Anda di halaman 1dari 3

Literature Review Politik Islam Global Marindah Putri

1. Legrenzi, Matteo. & Marina Calculli. 2013. Regionalism and Regionalization in the
Middle East: Option and Challenges. New York: International Peace Institute.
Sistem internasional negara-negara saat ini cenderung membangun kelompok regional atau
subregional untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menghadapi perkembangan
tantangan global. Fenomena ini terjadi dibentuk sebagai proses politik top-down atau yang
disebut sebagai Regionalisme, dan proses struktural bottom-up atau yang disebut
Regionalisasi. Regionalisme menguraikan kerjasama di bidang ekonomi, kelembagaan,
pertahanan, atau bidang keamanan, terjadi pada tingkat pengambilan keputusan politik.
Regionalisasi mendefinisikan peningkatan aktivitas berbasis wilayah, yang ditandai dengan
interaksi indirect dalam bidang ekonomi dan sosial antara aktor non-negara baik individu,
perusahaan, LSM, dll. Pasca Arab Spring; sangat jelas menggambarkan kebutuhan
memperbaiki kondisi sosial ekonomi dalam negeri di Timur Tengah. Hal tersebut adalah
langkah awal untuk mencapai stabilitas politik dalam negeri, yang pada gilirannya
merupakan syarat fundamental untuk membina kerjasama regional.

…on the post-Arab Spring context may also be needed. The 2011 uprisings very clearly brought to the
surface the need for improving domestic socioeconomic conditions. From this perspective, a positive
signal stems from the fact that underway projects prioritize job creation and improving productive
structures. This is the first step for reaching domestic political stability, which is in turn a fundamental
requisite for fostering regional cooperation...

2. Dewinta, T.A. 2016. Peran Organisasi Kerja sama Islam (OKI) Dalam Menangani
Konflik Etnis Rakhine-Rohingya Di Myanmar Tahun 2012-2013. Journal of
International Relations, Vol. 2(2), hal. 127-135. Online di [ http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/jihi ]
OKI sebagai organisasi berbasis islam terbesar di dunia memiliki tujuan salah satunya adalah
melindungi kaum minoritas muslim dari deskriminasi. Bersadarkan resolusi No. 1/39-MM
tentang Safeguarding The Rights of Muslim Communities and Minorities in Non OIC
Member State menyerukan kepada negara-negara anggota untuk memberikan bantuan kepada
masyarakat muslim minoritas di negara-negara non-anggota dan berkontribusi pada
penyelesaian masalah mereka melalui kerja sama dengan pemerintah negara bersangkutan.
3. Mottaghi E. & Amirreza A.K. 2016. Comparative Regionalism, Economic
Integration, Security Settlement; Case study: OIC and ASEAN. Scopus: Journal
Geopolitics Quarterly, Vol. 11(4), pp 117-147.
OKI berusaha fokus pada upaya dan cara yang dibutuhkan untuk pencegahan konflik seperti
mengimplementasikan R2P (responsibility to protect). OKI telah banyak mencapai
keberhasilan/pencapaian dalam mereduksi akibat konflik dibanding pencegahan konflik itu
sendiri, melalui pembentukan ICIC (Islamic Committee of the International Cresecent).
Beberapa anggota OKI memiliki peran dalam struktur dan institusi PBB. OKI dapat
manfaatkan pengaruh politiknya untuk mendapatkan keuntungan lebih banyak manfaat bagi
umat Islam di seluruh dunia khususnya mengenai masalah Hak Asasi Manusia (HAM) yang
telah menjadi salah satu isu penting bagi politik luar negeri OKI.

OIC empowered by all of the means needed for conflict prevention like implementation of Responsibility
to protect. Regarding tension relief and reduction of catastrophic consequence of war, it seems that the
organization achieved more success than conflict prevention. Establishment of ICIC and empowerment of
its mandate proves the issue. OIC with a broad range of members acted as power block within U.N.
structure and institutions and can leverage its political influence to gain more benefits for Muslims around
the world. The issue of human rights in Islamic countries and its conformity with existing human rights
norm has been one important file for OIC foreign policy…

4. Majid, Bozorgmehri. 2017. The Human Rights in OIC, A Gradually Movement but in
Progress. Journal of Politics and Law, Vol 10(2). Canadian Center Of Science and
Education. URL: https://doi.org/10.5539/jpl.v10n2p73

Mengenai fokus OKI dalam isu HAM beberapa peneliti seperti (Mayer, 2015) mengatakan
bahwa pernyataan OKI tentang islam dan hak asasi manusia kontradiktif. OKI dianggap
bukan organisasi yang kompeten untuk mempromosukan HAM sebagai nilai universal.
(Kayaoglu, 2013:4) juga memberi gagasan bahwa sangat disayangkan OKI kurang memiliki
agenda yang tepat untuk menangani topik yang sesuai antara norma-norma hak asasi manusia
Internasional dan karakter islam konservatif yang dominan di negara-negara anggota yang
terkemuka. Namun, argumen penting dari jurnal ini bahwa pengakuan HAM oleh OKI dapat
dianggap sebagai tantangan yang sulit tetapi bukan sesuatu yang mustahil untuk dicapai.

(Mayer.2015) the OIC’s record is shown to be full of confusing and even self-contradictory statements on
Islam and human rights. For them, the OIC is not a competent organization for promoting the human
rights as an universal value. It is regrettable that the OIC lacks a precise agenda for dealing with topics of
compatibility between international human rights norms and the conservative kind of Islam dominant
among its leading member states. (Kayaoglu.2013). The paper offers one important and final argument.
The full enjoyment and the recognition of human rights in OIC Members could be considered as a
challenging and difficult path but achievable.

Anda mungkin juga menyukai