Laporan Kasus Ileus Obstruksi125
Laporan Kasus Ileus Obstruksi125
ILEUS OBSTRUKSI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Disusun Oleh :
ANNISA FITRIANI
20110310083
Pembimbing :
dr. Syamsul Burhan, Sp. B
SMF BEDAH
RSUD DR. TJITROWARDOJO PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
ILEUS OBSTRUKSI
Oleh :
HALAMAN JUDUL.............................................................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
DAFTAR TABEL.................................................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................................5
BAB I....................................................................................................................................................6
PENDAHULUAN.................................................................................................................................6
A. Definisi Ileus Obstruksi.............................................................................................................7
B. Anatomi Usus Halus..................................................................................................................7
C. Etiologi....................................................................................................................................10
D. Patofisiologi.............................................................................................................................13
E. Klasifikasi................................................................................................................................18
F. Manifestasi Klinis....................................................................................................................19
G. Diagnosis.................................................................................................................................20
H. Diagnosis Banding...................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................42
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar terdiri
atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid,
rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam
usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis
eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu berbentuk semi cair; saat
mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah menjadi semi solid sebagaimana feses
umumnya. Meskipun terdapat di usus halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh
lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus halus. Sel goblet ini juga bertambah
dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika sirkularis maupun
vili intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam daripada usus halus
(Eroschenko, 2003).
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta tepat
dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali Duodenum yang
sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Superior, suatu cabang
dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah Duodenum diperdarahi oleh A.
Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A. Mesenterika Superior. Pembuluh -
pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan Ileum ini beranastomosis satu sama
lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga
diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah dikembalikan lewat V. Messentericus Superior
yang menyatu dengan V. lienalis membentuk vena porta. (Price, 2003).
Pembuluh limfe
Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang
terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan
melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi
lymphatici msentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan
limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk
kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk
ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal
kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesentericus
inferior (Snell, 2004).
Persarafan
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior (Snell, 2004). Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas
sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan
usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan
serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam
lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price, 2003).
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan pengecualian
pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price, 2003). Sekum,
appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon
transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan
inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal
kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus
pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis dari
pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus (Snell,
2004). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi,
serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis
mempunyai efek berlawanan. (Price, 2003).
C. Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan
pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati
lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari
lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen
(obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen
atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu
pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari
satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi. (Thompson, 2005)
Tabel 2.1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal (Whang et al.,
2005) (Thompson, 2005)
Obturasi Intraluminal Lesi Ekstrinsik Lesi Intrinsik
Benda Asing Adhesi Kongenital
- Iatrogenik Benda Asing - Atresia, stenosis,
- Tertelan Hernia dan webs
- Batu Empedu - Eksternal - Divertikulum
- Cacing - Internal Meckel
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal dan
pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan menuju
ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal
bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di
proksimal daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi
normal proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah
distal dari obstruksi.
2. Strangulasi
Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang
paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium.
Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed
loop obstruction jika katup ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen
obstruksi meningkat, sekresi cairan ke dalam lumen meningkat sementara absorbsinya
menurun. Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat fenomena ini ialah
meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada obstruksi gelung tertutup
terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih dahulu bahkan sebelum
gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.
5. Obstruksi kolon
E. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok
(Yates, 2004) :
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong,
2005) :
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar
suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi
dua (Ullah et al., 2009):
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum,
jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.
F. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari
obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang
berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya
menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah
abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri
menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.
(Whang et al., 2005)
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan
sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi
bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil
laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan
abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering
saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan
tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi.
Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah
lebih bersifat malodorus. (Thompson, 2005).
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada
obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang
terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun
distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang
muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di
diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan
untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun
rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak
terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau
terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda
strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta
rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu
dilakukan.
G. Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas
pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi
dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh
dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus obstruktif
usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus
besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus
berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang
kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus)
maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada
saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga
pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruktif strangulata.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin
dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan
perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu
untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes
fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada
50% pasien.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus (
diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan
kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi
adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada
foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
Gas in small intestine Large bowel shape loops; Gas present diffusely;
stepladder pattern moveable
b. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos
abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan
adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada
pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor
rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi
negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan
kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk
mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi.
Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan
penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie, 2009)
c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis
dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab
obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari
neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai
dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian
yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)
e. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya
obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.
Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal
transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. (Nobie,
2009)
Gambar 2.14 Kehamilan dengan ileus obstruktif (Edelman, 2010)
f. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi,
USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan
akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi
yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu
membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih
murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya
dilaporkan mencapai 100%. (Nobie, 2009)
H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (Nobie, 2009)
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut
A. Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan
intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor
dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada
cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit
dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas
diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi
intestinal. (Evers, 2004)
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena
muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi
parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja.
Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi
parsial. (Evers, 2004)
Terapi Operatif
B. Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).
C. Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35%
atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat
(Nobie, 2009).
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 67 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Klepu Bedug no.7 RT 03/06 Purworejo
Status : Menikah
Tanggal masuk RS : 8 Juni 2016
Diagnosa masuk :
- Observasi Meteorismus
KELUHAN UTAMA
- Tidak bisa BAB sejak 2 hari yang lalu
KELUHAN TAMBAHAN
Pasien datang ke RSUD Dr. Tjitrowardojo dengan keluhan tidak bisa BAB dan
kentut sejak 2 hari SMRS. Perut dirasa sakit, semakin membesar dan sebah. Keluhan mual
(+), muntah (+), demam (-). Tidak ada keluhan pada BAK. Pasien juga mengaku badannya
terasa lemas dan berat badannya turun karena tidak nafsu makan selama berhari-hari.
Sebelumnya pasien mengeluhkan BAB keras seperti kotoran kambing selama tiga hari dan
selanjutnya BAB pasien agak cair.
- Anak pasien mengatakan jika pasien sulit sekali makan sayur sejak muda dan lebih
suka makan makanan yang serba digoreng.
ANAMNESIS SISTEM
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan umum : Sedang, kurang dapat berkomunikasi dengan baik karena penurunan
kemampuan dengar.
Kesadaran : Compos mentis GCS : E4 V5 M6
Vital sign : - Tekanan darah : 110/90 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Pernafasan : 22 x/menit
- Suhu badan : 36,6oC
Pemeriksaan
kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam dengan uban, distribusi
merata
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), dan sklera ikterik(-/-)
- Telinga : secret (-), perdarahan (-)
- Hidung : secret (-), epistaksis (-), tidak ada deviasi septum
- Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), pharing hiperemis (-)
- Bibir : kering (-), sianosis (-)
Pemeriksaan
leher : - Kelenjar tiroid : tidak ditemukan pembengkakan
- Kelenjar limfonodi : tidak ditemukan pembengkakan
Pemeriksaan
dada : Bentuk dada : simetris (+)
Pemeriksaan Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba pada sela iga ke 5 line
midclaviclaris.
Perkusi : Batas jantung
- Kanan atas : SIC II linea para sternalis kanan
- Kiri atas : SIC II linea para sternalis kiri
- Kanan bawah : SIV IV linea para sternalis kanan
- Kiri bawah : SIC V linea midclavicularis kiri
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop
(-), irama derap(-).
Pemeriksaan paru-paru :
Kanan Kiri
Inspeksi Tampak simetris Tampak simetris
retraksi subcostalis (-) retraksi subcostalis (-)
retraksi supraclavicularis retraksi
(-) supraclavicularis (-)
retraksi intercostalis (-) retraksi intercostalis (-)
ketinggalan gerak (-) ketinggalan gerak (-)
Palpasi Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
deformitas (-) deformitas (-)
Pasien datang dengan keluhan tidak bisa BAB dan kentut sejak 2 hari SMRS. Perut
dirasa sakit, semakin membesar dan sebah. Mual (+), muntah (+), demam disangkal.
Badan terasa lemas, nafsu makan menurun. Sebelumnya pasien mengeluhkan BAB keras
seperti kotoran kambing selama tiga hari dan selanjutnya BAB pasien agak cair. Pasien
memiliki riwayat operasi hernia 2 minggu yang lalu dan operasi MOW 15 tahun yang
lalu.
-
- KU : Sedang, compos mentis
- Vital Sign : TD: 160/110 mmHg; HR : 80x/m; RR : 22x/m; S : 36,6oC
- Kepala : CA (-/-) SI (-/-)
- Thorax : simetris (+/+) vesikuler (+/+), bunyi jantung S1/S2 reguler
- Abdomen : distensi (+), Darm Steifung (+), Darm Contour (-), peristaltik (+)
meningkat, Metallic Sound (+), NT (-), hipertimpani
- Ekstremitas : udem (-)
- Rectal Toucher : TMSA mencengkram, ampulla rekti kolaps, mukosa licin, NT (-),
STLD (-), teraba massa recti ± 10cm dari Anal Verge
DIAGNOSIS KERJA
PEMERIKSAAN PENUNJANG
NILAI
PARAMETER HASIL SATUAN
NORMAL
HB 10,5 gr % 13,2 – 17,2
AL (Angka Leukosit) 10,9 ribu/ul 3,8 – 10,6
AE (Angka Eritrosit) 4,6 juta/ul 4,40 – 5,90
AT (Angka Trombosit) 355 ribu/ul 150-450
HMT (Hematokrit) 33 % 40 -52
MCV 82 80 – 100
MCH 26 26 – 34
MCHC 32 32 - 36
DIFFERENTIAL COUNT
Neutrofil 81,80 % 50 – 70
Limfosit 9,90 % 25 – 40
Monosit 7,60 % 2–8
Eosinofil 0,6 % 2.00 – 4.00
Basofil 0,1 % 0–1
LED 1 jam 29 mm/Jam 0 – 10
Golongan darah A/+
Kimia klinik
Gula Darah sewaktu 92 mg/dL 70 – 120
Ureum 67,5 mg/dL 10 – 50
Kreatinin 1,46 mg/dL 0,60 – 1,10
Kolesterol total 62 mg/dL < 220
Trigliserida 110 mg/dL 70 – 140
SGOT 25 U/L 0 – 50
SGPT 26 U/L 0 – 50
Elektrolit kimia
Natrium 4,20 mmol/L 3,5 – 5,3
Kalium 120,5 mmol/L 125,0 – 140, 0
Klorida 102,5 mmol/L 98,0 – 107,0
Sero Imunologi
HBsAg Negatif
PENATALAKSANAAN
Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik. Sumbatan jalannya isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan
tertimbun di bagian proksimal obstruksi, sehingga di daerah tersebut akan terjadi distensi atau
dilatasi usus. Penyebab ileus obstruktif ada berbagai macam. Obstruksi dapat terjadi di usus
halus ataupun di usus besar. Akan tetapi, kasus adhesi sebagai penyebab ileus obstruktif pada
umumnya terjadi usus halus.
Adhesi merupakan jaringan parut yang sering menyebabkan organ dalam dan atau
jaringan tetap melekat setelah pembedahan. Adhesi dapat membelit dan menarik organ dari
tempatnya dan merupakan penyebab utama adhesi usus, infertilitas, dan nyeri kronis pelvis.
Adhesi dapat timbul karena operasi sebelumnya atau peritonitis setempat atau umum. Pita
adhesi timbul di antara lipatan usus dan luka dari situs operasi. Adhesi ini dapat
menyebabkan obstruksi usus halus dengan menimbulkan angulasi akut dan kinking. Adhesi
ini sering timbul beberapa tahun setelah operasi. Hal ini dapat diakibatkan oleh teknik operasi
yang salah atau terlalu banyak trauma pada usus sewaktu operasi sehingga usus rusak dan
terbentuk jaringan parut yang dapat mengalami penyempitan.
Terapi awal yang diberikan adalah resusitasi cairan karena pada umumnya pasien
datang dalam keadaan syok hipovolemia. Setelah syok teratasi dan keseimbangan cairan
terpenuhi maka dilakukanlah operasi untuk menghilangkan penyebab obstruksi sebagai terapi
definitif untuk kasus ini.
BAB V
KESIMPULAN
1. Obstruksi usus adalah keadaan dimana terjadi hambatan baik secara total ataupun
parsial oleh karena gangguan murni mekanik yang mengakibatkan terjadinya
kegagalan usus untuk mendorong isi usus (Lehrer J.K., 2002).
2. Levine BA, Aust JB (1995) mendifinisikan obstruksi usus sebagai sumbatan bagi
jalan distal isi usus. Mungkin ada dasar mekanik, tempat sumbatan fisik terletak
melewati usus atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus yang didefinisikan sebagai
jenis obstruksi apapun, tetapi istilah ini umumnya telah berarti ketakmampuan isi
usus menuju ke distal sekunder terhadap kelainan sementara motilitas.
3. Obstruksi usus halus paling sering disebabkan adhesi post operasi (64-79%)
kemudian hernia (15-25%) dan tumor (10-15%), sisanya disebabkan oleh
invaginasi dan inflammatory bowel disease. Frekwensi-frekwensi ini bervariasi
pada kelompok umur yang berbeda. Obstruksi colon paling sering disebabkan
karena tumor (60%), diverticulitis (15%) dan volvulus (15%). Hampir
seperempat pasien dengan tumor colorectal dating dengan keluhan obstruksi
(Coleman MG, Moran BJ, 1999).
4. Gejala dan tanda klinis ileus obstruksi, dikenal dengan empat gejala atau tanda
cardinal, yaitu (Kodner IJ, Birnbaun EH, Fleshman JW, 1994) : Nyeri abdomen
yang bersifat cramping, muntah, obstipasi, dan distensi abdomen.
Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs. studentBMJ
April 2002;10:102-3
Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Retrieved June 13th, 2016,
Available at: http://www.mr-
tip.com/serv1.php?type=img&img=Pregnancy%20and%20Small%20Bowel%20Obstr
uction
Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.). (D.
Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC
Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp.
1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen. Retrieved June 13th,
2016, Available at:
http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/msucmeaa.ht
ml
Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June 13th, 2016,
Available at emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview
Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 13th, 2016,
from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New York
Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach. Retrieved June
13th, 2016, Available at: http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd
Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.),
Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.
Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown
AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New
York: Churchill Livingstone. p.306-9