersebut, yang meliputi nutrisi dan
pertumbuhan, serta korelasi antara bentuk tubuh dengan variasi
yang lurus dari penyakit–penyakit, misalnya radang pada persendian
tulang (arthritis), tukak lambung (ulcer), kurang darah (anemia)
dan penyakit diabetes. Berbagai studi antropologi mengenai per-
tumbuhan manusia serta perkembanganya bersifat medis dan
antropologis, serupa halnya dengan studi serelogi.
Underwood (1975) dan lain-lainya berusaha mendapatkan
pengertian yang lebih luas mengenai proses penyakit melalui pe-
ngamatan terhadap pengaruh-pengaruh evolusi manusia serta jenis
penyait yang berbeda–beda pada berbagai populasi yang terkena
sebagai akibat dari faktor–faktor budaya misalnya migrasi, kolo-
nilisasi, dan meluasnya urbanisasi. Fiennes (1964) lebih jauh lagi
mengajukan pendapatnya bahwa penyakit yang ditemukan dalam
populasi manusia adalah suatu konsekuensi yang khusus dari suatu
cara hidup yang beradab, dimulai dari pertanian yang menjadi dasar
bagi timbul dan berkembangnya pemukiman penduduk yang padat.

122 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Selama beberapa dasawarsa, ahli antropologi fisik disibukkan
dengan “kedokteran forensik” sutau bidang mengenai masalah–
masalah kedokteran hukum yang mencakup identifikasi sepert
umur, jenis kelamin, dan peninggalan ras manusia yang diduga mati
karena unsur kejahatan, serta masalah penentuan orang tua dari
seorang anak melalui tipe darah bila, bila terjadi keraguan mengenai
siapa yang menjadi bapaknya. Damon (1975) misalnya, bekerja
dalam tim ilmuan yang ditunjuk oleh Jaksa Agung dari negara
bagian Massachusett untuk bertugas sebagai anggota dewan
penasehat dalam usaha penangkapan 'si pencekik' dari Boston.
Dalam pengembangan usaha pencegahan penyakit, para ahli
antropologi fisik telah memberikan sumbangan dalam penelitian
mengenai penemuan kelompok-kelompok penduduk yang memiliki
risiko yang tinggi, yakni orang-orang yang tubuhnya mengandung
sel sabit (sickle-cell) dan pembawa penyakit kuning (hepatitis). Para
ahli ini telah memanfaatkan pengetahuan mereka mengenai variasi
manusia untuk membantu dalam bidang teknik biomedical, memberi
sumbangan terhadap penciptaan pakaian-pakaian serta peralatan-
peralatan yang tepat untuk untuk daerah kutub maupun tropic bagi
tentara amerika dan pos-pos militer Amerika. Pakaian-pakaian para
astronot maupun ruang-ruang kerja angkasa di bangun berdasarkan
spesifikasi antropometri. Ukuran, norma-norma dan standar yang
berasal dari sejumlah studi antropologi dalam berbagai survei
tentang tingkatan gizi serta etiologi penyakit dalam populasi yang
berbeda-beda maupun dalam suatu populasi. Daftar karangan
tentang antropologi biologi terapan serasa tak ada habisnya.

2. Studi-studi tentang kebudayaan dan kepribadian


Kecuali berbagai studi tentang etnomedisin yang terutama
dilakukan sebagai bagian dari penelitian mengenai kelompok (tribe),
sebagian besar publikasi antropologi yang menyangkut kesehatan
sebelum tahun 1950 berkenaan dengan gejala psikologi dan

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 123


psikiatri. Sejak pertengahan tahun 1930-an para ahli antropologi,
psikiater dan ahli-ahli ilmu tingkah laku lainya mulai memper-
tanyakan tentang kepribadian orang dewasa, atau sifat-sifat, dan
lingkungan sosial budaya dimana tingkah laku itu terjadi. Apakah
setiap orang dewasa yang terbentuk itu terutama disebabkan oleh
pembentukan semua semasa kanak-kanak dan oleh penerimaannya
terhadap kebiasaan masa kecil, serta karena pengalamanya diteri-
manya kemudian? Atau adakah konstitusi psikis yang merupakan
pembawaan faktor biologis, yang memainkan peranan penting
dalam menentukan kebudayaan dan karenanya juga kepribadianya?
Pertanyaan-pertanyaan di berbagai bagian dunia bagaimana misal-
nya “histeria kutub” di daerah kutub utara Amerika dan Asia dapat
dijelaskan dalam masyarakat lain yang tidak mempunyai simtom
yang serba itu atau amok (mengamuk) di Asia Tenggara ? Bagai-
mana dapat di jelaskan norma–norma kepribadian yang nampak,
yang demikian berada dalam berbagai kebudayaan? Para ahli yang
mempelajari tingkah laku juga menaruh perhatian terhadap ke-
mungkinan “tes proyektif ” baru, seperti kartu tes tinta Rorschach
dan Thematic Apperception Test, dapat memberi penjelasan me-
ngenai fungsi pikiran manusia-manusia, sehingga mereka dapat
memberi kunci jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
dikemukakan.
Jangkauan dari topik–topik yang menarik perhatian para ahli
antropologi dan para ahli ilmu–ilmu perilaku lain dalam bidang
baru tersebut dilukiskan oleh judul–judul publikasi yang repres-
entative, “anthropological data on the problem of instinct” (Mead 1942);
Doll Play of Pilaga Indian Children (Henry and Henry 1944); “Sibling
rivalry in San Pedro” (Paul 1950); “Schizophrenia among primitives”
(Demerath 1942); “Agression in saulteaux society” (Hal Lowell 1940);
“Primitive psychiatry” (Devereux 1940); “Elements of psychotherapy in
Navaho Religion” (Leighton and Leighton 1941); “some points of
comparison and contrast between the treatment of functional disorders by
Apache shamans and modern psychiatric practices” (Opler 1936). Yang

124 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


menarik adalah, hampir semua antropologi “kesehatan” terdapat
dalam majalah-majalah psikiatri; dan sangat sedikit tulisan dite-
mukan dalam publikasi-publikasi antropologi yang utama.
Walaupun bagian tersebut penelitian kepribadian dan kebu-
dayaan bersifat teoritis, beberapa ahli antropologi yang menjadi
pimpinan dalam gerakan tersebut menaruh perhatian besar pada
cara-cara penggunaan pengetahuan antropologi dalam peningkatan
taraf perawatan kesehatan. Sebab itu Devereux mempelajari struk-
tur sosial dari suatu bagian perawatan schizophrenia dengan tujuan
untuk mencari cara penyembuhan yang tepat (Devereux, 1944),
dan suami-istri Leighton menulis sebuah buku yang amat baik,
yang menunjukan tentang adanya konflik antara masyarakat dan
kebudayaan Navaho dengan masalah–masalah dalam meng-
introduksi pelayanan kesehatan modern bagi mereka (Leighton and
Leighton, 1944).

3. Kesehatan masyarakat internasional


Meskipun Rockefeller Foundation telah sibuk dengan peker-
jaan kesehatan masyarakat internasional sejak awal abad ini
(misalnya Phillips 1955), dalam rangka kampanye cacing pita di
Ceylon pada tahun 1916-1922), baru pada tahun 1942 Pemerintah
Amerika Serikat memprakarsai kerjasama program-program kese-
hatan dengan sejumlah pemerintah di Negara Amerika Latin,
sebagai bagian dari program bantuan teknik yang lebih luas. Dengan
berakhirnya perang, dan dengan perpanjangan program-program
bantuan teknik Amerika Serikat bagi Afrika dan Asia, maupun
dengan tebentuknya World Health Organization (WHO), maka
program-program kesehatan masyarakat utama yang bersifat
bilateral dan multilateral di negara-negara sedang berkembang
merupakan sebagian dari gambaran dunia. Petugas-petugas kese-
hatan yang bekerja di lingkungan yang bersifat lintas-budaya lebih
cepat menemukan masalah dari pada mereka yang bekerja dalam

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 125


kebudayaan sendiri, dan khususnya mereka yang terlibat dalam klinik-
klinik pengobatan melihat bahwa kesheatan dan penyakit bukan hanya
merupakan gejala biologis, melainkan juga gejala soial-budaya.
Mereka segera menyadari bahwa kebutuhan kesehatan dari negara-
negara berkembang tidaklah dapat dipenuhi dengan sekedar me-
mindahkan pelayanan kesehatan dari negara-negara industri.
Kumpulan data pokok mengenai kepercayaan dan praktek
pengobatan primitif dan petani yang telah diperoleh ahli antropologi
kebudayaan pada tahun-tahun sebelumnya, informasi mengenai
nilai-nilai budaya dan bentuk-bentuk sosial, serta pengetahuan
mereka mengenai dinamika stabilitas sosial dan perubahan, telah
memberikan kunci yang di butuhkan bagi masalah-masalah yang
dijumpai dalam program-program kesehatan masyarakat awal
tersebut. Para ahli antropologi dapat menjelaskan pada petugas
kesehatan mengenai bagaimana kepercayaan-kepercayaan
tradisional serta praktek-prakteknya bertentangan dengan asumsi-
asumsi pengobatan Barat, bagaimana faktor-faktor sosial mem-
pengaruhi keputusan-keputusan perawatan kesehatan dan bagai-
mana kesehatan dan penyakit semata-mata merupakan aspek dari
keseluruhan pola kebudayaan, yang hanya berubah bila ada
perubahan-perubahan sosial-budaya yang mencakup banyak hal.
Dimulai pada awal 1950-an, para ahli antropologi mampu
mendemonstrasikan kegunaan praktis dari pengetahuan mereka (dan
metode-metode penelitian mereka) kepada petugas-petugas kese-
hatan masyarakat internasional, yang banyak di antaranya menerima
mereka dengan tangan terbuka. Atropologi memberikan gambaran
tentang sebab-sebab dari banyaknya program-program yang kurang
memberikan hasil seperti yang diharapkan, dan dalam beberapa
hal juga mampu mengajukan saran-saran untuk perbaikan. Pen-
dekatan antropologi dapat diterima pula oleh petugas-petugas
kesehatan masyarakat, oleh karena tidak mengancam mereka secara
professional. Mereka melihatnya sebagai pendekatan yang aman,
dalam arti bahwa pendekatan itu merumuskan masalah-masalah

126 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


hambatan terhadap perubahan yang terutama di tunjukan oleh
masyarakat resipen. Berbagai studi yang representatif tentang
partisipasi awal ahli-ahli antropologi dalam program-program lintas-
budaya dan program-program kesehatan internasional, di antaranya
adalah studi yang dilakukan oleh Adams (1953), Erasmus (1952),
Foster (1952), Janney dan simmons (1954), Kelly (1956), Paul
(1955), dan Saunders (1954). Kami percaya bahwa yang keempat
dan yang terakhir inilah “akar” dari antropologi kesehatan kon-
temporer, yang bila dibandingkan dengan lainnya, lebih mencetus-
kan kesadaran bahwa telah timbul suatu simbulmu baru dalam
ilmu antropologi yang potensinya pada waktu itu baru mulai dirasakan.

B. PENGOBATAN TRADISIONAL DAN PENGOBATAN


MODERN
1. Pengobatan Tradisonal
Sub-bagian antropologi kesehatan yang kini disebut sebagai
“etnomedisin” yakni kepercayaan dan praktek-praktek yang ber-
kenaan dengan penyakit, merupakan hasil dari perkembangan
kebudayaan asli dan yang eksplisit tidak berasal dari kerangka
konseptual kedokteran modern (Hughes 1968). Konsep ini meru-
pakan urutan langsung dari awal perhatian ahli-ahli antropologi
mengenai sistem medis non-Barat. Sejak awal penelitian mereka
lebih dari 100 tahun yang lalu, para ahli antropologi secara rutin
mengumpulkan data mengenai kepercayaan dalam pengobatan
pada penduduk yang mereka teliti, dengan cara dan tujuan yang
sama dengan yang mereka lakukan dalam pengumpulan data
mengenai aspek-aspek kebudayaan lainnya: untuk menghasilkan
tulisan etnografi yang selengkap mungkin.
Kerajinan para ahli antropologi awal, para penjelajah dan para
penyiar agama Kristen dalam mengumpulkan data mengenai pen-
duduk yang mereka temukan atau penduduk tempat mereka
bekerja, terlihat jelas dalam suatu kumpulan survei komperatif
pertama yang luas mengenai kepercayaan tentang sebab-sebab

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 127


penyakit-kumpulan survei yang kini berusia hampir 50 tahun itu –
mengutip 229 sumber, proporsi tertinggi adalah tulisan-tulisan
etnografi (Clements, 1932). Sebelum Clement, dokter dan ahli
antropologi Inggris yang terkenal, W.H.R. Rivers 1942, menerbitkan
suatu karya besar dalam bidang antropologi kesehatan, berjudul
Medicine, Magic and Religion. Dari Rivers kita memperoleh konsep-
konsep dasar yang penting, terutama mengenai ide bahwa sistem
pengobatan asli adalah pranata-pranata sosial yang harus di pelajari
dengan cara yang sama seperti mempelajari pranata-pranata sosial
umumnya, dan bahwa praktek-praktek pengobatan asli adalah
rasional bila dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenai
sebab-akibat (Wellin, 1977). Dalam menanggapi dalil positif ter-
sebut, kita mencatat bahwa terutama dari Rivers-lah, lebih dari
orang lain, kita menerima gagasan streotipe yang merugikan yang
telah mendominasi studi-studi mengenai pengobatan primitif hing-
ga kini, mengenai ide bahwa religi, magic dan pengobatan senan-
tiasa erat berkaitan, sehingga yang satu hanya dapat di pelajari
jika yang lainnya juga di pelajari. Streotipe ini diterima tanpa kri-
tikan oleh sebagian besar ahli-ahli antropologi selama setengah
abad yang lalu, sehingga telah sangat membatasi pemahaman kita
mengenai sistem pengobatan non-Barat.
Walaupun demikian, baik Rivers, Clements maupun tokoh-
tokoh lain di masa itu yang mengumpulkan data mengenai sistem
pengobatan primitif, tidak mengetahui bahwa mereka sedang
melakukan penelitian tentang “antropologi kesehatan”, dan mereka
juga tidak memperdulikan tentang kemungkinan pentingnya
penemuan-penemuan mereka bagi kesehatan penduduk yang
mereka teliti. Oleh karenanya kita tidak dapat mengatakan bahwa,
antropologi kesehatan telah berkembang dari penelitian awal me-
ngenai pengobatan primitif; melainkan justru sebaliknya. Ahli
antropologi yang kini bekerja di bidang-bidang kesehatan telah”
menangkap kembali” dan memberikan nama formal–etnomedisin
bagi studi-studi tradisional mengenai pengobatan non-Barat dan

128 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


menjadikannya sebagai bagian dari spesialisasi mereka. Setelah
antropologi kesehatan berkembang, terutama dalam bidang-bidang
yang luas seperti kesehatan masyarakat internasional dan psikiatri
lintas budaya (psikiatri transkultur); kepentingan pengetahuan praktis
maupun teoretis mengenai sistem pengobatan non-Barat semakin
tampak. Pengakuan tersebut telah memperbarui perhatian dalam
penelitian etnomedisin, dan mengangkatnya sebagai salah satu
pokok penting dalam antropologi kesehatan.

2. Pengobatan modern
a. Profesionalisme dalam pengobatan (dokter)
Para ahli antropologi memberikan suatu pendapat pada tahun
terakhir ini melihat jumlah pasien semakin meningkat, jelas bahwa
ahli-ahli antropologi kesehatan hanya sedikit sekali berhubungan
studi pengobatan tradisional. Dalam dunia barat ahli antropologi
dan sosiologi menaruh perhatian terhadap teknik pengobatan dari
penyembuhan, ciri-ciri kepribadiannya dan peranan mereka sebagai
pendamai sosial maupun sebagai ahli terapi kesehatan, sedangkan
ahli sosiologi menaruh perhatian kepada dokter-dokter sebagai
contoh dari suatu kategori sosial, yaitu golongan profesional.
Dalam pendekatannya ahli antropologi dan ahli sosiologi
memberikan studi utama mengenai sebuah pendidikan kedokteran.
Pendidikan kedokteran meruapakan suatu profesi dan tentunya
kedalam bidang kedokteran, suatu kelas orang-orang yang sama
dimana ia sebagai pengarah profesional yang berkeahlian untuk
melayani dan menyembuhkan masyarakat dalam suatu penyakit.
b. Profesionalisme dalam pengobatan (perawatan)
Lapangan perawatan menjadi perhatian ahli antropologi paling
sedikit karena dua alasan pokok. Pertama, sebagaimana dengan
sistem sosial budaya lainnya lapangan ini memberikan kesempatan
untuk melakukan penelitian yang bersifat unik dan dilakukan ber-
sama bidang kedokteran. Kedua, perawatan memberikan salah satu

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 129


kesempatan yang langka dimana suatu sistem sosial budaya dikaji
oleh para ahli antropologi untuk memberi keuntungan sendiri yang
mengarahkan kepada pandangan khusus kedalam budaya tempat
mereka berasal, dan memperhalus interprestasi-interprestasi yang
dibuat oleh orang luar untuk mendapatkan suatu perawatan bagi
masyarakat.
Antropologi memberikan suatu model yang secara operasional
berguna untuk menguraikan proses proses perubahan sosial budaya
dan kesehatan, yang mana melakukan respon terhadap kondisi yang
berubah dan ada kesempatan yang baru. Sebagai suatu unsur dalam
metologi antropologi kesehatan menawarkan konsep tentang
tingkah laku yang dipandang dari perbuatan-perbuatan dan asumsi-
asumsi budaya kesehatan yang tidak rasional.

C. PERANAN ANTROPOLOGI KESEHATAN DALAM


PEMBANGUNAN
Antropologi kesehatan kontemporer pada empat sumber yang
berbeda yang perkembangannya relatif atau tidak mutlak.
1. Antropologi fisik
Lama sebelum adanya ahli antropologi kesehatan budaya, ahli
antropologi fisik belajar dan melakukan penelitian di sekolah
sekolah kedokteran yang jurusannya anatomi, karena banyak
perhatian mereka pada biologi manusia sejajar dan tumpang tindih
dengan banyak lapangan para dokter. Prasad (1959) mengatakan
lapangan studi tersebut meliputi nutrisi dan pertumbuhan, serta
kolerasi antara bentuk tubuh dengan variasi luas dengan penyakit
penyakit misalnya radang pada persendian tulang, tukak lambung,
kurang darah dan penyakit diabetes. Pengamatan terhadap penga-
ruh pengaruh evolusi manusia serta jenis penyakit yang berbeda
pada berbagai populasi yang terkena sebagai faktor faktor budaya
misalnya migrasi, kolonisasi dan meluas menjadi urbanisasi
(Underwood, 1975).

130 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


Dalam pengembangan usaha pencegahan penyakit, para ahli
antropologi fisik memberikan sumbangan dalam penelitian me-
ngenai penemuan kelompok kelompok penduduk yang memiliki
resiko tinggi, yakni orang orang yang tubuhnya mengandung sel
sabit dan pembawa penyakit kuning (hepatitis).
2. Etnomedisin
Sub-bagian antropologi kesehatan yang kini disebut sebagai
“etnomedisin”, yakni kepercayaan dan praktek-praktek yang
berkenaan dengan penyakit, yang merupakan hasil dari perkem-
bangan kebudayaan asli dan yang eksplisit tidak berasal dari
kerangka konseptual kedokteran modern (Hughes, 1968). Oleh
karenanya kita tidak dapat mengatakan bahwa, antropologi kese-
hatan telah berkembang dari penelitian awal mengenai pengobatan
primitif; melainkan justru sebaliknya. Ahli antropologi yang kini
bekerja di bidang-bidang kesehatan telah” menangkap kembali”
dan memberikan nama formal–etnomedisin bagi studi-studi
tradisional mengenai pengobatan non-Barat dan menjadikannya
sebagai bagian dari spesialisasi mereka. Setelah antropologi kese-
hatan berkembang, terutama dalam bidang-bidang yang luas seperti
kesehatan masyarakat internasional dan psikiatri lintas budaya
(psikiatri transkultur) ; kepentingan pengetahuan praktis maupun
teoritis mengenai sistem pengobatan non-Barat semakin tampak.
Pengakuan tersebut telah memperbarui perhatian dalam penelitian
etnomedisin, dan mengangkatnya sebagai salah satu pokok penting
dalam antropologi kesehatan.
a. Kesehatan masyarakat internasional
Dengan berakhirnya perang, dan dengan perpanjangan program-
program bantuan teknik Amerika Serikat bagi Afrika dan Asia,
maupun dengan tebentuknya World Health Organization (WHO),
maka program-program kesehatan masyarakat utama yang bersifat
bilateral dan multilateral di negara-negara sedang berkembang
merupakan sebagian dari gambaran dunia. Petugas-petugas kese-

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 131


hatan yang bekerja di lingkungan yang bersfat lintas-budaya lebih
cepat menemukan masalah dari pada mereka yang bekerja dalam
kebudayaan sendiri, dan khususnya mereka yang terlibat dalam klinik-
klinik pengobatan melihat bahwa kesehatan dan penyakit bukan hanya
merupakan gejala biologis, melainkan juga gejala sosial-budaya.
Mereka segera menyadari bahwa kebutuhan kesehatan dari negara-
negara berkembang berkembang tidaklah dapat dipenuhi dengan
sekedar memindahkan pelayanan kesehatan dari negara-negara
industri.
Kumpulan data pokok mengenai kepercayaan dan praktek
pengobatan primitif dan petani yang telah diperoleh ahli antropologi
kebudayaan pada tahun-tahun sebelumnya, informasi mengenai
nilai-nilai budaya dan bentuk-bentuk sosial, serta pengetahuan
mereka mengenai dinamika stabilitas sosial dan perubahan, telah
memberikan kunci yang di butuhkan bagi masalah-masalah yang
dijumpai dalam program-program kesehatan masyarakat awal
tersebut. Para ahli antropologi dapat menjelaskan pada petugas
kesehatan mengenai bagaimana kepercayaan-kepercayaan tradi-
sional serta praktek-prakteknya bertentangan dengan asumsi-asumsi
pengobatan Barat, bagaimana faktor-faktor sosial mempengaruhi
keputusan-keputusan perawatan kesehatan dan bagaimana
kesehatan dan penyakit semata-mata merupakan aspek dari kese-
luruhan pola kebudayaan, yang hanya berubah bila ada perubahan-
perubahan sosial-budaya yang mencakup banyak hal.
b. Studi-studi tentang kebudayaan dan kepribadian
Sebagian besar publikasi antropologi yang menyangkut kese-
hatan sebelum tahun 1950 berkenaan dengan gejala psikologi dan
psikiatri. Sejak pertengahan tahun 1930-an para ahli antropologi,
psikiater dan ahli–ahli ilmu tingkah laku lainya mulai memper-
tanyakan tentang kepribadian orang dewasa, atau sifat-sifat, dan
lingkungan sosial budaya dimana tingkah laku itu terjadi. Para ahli
yang mempelajari tingkah laku juga menaruh perhatian terhadap
kemungkinan “tes proyektif ” baru, seperti kartu tes tinta Ror-

132 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


schach dan Thematic Apperception Test, dapat memberi penjelasan
mengenai fungsi pikiran manusia manusia, sehingga mereka dapat
memberi kunci jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang di-
kemukakan.

D.WILAYAH PSIKOLOGI ANTROPOLOGI


Objek ilmu jiwa modern ialah manusia serta kegiatan- kegia-
tannya dalam hubungan dan lingkungannya. Terdapat beberapa
hal lain yang patut disebutkan pula berkenan dengan kegiatannya
yang justru menjadi objek ilmu jiwa dan ilmu jiwa sosial. Manusia
secara hakiki sekaligus merupakan:
1. Makluk Individual
Bahwasanya manusia merupakan suatu keseluruhan yang
tidak dapat dibagi-bagi, kiranya sudah jelas bagi kita. Hal ini meru-
pakan arti dari ucapan manusia merupakan makluk individual.
Aristoteles berpendapat bahwa manusia itu merupakan penjum-
lahan dari beberapa kemampuan tertentu yang masing-masing
bekerja tersendiri, seperti kemampuan vegetatif: makan, ber-
kembang biak: kemampaun sensitif, bergerak mengamati, bernafsu
dan berperasaan: dan kemampuan intelektif: berkemampuan dan
berkecerdasan.
Willham dan terutama ahli ahli psikologi modern yang mene-
gaskan bahwa jiwa manusia itu merupakan suatu kesatuan jiwa
raga yang berkegiatan secara keseluruhan. Mereka menegaskan
bahwa minat perhatian sangat dipengaruhi oleh niat dan kebutuhan
kita pada waktu tersebut (W.A. Gerungan, 1991).
2. Makluk Sosial
Segi utama lainnya yang perlu diperhatikan ialah bahwa ma-
nusia secara hakiki merupakan makluk sosial. Sejak dilahirkan ia
membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebu-
tuhan biologis, makan, minum, dan lainnya. Pada dasarnya pribadi
manusia tidak sanggup hidup seorang diri tanpa lingkungan psikis

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 133


atau rohaninya walaupun secara bilogis-fisiologi ia mungkin dapat
memepertahankan dirinya pada tingkat kehidupan vegetatif.
3. Mahkluk Ketuhanan
Segi yang terakhir ini sebenarnya tidak diterangkan dengan
khususnya dalam rangka karangan, dan sebenarnya termasuk cabang
psikologi keagamaan. Manusia, selain mahkluk individual yang
sebenarnya tidak usah di buktikan kebenarannya, sekaligus meru-
pakan makluk sosial, disamping itu dia meruapakan makluk yang
berketuhanan. Sebab bagi tiap-tiap manusia terutama di Indonesia,
yang sudah dewasa dan sadar akan dirinya, sudah jelas sulit sekali
untuk menolak adanya kepercayaan kepada tuhan, sebagai segi
hakiki dalam peri kehidupan manusia, dan bahwa segi ini adalah
segi khas bagi manusia pada umumnya.
Secara psikologis dapatlah diakui bahwa segi manusia sebagai
makluk berketuhanan itu dapat pula dengan sadar atau tidak dengan
sadar ditunjukkan dan digerakkan oleh suatu objek yang bukan
merupakan Tuhan Yang Maha Esa.

E. WILAYAH PSIKOLOGI DALAM ANTROPOLOGI


Manusia dimanapun ia berada tidak dapat dipisahkan dari
lingkungan masyarakatnya oleh karena itu sejak dahulu, orang
sudah menaruh minat yang besar kepada tingkah laku manusia
dalam lingkungan sosialnya. Sekalipun demikian, psikologi sosial
sebagai ilmu khusus yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
lingkungan sosialnya baru timbul kurang dari 100 tahun yang lalu.
Sebelum itu gejala prilaku manusia dalam masyarakat dipelajari
oleh sosiologi atau antropologi
Antropologi mempelajari manusia sebagai suatu keseluruhan.
Objek material dari antropologi adalah umat manusia dan objek
formalnya adalah produk produk budaya umat manusia. Antro-
pologi mencoba menerangkan hakikat prilaku manusia dengan
menggali nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan berbagai

134 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan


suku bangsa di dunia. Karena manusia tidak pernah lepas dari
pengaruh lingkungan budaya, maka antropologi penting sekali
artinya untuk psikologi sosial
Perananan dari antropologi dan psikologi antara lain untuk
mengurangi atau setidak tidaknya menjelaskan bisa (penyimpangan)
yang terdapat dalam hasil penelitian psikologi sosial sebagai akibat
dari pengaruh kebudayaan atau kondisi masyarakat disekitar ma-
nusia yang sedang diteliti. Inilah yang membedakan psikologi sosial
dan antropologi yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai
bagian dari masyarakatnya (Sarwono, 1991).

Kesimpulan
- Antropologi kesehatan kontemporer pada empat sumber yang
berbeda, yang berkembanganya masing–masing secarar relatif
(tetapi tidak mutlak) terpisah satu sama lain.
1) Antropologi fisik terhadap topik-topik seperti evolusi, adap-
tasi, anatomi komparatif, tipe-tipe ras, genetika dan serologi;
2) Perhatian etnografi tradisional terhadap pengobatan pri-
mitif, termasuk ilmu sihir dan magic;
3) Gerakan “kebudayaan dan kepribadian” pada akhir 1930-
an dan 1940-an, yang merupakan kerjasama antara ahli-
ahli psikiatri dan antropologi; dan
4) Gerakan esehatan masyarakat internasional.
- Objek ilmu jiwa modern ialah manusia serta kegiatan-kegiatan-
nya dalam hubungan dan lingkungannya.
1) Makhluk Individual
2) Makhluk Sosial
3) Makhluk Berketuhanan
- Peranan dari antropologi dan psikologi antara lain untuk me-
ngurangi atau setidak-tidaknya menjelaskan bias (penyim-
pangan) yang terdapat dalam hasil penelitian psikologi sosial

Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan 135


sebagai akibat dari pengaruh kebudayaan atau kondisi mas-
yarakat disekitar manusia yang sedang diteliti. Inilah ynag
membedakan psikologi sosial dan antropologi yang mempelajari
tingkah laku manusia sebagai bagian dari masyarakatnya.

Daftar Pertanyaan
1. Jelaskan akar antropologi dalam Antropologi fisik ?
2. Jelaskan pengobatan modern dalam Antropologi ?
3. Jelaskan peran antopologi kesehatan dalam Pembangunan ?
4. Jelaskan wilayah psikologi yang berkaitan dengan Antropologi?

Daftar Pustaka
Foster/Anderson. Antopologi Kesehatan. Jakarta: UI Press, 1986.
Koentjaraningrat. Pengantar ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta,
2009.
Sarlito Wirawan Sarwono. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta:
Rajawali Press, 1991.
W.A.Gerungan. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco, 1991.

136 Sosiologi-Antropologi dan Perilaku Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai