Disusun Oleh :
Pembimbing
dr. Yasser Ridwan, Sp.OT
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI.................................................................................................1
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................2
A. Latar Belakang....................................................................2
B. Tujuan..................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................4
A..........................................................................................Definisi
............................................................................................ 4
B...........................................................................................Anatomi
............................................................................................ 4
C...........................................................................................Etiologi
............................................................................................ 11
D..........................................................................................Patofisi
ologi.....................................................................................12
E..........................................................................................Klasifik
asi........................................................................................13
F.......................................................................................... Gambar
an Klinis..............................................................................16
G..........................................................................................Pemerik
saan Penunjang....................................................................17
H..........................................................................................Penatala
ksanaan................................................................................17
I...........................................................................................Kompli
kasi......................................................................................22
BAB III. LAPORAN KASUS...................................................................24
BAB IV. PEMBAHASAN.........................................................................28
BAB V. PENUTUP..................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................31
Follow Up......................................................................................................32
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang
melebihi kekuatan tulang. Fraktur dapat diklasifikasikan menurut garis fraktur
(transversal, spiral, oblik, segmental, komunitif), lokasi (diafise, metafise, epifise)
dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang mengelilingi (terbuka atau
compound dan tertutup). 1
Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi. Insiden
terjadinya fraktur shaft humerus adalah 1-4% dari semua kejadian fraktur.2
Fraktur shaft humerus dapat terjadi pada sepertiga proksimal, tengah dan distal
humerus.1,3
Fraktur korpus humeri dapat terjadi semua usia. Pada bayi, humerus sering
mengalami fraktur pada waktu persalinan sulit, atau cedera non-accidental .
Fraktur ini dapat menyembuh dengan cepat dengan pembentukan kalus massif dan
tidak perlu perawatan. Pada orang dewasa, fraktur pada humerus tidak umum
terjadi. Terdapat beberapa jenis fraktur, tetapi dapat dirawat dengan cara yang
sama. Jika perawatan dilakukan dengan baik, maka tidak akan menimbulkan
masalah.3
Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur korpus humerus adalah cedera
nervus radialis.1-10 Biasanya hanya memar (neuropraksia) yang sembuh sempurna
secara spontan dalam waktu dua sampai empat minggu. Tetapi kadang-kadang
terjadi kerusakan yang permanen.1
B. TUJUAN
Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :
1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang
dilaporkan
2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan
kenyataan yang terdapat pada kasus.
3
3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus
yang didapat dari anamnesa hingga penatalaksanaan dan follow up..
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang
humerus yang terbagi atas :1
1. Fraktur Collum Humerus
2. Fraktur Batang Humerus
3. Fraktur Suprakondiler Humerus
4. Fraktur Interkondiler Humerus
B. ANATOMI
Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang
panjang dan terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di
proksimal dan dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3
bagian, yaitu proksimal humeri, shaft humeri dan distal humeri.4
Proksimal humeri
Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan
dilapisi oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang
berartikulasi dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah
caput humeri serong mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri
dipisahkan dengan struktur di bawahnya oleh collum anatomicum. 4
Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan
tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri
ke distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior
dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara kedua tuberculum
serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi tulang rawan
dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis. 4
Shaft humeri
Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga.
Permukaan shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies
5
anterior lateralis dan facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan
facies posterior membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah distal makin
menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies
anterior lateralis dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo
lateralis ini juga ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista
supracondilaris lateralis. 4
Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan
tuberositas deltoidea. Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior
humeri didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang berjalan
superomedial ke inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat margo
medialis dan merupakan lubang masuk ke canalis nutricium yang mengarah ke
distal. 4
Distal humeri
Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri.
Margo medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis
berakhir sebagai epicondilus medialis. Demikian pula margo lateralis yang
melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai
epicondilus lateralis. Epicondilus medialis lebih menonjol dibandingkan
epicondilus lateralis serta di permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan
sulcus nervi ulnaris. 4
Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan
untuk artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu
yang sedikit serong terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut
trochlea humeri di medial dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri
dilapisi oleh tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai
permukaan posterior dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di
permukaan anterior maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga
tulang menjadi sangat tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di
permukaan posterior disebut fossa olecrani. 4
6
Capitulum humeri berartikulasi dengan radius. Di permukaan anterior capitulum
humeri didapatkan fossa radialis. 4
M. Latissimus Dorsi
Otot ini besar dan berbentuk segitia. Batas posterior trigonum lumbale
dibentuk oleh m. latissimus dorsi. Bersama m. teres mayor, otot ini membentuk
plica axillaris posterior, serta ikut membentuk dinding posterior fossa axillaris.
Otot ini berorigo pada processi spinosi vertebrae thoracales VII – sacrales V dan
crista iliaca. Dan berinsersi pada sulcus intertubercularis humeri. Otot ini
berfungsi untuk ekstensi, adduksi dan endorotasi pada artikulasi humeri. 4
M. Deltoideus
Otot yang tebal dan letaknya superficial ini berorigo di tepi anterior dan
permukaan superior sepertiga bagian lateral clavicula, tepi lateral permukaan
superior acromion, serta tepi inferior spina scapulae. Insersi pada tuberositas
deltoidea humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk
abduksi artikulasi humeri, bagian anterior untuk fleksi dan endorotasi artikulasi
humeri, sedang bagian posterior untuk ekstensi dan eksorotasi artikulasi humeri. 4
M. Supraspinatus
Bagian medial fossa supraspinatus merupakan origo otot ini dan insersinya
di tuberculum majus humeri. Otot ini mendapat inervasi dari n. suprascapularis.
Otot ini berfungsi untuk abduksi artikulasi humeri. Otot ini bersama mm.
infraspinatus, teres minor et subscapularis membentuk rotator cuff, yang berfungsi
mempertahankan caput humeri tetap pada tempatnya dan mencegahnya tertarik
oleh m. deltoideus menuju acromion. 4
7
M. Infraspinatus
Mm. deltoideus et trapezius berada di superficial dari sebagian otot ini.
Origonya di dua pertiga bagian medial fossa infraspinatus dan permukaan inferior
spina scapulae. Tendo insersinya juga menyatu dengan capsul artikulasi humeri
dan berinsersi pada tuberculum majus humeri. Otot ini diinervasi oleh n.
suprascapularis. Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri. Bagian
superior untuk abduksi dan bagian inferior untuk adduksi artikulasi humeri. 4
M. Subscapularis
Otot ini membentuk dinding posterior fossa axillaris. Origonya di fossa
subscapularis. Tendo insersinya berjalan di anterior dan melekat pada capsula
artikulasi humeri serta tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n.
subscapularis. Otot ini berfungsi untuk endorotasi artikulasi humeri. 4
M. Teres Minor
Otot ini mungkin sulit dipisahkan dengan m. infraspinatus. Otot ini
berorigo pada tepi lateral fossa infraspinata dan tendo insersinya mula-mula
melekat pada capsula articularis humeri, kemudian melekat pada tuberculum
minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk
eksorotasi artikulasi humeri. 4
M. Teres Mayor
Otot ini berorigo di facies dorsalis scapulae dekat angulus inferior.
Berinsersi di labium medial sulcus intertubercularis humeri di inferior dari tempat
insersi m. subscapularis. Inervasi otot ini berasal dari n. subscapularis. Bersama
m. latissimus dorsi, otot ini berfungsi untuk adduksi artikulasi. 4
M. Biceps Brachii
Otot yang berorigo di scapula ini, memiliki dua caput yaitu caput longum
et brevis. Caput brevis berorigo bersama dengan m. coracobrachialis di processus
coracoideus. Sedang caput longum berorigo di tuberositas supraglenoidalis.
Ketika melalui sulcus intertubercularis humeri, tendo origonya di fiksasi oleh
ligamentum transversum humeri. Insersi otot ini pada tuberositas radii. Sebagian
tendo insersinya, sebagai lacertus fibrous, berinsersi di fascia antebrachii dan
ulna.
8
Fungsi caput longum m. biceps brachii untuk fleksi artikulasi humeri et cubiti,
sedangkan caput brevisnya untuk supinasi artikulasi radioulnaris. 4
M. Coracobrachialis
Otot ini berorigo di processus coracoideus. Otot ini ditembuw oleh n.
musculocutaneus dan insersi di sepertiga distal medial humeri. Otot ini berfungsi
untuk fleksi dan adduksi artikulasi humeri. 4
M. Brachialis
Otot ini berorigo di dua pertiga distal fascia anteromedial et anterolateral
humeri dan insersi pada capsula artikulasi cubiti, processus coronoideus et
tuberositas ulna. Otot ini berfungsi untuk fleksi artikulasi cubiti. 4
M. Triceps Brachii
Otot ini berada di regio brachii dorsalis. Otot ini memiliki tiga caput dan
tersusun dalam dua lapisan. Caput longum et lateralis menempati lapisan
superficial, sedang caput medial menempati lapisan profundus. Caput longumnya
berorigo pada tuberositas infraglenoidalis. Dalam perjalanannya ke inferior, caput
ini memisahkan hiatus axillaris medialis dari hiatus axillaris lateralis. Origo lateral
et medial dipisahkan oleh sulcus n. radialis humeri. Caput lateral berorigo di
facies posterior humeri di superior dari sulcus ini, sedang caput medial berorigo di
inferiornya. Insersinya di bagian posterior permukaan superior olecranon, fascia
antebrachii dan capsula articularis cubiti. Inervasi otot ini berasal dari n. radialis.
Fungsi dari caput longum m. triceps brachii untuk ekstensi dan adduksi
artikulasi humeri, sedangkan caput lateral et medial untuk ekstensi artikulasi
cubiti. 4
Persarafan yang berjalan pada regio brachii adalah saraf axillaris, medianus dan
ulnaris
N. Axillaris (C5-C6)
Awalnya saraf ini berjalan sejajar dengan n. radialis. Setinggi inferior m.
subscapularis memisahkan diri dari n. radialis dan berada di lateralnya, kemudian
berjalan ke posterior bersama a. circumflexa humeri posterior melewati hiatus
axillaris lateralis. Selanjutnya saraf ini berjalan di inferior dari tepi inferior m.
9
teres minor dan menginervasinya. Ketika mencapai sisi posteromedial collum
chirurgicum humeri, n axillaris member cabang n. cutaneus brachii lateralis untuk
menginervasi kulit di superficial m. deltoideus. Akhirnya melanjutkan diri ke
anterior sekeliling sisi lateral collum chirurgicum humeri untuk menginervasi m.
deltoideus. 4
N. Musculocutaneus (C5-C7)
Merupakan cabang fasciculus lateralis pleksus brachialis. M.
coracobrachialis ditembus oleh saraf ini. N. musculocutaneus menginervasi otot-
otot fleksor regio brachii (mm. biceps brachii et brachialis), kulit sisi lateral regio
antebrachii dan arilkulasi cubiti. Selanjutnya saraf ini muncul di lateral dari m.
biceps brachii sebagai n. cutaneus antebrachii lateralis.4
N. Medianus (C5-T1)
Di sisi anterolateral dari a. axillaris, saraf ini terbentuk dari pertemuan
radiks lateralisnya yang merupakan cabang fasciculus lateralis plexus brachialis
dan radiks medialis, yang merupakan cabang fasciculus medialis plexus
brachialis. Selanjutnya berjalan bersama a. axillaris dan lanjutannya, yaitu a.
brachialis. Saraf ini menyilang di anterior a. brachialis untuk berada di medial dari
arteri ini di dalam fossa cubiti. N. medianus bersama a. brachialis berjalan di
permukaan anterior m. brachialis menuju fossa cubiti. 4
N. Radialis (C5-T1)
Cabang terbesar dari pleksus brachialis ini awalnya berjalan di posterior
dari a. axillaris dan di anterior dari m. subscapularis. Saraf ini menginervasi kulit
di sisi posterior regio brachii, antebrachii et manus, otot-otot ekstensor regio
brachii et antebrachii, artikulasi cubiti dan beberapa artikulasi di regio manus. 4
N. Ulnaris (C7-T1)
Saraf ini berjalan ke inferior di posteromedial dari a. brachialis, jadi sejajar
dengan n. medianus. Kira-kira di pertengahan region brachii, n. ulnaris menjauhi
a. brachialis dan n. medianus untuk berjalan ke poter oinferior menembus septum
intermusculare medial bersama a. collateralis ulnaris proksimal menuju sisi
medial m. triceps brachii. Akhirnya berada di sisi posterior epicondylus medialis
humeri. 4
10
Vaskularisasi regio brachii dijelaskan pada bagian berikut:
Arteri brachialis merupakan lanjutan a. axillaris, dimulai dari tepi inferior
m. teres mayor. Arteri ini melanjutkan diri ke fossa cubiti dan di sini berakhir
sebagai dua cabang terminal, yaitu aa. Ulnaris et radialis. Cabang-cabangnya yang
berada di regio ini adalah aa. Profunda brachii, collaterales ulnares proksimal et
distalis. 4
Arteri profunda brachii berjalan ke posterior bersama n. radialis. Di sini
lateral regio brachii arteri ini berakhir sebagai dua cabang terminalnya, yaitu a.
collateralis radialis, yang berjalan ke anterior bersama n. radialis dan a.
collateralis media, yang menuju sisi posterior epicondylus lateralis humeri. 4
Arteri collateralis ulnaris proksimalis berawal dipertengahan regio brachii
dan berjalan bersama n. ulnaris menuju sisi posterior epicondylus medialis
humeri. 4
Arteri collateralis ulnaris distalis awalnya sedikit di superior dari artikulasi
cubiti dan berjalan di posterior dari n. medianus, kemudian cabang-cabangnya
menuju sisi anterior dan posterior epicondylus medialis humeri. 4
Vena brachialis
mengikuti arterinya dan kira-kira di dua pertiga proksimal regio ini v. basilica
berjalan superficial terhadap a. brachialis. 4
Gambar 2.1.. (a) Anterior and (b) Posterior Humerus. (c) Humerus dengan tiga saraf utama yaitu
n. axillaris, n. radialis and n. ulnaris. 11
11
Gambar 2.2. Anterior dan Posterior Humerus. Tempat insersi otot-otot berhubungan dengan
pergerakan humerus.11-12
C. ETIOLOGI
Umumnya fraktur yang terjadi, dapat disebabkan beberapa keadaan berikut:
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki
terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.5
12
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot
sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa tw isting, bending dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur penyembuhan tulang:
1. Faktor intrinsik
13
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan ( fatigue fracture), dan kepadatan atau kekerasan tulang.
2. Faktor ektrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
E. KLASIFIKASI
Berikut klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut Ortopaedics Trauma
Association (OTA);9,12
□ Tipe A: fraktur sederhana ( simple fracture )
✓ A1: spiral
✓ B1: spiral wedge
✓ B3: fragmented wedge
14
✓ C2: Segmental
Gambar 2.3. Tipe A = fraktur sederhana. A1 = fraktur spiral (.1 pada sepertiga proksimal, .2 pada sepertiga
15
Gambar 2.4. Tipe B = fraktur baji (wedge fracture). B1 = fraktur baji spiral ( spiral wedge fracture), B2 =
Gambar 2.5. Tipe C = complex fracture. C1 = fraktur spiral kompleks, C2 = fraktur segmental kompleks, A3
= fraktur ireguler.12
16
2. Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus
Jika fraktur terjadi di distal dari insersi deltoid pada sepertiga tengah korpus
humerus, pergeseran ke medial dari fragmen distal dan abduksi dari fragmen
proksimal akan terjadi.2,9,12
Gambar 2.6. Lokasi fraktur dan arah pergeseran fragmen. (dari kiri ke kanan) Fraktur diatas
insersi pectoralis mayor, fraktur antara insersi pectoralis mayor dan deltoid, fraktur
di bawah insersi deltoid.12
Secara ringkas dapat penjelasan posisi fragmen fraktur dapat dilihat pada table 2.1
berikut:9
17
Diatas insersi Abduksi, eksorotasi oleh Medial, proksimal oleh
pectoralis mayor rotator cuff deltoideus dan pectoralis
mayor
18
F. GAMBARAN KLINIS
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.1-12
2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.1-12
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur.1-12
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu
dengan lainnya.1-12
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.1-12
6. Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan
arteri brakialis. Saat pemeriksaan apakah ia dapat melakukan dorsofleksi
pergelangan tangan atau ekstensi jari-jari tangan.1-12
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
✓ Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa
penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.7
✓ Radiologi
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis
fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat
terbaca jelas). Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan.
19
Sendi bahu dan siku harus terlihat dalam foto. Radiografi humerus
kontralateral dapat membantu pada perencanaan preoperative.
Kemungkinan fraktur patologis harus diingat. CT-scan, bone-scan dan
MRI jarang diindikasikan, kecuali pada kasus dengan kemungkinan
fraktur patologis. Venogram/anterogram menggambarkan arus
vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih
kompleks.9
H. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat
ditangani secara tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi,
pemendekan serta rotasi fragmen patah tulang. Angulasi fragmen sampai
300 masih dapat ditoleransi, ditinjau dari segi fungsi dan kosmetik. Hanya
pada patah tulang terbuka dan non-union perlu reposisi terbuka diikuti
dengan fiksasi interna.6,7,9
Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban pada
lengan dengan cast biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah.
Hanging cast dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan siku
fleksi 90° dan bagian lengan bawah digantung dengan sling disekitar leher
pasien. Cast (pembalut) dapat diganti setelah 2-3 minggu dengan pembalut
pendek ( short cast) dari bahu hingga siku atau functional polypropylene
brace selama ± 6 minggu.6,7,9
20
Gambar 2.7. Penatalaksanaan pada fraktur shaft humerus dengan konservatif. 7
✓ Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur
humerus dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik.
Penggunaan pada fraktur transversa dan oblik pendek menunjukkan
kontraindikasi relatif karena berpotensial terjadinya gangguan dan
21
komplikasi pada saat penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan
atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk
efektivitas. Seringkali diganti dengan fuctional brace 1-2 minggu
pasca trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami union.9
✓ Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint
memiliki stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih
kecil daripada hanging arm cast . Lengan bawah digantung dengan
collar dan cuff . Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut
fraktur shaft humerus dengan pemendekan minimal dan untuk jenis
fraktur oblik pendek dan transversa yang dapat bergeser dengan
penggunaan hanging arm cast . Kerugian coaptation splint meliputi
iritasi aksilla, bulkiness dan berpotensial slippage. Splint seringkali
diganti dengan fuctional brace pada 1-2 minggu pasca trauma. 9
✓ Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan
mempertahankan aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada
sendi yang berdekatan. Brace biasanya dipasang selama 1-2 minggu
pasca trauma setelah pasien diberikan hanging arm cast atau
22
coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi metode ini
meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat
dipercaya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas
reduksi. Collar dan cuff dapat digunakan untuk menopang lengan
bawah; aplikasi sling dapat menghasilkan angulasi varus (kearah
midline). 9
2. Tindakan operatif
Pasien kadang-kadang mengeluh hanging cast tidak nyaman,
membosankan dan frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan
hal ini kadang-kadang cukup dianggap menyusahkan. Hal penting yang
perlu diingat bahwa tingkat komplikasi setelah internal fiksasi pada humerus
tinggi dan sebagian besar fraktur humerus mengalami union tanpa tindakan
operatif.7,9
Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan, diantaranya:
□ Fraktur terbuka
□ Fraktur segmental
□ Fraktur patologis
Non-union
7,9
23
2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel
3. External Fixation
24
I. KOMPLIKASI
□ Komplikasi Awal
✓ Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas,
kerusakan arteri brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan
memperlihatkan tingkat cedera. Hal ini merupakan kegawatdaruratan,
yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan langsung ataupun cangkok
( grafting ) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation dianjurkan.7,9
✓ Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus,
terutama fraktur oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus.
Pada cedera yang tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak
diperlukan operasi segera.7-9
Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur
digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga
mempertahankan (preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika
tidak ada tanda-tanda perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus
dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan,
tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan pemindahan tendon.7-9
Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian
cacat setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa
saraf sudah mengalami robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.7,9
✓ Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.
Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan
berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan
lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik
harus disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.
25
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika
intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail
tidak perlu dilepas
□ Komplikasi Lanjut
✓ Joint stiffness
Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan
aktivitas lebih awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu
nyeri disarankan) dapat membatasi pergerakan bahu untuk beberapa
minggu.7
Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi. Pada
anak-anak di bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu
difikirkan. Fraktur dirawat dengan bandage sederhana pada lengan
hingga ke badan untuk 2-3 minggu. Pada anak yang lebih tua
memerlukan plaster splint pendek.7
26
BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesa
Identitas Pasien
Nama : N n. E
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan :M ahasiswa
Suku : K utai
Agama : Is lam
Alamat : Jl. Mulyo Pranoto RT.03 Loa Kulu Kukar
Masuk Rumah Sakit : Tanggal 30 Maret 2009 pukul 11.40 Wita
27
Pemeriksaan Fisik :
Status Generalisata
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Berat B adan :5 3k g
Tanda vital :
✓ Nadi : 7 4 x /menit
✓ Pernapasan : 20 x/menit
✓ Suhu : 3 6,70 C
Kepala : Jejas (-), Anemis (-/-), ikterus (-/-), pupil isokor Φ 3 mm/
3mm, Reflek cahaya (+/+) simetris kanan = kiri
Leher : J ejas ( -)
Thorax : Jejas (-),Pergerakan simetris
Status lokalis
28
Feel : nyeri tekan (+),pulsasi a. Radialis dekstra teraba kuat, capillary
refill < 2 detik, sensori (+)
Move : pergerakan aktif dan pasif terbatas oleh karena nyeri, pergerakan
pergelangan tangan dan jari-jari (+)
Pemeriksaan Penunjang:
✓ Darah lengkap
Tanggal 30 Maret 2009
Hb : 1 2,9 g ram/dL
Ht : 3 9,7%
□ Bleeding time : 3”
Ditemukan:
Fraktur Spiral Sepertiga Distal Humerus
29
30
Diagnosa:
Close Fraktur 1/3 Distal Humerus Dekstra + Multiple Vulnus Ekskoriatum
Penatalaksanaan
✓ Rencana ORIF
Laporan Operasi:
Tanggal operasi : 1 April 2009 pukul 10.00 sampai dengan 11.35 wita
Diagnosa pre operatif : Close fraktur 1/3 distal humerus dekstra
Diagnosa post operatif : Close fraktur 1/3 distal humerus dekstra
Jenis tindakan : Dilakukan ORIF STP (Semi Tubuler Plate) dan 6 screw
dan 2 buah lag screw
Terapi post operatif :
31
32
BAB IV
PEMBAHASAN
33
Pada pasien ini, dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang sesuai untuk diagnosa fraktur shaft humerus. Pada kasus ini,
didapatkan pada foto rontgen adalah fraktur spiral memanjang pada sepertiga
distal humerus. Pada literature, dikatakan bahwa fraktur spiral pada humerus
dihasilkan akibat mekanisme torsional (terpuntir) pada lengan. Hal ini mungkin
saja terjadi pada pasien ini, meskipun dalam anamnesa tidak begitu jelas
mekanisme cedera yang disampaikan oleh pasien. Mungkin saja pasien saat
terjatuh dari motor, tangan pasien menekuk lalu menyentuh tanah dan kemudian
tertabrak mobil sehingga terpuntir. Dalam kasus ini, mobil tidak melewati lengan
pasien, karena jika hal itu terjadi kemungkinan tulang lengan atas (humerus)
pasien mengalami fraktur kominutif akibat kompresi ban mobil yang cukup berat.
Pada pasien ini terjadi peningkatan lekosit yaitu 15.400/mm 3, sedangkan
hasil laboratorium seperti Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Cloting time (Ct)
dan Bleeding time (Bt) dalam batas normal. Lekosit pada kasus trauma (terutama
pada fraktur) umumnya memang meningkat sebagai respon tubuh terhadap
trauma. Pada literature dikatakan, dalam 8 jam pertama, pada tempat terjadi
fraktur akan terjadi reaksi inflamasi akut disertai terjadinya proliferasi sel radang
terutama disekitar periosteum yang mengalami kerusakan. Karena reaksi
inflamasi akut ini juga pada pasien ini juga didapatkan edema meskipun minimal.
Pemeriksaan Hb dan Ht pada pasien ini ditujukan untuk mengetahui
adanya perdarahan yang berjalan terus menerus sehingga dapat menyebabkan
syok hipovolemik jika tidak segera diatasi. Meskipun demikian, pada fraktur
humerus hal ini jarang terjadi kecuali pada cedera vaskuler yang berat pada
fraktur terbuka. Sedangkan pemeriksaan cloting dan bleeding time dimaksudkan
untuk mengetahui fungsi pembekuan darah, yang penting dalam kasus perdarahan
pada kasus-kasus trauma, karena jika terdapat gangguan fungsi pembekuan darah,
maka perdarahan yang terjadi akan susah berhenti.
Pada pasien ini hanya dilakukan foto rontgen AP, padahal sesuai literatur,
seharusnya dilakukan dua posisi pengambilan foto, yaitu anterior-posterior (AP)
dan lateral untuk menilai jenis fraktur.
34
Dalam beberapa literature dikatakan bahwa penanganan non-operatif
(konservatif) dan operaif pada fraktur humerus sama baiknya, sekitar 90-98%
mengalami keberhasilan (union). Namun demikian, pada pasien ini telah
dilakukan tindakan operatif fiksasi internal, yaitu ORIF STP dengan 6 screw dan
2 lag screw.
Terdapat beberapa indikasi absolut dan relatif serta pertimbangan untuk
dilakukan operatif pada fraktur shaft humerus. Hal yang perlu dipertimbangkan
diantaranya usia, jenis fraktur (sesuai indikasi absolut atau relatif), penyakit atau
trauma yang menyertai (multiple trauma) dan kesanggupan untuk dilakukan
pembedahan.
Pada pasien ini, karena mungkin pertimbangan usia yang masih cukup
muda, yang umumnya melakukan aktivitas dan mobilisasi aktif, selain itu juga
dari segi estetika perlu dipertimbangkan serta indikasi relatif yaitu fraktur spiral
yang memanjang pada sepertiga distal dan mampu untuk dilakukan pembedahan,
karena itu dipilihlah tindakan operatif. Disamping itu, pada kasus ini terjadi
fraktur sepertiga distal dan tidak ada luka terbuka merupakan indikasi untuk
dilakukan internal fiksasi, karena pada fraktur sepertiga distal sering terjadi cedera
saraf radialis sehingga selain perlu dilakukan tindakan ORIF sekaligus untuk
mengeksplorasi dan menilai ada tidaknya cedera saraf radialis meskipun pada
pemeriksaan klinis bisa dilakukan jika ada cedera saraf radialis. Pada literatur,
pemasangan plate dan screw diantaranya diindikasikan pada fraktur distal
humerus dan yang memerlukan eksplorasi untuk evaluasi dan perawatan yang
berhubungan dengan lesi neurovaskuler. Disamping itu metode ini memiliki
keuntungan reduksi dan fiksasi lebih baik serta tidak mengganggu fungsi bahu
dan siku.
Foto rontgen kontrol (post-op) AP dan lateral dilakukan untuk mengetahui
aligment dari humerus dan posisi plate dan screw apakah sudah sesuai pada
tempatnya.
35
BAB V
PENUTUP
A. Resume
Telah dilaporkan pasien wanita Nn. E dengan usia 19 tahun dengan keluhan
utama nyeri pada lengan atas kanan. Dari hasil pemeriksaan fisik pada regio
brachii dekstra didapatkan deformitas, edema, tidak ada luka terbuka, adanya
nyeri tekan dan pergerakan pasif yang terbatas. Kemudian dilakukan pemeriksaan
radiologi yang didapatkan adanya fraktur pada tulang humerus sepertiga distal.
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penujang ditegakkan
diagnosa sebagai close fraktur sepertiga distal humerus dekstra dan dilakukan
tindakan open reduction internal fixasi dengan menggunakan 6 screw dan 2 buah
lag screw .
B. Kesimpulan
1. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta
penunjang laboratorium dan radiologi dapat mendiagnosa adanya close
fracture sepertiga distal humerus dextra.
2. Fraktur spiral pada humerus sering disebabkan oleh
mekanisme torsional (terpuntir) pada lengan.
3. Lekositosis pada kejadian fraktur umumnya
meningkat disebabkan akibat dari reaksi inflamasi akut sebagai respon
terhadap fraktur. Hemoglobin dan hematokrit penting untuk mengetahui
adanya perdarahan masif. Sedangkan Cloting time dan bleeding time
penting untuk mengetahui fungsi pembekuan darah. Meskipun
demikian pemeriksaan laboratorium rutin tidak selalu diperlukan.
4. Penanganan non-operatif (konservatif) dan operaif
pada fraktur humerus sama baiknya, sekitar 90-98% mengalami
keberhasilan (union). Pertimbangan dilakukan pembedahan meliputi
usia, jenis fraktur (indikasi absolut dan relatif), penyakit atau trauma
yang menyertai, dan kemampuan untuk dilakukan pembedahan.
36
DAFTAR PUSTAKA
37
12. Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: A-
Z of Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p 110-
111.
38