DESEMBER, 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Oleh:
Magefira Hasanuddin, S.Ked
Pembimbing:
Pembimbing,
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga laporan kasus dengan
judul “TRAUMA MEDULLA SPINALIS” ini dapat terselesaikan. Salam dan
shalawat senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar
sejati yang memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing Dr.dr.
Rizha Anshori Nasution, Sp.BS., FINPS., FICS yang telah memberikan
petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat berharga dalam penyusunan sampai
dengan selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dengan niat dan kesungguhan yang
penuh serta usaha yang maksimal dalam menyusun laporan kasus ini, masih
banyak celah yang dapat diisi untuk menyempurnakan laporan kasus ini, baik dari
isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa
penulis harapkan.
Demikian, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca secara
umum dan penulis secara khususnya.
Wassalamu Alaikum Wr.Wb.
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING..........................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................4
A. Definisi......................................................................................................5
C. Klasifikasi...............................................................................................20
D. Epidemiologi...........................................................................................23
E. Etiologi....................................................................................................24
F. Patomekanisme.......................................................................................24
G. Diagnosis.................................................................................................29
H. Penatalaksanaan......................................................................................31
I. Diagnosis Banding..................................................................................40
BAB VI KESIMPULAN....................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................59
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera medula spinalis yang disebut juga cedera spinal, trauma spinal,
spinal cord injury (SCI) adalah trauma pada medula spinalis dan atau struktur di
fungsi motorik, sensorik, dan atau otonom. Cedera medula spinalis harus
senantiasa dipikirkan pada kasus cedera kepala ataupun trauma multipel. Hal ini
karena sekitar 5% pasien cedera kepala juga mengalami SCI. Sebaliknya, sekitar
25% pasien SCI juga mengalami trauma/cedera kepala (minimal cedera kepala
ringan).2
penduduk per tahun , Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%),
jatuh (25%), cedera yang berhubungan dengan olahraga misalnya berkuda (10%).
Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Faktor risiko cedera spinalis 25%
karena pengguna alkohol, dan kejadian pada laki-laki berkisar 80- 85%, dan
meliputi dokter bedah saraf atau bedah ortopedi, dokter saraf, dan fisioterapi.2
penanganan yang tepat dan cepat karena pada dasarnya prognosis kasus ini adalah
baik bila ditangani dengan segera. Namun seringkali pasien datang dengan onset
yang telah kronik dengan berbagai komplikasi. Komplikasi yang paling sering dan
fatal salah satunya adalah thrombosis vena dalam. Dalam kasus ini dititik beratkan
4
pada pencegahan komplikasi tersebut, disamping rehabilitasi dan edukasi.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung
kematian.4
ANATOMI
Penutup Menings
dengan menings yang membungkus otak. Ketiga menings memiliki akar saraf
yang muncul dari Medulla spinalis dan berlanjut dengan selubung jaringan ikat
saraf perifer pada Pia mater vaskular yang melekat erat pada Medulla spinalis dan
yang berisi cairan serebrospinal (CSF) dan pembuluh darah mengelilingi medula
spinalis dan disebut cistern spinal atau lumbal antara conus medullaris dan
vertebra sacral-2 . Di antara dura mater (setara dengan dura mater bagian dalam
yang mengelilingi otak) dan periosteum dari kolumna vertebralis (setara dengan
5
dura mater luar yang mengelilingi otak) adalah ruang epidural yang mengandung
dan cabang-cabangnya. Serabut saraf muncul dari medula spinalis dan tak
terputus dari akar dorsal dan ventral yang bergabung membentuk 31 pasang akar
dorsal dan ventral. Di sekitar foramen intervertebralis, akar dorsal dan akar ventral
pada segmen tubuh. Secara keseluruhan terdapat 8 pasang cervical (C), 12 pasang
toraks (T), 5 pasang lumbal (L), 5 pasang sakral (S), dan 1 pasang akar dan saraf
ventral. Segmen medulla spinalis dan sarafnya dinamai menurut vertebra yang
sesuai. Saraf servikal C1 sampai C7 diberi nomor untuk vertebra tepat di bagian
kaudal foramen yang dilaluinya. Pada manusia, karena hanya ada tujuh vertebra
servical, C8 dan semua saraf tulang belakang lainnya diberi nomor untuk vertebra.
Karena medula spinalis jauh lebih pendek daripada kolumna vertebralis, nervus
lumbal dan nervus sakralis memiliki akar yang panjang sebagai cauda equina
Belakang mengandung serabut saraf yang diklasifikasikan menjadi salah satu dari
empat komponen fungsional, yaitu (1) aferen somatik, (2) aferen viseral (3) eferen
somatik, dan (4) eferen viseral . Komponen yang didistribusikan ke seluruh tubuh
eferen.1
7
Gambar 2. Neuron refleks sistem saraf somatik di sebelah kiri, dan refleks viseral
dari sistem saraf simpatik di sebelah kanan.1
Akar ventral (motorik) terdiri dari serat eferen yang menyampaikan output
dari medulla spinalis. Ada dua komponen fungsional: (1) serabut saraf eferen
somatik general (GSE), yang mempersarafi otot polos volunter, dan (2) seabut
saraf eferen viseral general (GVE), yang membawa pengaruh ke otot polos
C2 Occipital
T4 Mammae
T10 umbilikus
L1 Regio inguinal
S3 Medial paha
S5 Regio Perianal
9
Ventral spinal root Muscles innervated
Gambar 4 Serabut sensoris radiks dorsalis dan lamina medula spinalis. Serat alfa
A bermielin berat dari spindel neuromuskular dan organ tendon berakhir di lamina
VI, VII, dan IX . Serat beta A bermielin dari mekanoreseptor kulit dan berakhir di
lamina III-VI. Serabut A delta dan C yang bermielin tipis dan tidak bermielin dari
nosiseptor berakhir di lamina I–V.1
Suplai Darah Medula Spinalis.6
10
Jaringan Anastomosis arterial
dengan tiga pembuluh darah independen yang berbeda . Arteri spinalis anterior
arteri spinalis anterior yang tidak berpasangan berjalan turun di permukaan ventral
medula spinalis pada tepi interior fisura Mediana anterior. Pembuluh darah ini
menerima kontribusi segmental dari beberapa arteri dan menyuplai bagian ventral
segmental dari arteri spinalis anterior dan berjalan secara transversal melalui
Menyuplai setengah medula spinalis. Struktur penting yang disuplai oleh arteri
longitudinal mayor di sisi dorsal media spinalis; mereka berjalan turun di medula
spinalis di antara radiks posterior dan lateralis pada masing-masing sisi. seperti
anastomosis. Karena itu, stenosis atau oklusi di proksimal salah satu arteri ini
spinalis merupakan end artery yang fungsional; oklusi embolik intramedular pada
mungkin untuk mengetahui arteri segmental original mana yang menetap pada
individu yang matur, kecuali dengan angiografi. Namun demikian, suplai darah
medula spinalis tetap menerima kontribusi dari beberapa level segmental yang
relatif konstan.
besar darahnya dari arteri vertebralis. pada prinsipnya, kedua arteri vertebralis
dapat menyuplai darah ke arteri spinalis anterior, tetapi arteri vertebralis pada
satu sisi biasanya lebih dominan. lebih jauh ke bagian bawah medula spinalis,
pembuluh darah longitudinal arteri dan posterior menerima sebagian besar darah
mereka baik dari arteri vertebralis atau dari rami servikalis arteri subklavia (atau
12
keduanya).arteri arteri medula spinalis terutama berasal dari tronkus
anterior mendapatkan darah dari cabang aorta: arteri segmentalis torasika dan
ikat, dan tulang, juga memberikan beberapa cabang ke arteri spinalis anterior atau
masing memasuki kanalis spinalis di radiks anterior dan posterior. Karena medula
jarak tertentu di atas tempat asalnya. Biasanya ada satu arteri segmental besar
yang menyuplai medula spinalis bagian bawah, yang disebut arteri radikularis
magna atau, Yang lebih umum, arteri adamkiewicz. “Pergerakan ke atas” medula
spinalis pada masa perkembangan membuat arteri ini bergabung dengan arteri
Drainase Vena
13
Darah vena kemudian mengalir dari pleksus venosus epiduralis ke vena-vena
besar di tubuh.
Bahkan bila volume shunt relatif rendah. Hasilnya adalah peningkatan tekanan
vena secara cepat. bahkan tekanan yang kecil dapat merusak jaringan medula
spinalis.
FISIOLOGI.9
melalui radiks sensorik (posterior). sudah memasuki medula spinalis, setiap sinyal
sensorik akan menuju dua tempat tujuan yang terpisah. (1) Satu cabang saraf
sensorik akan berakhir segera setelah memasuki substansia grisea medula spinalis
dan akan memulai refleks lokal di segmen yang bersangkutan serta efek-efek lokal
lainnya. (2) Cabang lainnya mentransmisikan sinyal ke sistem saraf pusat yang
lebih tinggi-ke tingkat yang lebih tinggi di medula spinalis sendiri, ke Batang
14
Gambar 5 Hubungan Antar Serat - serat sensorik dan serat - serat kortikonspinal
yang berkaitan dengan interneuron dan neuron motorik anterior medula spinalis.9
Setiap segmen medula spinalis (pada tingkat setiap saraf spinal) mempunyai
pemancar. neuron neuron ini terdapat dalam 2 jenis, yaitu neuron motorik anterior
dan interneuron.
grisea terdapat beberapa ribu neuron yang berukuran 50 sampai 100% lebih besar
atas 2 jenis neuron, yaitu neuron motorik Alfa dan neuron motorik Gamma.
motorik tipe A Alfa (Aa) yang besar, berdiameter 14 um; serabut tersebut
15
bercabang beberapa kali telah memasuki otot dan mempersarafi serat-serat otot
rangka yang besar. Perangsangan pada satu serat saraf Alfa akan mengeksitasi tiga
sampai beberapa ratus serat otot rangka, yang secara kolektif disebut sebagai unit
motorik. penjalaran impuls saraf yang menuju otot rangka dan perancangannya
menyebabkan kontraksi serat otot otot rangka, neuron motorik gamma yang
berukuran jauh lebih kecil dan jumlahnya sekitar satu setengah kali lebih banyak,
mengirimkan impuls melalui sel saraf motorik jenis A gamma (Ay) yang lebih
kecil, berdiameter rata-rata 5 um, ke serat otot rangka khusus yang kecil, yang
disebut serat intrafusal, diperlihatkan pada gambar 54- 2 dan 54 - 3. serat ini
membentuk bagian tengah kumparan otot, yang membantu mengatur “tonus” otot
dasar.
16
Gambar 6 serat sensorik perifer dan neuron neuron motorik anterior yang
medula spinalis- dalam Kornu dorsalis, Kornu anterior, dan area-area lain yang
terletak diantara kedua area tersebut. Jumlah sel-sel ini kira-kira 30 kali jumlah
neuron motorik anterior. Neuron ini kecil dan sangat mudah dirangsang,
dengan kecepatan sampai 1500 kali per detik. Neuron ini saling berhubungan satu
sama lain, dan sebagian besar secara langsung mempersarafi neuron motorik
Hanya beberapa sinyal sensorik yang datang dari saraf-saraf spinal atau
sinyal dari otak berakhir secara langsung di neuron motorik anterior. Sebaliknya,
tempat sinyal tersebut diolah secara tepat. traktus Kortikospinalis dan otak
sinyal dari traktus Tersebut digabungkan dengan traktus spinalis lain atau saraf
HISTOLOGI
Di daerah torakal medula spinalis berbeda dari daerah cervical. medula spinalis
torakal mempunyai cornu posterior grisea (6) Yang lebih tipis dan cornu anterior,
17
grisea (10,20) yang lebih kecil dengan neuron motorik yang lebih sedikit (10,20).
Sebaliknya, cornu lateral, grisea (8,19) dri divisi simpatis susunan saraf otonam.
Di sekitar medula spinalis terdapat lapisan jaringan ikat meninges. jaringan ikat
ini adalah duramater (2) di sebelah luar yang merupakan jaringan fibrosa tebal,
araknoid mater (3) Yaitu lapisan Tengah yang lebih tipis, dan pia mater (4) Yang
merupakan lapisan lebih dalam yang tipis dan melekat erat pada permukaan
medula spinalis. didalam pia mater Terdapat banyak pembuluh darah spinal
(1,12) anterior dan posterior dengan berbagai ukuran. di antara araknoid mater
pia mater terdapat spatium subarachoideum (14). Trabekula halus berada didalam
mater (3). Semasa hidup, spatium subarachnoideum (14) terisi oleh cairan
serebrospinalis. Di antara araknoin mater (3) dan dura mater (2) terdapat ruang
subdural (13)
Transversal)
18
Di daerah torakal medula spinalis berbeda dari daerah cervical. medula
spinalis torakal mempunyai cornu posterior grisea (6) Yang lebih tipis dan cornu
anterior, grisea (10,20) yang lebih kecil dengan neuron motorik yang lebih sedikit
(10,20). Sebaliknya, cornu lateral, grisea (8,19) dri divisi simpatis susunan saraf
otonam.
ikat ini adalah duramater (2) di sebelah luar yang merupakan jaringan fibrosa
tebal, araknoid mater (3) Yaitu lapisan Tengah yang lebih tipis, dan pia mater (4)
Yang merupakan lapisan lebih dalam yang tipis dan melekat erat pada permukaan
medula spinalis. didalam pia mater Terdapat banyak pembuluh darah spinal
(1,12) anterior dan posterior dengan berbagai ukuran. di antara araknoid mater
pia mater terdapat spatium subarachoideum (14). Trabekula halus berada didalam
mater (3). Semasa hidup, spatium subarachnoideum (14) terisi oleh cairan
serebrospinalis. Di antara araknoin mater (3) dan dura mater (2) terdapat ruang
subdural (13)
19
Gambar 8 Medula Spinalis: kornu anterior grisea, neuron motorik, dan subtansia
substansia grisea, substansia Alba, neuron, neurogliya, dan akson yang dipulas
dengan hematoksilin dan eosin. sel-sel pada Kornu anteriior grisea di medula
memiliki inti (7) vesikuler, nukleolus (7) Yang jelas terlihat, dan gumpalan kasar
material basofilik yang disebut substansi (badan) Nissl (3). Substansi nissl meluas
ke dalam dendrit (5) namun tidak ke dalam akson. pada suatu neuron terlihat akar
suatu akson dan colliculus axonalis (axon hillock) (4), Yang tidak mengandung
C. Klasifikasi.10
Klasifikasi Cedera Medula Spinalis
1. Levelnya
4. morfologi
LEVEL
fungsi sensorik dan motorik normal di kedua sisi tubuh. bila istilah level sensorik
yang dipakai berarti dipakai untuk menyebutkan bagian paling caudal dari medula
spinalis dengan fungsi sensorik normal. level motorik juga didefinisikan hampir
20
sama, sebagai fungsi motorik pada otot penanda yang paling rendah dengan
kekuatan paling tidak 3/6. pada cedera komplit, bila ditemukan kelemahan fungsi
sensorik dan atau motorik di bawah segmen normal terendah hal ini disebut
semua Jaras medula spinalis. adanya fungsi motorik atau sensorik di bawah level
sparing, kontraksi sfingter ani volunteer, dan fleksi ibu jari kaki volunteer. Refleks
sakral, seperti refleks bulbocavernosus atau kerutan anus, tidak termasuk dalam
sacral sparing.
dengan cedera medula spinalis. pola-pola ini harus dikenali sehingga tidak
membingungkan pemeriksa
kehilangan sensorik yang bervariasi. biasanya sindrom ini terjadi setelah adanya
21
trauma hiperekstensi pada pasien yang mengalami canalis stenosis cervical
anamnesis didapatkan adanya riwayat jatuh ke depan dengan dampak pada daerah
wajah. dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur tulang cervical atau dislokasi.
perbaikan lebih dahulu, diikuti dengan fungsi kandung kemih, dan ekstremitas
atas serta tangan terakhir. prognosis pada Central cord syndrome Lebih baik
spinalis anterior. Arteri ini memberikan suplai ke daerah Sentral medula spinalis
Sentral medula spinalis, lengan serta tangan adalah yang terpengaruh paling
parah.
sensorik disosiasi dengan hilangnya sensasi nyeri dan suhu. fungsi kolumna
posterior (posisi, Vibrasi, dan tekanan dalam) tetap bertahan. Biasanya Anterior
Cord Syndrome Disebabkan infark pada daerah medula spinalis yang diperdarahi
inkomplit lainnya.
akibat trauma tembus, hal ini jarang terjadi. namun, variasi dari gambaran klasik
tidak jarang terjadi. dalam kasus yang murni, sindrom ini terdiri dari kehilangan
1/2 level dibawah level trauma (traktus spinothalamikus). walaupun sindrom ini
terjadi perbaikan.
MORFOLOGI
cedera medula spinalis tanpa abnormalitas radiologist - spinal cord injury without
kategori dibagi menjadi stabil dan tidak stabil. namun, menentukan stabilitas dari
masing-masing Tipe trauma tidaklah mudah, dan bahkan banyak para ahli yang
belum sepakat. sehingga trauma pada tatalaksana inisial, semua pasien dengan
trauma yang dibuktikan secara radiologis dan semua pasien dengan defisit
neurologis harus dianggap mengalami cedera spinal yang tidak stabil. pasien
pasien seperti ini harus dimobilisasi sampai di lakukan konsultasi dengan dokter
D. Epidemiologi
Insiden trauma medulla spinalis diperkirakan 30-40 kasus per 1 juta
penduduk per tahun. Di Amerika, trauma medulla spinalis terjadi pada 10.000
pasien setiap tahun.1 Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda. Penyebab
tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%), cedera yang
dan kecelakaan kerja. Faktor risiko cedera spinalis 25% karena pengguna alkohol,
dan kejadian pada laki-laki berkisar 80- 85%, dan wanita antara 15-20%.3
23
Data dari WHO pada tahun 2013, terdapat 250.000 sampai 500.000 orang
yang mengalami SCI setiap tahunnya. Pada tahun 2018, estimasi prevalensi ini
meningkat 2 kali lipat . Data dari The US National SCI Statistics Center
Trauma medulla spinalis memiliki insiden tahunan 40-80 per juta orang dan
E. Etiologi
Kerusakan medula spinalis tersering oleh penyebab traumatik, disebabkan
dislokasi, rotasi, axial loading, dan hiperfleksi atau hiperekstensi medula spinalis
atau kauda ekuina.4 Mekanisme tersering pada cedera medula spinalis ialah gaya
diakibatkan oleh kompresi langsung pada medula spinalis, kejadian cedera medula
spinalis tersering disebabkan oleh adalah trauma seperti kecelakaan lalu lintas ,
F. Patomekanisme.5
Mekanisme trauma dan stabilitas fraktur
rusaknya traktus pada medula spinalis, baik asenden ataupun desenden. Petekie
tersebar pada substansia grisea, mem besar, lalu menyatu dalam waktu satu jam
setelah trauma. Selanjutnya, terjadi nekrosis hemoragik dalam 24-36 jam. Pada
substansia alba, dapat ditemukan petekie dalam waktu 3-4 jam setelah trauma.
24
Kelainan serabut mielin dan traktus panjang menunjukkan adanya kerusakan
struktural luas.
hematoma. Yang paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan
trauma hiperekstensi.
3. Edema medula spinalis yang timbul segera setelah trauma mengganggu aliran
4. Gangguan sirkulasi atau sistem arteri spinalis anterior dan posterior akibat
kompresi tulang.
Sel neuron akan rusak dan kekacauan proses intraseluler akan turut
pada satu jam pertama setelah trauma, sementara substansia alba akan mengalami
Sel glia berfungsi menjaga proses homeostasis melalui regulasi asam amino
eksitatorik dan derajat keasaman (pH). Sel glia menghasilkan berbagai macam
growth factor untuk menstabilkan kembali jaringan saraf yang rusak, serta
sprouting atau penyebaran ujung saraf; sel glia lain berfungsi menghilangkan
27
debris atau sisa sel melalui enzim lisosom. Leukosit mempunyai peran bifasik saat
enzim lisis yang akan mengeksaserbasi kerusakan sel saraf, sel glia, dan vaskular,
tahap berikutnya adalah proses rekruitmen dan migrasi makrofag yang akan
memfagositosis sel rusak.Proses rekrutmen sel imun pada lokasi trauma dimediasi
1). Protein ini akan memodulasi infi ltrasi neutrofi l pada lokasi trauma;
TNF yang akan menurunkan juga monosit dan sel imun lain pascatrauma. Faktor
lain yang masih perlu dipahami lebih lanjut adalah aktivasi faktor kappa-B; faktor
nuklear kappa-B merupakan kelompok gen yang meregulasi proses infl amasi,
proliferasi, dan kematian sel. Proses modulasi respons imun pada trauma medula
Apoptosis
mengakibatkan hilangnya sel saraf. Proses apoptosis melalui dua jalur, jalur
28
pertama ekstrinsik yang dimediasi oleh ligan Fas dan reseptor Fas dan inducible
nitric oxide synthase (i-NOS) yang diproduksi makrofag, sedangkan jalur intrinsik
Reseptor apoptosis dipengaruhi oleh tumor necrosis factor (TNF). Tumor necrosis
Produksi i-NOS mengaktifkan kaspase dengan cara yang serupa dengan TNF.
Aktivasi reseptor Kappa dapat berefek eksaserbasi penurunan aliran darah dan
dan serotonin, juga akan meningkat dan memiliki efek vasokonstriksi, aktivasi
G. Diagnosis
Thorakolumbal.3
29
kelumpuhan/hilangnya pergerakan, hilangnya sensasi rasa, hilangnya kemampuan
peristaltik usus, spasme otot, perubahan fungsi otonom dan seksual. Perlu diingat
bahwa penyebab trauma pasien juga harus ditelusuri, misalkan pasien mengalami
Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, urin lengkap, gula darah, ureum
dan kreatinin, fungsi hati, dan analisis gas darah kerap dikerjakan guna
mengetahui kondisi metabolik pasien. Pemeriksaan lain seperti EKG juga dapat
spinal , Association (ASIA) impairment scale atau biasa disebut AIS. Panduan
AIS berguna untuk menilai fungsi sensoris dan motoris pada pasien dengan cedera
medula spinalis. Hasil dari setiap pemeriksaan dijabarkan pada formulir AIS
dalam bentuk skala dan dikategorikan dalam skor ASIA. Terdapat 5 kategori skor
ASIA, yaitu ASIA A yang merupakan cedera komplit, ASIA B, C dan D yang
konvensional, CT-scan dan MRI merupakan modalitas pilihan pada pasien dengan
cedera medula spinalis. Saat ini MRI menjadi pilihan utama pada cedera medula
spinalis akut dikarenakan sensitivitas yang tinggi pada jaringan lunak dan dapat
belakang servikal merupakan pencitraan awal yang harus dilakukan. Jika hasil
Jika tidak terdapat fasilitas CT-scan dan MRI, maka perlu dilakukan pencitraan
rontgen tiga posisi, yaitu anteroposterior, lateral, dan open mouth odontoid view).
Klasifikasi ASIA/IMSOP2
Grade C Inkomplit dan lebih dari setengah otot di bawah level memiliki
dengan 3
31
H. Penatalaksanaan.5
Penatalaksanaan Pra-Rumah Sakit
Evaluasi
terdiri atas:
E. Exposure/environmental control
pemeriksa dan melakukan dorsofleksi. Fungsi autonom dinilai dengan melihat ada
tidaknya retensi urin, priapismus, atau hilang tidaknya tonus sfingter ani.
Temperatur kulit yang hangat dan adanya flushing menunjukkan hilangnya tonus
pengaturan vertebra servikal (c-spine control). Bila dicurigai ada trauma servikal
32
dapat dipasang rigid cervical collar. Bila tidak ada, lakukan fiksasi leher
semaksimal mungkin misalnya dengan menyangga kedua sisi kepala dan leher
pasien dengan bantal pasir. Pada orang dewasa, untuk membebaskan jalan nafas
lakukan manuver jaw thrust bukan head tiltchin lift. Bila harus melakukan
leher-punggung, demikian pula jika harus melakukan elevasi kepala 30o . Jangan
lakukan pemeriksaan kaku kuduk atau manipulasi leher lainnya pada kecurigaan
medula spinalis di bawah level servikal. Pada pasien dengan SCI servikal atas
liter/menit dan dilakukan pemeriksaan AGD. Jika terjadi tanda-tanda syok pada
kasus SCI, perlu dibedakan apakah syok tersebut merupakan syok hipovolemik
atau neurogenik. Pada syok hipovolemik didapatkan tanda berupa takikardi dan
menyertai hipotensi. Kita juga dapat membedakan kedua jenis syok tersebut
dengan memberikan cairan isotonis seperti asering, NaCl 0,9%, atau ringer laktat
sebanyak dua liter. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka perlu dicurigai adanya
syok neurogenik. Koreksi cairan yang berlebihan pada syok neurogenik berbahaya
karena mampu menyebabkan edema paru. Sering kali koreksi syok neurogenik
Pasien SCI dapat diberikan cairan kristaloid dan koloid. Kristaloid yang biasa
33
diberikan adalah NaCl 0,9% atau ringer solution. Koloid yang biasa diberikan
adalah gelatin atau HES (200/0,5 atau 300/0,4). Cairan yang digunakan jangan
mengandung glukosa karena setidaknya terdapat dua hal yang dapat ditimbulkan.
meletakkan bantal pasir pada kedua sisi kepala. Bila terdapat abnormalitas
bersangkutan. Indikasi operasi meliputi fraktur tidak stabil, fraktur yang tidak
Medikamentosa
mekanik. Proses lain yang terjadi di daerah trauma dapat berupa edema,
seluler. Pada tingkat seluler, terjadi peningkatan kadar asam amino eksitatorik,
glutamat, produksi radikal bebas, opioid endogen serta habisnya cadangan ATP
34
yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel. Bertambahnya pemahaman
baik namun sampai saat ini baru kortikosteroid yang secara klinis bermakna.5
berhubungan dengan beratnya trauma dan level kerusakan yang terjadi. Pada
awalnya, akan terjadi peningkatan tekanan darah, detak jantung serta nadi, dan
kadar katekolamin yang tinggi, diikuti oleh hipotensi serta bradikardia. Terapi
Kortikosteroid
antioksidannya, dapat menembus membran sel saraf lebih cepat, lebih efektif
ion kalsium, serta inhibisi prostaglandin dan tromboksan. Studi NASCIS I (The
National Acute Spinal Cord Injury Study) menyarankan dosis tinggi sebesar 30
metilprednisolon lebih baik dan dapat digunakan sampai jeda 8 jam pascatrauma.
Pada NASCIS III, metilprednisolon dosis yang sama diberikan secara infus
jam. Selain itu, dicoba pula tirilazad mesilat (TM), yakni inhibitor peroksidasi
Terapi ini masih kontroversial; studi terbaru mengatakan belum ada studi kelas 1
dan 2 yang mendasari terapi ini, serta ditemukan efek samping berupa perdarahan
21-Aminosteroid (Lazaroid)
baik.5
GM-1 Gangliosid
pascatrauma dan dimulai dengan dosis 100 mg/hari. Studi terbaru menyatakan
Antagonis opioid
sebagai antagonis opioid pada NASCIS II menunjukkan hasil tidak lebih baik
norbinaltorfi min) pada hewan coba berhasil baik; diduga berefek pada perbaikan
bolus 0,2 mg/kgBB diikuti 0,2 mg/ kgBB/jam infus sampai 6 jam, dikatakan
memberikan hasil baik, terutama perbaikan motorik dan sensorik sampai 4 bulan
setelah injury.5
vasospasme arteri, blokade kanal natrium serta NMDA dan AMPA; obat yang
penyekat kanal kalsium dihidropiridin, sering dipakai pada kasus stroke, memiliki
fungsi blokade kanal ion kalsium sehingga mencegah akumulasi ion kalsium
intrasel terutama pada dinding sel endotel pembuluh darah, oleh karena itu
dianggap dapat mencegah vasospasme dan iskemi post trauma, dibuktikan dengan
efeknya pada aliran darah di percobaan laboratorium; namun klinis masih belum
38
terbukti mampu meningkatkan keluaran pascatrauma karena diduga ada
keterlibatan kanal ion lain. Influks kalsium terjadi dalam hitungan detik
Magnesium
mempunyai efek mencegah peroksidase lipid, namun untuk memastikan efek pada
manusia.5
Efek obat ini adalah sebagai anestesi lokal, antiaritmia, dan antikonvulsi dengan
golongan lain, seperti QX314, masih belum menunjukkan efek yang diharapkan,
begitu pula penggunaan riluzol oleh Schwartz dan Fehlings masih belum
Antagonis serotonin yang bekerja pada reseptor 5HT-1 dan 5HT-2 dalam
begitu pula dengan transplantasi sel saraf, semuanya memberi kan hasil baik
sebatas percobaan. Target berikut yang lebih penting adalah memotong jalur
I. Diagnosis Banding
Diagnosis banding Trauma medulla spinalis bisa berupa kelainan pada
PENYAKIT DEMIELINISASI
Ditandai dengan destruksi patologis selubung mielin pada otak dan medula
medula spnalis. Lesi ini berupa inflamasi biasanya karena infeksi yirus, onsetnya
PENYAKIT DEGENERATIF
degenerasi progresif motor neuron di medula spinalis dengan atropi dan fasikulasi
otot volunter. Lesi serupa pada nuklei motorik nervus kranialis atau kortek
motorik mengiringi hilangnya sel-sel kornu anterior medula spinalis. Pada anak-
anak, penyakit motor neuron biasanya bawaan (autosomal resesif) dan biasanya
tidak disertai gangguan upper motor neuron. Pada dewasa, amiotropik lateral
sklerosis (ALS) sebagai prototipe penyakit ini dengan degenerasi dan hilangnya
kedua upper maupun lower motor neuron. Sekitar 5-20% kasusnya diturunkan
dengan autosomal dominan. ALS ditandai dengan gambaran lower motor neuron
(kelemahan otot, atropi dan fasikulasi) dan gambaran upper motor neuron
yang lama. 12
alba kolumna dorsal dan lateral. Hilangnya proprioseptif sensasi taktil, gait
41
ataksia, kelemahan otot spastik, hiperrefleksia dan Babinski positif akibat
Pasien juga mengalami kerusakan jaringan dan bila pasien menjalani operasi,
pasien dapat berisiko mengalami perdarahan di sekitar jaringan saraf. DVT dapat
dan mortalitas.2
Prognosis
Prognosis lebih baik pada cedera medulla spinalis yang tidak komplit.
Sembilan puluh persen pasien cedera medulla spinalis dapat membaik dan hidup
mandiri. Kurang dari 5% pasien dengan cedera medulla spinalis yang komplit
dapat sembuh. Jika paralisis komplit bertahan sampai 72 jam setelah cedera,
kemungkinan pulih adalah 0%. Perbaikan fungsi motorik, sensorik dan otonom
42
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien :
Nama : Tn. M
Pekerjaan : TNI
Berat badan : 70 Kg
Rekam medis : 69 75 02
B. Anamnesis :
Anamnesis Terpimpin
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas sejak tadi malam
disertainyeri dada dan punggung yang dirasakan setelah adanya tanda kekerasan
pada punggung belakang ± 1 minggu yang lalu yang membuat pasien berjalan
bungkuk. Riwayat demam 3 hari yang lalu, flu & batuk (-). Pada saat di
pada punggung.
C. Primary Survey
Airway : tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada suara nafas tambahan.
Breathing :
- Look : bernafas spontan, gerak nafas simetris kiri dan kanan, jejas (-).
rate : 28x/menit.
hangat, CRT <2 detik, turgor baik. Tanda perdarahan (-), dilakukan
44
D. Secondary Survey (Head to Toe Examination)
Keadaan umum : sakit berat/ gizi cukup/ composmentis
Nadi : 96x/menit
Pernapasan : 28x/menit
Suhu : 36,6oC
SpO2 : 98%
(+/+)
(-/-), WH (-/-)
Motorik :
Pergerakan kekuatan Tonus
N N 5 5 N N
↓ ↓ 0 0 ↓ ↓
Rf Rp
45
+2 +2 - -
+2 +2 - -
Sensorik : anastesia dari akral hingga Th 4, hipestesia dari
Th4 hingga Th 2.
E. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
14/11/21
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
WBC 23.64 3.6 – 11.0 103/uL
RBC 4.23 4.4 – 5.9 106/uL
HGB 11.7 11.7 – 15.5 g/dL
PLT 282 150 – 450 103/uL
GDS 123 < 200 mg/dl
SGOT 84 0 – 37 U/L
SGPT 137 0 – 42 U/L
Ureum 19 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 0.66 0.6 – 1.2 mg/dl
15/11/21
Na 125.0 136 – 145 mmol/L
K 3.40 3.5 – 5.1 mmol/L
Cl 86.0 98 – 106 mmol/L
18/11/21
GDS 142 < 200 mg/dl
Na 136 136 – 145 mmol/L
K 4.0 3.5 – 5.1 mmol/L
Cl 99 98 – 106 mmol/L
20/11/21
CT 9’00’’ 6–5 detik
BT 2’30’’ 1.0 – 3.0 detik
PT 16.3 10.4 – 14.4 detik
APTT 18.8 26.4 – 37.6 detik
FT4 16.78 9 – 20 pmol/L
TSH 1.39 0.25 – 5.0 uUl/ml
SGOT 57 0 – 31 U/L
SGPT 76 0 – 42 U/L
Albumin 2.9 3.8 – 5.0 g/dl
Ureum 40 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 0.69 0.6 – 1.2 mg/dl
46
WBC 24.23 3.6 – 11.0 103/uL
RBC 4.09 4.4 – 5.9 106/uL
HGB 11.1 11.7 – 15.5 g/dL
PLT 289 150 – 450 103/uL
22/11/21
WBC 27.01 3.6 – 11.0 103/uL
RBC 3.83 4.4 – 5.9 106/uL
HGB 10.6 11.7 – 15.5 g/dL
PLT 286 150 – 450 103/Ul
Kesan :
47
- Sludge VU
Kesan :
- Muscle spasm
48
Kesan :
49
Kesan : Gambaran ileus Paralitik
50
Kesan :
G. Penatalaksanaan
IGD ICU
51
• IVFD RL 18 tpm Post OP Laminectomy stabilisasi
• Inj santagesic/tgc cervical
• Tramadol tab 2x1 • Imobilisasi, terpasang collar
• Lansoprazole 1x1 neck
• Dexanta 3x1 • Posisi kepada datar sesuai
• Ulsidex 3x1 sumbu tubuh
• Domperidon 3x1 • Omeprazole 1 flc/12 jam
• Pct 1 fl/extra • Neurosanbe 1 amp/24 jam
• Santagesic 1 amp/TGC
• Citicolin 200 mg/8 jam
• Methylprednisolon 125 mg/24
jam
• Imipenem 1 gr/8 jam
• Amikacin 1 gr/24 jam
• Methycobal 1 amp/8 jam
• Paracetamol 1 gr/6 jam
• Asam traneksamat 500 mg/8
jam
• Oxynorm 1cc/jam
• Midazolam 3 mg/jam
BAB IV
DISKUSI KASUS
52
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas sejak tadi malam disertai
nyeri dada dan punggung yang dirasakan setelah adanya tanda kekerasan pada
bungkuk. Riwayat demam 3 hari yang lalu. Pada saat di perawatan, pasien
mengeluhkan kedua tungkai mulai melemah secara perlahan setelah bangun pagi,
disertai rasa baal di area punggung ke bawah dan rasa nyeri pada punggung.
spinalis cedera pada tulang belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang
neurologis.
motoric ekstremits bawah melemah, tidak ada kekuatan dan tonus otot melemah,
Sesuai dengan landasan teori dimana Ketika terjadi lesi pada Thorakal-2
hingga Lumbal-1 maka akan terjadi paraparese pada ekstremitas bawah tipe
UMN. Pada kasus Anterior Cord Syndrome juga Ditandai dengan paraplegi dan
kehilangan sensorik disosiasi dengan hilangnya sensasi nyeri dan suhu. fungsi
kolumna posterior (posisi, Vibrasi, dan tekanan dalam) tetap bertahan. Biasanya
Anterior Cord Syndrome Disebabkan infark pada daerah medula spinalis yang
diperdarahi oleh Arteri spinalis anterior. Pemeriksaan klinis juga sesuai dengan
53
klasifikasi dari ASIA/IMSOP yang berarti jenis trauma medulla spinalis ini masuk
dalam kategori grade C dengan jenis trauma inkomplit dimana Beberapa fungsi
motorik masih ada di bawah level cedera dan lebih dari setengah otot di bawah
extradural pada sisi posterior level C3-Th4, mendesak lig. Longitudinale spinal
cord ke anterior, Kompresi spinal cord disertai myelopathy pada level C4-Th2.
harus dievaluasi dengan baik agar kelainan metabolic lainnya dapat diketahui,
dari hasil pemeriksaan laboratrium diatas sudah menunjukkan bahwa ada focus
infeksi lain juga yang ditandai dengan peningkatan kadar leukosit, begitupun
merupakan modalitas pilihan pada pasien dengan cedera medula spinalis. Saat
ini MRI menjadi pilihan utama pada cedera medula spinalis akut dikarenakan
- Inj santagesic/tgc
- Lansoprazole 1x1
- Dexanta 3x1
- Ulsidex 3x1
- Domperidon 3x1
- Pct 1 fl/extra
Sesuai dengan landasan teori dimana Pasien SCI dapat diberikan cairan
kristaloid dan koloid. Kristaloid yang biasa diberikan adalah NaCl 0,9% atau
ringer solution. Koloid yang biasa diberikan adalah gelatin atau HES (200/0,5
atau 300/0,4).
• Santagesic 1 amp/TGC
55
• Amikacin 1 gr/24 jam
• Oxynorm 1cc/jam
• Midazolam 3 mg/jam
A :Airway
E: Exposure/environmental control
pengaturan vertebra servikal (c-spine control). Bila dicurigai ada trauma servikal
dapat dipasang rigid cervical collar. Bila tidak ada, lakukan fiksasi leher
semaksimal mungkin misalnya dengan menyangga kedua sisi kepala dan leher
pasien dengan bantal pasir. Pada orang dewasa, untuk membebaskan jalan nafas
lakukan manuver jaw thrust bukan head tiltchin lift. Bila harus melakukan
Jangan lakukan pemeriksaan kaku kuduk atau manipulasi leher lainnya pada
56
kecurigaan cedera servikal. Jangan lakukan manipulasi punggung pada
kecurigaan cedera medula spinalis di bawah level servikal. Pada pasien dengan
SCI servikal atas dapat mengalami kesulitan bernafas. Pasien perlu diberikan
oksigen 4-6 liter/menit dan dilakukan pemeriksaan AGD. Vertebra servikal dapat
pasir pada kedua sisi kepala. Bila terdapat abnormalitas struktur vertebra, tujuan
antioksidannya, dapat menembus membran sel saraf lebih cepat, lebih efektif
ion kalsium, serta inhibisi prostaglandin dan tromboksan. Studi NASCIS I (The
National Acute Spinal Cord Injury Study) menyarankan dosis tinggi sebesar 30
57
BAB V
KESIMPULAN
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung
Trauma medulla spinalis memiliki insiden tahunan 40-80 per juta orang dan
1. Levelnya
4. morfologi
dislokasi, rotasi, axial loading, dan hiperfleksi atau hiperekstensi medula spinalis
58
medula spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya
usia.
4. Gangguan sirkulasi atau sistem arteri spinalis anterior dan posterior akibat
kompresi tulang.
E: Exposure/environmental control
Prognosis lebih baik pada cedera medulla spinalis yang tidak komplit.
Sembilan puluh persen pasien cedera medulla spinalis dapat membaik dan hidup
mandiri.
59
DAFTAR PUSTAKA
1. Noback CR, Strominger NL, Demarest RJ, Et al. The Spinal Cord In: The
2. Atmadja AS, Sekeon SA, Ngantung DJ. Diagnosis and Treatent of Traumatic
Kompresi Medulla Spinalis Onset Kronik. Alami Jurnal. 2018; 2(2): 1-5.
60
9. Guyton, Arthur, C Hall, John,E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.. 12th ed.
10. Merrick C. ATLS Student Course Manual 10th ed: American Collage Of
Jakarta:EGC;2008. p. 144-145.
61