Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang

dapat menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang

dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai

masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan

nasional. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara

yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan

kemampuan negara itu dalam memberikan pelayanan yang

memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan

sosial ekonomi pada masyarakat (Depkes RI, 2016).

Mycobacterium leprae hanya dapat menyebabkan penyakit

kusta pada manusia dan tidak pada hewan. Penularannya melalui

kontak lama karena pergaulan yang rapat dan berulang-ulang,

karena itu penyakit kusta dapat dicegah dengan perbaikan personal

hygiene. Faktor risiko higiene perorangan yang mempengaruhi

terhadap penularan penyakit kusta meliputi pengetahuan,

kebiasaan personal hygiene yang buruk, dan sanitasi rumah yang

tidak sehat (Entjang, 2020).

Kusta memberikan stigma yang sangat besar pada

masyarakat, sehingga penderita kusta tidak hanya menderita

karena penyakitnya saja, tetapi juga menyebabkan penderitaan

1
psikis dan sosial seperti dijauhi atau dikucilkan oleh masyarakat.

Penyakit ini sangat ditakuti, bukan karena menyebabkan kematian

melainkan lebih banyak oleh karena cacat permanen yang

ditimbulkannya (Awaludin, 2014).

Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi

syarat kesehatan merupakan faktor resiko penularan berbagai jenis

penyakit khususnya penyakit berbasis lingkungan. Menurut WHO

2015, rumah yang tidak cukup dan terlalu sempit mengakibatkan

tingginya kejadian penyakit bagi penghuninya. Rumah hendaknya

dapat memenuhi persyaratan teknis dan hygiene yaitu tidak terlalu

padat penghuni, keadaan ventilasi baik (cross ventilation),

pencahayaan cukup, kelembaban rumah memenuhi syarat dengan

ketentuan jenis lantai dan dinding rumah kedap air serta atap

rumah dalam keadaan baik agar tidak terjadi kebocoran (Dirjen

P2PL, 2015).

Jenis lantai dengan plester yang retak atau berdebu

berpotensi terhadap keberadaan bakteri. Mycobacterium leprae

mampu hidup di luar tubuh manusia dan dapat ditemukan pada

tanah atau debu di sekitar lingkungan rumah penderita. Di luar

tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dapat bertahan

sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal in vivokuman kusta pada tikus

adalah pada suhu 27-30°C (Depkes RI, 2016).

2
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

secara gamblang mengamanatkan bahwa setiap orang berhak atas

informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan

bertanggung jawab, serta visi kontak kupang yang menyatakan

“Mewujudkan Masyarakat yang Sehat dan Produktif melalui

Pelayanan Kesehatan yang Modern dan Profesional” (Kemenkes

RI, 2015).

Berdasarkan studi penelitian yang dilakukan (Dwina, 2013),

terkait dengan Hubungan antara sanitasi rumah dan personal

hygiene dengan kejadian kusta dengan suhu rumah berisiko

memiliki risiko 4,295 kali lebih besar menderita kusta bila

dibandingkan responden dengan suhu rumah tidak berisiko.

Kusta sangat erat kaitannya dengan faktor pengetahuan.

Dimana kejadian kecacatan kusta lebih banyak terjadi pada

penderita yang mempunyai pengetahuan yang rendah tentang

kusta. Karena ketidaktahuan maka mereka tidak segera berobat

atau memeriksakan diri. Masa sebelum pengobatan tersebut

merupakan saat yang rawan untuk menularkan kusta kepada orang

lain. Hal inilah yang biasanya memicu terjadinya ledakan penderita

baru di suatu kawasan yang berakibat semakin sulitnya

memberantas kusta di masyarakat (Susanto, 2006 dalam

Syamsuar dkk, 2012).

3
Secara global kasus baru kusta sebesar 6,3 juta, setara

dengan 61%. Kusta tetap menjadi 10 penyebab kematian tertinggi

di dunia dan kematian kusta secara global diperkirakan 1,3 juta

pasien pertahunnya. Indonesia merupakan salah satu negara yang

mempunyai beban kusta yang terbesar diantara 5 negara yaitu

Amerika, Afrika, Nigeria, Brazil, India, Indonesia. Sehingga perlu

perhatian khusus bagi pemerintah dan masyarakat dalam

memutuskan mata rantai penularan. Hal ini memacu kepada

pengendalian kusta secara nasional terus melakukan intensifikasi,

akselerasi, ekstensifikasi dan inovasi program. (Kemenkes RI,

2020)

WHO melaporkan data yang terkumpul dari 143 negara

pada tahun 2016 yaitu kasus baru yang terdeteksi sebanyak

214.783 dan yang terdaftar sebanyak 171.948 (angka prevalensi

0,23 per 10.000 penduduk). Dari jumlah kasus baru yang

ditemukan paling banyak terdapat di wilayah Asia Tenggara

(115.180) diikuti wilayah Amerika (26.365), Afrika (21.465), dan

sisanya berada di wilayah lain di dunia (Kepmenkes, 2019)

World Health Organization (WHO) mencatat awal tahun

2018 dilaporkan prevalensi kusta di seluruh dunia sebesar 192.246

kasus dengan jumlah penderita kusta tertinggi yaitu diregional Asia

Tenggara sebesar 113.750 kasus. Tiga negara teratas dengan

jumlah kasus kusta terbanyak adalah India, Brazil dan Indonesia,

4
dimana negara-negara tersebut termasuk dalam daerah endemik

kusta (WHO, 2018).

Angka kasus kusta baru di Indonesia pada tahun 2016

dilaporkan 16.826 kasus dengan angka prevalensi 0,71 per 10.000

penduduk dan angka penemuan kasus baru sebesar 6,5 per

100.000 penduduk. Di antara kasus baru tersebut, 83% merupakan

kasus MB (Multi Basiler), 9% kasus cacat tingkat 2 dan 11% kasus

anak. Tingginya proporsi kasus MB, cacat tingkat 2 dan kasus anak

di Indonesia, menunjukkan masih berlangsungnya penularan dan

masih tingginya angka keterlambatan dalam penemuan kasus baru.

Saat ini masih terdapat 11 provinsi di Indonesia dengan angka

prevalensi lebih dari 1 kasus per 10.000 penduduk. Berdasarkan

data tahun 2016, masih ada 139 kabupaten/kota dengan prevalensi

masih di atas 1/10.000 penduduk (Kepmenkes, 2019).

Jumlah penderita kusta di Indonesia diWilayah Asia adalah

terbanyak ke-2 setelah India. Penderita kusta di Indonesia terdapat

hampir diseluruh daerah dengan penyebaran yang tidak merata.

Suatu kenyataan, di Indonesia Timur terdapat angka kesakitan

kusta yang lebih tinggi. Penderita kusta 90% tinggal di antara

keluarga mereka dan hanya beberapa persen saja yang tinggal di

rumah sakit kusta, koloni penampungan atau perkampungan kusta

(Depkes RI, 2016).

5
Berdasarkan data yang diperoleh Provinsi Maluku Utara

dengan jumah kasus penyakit kusta untuk seluruh kabupaten/kota

berjumlah 2.574 kasus. Untuk Kabupaten Halmahera Barat

sebanyak 201 kasus, Kabupaten Halmahera Tengah 82 kasus,

Kabupaten Sula 95 kasus, Kabupaten Halmahera Selatan 382

kasus, Kabupaten Halmahera Utara 422 kasus, Kabupaten

Halmahera Timur 120 kasus, Pulau Morotai 94 kasus, Pulau

Taliabu 57 kasus, Kota Ternate 816 kasus dan Tidore Kepulauan

sebanyak 305 kasus (BPS Propinsi Maluku Utara, 2020)

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Ternate

jumlah penderita Kusta per/Puskesmas dari tahun 2016-2020.

Dengan jumlah tertinggi yaitu berada di Puskesmas Kalumata

sebanyak 124 kasus, sedangkan jumlah terendah yaitu berada di

puskesmas mayau sebanyak 4 kasus. Berdasarkan data diatas

maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian di

Puskesmas Kalumata (Profil Dinkes Kota Ternate 2016-2020).

Puskesmas Kalumata merupakan Puskesmas dengan

jumlah kasus penyakit kusta tertinggi pertama dengan jumlah kasus

tahun 2016 sebanyak 20 kasus, tahun 2017 terdapat 16 kasus,

tahun 2018 meningkat menjadi 39 kasus, dan pada tahun 2019

menurun menjadi 28 kasus, dan terdapat 21 jumlah kasus

penderita kusta pada tahun 2020 (Profil Puskesmas Kalumata

2016-2020).

6
Dari data yang diperoleh dari Puskesmas Kalumata Kota

Ternate, jumlah penyakit kusta per/Kelurahan Wilayah Kerja

Puskesmas Kalumata tertinggi yaitu Kelurahan magga dua dari

tahun 2017 sampai tahun 2020 sebanyak 12 penderita, sedangkan

jumlah penyakit kusta terendah di Wilayah Kerja Puskesmas

Kalumata yaitu Kelurahan bastiong karance, tahun 2017 sampai

2020 sebanyak 5 kasus.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengetahuan,

sanitasi rumah dan personal hygiene penderita kusta terhadap

kejadian penyakit kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Kalumata

Kota Ternate Tahun 2021?

C. Tujuan Penilitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sanitasi rumah dan

personal hygiene penderita kusta terhadap kejadian penyakit

kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Kalumata Kota Ternate

Tahun 2021

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mendapatkan informasi mengenai pengetahuan

penderita kusta terhadap kejadian penyakit kusta di

7
Wilayah Kerja Puskesmas Kalumata Kota Ternate Tahun

2021

b. Untuk mendapatkan informasi mengenai sanitasi rumah

penderita kusta terhadap kejadian penyakit kusta di

Wilayah Kerja Puskesmas Kalumata Kota Ternate Tahun

2021

c. Untuk mendapatkan informasi mengenai personal hygiene

penderita kusta terhadap kejadian penyakit kusta di

Wilayah Kerja Puskesmas Kalumata Kota Ternate Tahun

2021

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah

Memberikan informasi yang akan menjadi bahan pengetahuan

masyarakat pada umumnya dalam upaya pengendalian

penyakit kusta.

2. Manfaat bagi institusi

Untuk memberikan gambaran dan data kepada pihak institusi

agar dapat meningkatkan kinerja dan kualitas program

kesehatan dalam program sanitasi rumah dan personal hygiene

dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

lebih baik.

8
3. Manfaat bagi peneliti

Untuk mengetahui tentang cara penelitian ilmiah terutama

tentang program sanitasi rumah dan personal hygiene dan

bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Kusta

a. Pengertian Kusta

Penyakit kusta disebut juga sebagai penyakit Lepra atau

penyakit Morbus Hansen disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium leprae. Bakteri ini mengalami proses

pembelahan cukup lama antara 2–3 minggu. Daya tahan hidup

kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh manusia. Kuman

kusta memiliki masa inkubasi 2–5 tahun bahkan juga dapat

memakan waktu lebih dari 5 tahun (Kemenkes RI, 2015).

Kuman kusta biasanya menyerang saraf tepi kulit dan

jaringan tubuh lainnya. Penyebab penyakit kusta ialah suatu

bakteri yang disebut Mycobaterium leprae. Sumber penularan

penyakit ini adalah penderita kusta multibasiler atau kusta

basah. Bila basil Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh

seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan

orang tersebut. Bentuk tipe klinis tergantung pada sistem

imunitas seluler penderita. Sistem imunitas seluler baik akan

tampak gambaran klinis ke arah tuberkuloid (termasuk dalam

tipe kusta pausibasiler), sebaliknya sistem imunitas seluler

rendah memberikan gambaran lepromatosa. Multibasiler berarti

10
mengandung banyak basil yaitu tipe lepromatosa (Arsyad, dkk,

2016).

Kecacatan yang berlanjut dan tidak mendapatkan perhatian

serta penanganan yang tidak baik akan menimbulkan ketidak

mampuan melaksanakan fungsi sosial yang normal serta

kehilangan status sosial secara progresif, terisolasi dari

masyarakat, keluarga dan teman-temannya. Sedangkan secara

psikologis bercak, benjolan-benjolan pada kulit penderita

membentuk paras yang menakutkan. Kecacatannya juga

memberikan gambaran yang menakutkan menyebabkan

penderita kusta merasa rendah diri, depresi dan menyendiri

bahkan sering dikucilkan oleh keluarganya. Suatu kenyataan

bahwa sebagian besar penderita kusta berasal dari golongan

ekonomi lemah keadaan tersebut turut memperburuk keadaan

(Depkes RI, 2015).

Penyakit kusta adalah penyakit menular menahun dan

disebabkan oleh kuman kusta. Penyakit ini dapat ditularkan dari

penderita kusta kepada orang lain, secara teoritis penularan ini

dapat terjadi dengan cara kontak yang erat dan lama dengan

penderita. Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak

mudah semua tergantung dari beberapa faktor, antara lain

faktor sumber penularan yaitu tipe penyakit kusta, faktor kuman

kusta dan faktor daya tahan tubuh (Depkes RI, 2015).

11
b. Penyebab Kusta

Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium leprae

dimana untuk pertama kali ditemukan oleh G.H Armauer

Hansen pada tahun 1873.M.Leprae hidup intraseluler dan

mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan Cell)

dan sel dari sistem retikulo endotelial. Waktu pembelahan

sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam

kondisi tropis) kuman kusta dapat bertahan sampai 9 hari.

Pertumbuhan optimal in vivokuman kusta pada tikus adalah

pada suhu 27-30oC (DepKes RI, 2006 dalam Silvia, 2012).

c. Cara Penularan Kusta

Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap

sebagai sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup

pada armadillo, simpanse, dan pada telapak kaki tikus yang

tidak mempunyai kelenjar thimus (Athimic nude mouse).

Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi

basiller (MB) kepada orang lain dengan cara penularan

langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi

sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta

dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit.

Timbulnya kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu

ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain :

1. Faktor Sumber Penularan.

12
Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB.

Penderita MB ini pun tidak akan menularkan kusta, apabila

berobat teratur.

2. Faktor Kuman Kusta.

Kuman kusta dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1 – 9

hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya

kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat

menimbulkan penularan (DepKes RI, 2006 dalam Silvia,

2012).

d. Tanda-tanda penyakit Kusta

1. Tanda-tanda pada kulit;

a. Bercak atau kelainan kulit yang merah atau putih di

bagian tubuh

b. Kulit mengkilap

c. Bercak yang tidak gatal

d. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau

tidak berambut

e. Lepuh tidak nyeri.

2. Tanda-tanda pada syaraf;

a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk, dan nyeri pada anggota

badan atau muka.

b. Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka.

c. Adanya cacat (deformitas).

13
d. Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh. (DepKes RI, 2006

dalam Silvia, 2012).

e. Diagnosa penyakit Kusta

Untuk mendiagnosis kusta dicari kelainan-kelainan yang

berhubungan dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-

kelainan yang tampak pada kulit. Adapun tanda-tanda utama

atau cardinal sign yang perlu dicari untuk mendiagnosis

penyakit kusta yaitu:

1 Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa;

Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan

(hipopigmentasi) atau kemerah-merahan (erithematous)

yang mati rasa (anaesthesi).

2 Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi

saraf. Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari

peradangan kronis saraf tepi (neuritis primer). Gangguan

fungsi saraf ini bisa berupa: (1) Gangguan fungsi sensoris:

mati rasa; (2) Gangguan fungsi motoris: kelemahan otot

(parase) atau kelumpuhan (paralise); (3) Gangguan fungsi

otonom: kulit kering dan retak-retak.

3. Adanya bakteri tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan

kulit (BTA positif) (DepKes RI, 2006 dalam Silvia, 2012).

14
B. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil

tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya

(mata, hidung, telinga dan sebagainya). Secara sendirinya, pada

waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut

sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap

objek yang berbeda-beda. Pengetahuan yang baik diharapkan

menghasilkan kemampuan seseorang dalam mengetahui gejala,

cara penularan penyakit kusta dan penanganannya (Muntasir,

2018).

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan juga di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor

internal (umur dan perilaku), dan faktor eksternal (pendidikan,

lingkungan, dan informasi). Pada umumnya semakin tinggi

pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula tingkat,

dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara

mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara

menghindari penyakit dan sebagainya akan meningkatkan

15
pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut (Notoatmodjo.

2012).

Pengetahuan yaitu domain yang sangat penting yang

dikuasai oleh seseorang karena dengan mengetahui sesuatu, kita

dapat menjadikan pedoman untuk melakukan tindakan selanjutnya.

Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor antara lain pendidikan formal,

pengetahuan sangat berkaitan erat dengan pendidikan diharapkan

seseorang yang mempunyai pendidikan tinggi, maka orang

tersebut akan semakin banyak tingkat pengetahuan yang di dapat.

Tetapi bukan berarti seseorang pendidikan rendah,

berpengetahuan rendah pula karena peningkatan pengetahuan

tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal, tetapi pendidikan non

formal dapat diperoleh dari pengetahuan seseorang tentang

sesuatu objek yang mempunyai dua aspek yaitu poitif dan negatif

kedua aspek inilah yang nantinya akan menentukan sikap

seseorang terhadap objek tertentu (Nora, 2019)

C. Tinjauan Umum Tentang Sanitasi Rumah

Rumah merupakan bagian dari lingkungan fisik yang dapat

mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Rumah yang

menjadi tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan seperti

memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat

pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi

rumah yang baik, pencahayaan yang cukup, kepadatan hunian

16
rumah yang sesuai dan lantai rumah yang terbuat bukan dari tanah

(Riska, 2016)

Dinding dan lantai rumah yang berdebu merupakan salah

satu faktor lingkungan yang diduga kuat menjadi sumber penularan

di daerah-daerah endemik, dibuktikan dengan banyaknya kasus-

kasus baru di daerah endemik yang tidak jelas riwayat kontak

dengan penderita kusta. Selain itu beberapa hasil penemuan

Reportof the International Leprosy AssociationTechnical Forum

melaporkan bahwa ditemukan adanya Mycobacterium leprae pada

debu, air untuk mandi dan mencuci dirumah penderita kusta yang

dibuktikan dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reactin (PCR).

Untuk menanggulangi halini sebaiknya mengambil

kebijakanstrategis, yaitu memperbaiki kondisi fisikdan sanitasi

perumahan khusunya rumah penderita kusta (Catrina, dkk. 2016).

Untuk menanggulangi hal ini sebaiknya mengambil

kebijakan strategis, yaitu memperbaiki kondisi fisik dan sanitasi

perumahan khusunya rumah penderita kusta. Hal yang mungkin

dapat dilakukan antara lain kerjama sama antar lintas sektoral yaitu

dengan pihak penyelenggara pembangun desa (PNPM Mandiri)

agar lebih meprioritaskan pembangunan rumah sehat untuk

penderita kusta agar dapat memutus sumber penularan utamanya

(Riska, 2016).

17
Rumah yang dihuni oleh banyak orang dan ukuran luas

rumah tidak sebanding dengan jumlah orang maka akan

mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan dan berpotensi

terhadap penularan penyakit dan infeksi. Semakin bertambah

jumlah penghuni rumah, maka akan sepat udara dalam rumah

tercemar, karena jumlah penghuni semakin banyak berpengaruh

terhadap kadar O2, uap air dan suhu ruangan (Arsyad dkk, 2016).

D. Tinjauan Umum Tentang Personal Hygiene

Personal hygiene adalah tindakan pencegahan yang

menyangkut tanggung jawab individu untuk meningkatkan

kesehatan serta membatasi menyebarnya penyakit menular,

terutama yang ditularkan secara kontak langsung. Kebiasaan tidur

bersama, memakai pakaian bergantian, handuk mandi bergantian

menyebabkan penularan penyakit kusta (Aisyah Galuh,dkk. 2018)

Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu

secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai

sabun dan air. Kesehatan dan kebersihan dapat mengurangi

jumlah mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan

lengan serta meminimalisasi kontaminasi silang (Linda Tietjen,

2016).

Hygiene perorangan adalah perawatan diri dimana individu

mempertahankan kesehatannya dan dipengaruhi oleh nilai serta

keterampilan. Di dalam dunia keperawatan, hygiene perorangan

18
merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus senantiasa

terpenuhi. Hygiene perorangan termasuk kedalam tindakan

pencegahan primer yang spesifik. Hygiene perorangan menjadi

penting karena hygiene perorangan yang baik akan meminimalkan

pintu masuk (port of entry) mikroorganisme yang ada dimana-mana

dan pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit (Sari,

2017).

Praktik hygiene perorangan yang paling sering dilakukan

responden adalah mandi minimal dua kali dalam sehari, tidak

buang air besar (BAB) di sembarangan tempat, menggunakan

pakaian yang bersih dan tidak menggunakan alat mandi secara

bersama-sama. Sedangkan praktik yang jarang dilakukan

responden adalah tangan selalu dicuci bersih sebelum dan

sesudah makan, bekerja dan setelah BAB dan membersihkan dan

mencuci kasur/seprei tidur minimal seminggu sekali (Sari, 2017).

Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang

dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik

maupun psikologis, personal hygiene adalah perawatan diri dimana

individu mempertahankan kesehatannya dan dipengaruhi oleh nilai

serta keterampilan. Dalam upaya seseorang dalam memelihara

kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh

kesejahteraan fisik dan psikologis, dan kesehatan kebutuhan

personal hygiene ini diperlukan baik pada orang sehat maupun

19
orang sakit. oleh karena itu Pencegahan penyakit kusta dapat

dilakukan dengan meningkatkan personal hygiene, diantaranya

pemeliharaan kulit, pemeliharaan rambut, kebersihan tangan,

pakaian dan tempat tidur karena penularan kusta sangat

dipengaruhi oleh kontak langsung dengan penderita (Wartonah,

2007 dalam Sri K, 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Rismawati tentang hubungan

antara sanitasi rumah dan personal hygiene dengan kejadian kusta

Multibasiler di Poliklinik Kusta RSUD Tugurejo Kota Semarang

yakni dengan Odd Rasiose besar 3,11 artinya bahwa personal

hygiene menjadi faktor penyebab terjadinya penyakit kusta

(Rismawati, 2013 dalam Sri K, 2016).

20
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel dan Kerangka Konseptual

1. Dasar Pemikiran Variabel

Penyakit kusta adalah penyakit Lepra atau penyakit Morbus

Hansen disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini

mengalami proses pembelahan cukup lama antara 2–3 minggu.

Daya tahan hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh

manusia.

Berangkat dari analisis penyebab masalah kesehatan, dasar

pemikiran variabel yang diteliti berdasarkan pada Teori Perilaku

Lawrence Green. Dimana pengetahuan merupakan factor

predisposisi (pre disposing factor), sebagai factor yang dapat

mempermudah terjadinya perilaku seseorang, sanitasi rumah

ialah prasarana atau fasilitas sebagai factor pemungkin (enabling

factor) yang mengfasilitasi perilaku atau tindakan seseorang, dan

personal hygiene ialah upaya kesadaran dan tanggung jawab

individu sebagai factor penguat (reinforcing factors) yang dapat

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku individu.

Berdasarkan uraian di atas, maka variabel yang diteliti

adalah variabel pengetahuan, sanitasi rumah dan personal hygiene

sebagai variabel independen dan kejadian penyakit kusta sebagai

variabel dependen.

21
a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau

hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang

dimilikinya. Pengetahuan yang baik diharapkan menghasilkan

kemampuan seseorang dalam mengetahui gejala, cara

penularan penyakit kusta dan penanganannya (Muntasir,

2018).

b. Sanitasi rumah

Rumah yang menjadi tempat tinggal harus memenuhi

syarat kesehatan seperti memiliki jamban yang sehat, sarana

air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan

air limbah, ventilasi rumah yang baik, pencahayaan yang

cukup, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah

yang terbuat bukan dari tanah (Riska, 2016)

c. Personal hygiene

Personal hygiene adalah tindakan pencegahan yang

menyangkut tanggung jawab individu untuk meningkatkan

kesehatan serta membatasi menyebarnya penyakit menular,

terutama yang ditularkan secara kontak langsung. Kebiasaan

tidur bersama, memakai pakaian bergantian, handuk mandi

bergantian menyebabkan penularan penyakit kusta (Aisyah

Galuh,dkk. 2018).

22
2. Kerangka Konseptual

Berdasarkan pemikiran di atas, maka pola pikir sebagai

kerangka konsep variabel yang diteliti sebagai berikut :

Pengetahuan

Kejadian Penyakit
Sanitasi Kusta
rumah

Personal
hygiene

Keterangan

= Variabel Bebas

= Variabel Terikat

23
B. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Pengetahuan

Yang dimaksud dengan pengetahuan dalam penelitian ini

yaitu sejauh mana pengetahuan responden tentang penyebab

penyakit kusta, patogenesis, proses penularan, dan cara

penanggulangannya.

2. Sanitasi rumah

Yang dimaksud sanitasi rumah dalam penelitian ini adalah

sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan seperti memiliki jamban

yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah,

sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik,

pencahayaan yang cukup, kepadatan hunian rumah yang sesuai

dan lantai rumah yang terbuat bukan dari tanah.

3. Personal hygiene

Yang dimaksud personal hygiene dalam penelitian ini

adalah pemeliharaan kulit, pemeliharaan rambut, kebersihan

tangan, pakaian dan tempat tidur.

24
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian Kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode

penelitian yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi dan

memahami makna yang berasal dari masalah-masalah sosial atau

kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-

upaya penting seperti mengajukan pertanyaan, menyusun

prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para informan

atau partisipan. Menganalisis data secara induktif, mereduksi,

memverifikasi, dan menafsirkan atau menangkap makna dari

konteks masalah yang diteliti (Farida, 2014).

B. Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian ini direncanakan pada bulan November 2021 dengan

lokasi penelitian di Puskesmas Kalumata Kota Ternate.

C. Informan dan Cara Penentuan Informan

Informan penelitian adalah 10 orang penderita kusta sebagai

informan utama, dengan 1 orang petugas penanganan kusta yang

selain itu juga digunakan informan kunci yaitu kepala P2PL

Puskesmas Kalumata yang bersedia memberikan informasi.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik kualitatif

(wawancara mendalam kepada informan penelitian), sesuai dengan

25
langkah-langkah yang direkomendasikan dalam penelitian kualitatif.

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan beberapa cara atau teknik sebagai berikut:

1. Penderita Penyakit Kusta

2. Bersedia diwawancarai

3. Mampu memberikan informasi yang dibutuhkan

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer

dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh

langsung peneliti di lapangan melalui observasi dan wawancara

mendalam yang dilengkapi dengan panduan wawancara,

handphone sebagai alat perekam suara/dokumentasi dan disertai

dengan alat tulis lainnya. Data sekunder radalah data yang

diperoleh peneliti dari instansi yang bersangkutan berupa data

jumlah kasus penyakit kusta per Puskesmas yang diperoleh dari

Dinas Kesehatan Kota Ternate dan data jumlah kasus penyakit

kusta per Kelurahan yang diperoleh peneliti dari Puskesmas

Kalumata Kota Ternate. Pengumpulan data dengan teknik

observasi dan wawancara merupakan cara yang utama sekaligus

sebagai penciri utama bagi penelitian kualitatif. Selain itu, data

dalam penelitian kualitatif dapat dikumpulkan melalui sumber data

primer lainnya yang berupa dokumentasi, dengan berbagai

alternatif wujudnya. Dalam kegiatan observasi, terdapat tiga

26
komponen utama yang perlu diperhatikan, yaitu ruang (space),

pelaku (aktor), dan kegiatan (aktivitas). Selama penelitian

berlangsung, peneliti memposisikan diri sebagai human instrument

yang selalu berusaha meluangkan waktu sebanyak-banyaknya

untuk berada di lapangan, agar memperoleh informasi yang

beragam tentang berbagai fenomena yang diamati dalam setting

yang alami (Farida, 2014).

E. ProsedurAnalisis Data

Pengolahan dan Analisis data dilakukan dalam 3 tahap yaitu

reduksi data, sajian data dan menyimpulkan data yaitu sebagai

berikut:

1. Reduksi data adalah proses memfokuskan dan

mengabstraksikan data mentah menjadi informasi yang

bermakna

2. Sajian data adalah mengorganisir dan menyajikan data dalam

bentuk naratif, tabel, matrix, atau bentuk lainnya.

3. Menyimpulkan data adalah mengambil intisari dari sajian data

yang telah terorganisir dalam bentuk peryataan kalimat yang

singkat dan padat tetapi mengandung pengertian luas

(Suryana, 2010).

F. Metode Verifikasi Data

Data dalam penelitian pada dasarnya terdiri dari semua

informasi atau bahan yang di sediakan alam (dalam arti luas) yang

27
harus dicari, dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti. Data bisa

terdapat pada segala sesuatu apa pun yang menjadi bidang dan

sasaran penelitian. Data penelitian kualitatif pada umumnya

merupakan data lunak (soft data) yang berupa kata, ungkapan,

kalimat dan tindakan, bukan merupakan data keras (hard data)

yang berupa angka-angka statistik, seperti dalam penelitian

kuantitatif (Subroto, 1992 dalam Farida, 2014)

28
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Struktur Organisasi Puskesmas

Puskesmas Kalumata adalah salah satu yang berada di

Wilayah Kota Ternate dengan batasan-batasan sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Takome dan

Maliaro

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Ngade

3. Sebelah Timur berbatasan dengan laut Ternate

4. Sebelah Barat berbatasan dengan gunung Gamalama

Wilayah Kerja Puskesmas Kalumata terdiri dari tiga belas

(13) kelurahan, 160 RT dan 59 RW yaitu sebagai berikut:

1. Kelurahan Kalumata, yang terdiri dari 19 RT dan 6 RW

2. Kelurahan Kayu merah, yang terdiri dari 13 RT dan 5 RW

3. Kelurahan Ubo-ubo, yang terdiri dari 15 RT dan 4 RW

4. Kelurahan Tabona, yang terdiri dari 12 RT dan 4 RW

5. Kelurahan B. Karance, yang terdiri dari 10 RT dan 3 RW

6. Kelurahan B. Talangame, yang terdiri dari 12 RT dan 3 RW

7. Kelurahan Jati, yang terdiri dari 14 RT dan 7 RW

8. Kelurahan Jati perumnas, yang terdiri dari 12 RT dan 6 RW

9. Kelurahan Mangga dua, yang terdiri dari 8 RT dan 4 RW

29
10. Kelurahan Mangga dua utara, yang terdiri dari 14 RT dan 6

RW

11. Kelurahan Toboko, yang terdiri dari 8 RT dan 4 RW

12. Kelurahan Tanah tinggi, yang terdiri dari 16 RT dan 4 RW

13. Kelurahan Tanah tinggi barat, yang terdiri dari 7 RT dan 3

RW

B. Karakteristik Informan

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas

Kalumata sejak tanggal 2 November sampai 31 Desember 2021.

Karakteristik informan dalam penelitian ini berdasarkan jenis

kelamin, perempuan sebanyak 6 orang dan laki-laki sebanyak 6

orang. Klasifikasi umur dalam penelitian ini berkisar 15-45 tahun.

Berdasarkan tingkat pendidikannya 1 orang lulusan SD, 4 orang

lulusan SMP, 5 orang lulusan SMA dan 2 orang lulusan SKM,

M.Kes. Dalam penelitian ini, informan yang ditetapkan sebanyak 12

orang. Status dari 12 informan tersebut adalah 10 sebagai informan

utama yaitu penderita kusta dan 2 orang sebagai informan kunci

yaitu 1 orang petugas penanganan kusta dan kepala P2PL

Puskesmas Kalumata Kota Ternate.

C. Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi

mengenai gambaran pengetahuan, sanitasi rumah dan personal

hygiene penderita kusta terhadap kejadian penyakit kusta di

30
Wilayah Kerja Puskesmas Kalumata Kota Ternate Tahun 2021.

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sanitasi rumah dan

personal hygiene penderita kusta terhadap kejadian penyakit kusta

di Wilayah Kerja Puskesmas Kalumata dapat dilihat dari

wawancara sebagai berikut:

a. Pengetahuan Informan Tentang Penyakit Kusta

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau

hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang

dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan

sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas

perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar

pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran

(telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).

Untuk mengetahui informasi mengenai pengetahuan

penderita kusta terhadap kejadian penyakit kusta di Wilayah

Kerja Puskesmas Kalumata ditinjau dari gambaran

pengetahuan dari hasil wawancara sebagai berikut:

1) Apa yang anda ketahui tentang penyakit kusta?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang apa yang anda ketahui tentang penyakit kusta,

informan menyatakan penyakit kusta adalah penyakit lepra

31
atau penyakit kulit yang menular yang disebabkan oleh kuman.

Seperti kutipan wawancara berikut:

“Yang saya tahu penyakit kusta itu penyakit tarabae, torang


disini biasa bilang lepra, baru di ape model tu sama deng
kaskado”
(Wawancara WL,03 November, 2021)

“Kusta tu penyakit lepra, dia pe tanda tu sama deng panu,


badan baputi-puti”

(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Penyakit yang torang biasa bilang lepra, dia sama deng


kasakado”

(Wawancara MM, 03 November, 2021)

“Penyaki kusta itu penyakit Lepra, kalau disini torang pe


masyarakat biasa bilang penyakit tara bae, karena penyakit itu
penyakit menular deng bisa bikin tong cacat”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Kusta itu penyakit kulit, yang bisa menular deng bikin tong
cacat”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Yang saya tau penyakit kusta itu penyakit kuli, dia bikin tong
pe kuli berubah sama deng panu tapi dia tara gatal, deng dia
bisa bikin tong cacat”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Penyakit yang torang pe orang tua-tua biasa bilang penyakit


lepra yang terjadi karena biasa makan sagu kase campur deng
tolor tu, torang langsung takanal panyake itu”

32
(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Penyakit kulit yang bebahaya karna dia bisa menular deng


bikin tong cacat”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

“Penyakit kulit, penyakit itu dia bisa bikin tong cacat, jadi musti
tong rajin minum obat,dia juga bisa menular, di ape model tu
kaya kaskado, sama deng panu tapi kusta tu dia pe tanda puti-
puti tu kong tong garu tu dia tara gatal”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Penyakit kusta tu penyeakit kulit, dia pe model sama deng


panu, tapi kalau kusta tu dia tara gatal, penyakit itu orang tako
karena penderita pe kulit sama deng kaskado deng bikin orang
cacat”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Dari pernyataan atau jawaban informan utama diatas,

berikut pernyataan dari informan kunci mengenai cara dalam

mengidentifikasi penyakit kusta, berikut kutipan hasil

wawancara:

“Cara mengidentifikasi penyakit kusta yaitu dengan melihat


tanda-tanda yang dialami seseorang kemudian dilakukan
pemeriksaan lab untuk mengetahui apakah terdiagnosa atau
tidak barulah dilakukan penanggulangan selanjutnya”

(Wawancara LS, 06 November, 2021)

“Cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit kusta


yaitu dengan melakukan penjaringan disetiap kelurahan
wilayah kerja puskesmas, kemudian dilihat tanda-tanda yang
diderita orang tersebut, jika ada tanda menderita kusta maka
dilakukan pemeriksaan lab, apabila terdiagnosa menderita
maka ditindaklanjuti”

33
(Wawancara FK, 06 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui

bahwa dari sepuluh informan utama mempunyai jawaban yang

hampir sama dan tidak jauh dari defenisi kusta yang

sebenarnya, yang mana sebagian besar informan mengatakan

bahwa penyakit kusta yaitu penyakit lepra yang juga

merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam teori berikut ini:

Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang bisa

menular. Kusta atau lepra ialah penyakit infeksi kronik yang

disebabkan M.Leprae yang bersifat intraseslularobligat. Kusta

berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “kustha” berarti

kumpulan gejala-gejala penyakit kulit secara umum (Emmy

2004).

Berdasarkan hasil wawancara diatas ada juga

pernyatan dari informan kunci mengatakan bahwa cara yang

dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit kusta yaitu dengan

melakukan penjaringan disetiap kelurahan dan jika ada tanda-

tanda maka dilakukan pemeriksaan lab dan ditindaklanjuti.

Adapun pemeriksaan klinik yang dilakukan untuk

memeriksa sesorang yang dicurigai terkal kusta ialah dengan

menanyakan secara lengkap mengenai riwayat penyakit

seperti, kapan timbul bercak/keluhan yang ada mulai

34
dirasakan, apakah ada anggota keluarga serumah yang

mempunyai keluhan yang sama, lama kontak serumah dengan

penderita, apakah pernah tinggal didaerah endemis, riwayat

pengobatan sebelumnya.

Dan selanjutnya pemeriksaan dimulai dengan orang yang

diperiksa berhadapan dengan petugas dan dimulai dari kepala

(muka, kuping telinga kiri dan kanan, pipi kiri dan kanan, hidung,

mulut, dagu, leher bagian depan dan belakang), dan kemudian

penderita diminta untuk memejamkan mata, untuk mengetahui

fungsi saraf dimuka, dengan semua kelaian kulit diperhatikan.

Adapun pemeriksaan bakteriologi sin smear atau kerokan kulit

adalah pemeriksaan yang diperoleh lewat irisan dan kerokan

kecil pada kulit yang kemudian diberipewarnaan tahan asam

untuk melihat mycobacterium leprae. Pemeriksaan ini beberapa

tahun terakhir tidak diwajibkan dalam program nasional. Namun

demikian menurut penelitian pemeriksaan skin smear banyak

berguna untuk mempercepat penegakan diagnosos, karena 7-

10% penderita yang datang dengan lesi PB, merupakan kasus

MB yang dini. Pada penderita yang meragukan harus dilakukan

pemeriksaan apusan kulit (skin smear). Pemeriksaan ini

dilakukan oleh petugas terlatih. Cara pewarnaan dilakukan

sama dengan pemeriksaan TBC makan pemeriksaan dapat

35
dilakukan di Puskesmas (PRM) yang memiliki tenaga serta

fasilitas untuk pemeriksaan BTA (Depkes Ri, 2007).

2) Bagaimana tanda dan gejala penyakit kusta?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang bagaimana tanda dan gejala penyakit kusta,  informan

menyatakan bahwa tanda dan gejala penyakit kusta yaitu

badan bercak, terjadi kelainan kulit di bagian tubuh namun

tidak gatal, dan ada rasa nyeri pada anggota badan. Seperti

kutipan wawancara berikut:

“Dia pe tanda yang saya rasa itu saya pe kulit badan berubah
babentol-bentol 3 deng lama-lama dia tamba banyak, dia pe
model tu sama deng panu kalau torang disini biasa bilang kaya
kaskado tapi dia tara gatal, saya datang baperiksa di
Puskesams baru dong bilang itu kusta”
 (Wawancara WL, 03 November, 2021)

“Dia pe tanda-tanda pertama yang saya dapa tu saya pe kulit


bentol-bentol putih-putih model panu, tapi saya tara tau kalau
itu tu panyake kusta, pas saya mandi kong kaluar dari kamar
mandi, saya pe mama lia kong dong bawa saya di Puskesmas
baperiksa, kong dong bilang itu sake kusta”

(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Sama deng yang saya dapa tu saya pe kulit badan berubah


sama deng panu, babentol-bentol tapi tara gatal”

(Wawancara MM, 03 November, 2021)

“Dia pe tanda tu saya pe badan merah bentol-bentol”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

36
“Saya pe badan sakit, manucu deng timbul bentol merah-
merah di saya pe badan”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Yang sama deng saya dapa tu saya badan bentol-bentol


sama deng panu tapi tara gatal, pas pigi baperiksa
dipuskesmas orang kesehatan bilang saya kanal kusta”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Dia pe tanda itu saya pe kulit berubah sama deng panu di


tangan deng bahu”

(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Dia pe tanda tu kuli badan sama deng orang kaskado, kuli


berubah baputi-puti”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

“Tanda deng gejala kusta tu kuli badan beruba, babentol-


bentol sama deng panu tapi tara gatal, kalau tong kore di
bentol putih itu kong rasa tara gatal, dong petugas kesehatan
bilang itu kusta”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Dia pe tanda tu saya pe kulit badan ba putih-putih kaya panu”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Dari pernyataan atau jawaban informan utama diatas,

berikut peryataan dari informan kunci mengenai cara yang

dilakukan dalam mendeteksi tanda dan gejala penyakit kusta,

berikut kutipan hasil wawancara:

“Langkah dalam mendeteksi penyakit kusta yaitu kami turun


langsung ke lapangan untuk melakukan penjaringan dengan
melibatkan langsung bidan desa ataupun RT setempat ”

37
(Wawancara LS, 06 November, 2021)

“Tanda dan gejala dalam mendeteksi penyakit kusta yaitu


dengan melakukan penjaringan diwilayah kerja puskesmas
terlebih dahulu, apabila ditemukan ada tanda-tanda gejala
kusta, maka dirujuk ke puskesmas untuk melakukan
pemeriksaan lab, setelah terdiagnosa menderita kusta
kemudian ditindaklanjuti untuk melakukan pengobatan”

(Wawancara FK, 06 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

bahwa tanda dan gejala penyakit kusta yaitu badan bentol-

bentol dengan adanya bercak putih atau kemerah-merahan,

kulit mati rasa dan terasa sakit pada bagian tubuh. Demikian

halnya sebagian besar informan juga belum dapat mengetahui

tanda dan gejala penyakit kusta secara baik, jauh sebelum

memeriksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit,

sebagaimana yang disangkakan bahwa gejala kusta yang

timbul dengan adanya tanda bercak putih atau kemerahan

pada kulit merupakan penyakit kulit biasa seperti panu.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam teori berikut ini:

Kusta dikenal juga sebagai “The Great Imitator Disease”

karena manifestasi yang mirip dengan banyak penyakit kulit

lainnya seperti infeksi jamur kulit, sehingga seseorang jarang

38
menyadari bahwa dirinya telah menderita kusta (Widoyono,

2008).

Adapun tanda penyakit kusta pada kulit ialah adanya

bercak atau kelainan kulit yang merah atau putih di bagian

tubuh, kulit mengkilap, bercak yang tidak gatal, adanya bagian-

bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut, dan

lepuh tidak nyeri. Adapun tanda pada syaraf ialah ada rasa

kesemutan, tertusuk-tusuk, dan nyeri pada anggota badan

atau muka, gangguan gerak anggota badan atau bagian muka,

adanya cacat (deformitas) , dan luka (ulkus) yang tidak mau

sembuh (DepKes RI, 2006 dalam Silvia, 2012).

Berdasarkan hasil wawancara diatas ada juga

pernyatan dari informan kunci mengatakan bahwa cara yang

dilakukan dalam mendeteksi penyakit kusta yaitu harus ada

kerja sama lintas program dengan melakukan penjaringan

diwilayah kerja puskesmas terlebih dahulu, apabila ditemukan

ada tanda-tanda gejala kusta, maka dirujuk ke puskesmas

untuk melakukan pemeriksaan lab, setelah terdiagnosa

menderita kusta kemudian ditindaklanjuti untuk melakukan

pengobatan.

3) Bagaimana cara penanggulangan penyakit kusta?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang cara penanggulangan penyakit kusta, informan

39
menyatakan bahwa cara penanggulangan penyakit kusta yaitu

dengan meminum obat secara teratur dan makan makanan

yang bergizi. Seperti kutipan wawancara berikut:

“Cara yang tong bikin itu minum obat teratur, barang obat yang
orang puskesmas kase itu bisa bunuh kuman kusta”
 (Wawancara WL, 03 November, 2021)

“Minum obat terartu, sesuai deng dokter pe anjuran”


(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Cara yang tong bikin supaya kusta tara menular diorang lain
tu, tong rajin minum obat yang dokter kase, supaya kuman
kusta mati deng bkin torang bisa sembuh”

(Wawancara MM, 03 November, 2021)

“Dia pe cara tu, rajin minum obat setiap hari, deng tara bisa
minum air kelapa muda”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Rajin minum obat, makan makanan yang sehat sama deng


ikan, sayur deng rajin minum aer putih”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Rajin minum obat setiap hari, rajin mandi deng makan


makanan yang sehat”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Jaga tong pe badan sama deng rajin mandi deng rajin minum
obat”

(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Rajin mandi deng minum obat”

40
(Wawancara KL, 05 November, 2021)

“Minum obat setiap hari, rajin mandi deng olahraga”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Tara makan sabarang sama deng deng talor campur deng


ikan deng sagu tamba deng rajin minum obat”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Dari pernyataan atau jawaban informan utama diatas,

berikut peryataan dari informan kunci mengenai pathogenesis

atau perjalanan penyakit kusta, berikut kutipan hasil

wawancara:

“Perjalanan penyakit kusta biasanya ditularkan oleh bakteri


dengan kontak langsung dari penderita terhadap orang lain
melalui percikan cairan, yaitu ludah atau dahak yang keluar
saat batuk atau bersin”

(Wawancara LS, 06 November, 2021)

“Patogenesis/perjalanan hingga menjadi penyakit kusta yaitu


disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae yang ditularkan
oleh penderita kusta ke orang yang rentan dengan melakukan
kontak langsung kepada penderita”

(Wawancara FK, 06 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

bahwa cara penanggulangan penyakit kusta yaitu dengan

meminum obat secara teratur, menjaga kebersihan badan,

mengkonsumsi makanan bergizi dan rajin berolahraga.

41
Demikian halnya dalam upaya penanggulangan kusta itu

sendiri, sebagian besar penderita lebih percaya bahwa mereka

dapat sembuh hanya dengan meminum obat yang diberikan

dokter dengan secara teratur, dan dengan kepatuhan mereka

dalam meminum obat sesuai dengan yang dianjurkan dokter

juga merupakan salah satu upaya mereka yang dapat

dilakukan untuk menanggagulangi proses penyebaran atau

penularan kusta kepada orang lain, karena obat yang diberikan

dapat membunuh kuman dan menyembuhkan mereka.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam teori berikut ini :

Pengobatan Multi Drug Therapy (MTD) penderita kusta

adalah kombiasi obat yang terdiri dari 2 atau 3 obat, yaitu

dopson dan rifampisin untuk semua pasien, dengan tambahan

clofazimin untuk pasien mulibasiler. Kombinasi obat ini

membunuh patogen dan menyembuhkan pasien kusta (WHO,

2017).

Adapun cara yang baik untuk mencegah penularan

kusta ialah melakukan pengobatan sejak dini agar bakteri yang

dibawah tidak dapat lagi menularkan kepada orang lain,

menghindari atau mengurangi kontak fisik dengan jangka

waktu yang lama, meningkatkan kebersihan diri dan

kebersihan lingkungan, meningkatkan atau menjaga daya

tahan tubuh dengan cara berolahraga dan meningkatkan

42
pemenuhan nutrisi, tidak bertukar pakaian dengan orang lain

karena basil bakteri juga terdapat pada kelenjar keringat

(Yanti, 2012).

Berdasarkan hasil wawancara penyataan dari

informan kunci mengenai patogenesis atau perjalanan penyakit

kusta ialah disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae

yang ditularkan oleh penderita terhadap orang lain, melalui

kontak langsung atau percikan ludah atau bersin dari

penderita. Sebagaimana yang dijelaskan teori berikut ini:

Kuman dapat masuk melalui kulit yang lecet dibagian

tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Penularan

terjadi jika M. Leprae yang hidup keluar dari tubuh penderita

dan masuk ke dalam tubuh orang lain. Secara teoritis

penularan ini terjadi dengan kontak yang lama dengan

penderita. Tempat masuk kusta ke dalam tubuh pejamu

diperkirakan adalah melalui saluran pernapasan bagian atas

dan melalui kontak kulit yang tidak utuh (Kemenkes RI, 2007).

4) Apakah anda selalu dikontrol oleh petugas kesehatan?

Berdasarkan kutipan hasil wawancara dengan informan

utama yaitu penderita kusta  informan mengatakan bahwa

mereka sering dikontrol oleh petugas kesehatan namun sangat

jarang. Seperti kutipan wawancara berikut:

“Petugas kesehatan jaga sering datang tanya-tanya saya pe


obat deng cek-cek lia saya pe badan”

43
 (Wawancara WL, 03 November, 2021)

“Iya, dong petugas kesahatan jaga sering datang, dong tanya-


tanya saya pe keadaan badan, deng dong kase inga, suru rajin
minum obat”

(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Dong jaga datang tapi lainkali saja, kadang dong datang 1


bulan 1 kali, lainkali tu dong tara datang, lain kali tu 2 bulan
baru dong datang lagi”

(Wawancara MM, 03 November ober, 2021)

“Dong pernah datang kase inga suru saya rajin-ranjin minum


obat deng jaga makan”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Lainkali datang, lainkali tarada, kadang 1 bulan satu kali,


lainkai tu sampe 3 bulan dorang datang 1 kali cek-cek, lia say
ape keadaan badan deng cek saya pel”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Tarada, dorang tra datang cek, cuman saya yang pigi


dipuskesmas kong baperiksa”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Jarang, kadang bulan ini dong datang, bajalan 2 smpe 3


bulang barung dong datang lagi”

(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Dong tara datang cek, cuman saya yang jaga pigi di


puskesmas baperiksa”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

44
“Tarada, saya saja yang jaga pigi dipuskesmas periksa”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Tarada, saya yang pigi dipuskesmas baperiksa”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Dari pernyataan atau jawaban informan utama diatas,

berikut peryataan dari informan kunci mengenai pengawasan

yang dilakukan terhadap penderita kusta, berikut kutipan hasil

wawancara:

“Pengawasan yang dilakukan untuk penderita kusta yaitu


memantau penderita selama mengkonsumsi obat, memantau
gerak-gerik penderita, karena kusta merupakan penyakit
menular sehingga harus ada pengawasan yang dilakukan
jangan sampai dapat menular terhadap orang lain”

(Wawancara LS, 06 November, 2021)

“Pengawasan yang dilakukan terhadap penderita kusta yaitu


dengan mengawasi penderita mengkonsumsi obat sampai
masa penyembuhan, pengawasan biasanya dilakukan oleh
petugas penanganan kusta, keluarga penderita, ataupun oleh
kader kelurahan untuk memantau perkembangan penderita
sampai masa penyembuhan”

(Wawancara FK, 06 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

bahwa mereka sering dikontrol namun sangat jarang, dan juga

beberapa diantaranya tidak mendapatkan pengawasan dari

pihak ataupun petugas kesehatan, namun mereka hendak

45
berinisiatif datang untuk memeriksakan diri ke puskesmas

dengan sendirinya tanpa adanya himbauan ataupun paksaan

oleh petugas kesehatan itu sendiri. Sikap ataupun perilaku

penderita tersebut merupakan inisiatif ataupun upaya mereka

dalam memperjuangkan kesehatan ataupun kesembuhan

mereka sebagaimana pernyataan informan tentang apa yang

mereka ketahui tentang kusta yang telah dijelasakan diatas,

bahwa sebagian besar informan menyatakan penyakit kusta

merupakan penyakit lepra atau kulit yang ditakuti masyarakat

disekitarnya, oleh sebab itu mereka sangat memperhatikan

keadaan mereka dan senantiasa berupaya untuk

memperjuangkan kesembuhan dan kesehatannya karena

merasa malu dan takut terhadap stigma oleh masyarakat

disekitarnya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam teori berikut

ini:

Perilaku manusia merupakan pencerminan dari

berbagai unsur kejiwaan yang mencakup hastrat, sikap, reaksi

dan rasa takut, cemas dan sebagainya. Oleh karena itu

perilaku manusia dipengaruhi atau dibentuk dari faktor-faktor

yang ada dalam diri manusia atau unsur kejiwaannnya.

Meskipun demikian, faktor lingkungan merupakan faktor yang

berperan serta mengembangkan perilaku manusia (Shielda

novita yuslianawati, 2018).

46
Berdasarkan hasil wawancara diatas ada juga

pernyatan dari informan kunci mengatakan bahwa

Pengawasan yang dilakukan terhadap penderita kusta yaitu

dengan mengawasi penderita mengkonsumsi obat sampai

masa penyembuhan. Pengawasan biasanya dilakukan oleh

petugas penanganan kusta, keluarga penderita, ataupun oleh

kader kelurahan untuk memantau perkembangan penderita

sampai masa penyembuhan dan memantau gerak-gerik

penderita, karena kusta merupakan penyakit menular sehingga

harus ada pengawasan yang dilakukan jangan sampai dapat

menular terhadap orang lain.

5) Bagaimana pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas

yang Bapak/Ibu ketahui terkait penyakit kusta?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang bagaimana pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas

yang bapak/ibu ketahui, informan menyatakan bahwa

pelayanan yang diberikan oleh puskesmas sangat baik, dan

selalu mengutamakan kesehatan dan keselamatan pasien atau

penderita kusta. Seperti kutipan wawancara berikut:

“Pelayanan yang dorang kase tu bagus, dorang perhatian pe


orang deng kalau tong datang baperiksa, dorang jaga kase
inga pe torang la jang lupa minum obat”

  (Wawancara WL, 03 November, 2021)

47
“Dorang bae deng perhatikan pe torang, kalau datang
baperikasa dorang bicara bae-bae deng tanya tong pe
keadaan badan, dong jaga cek-cek saya badan deng kase
obat”

(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Kalau pelayanan yang puskesmas kase pa torang penderita


kusta tu bae, dong bacarita palang-palang deng tara kasar”

(Wawancara MM, 03 November, 2021)

“Dorang pe pelayanan bagus deng dong pe sikap ramah-


ramah”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Dorang perhatian, jaga suru torang makan makanan yang


sehat dengan dong perhatikan torang pe obat, kalau so abis
dong kase”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Kalau yang saya tau tu pelayanan yang dorang kase tu bagus,


dorang suruh torang yang sake kalau masu sembuh capat,
musti rajin minum obat, doran sering kase inga jang lupa
istirahat, makan makanan yang sehat sama deng makan
sayur-sayur”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Kalau pelayanan Puskesmas Kalumata yang dong kase p


torang tu bagus, dorang perhatikan pa torang deng kalau
datang dipuskesmas baperiksa dong layani pe torang bae-bae
sama deng bacarita pe torang juga bagus deng tara kasar,
deng kalau torang pe obat abis kong pigi di puskesmas itu
dorang langsung kase”

(Wawancara ML, 04 November, 2021)

48
“Dong pe pelayanan pe torang bagus, dorang perhatikan dan
perhatian pe torang deng bicara pet orang juga bae-bae”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

“Pelayanan di Puskesmas bagus, dong perhatian pe torang,


jaga kase inga torang musti rajin minum obat setiap hari kalau
tong mau capat sehat deng dong kase inga torang makan
makanan yang sehat-sehat”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Dorang perhatikan pe torang, dong jaga tanya tong pe


keadaan deng cek-cek tong pe badan, deng kalau mo pulang
dong suru jang lupa istrahat deng rajin minum obat”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

bahwa pelayanan yang diberikan oleh puskesmas sangat baik

dan sangat memperhatikan kesehatan dan keselamatan

meraka sebagaimana pernyataan informan bahwa kami

diperhatikan dan diberi perhatian yang baik oleh petugas

kesehatan saat datang berobat dan melakukan pemeriksaan.

Perhatian serta sikap santun dan ramah yang diberikan

hendak membuat penderita lebih percaya diri dan merasa

terdorong, dan kerapkali menghendakkan diri untuk datang

memeriksa tanpa harus diperintah ataupun arahkan oleh

petugas kesehatan karena merasa senang telah diperhatikan

oleh petugas kesehatan dalam memberi pelayanan ketika

49
penderita ke puskesmas berobat ataupun melakukan

pemeriksaan. Sebagaimana yang dijelaskan teori berikut ini:

Menurut Orem (2001), menyebutkan bahwa usia, jenis

kelamin, status perkembangan, status kesehatan,

sosiokultural, pelayanan kesehatan, sistem keluarga, pola

hidup, lingkungan dan ketersediaan sumber memengaruhi self

care seseorang. Terkait hal tersebut peran petugas kesehatan

dan peran keluarga sangat penting dalam perawatan diri

penderita kusta.

a. Sanitasi rumah

Sanitasi rumah merupakan syarat kesehatan yang harus

ada disetiap rumah seperti memiliki jamban yang sehat, sarana

air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan

air limbah, ventilasi rumah yang baik, pencahayaan yang cukup,

kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang

terbuat bukan dari tanah (Riska, 2016).

Untuk mengetahui informasi mengenai sanitasi rumah

penderita kusta terhadap kejadian penyakit kusta di Wilayah

Kerja Puskesmas Kalumata ditinjau dari gambaran sanitasi

rumah, maka dapat dilihat dari hasil wawancara sebagai

berikut:

50
1) Berapa jumlah anggota keluarga didalam rumah?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang berapa jumlah anggota keluarga didalam rumah,

informan menyatakan bahwa anggota keluarga didalam rumah

yaitu ada yang 3 orang, 4 orang dan 5 orang. Seperti kutipan

wawancara berikut:

“Torang dalam rumah cuma ada 3 orang, saya deng saya pe


ana deng saya pe bini saja”

  (Wawancara WL, 03 November, 2021)

“Kalau didalam rumah ada 4 orang, saya, saya pe mama, saya


papa deng saya pe kaka laki-laki”

(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Kalau torang didalam ruma ada 3 orang, saya deng saya


orang tua”

(Wawancara MM, 03 November, 2021)

“Torang dalam rumah samua ada 5 orang, saya deng saya pe


bini, saya pe orang tua deng saya pe anak laki-laki 1”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Ada 3 orang, saya deng saya pe anak dua orang, laki-laki


deng parampuan”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Torang yang tinggal didalam rumah samua ada 4 orang, saya


deng saya pe laki deng saya pe anak dua”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

51
“Yang tinggal dirumah ini torang samua ada 3 orang”

(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Torang samua ada 4 orang”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

“Torang didalam rumah ada 3 orang”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Yang tinggal dirumah ini samua ada 5 orang”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Dari pernyataan atau jawaban informan utama diatas,

berikut peryataan dari informan kunci mengenai kondisi rumah

yang dianjurkan agar tidak beresiko penyakit kusta, berikut

kutipan hasil wawancara:

“Untuk kondisi rumah yang dianjurkan kepada masyarakat


agar terbebas dari kusta yaitu rumah yang sehat, yang
didalamnya mempunyai ventilasi rumah supaya udara bisa
keluar masuk, mempunyai jamban sehat dan sanitasi yang
bersih”

(Wawancara LS, 06 November, 2021)

“Kalau kondisi rumah yang torang petugas kesehatan selalu


anjurkan kepada masyarakat yaitu kondisi rumah yang sehat
mulai dari sanitasi rumah, lantai rumah, jamban sehat, ventilasi
rumah sampai lingkungan rumah, agar dorang terhindar dari
penyakit kusta atau penyakit lainnya ”

(Wawancara FK, 06 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

52
bahwa jumlah anggota keluarga didalam rumah yaitu ada yang

berjumlah 3 orang, 4 orang dan 5 orang. Berdasarkan hasil

observasi yang dilakukan, terdapat sebagian besar informan

memiliki jumlah anggota keluarga dengan kepadaan hunian

rumah yang dapat dikatakan sesuai dengan luas ruangan atau

luas rumah yang ditempai. Sebagaimana terdapat 5 anggota

keluarga dalam satu rumah dengan memiliki 2 kamar dengan

ruangan rumah yang cukup luas, dan 4 anggota keluarga

dengan 2 kamar dengan luas lantai rumah yang dapat

dikatakan luas dan baik untuk penghuninya. Sebagaimana

yang dijelaskan teori berikut ini:

Rumah yang dihuni oleh banyak orang dan ukuran luas

rumah tidak sebanding dengan jumlah orang maka akan

mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan dan berpotensi

terhadap penularan penyakit dan infeksi. Semakin bertambah

jumlah penghuni rumah, maka akan sepat udara dalam rumah

tercemar, karena jumlah penghuni semakin banyak (Dwina

Risnawati, 2013).

Berdasarkan hasil wawancara diatas ada juga

pernyatan dari informan kunci mengatakan bahwa kondisi

rumah yang dianjurkan yaitu kondisi rumah yang sehat mulai

dari sanitasi rumah, lantai rumah, jamban sehat, ventilasi

rumah sampai lingkungan rumah.

53
Menurut Ditjen Cipta Karya yang dikutip dari Riviwanto

dkk (2011), komponen yang harus dimiliki rumah sehat adalah

sebagai berikut:

a) Fondasi yang kuat untuk meneruskan beban bangunan ke

tanah dasar memberi kestabilan bangunan dan merupakan

konstruksi penghubung antara bangunan dengan tanah.

b) Lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm

dari pekarangan dan 25 cm dari badan jalan, bahan kedap

air, untuk rumah panggung dapat terbuat dari papan atau

anyaman bambu.

c) Memiliki jendela dan pintu yang berfungsi sebagai ventilasi

dan masuknya sinar matahari dengan luas minimum 10%

luas lantai.

d) Dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk mendukung

atau menyangga atap, menahan angin dan air hujan,

melindungi dari panas dan debu dari luar serta menjaga

kerahasiaan (privacy) penghuninya.

e) Langit-langit untuk menahan dan menyerap panas terik

matahari.

f) Atap rumah yang berfungsi sebagai penahan panas sinar

matahari.

54
2) Bagaimana kondisi lantai rumah anda?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang bagaimana kondisi lantai rumah anda, informan

menyatakan bahwa ada yang memakai keramik dan ada yang

menggunakan semen. Seperti kutipan wawancara berikut:

“Pake tehel”

  (Wawancara WL, 03 November, 2021)

“Pake semenen”

(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Pake semene”

(Wawancara MM, 03 November, 2021)

“Pake tehel”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Pake tehel”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Pake semen”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Pake tehel”

(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Pake tehel”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

55
“Pake semen”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Pake tehel”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Dari pernyataan atau jawaban informan utama diatas,

berikut peryataan dari informan kunci mengenai luas rumah

dan ruangan yang baik agar tidak tertular penyakit kusta,

berikut kutipan hasil wawancara:

“Kalau untuk luas rumah sendiri usahakan memenuhi hunian


orang yang ada didalam rumah dan juga ruangan pun harus
mempunyai ventilasi udara”

(Wawancara LS, 06 November, 2021)

“Untuk luas rumah yaitu kurang lebih harus 15x20 atau 15x25
itu sudah bagus, itupun tergantung dari luas tanah sedangkan
kalau untuk ruangan yaitu diusahakan jangan terlalu sempit
dan harus mempunyai ventilasi rumah sebagai tempat keluar
masuknya udara di dalam rumah”

(Wawancara FK, 06 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

bahwa kondisi lantai menggunakan semen dan keramik.

Jenis lantai dengan plester yang retak atau berdebu

berpotensi terhadap keberadaan bakteri. Mycobacterium

leprae mampu hidup di luar tubuh manusia dan dapat

ditemukan pada tanah atau debu di sekitar lingkungan rumah

56
penderita. Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis), kuman

kusta dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari.

Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada tikus adalah

pada suhu 27- 30°C (Gancar, 2009).

Berdasarkan hasil wawancara diatas ada juga

pernyataan dari informan kunci mengatakan bahwa luas rumah

yaitu kurang lebih harus 15x20 atau 15x25 dan harus

mempunyai ventilasi rumah sebagai tempat keluar masuknya

udara di dalam rumah.

3) Apakah rumah anda mempunyai ventilasi udara?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang apakah anda mempunyai ventilasi udara, informan

mengatakan bahwa ada yang mempunyai ventilasi udara dan

sebagian dianatranya tidak mempunyai ventilasi udara. Seperti

kutipan wawancara berikut:

“Ada, tapi cuman diruangan tenga, kalau didapur deng kamar


mandi tarada”

  (Wawancara WL, 03 November, 2021)

“Di ruangan tengah deng dalam kamar ada, cuma di dapur


deng kamar tarada”

(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Torang pe rumah ada ventelasi, dikamar juga ada, didapur


deng dikamar mandi juga ada”

57
(Wawancara MM, 03 November, 2021)

“Ada, cuman diruang tamu, didapur deng didalam kamar mandi


trda”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Ada, tapi di tong pe ruangan tenga deng dapur saja, kalau


dikamar mandi trda”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Ruangan lain ada di ape jendela, tapi yang lain trda”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Tong pe jendela cuman ada di ruang tenga, tampa orang


batamu, tamba deng dikamar deng di dapur, tapi kalau
dikamar mandi trda, cuaman ada lobang kacil yang tong
sangaja bikin biar ada cahaya matahari masuk”

(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Ada”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

“Ada, tapi tara disamua ruangan, torang pe dapur deng kamar


mandi trada ventilasi”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Diruangan tamu deng kamar deng di kamar mandi saja yang


ada, kalau di daput trda”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Dari pernyataan atau jawaban informan utama diatas,

berikut peryataan dari informan kunci mengenai sanitasi rumah

yang layak, berikut kutipan hasil wawancara:

58
“Sanitasi rumah yang layak yaitu rumah yang memenuhi
kriteria kesehatan yang baik dan layak untuk ditempati oleh
penghuni rumah”

(Wawancara LS, 06 November, 2021)

“Sanitasi rumah yang layak yaitu rumah yang memenuhi


kriteria-kriteria kesehatan yang dianjurkan seperti harus
mempunyai jamban sehat,ventilasi,luas ruangan dan juga
sanitasi lingkungan yang bersih”

(Wawancara FK, 06 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

bahwa mereka mempunyai ventilasi udara dan beberapa

informan diantaranya tidak mempunyai ventilasi udara.

Berdasarkan hasil observasi dalam penelitian ini, sebagian

informan tidak mempunyai ventilasi yang memadai dan

sebagian diantaranya tidak mempunyai ventilasi hanya jendela

yang dipatenkan sehingga tidak bisa di buka dan

mengakibatkan ruangan menjadi lembab. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya lingkungan yang dapat mendukung

terhadap perkembangan kuman karena tidak bergantinya

udara yang bersih dengan udara yang kotor sehingga akan

pengap dan bau yang membuat kuman bisa berkembang

secara optimal. Sebagaimana yang ditulis oleh Gould dan

Brooker (2003), Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang

memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi

59
penghuninya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam teori

berikut ini:

Menurut Susanta (2010), menyatakan bahwa

keberadaan ventilasi dalam keadaan terbuka pada siang hari

merupakan salah satu syarat yang menentukan kualitas udara

agar tidak pengap dan lembab yang menyebabkan berpotensi

hidupnya mikroorganisme. Mikroorganisme di udara

merupakan unsur pencemaran sebagai penyebab gejala

berbagai penyakit antara lain penyakit kulit. Mikroorganisme

dapat berada di udara melalui berbagai cara terutama dari

debu yang berterbangan. Ruangan yang kotor akan berisi

udara yang banyak mengandung mikroorganisme. Agar

pertukaran udara dalam ruangan berjalan dengan baik, perlu

dibuat ventilasi silang. Selain fungsi ventilasi berpengaruh

terhadap kualitas udara agar tidak pengap dan lembab juga

pengaturan sinar ultraviolet yang masuk ke dalam ruangan dan

membunuh kuman termasuk M. leprae.

Berdasarkan hasil wawancara diatas ada juga

pernyataan dari informan kunci mengatakan bahwa Sanitasi

rumah yang baik seperti yang dianjurkan ialah harus

mempunyai jamban, tempat pembuangan sampah, mempunyai

ventilasi udara dan juga sanitasi lingkungan yang bersih.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam teori berikut ini:

60
Menurut DepKes RI (2012) bahwa rumah sehat

merupakan rumah yang memenuhi kriteria minimal, yaitu:

akses air minum, akses jamban sehat, lantai, ventilasi, dan

pencahayaan.

4) Apakah rumah anda mempunyai jamban sehat?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang apakah anda mempunyai jamban sehat, informan

menyatakan bahwa kami mempunyai jamban yang layak untuk

dipakai. Seperti kutipan wawancara berikut:

“Torang pe kamar mandi di rumah jaga sering kase bersih,


kalau tong lia dia dikotor, tapi kalau mau bilang tong pe kamar
mandi sehat deng tarada itu tergantung dari torang jaga kase
bersih katarada”

  (Wawancara WL, 03 November, 2021)

“Tong pe kamar mandi bersih, barang setiap kali tong lia so


kotor tu tong langsung kase bersih deng tong pe bak air satu
kali”

(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Kalau mau bilang kamar mandi sehat itu tergantung torang,


kalau mau ukur tong pe kamar mandi tong bisa bilang tong
bisa pake barang dia pe peralatan lengkap, ada bak mandi pot
deng alat pembersih, deng kalau tong lia so kotor deng tong
langsung kase bersih”

(Wawancara MM, 03 November, 2021)

“Jamban sehat deng tarada itu tergantung torang, kalau tong


jaga akan bersih, tapi torang punya tong jaga kase bersih,

61
barang tong pe mesel kamar mandi tu jaga balumut kong licin,
jadi tong jaga bundur kase bersi dia pe mesel”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Kalau kamar mandi saya punya ada, tapi kalau mau bilang
sehat deng tarada itu tergantung torang jaga kase bersih
katarada”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Torang ada kamar mandi, deng tong jaga kong dia bersih”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Mo bilang kamar mandi sehat deng tarada tu tergantung


torang jaga kase bersih ktrada, kalau torang disini torang
perhatikan tong pe kamar mandi kong jaga kase bersi”

(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Tong pe kamar mandi tu tong jaga kong dia bersi”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

“Kamar mandi sehat deng tarada itu sebenarnya tergantung


torang jaga kase bersih katarda”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Kalau kamar mandi sehat, tong pe kamar mandi disini bersi


barang tong jaga, denga kalau lia so kotor tong langsung kase
bersi, jadi kalau mau bilang kamar mandi sehat deng tara
sehat tu tergantung torang jaga kase bersih katarada”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

bahwa mereka memiliki jamban yang layak dipakai dan selalu

62
dibersihkan, sehingga untuk dikatakan jamban sehat

tergantung bagaimana cara mereka merawannya.

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk

membuang dan mengumpulkan kotoran dalam suatu tempat

tertentu, dan tidak menyadi penyebab atau penyebab penyakit

dan mengotori lingkungan pemukiman. Beberapa penyakit

yang disebabkan oleh tinja yaitu diare, kolera, disentri dan

sebagainya. Kotoran merupakan semua benda atau zat yang

tidak dipakai lagi oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam

tubuh. Peran tinja dalam penyebaran penyaki sangat besar.

Disamping dapat langsung mengkontaminasi makanan,

minuman, sayuran, dan sebagainya juga air, tanah, serangga,

dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja

tersebut. Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap

lingkungan maka pembuangan tinja harus dikelolah dengan

baik, maksudnya pembuangan tinja harus disuatu tempat

tertentu atau jamban yang sehat.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan agar jamban

disebut sehat yaitu:

a) Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan

jamban terlindung dari panas dan hujan, serangga dan

binatang-binatang lainya, dan juga terlindung dari

pandangan orang lain.

63
b) Bangunan jamban mempunyai lantai yang kuat, tempat

berpijak yang kuat dan sebagainya.

c) Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada

lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak

menimbulkan bau, dan sebagainya

d) Tersedianya alat pembersih seperti air atau kertas

pembersih (Notoatmodjo, 2012)

5) Bagaimana kondisi sarana air dirumah anda?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang bagaimana kondisi sarana air dirumah anda, informan

menyatakan bahwa sarana air dirumah kami yaitu

menggunakan air pam dan sumur. Seperti kutipan wawancara

berikut:

“Torang disini orang pake aer pam”

  (Wawancara WL, 03 November, 2021)

“Torang pake aer sumur”

(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Aer yang tong pake momasa, bacuci deng mandi tu aer


sumur, kalau minum tong bali aer gelon”

(Wawancara MM, 03 November, 2021)

“Kalau aer minum tong momasa aer pam, deng jaga pake
mosasa makanan, kalau bacuci pakean deng pake mandi
laeng kali torang jaga pake aer sumur tetangga sabala punya”

64
(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Yang tong pake hari-hari disini aer pam”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Kalau momasa makanan deng minum tong pake aer pam,


kalau bacuci pakean deng pake mandi tu tong biasa jaga pake
aer sumur”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Kalau aer, tong biasa pake aer pam deng lain kali jaga pake
air disumur”

(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Torang disini pake aer pam”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

“Pake aer pam”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Torang pake aer pam”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

bahwa sarana air yang digunakan yaitu air pam dan sebagian

diantaranya juga menggunakan air sumur. Air merupakan

suatu sarana untuk meningkatkan derajat kesehataan

masyarakat karena air merupakan salah satu media dari

65
berbagai macam penularan penyakit. Air merupakan zat yang

paling penting setelah udara (Candra, 2012).

Menurut Permenkes RI nomor 416 tahun 1990, air

bersih merupakan air yang diginakan untuk keperluan sehari-

hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan yang

meliputi persyaratan fisik, mikrobiologi, kimia, dan radioaktif.

Kebutuhan air yang sangat komplek antara lain untuk minum,

masak, mandi, mencuci, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

b. Personal Hygiene

Personal hygiene adalah tindakan pencegahan yang

menyangkut tanggung jawab individu untuk meningkatkan

kesehatan serta membatasi menyebarnya penyakit menular,

terutama yang ditularkan secara kontak langsung. Kebiasaan

tidur bersama, memakai pakaian bergantian, handuk mandi

bergantian menyebabkan penularan penyakit kusta (Aisyah

Galuh,dkk. 2018).

Untuk mengetahui informasi mengenai personal hygiene

penderita kusta terhadap kejadian penyakit kusta di Wilayah

Kerja Puskesmas Kalumata ditinjau dari gambaran personal

hygiene, maka dapat dilihat dari hasil wawancara sebagai

berikut:

66
1) Apakah anda memisahkan peralatan mandi dengan

keluarga anda?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang apakah anda memisahkan peralatan mandi dengan

keluarga anda, sebagian besar informan menyatakan bahwa

mereka tidak memisahkan peralatan mandi dengan keluarga

mereka. Seperti kutipan wawancara berikut:

“Sikat gigi deng handuk pisa, torang dalam rumah ada punya
masing-masing, kalau sabun mandi saya deng saya pe bini
pake satu, kalau saya pe ana dia punya ada sandiri”

  (Wawancara WL, 03 November, 2021)

“Saya pe peralatan mandi yang pisa tu sikat gigi, kalau sabun


mandi deng handuk tarada, saya jaga pake saya pe kaka pe
handuk”

(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Kase pisah, saya pe tampa sabun deng handuk sandiri, tara


gabung deng saya pe mama deng papa punya”

(Wawancara MM, 03 November, 2021)

“Kalau handuk deng sikat gigi pisah, kalau sabun mandi


tarada”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Torang pe peratan mandi gabung satu tampa sabun, kalau


sikat gigi masing-masing punya ada, pakean mandi me
masing-masing punya ada”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

67
“Kalau handuk tong masing-masing punya ada, kalau tampa
sabun saya deng saya pe laki punya gabung”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Kase pisa”

(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Handuk deng sikat gigi pisa, kalau sabun mandi tarada”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

“Kase pisa, sikat gigi, handuk deng sabun mandi ada saya
punya sandiri”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Tara kase pisa”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Dari pernyataan atau jawaban informan utama diatas,

berikut peryataan dari informan kunci mengenai anjuran

kesehatan terkait pemisahan peralatan mandi antara penderita

dan keluargan, berikut kutipan hasil wawancara:

“Iya harus dipisahkan agara supaya tidak tertular kepada


orang lain”

(Wawancara LS, 06 November, 2021)

“Kalau dalam kesehatan peralatan mandi antara penderita dan


keluaraga seperti handuk dan sikat gigi yang berada didalam
rumah harus dipisahkan dikarenakan dapat memicu terjadinya
penularan kepada keluarganya”

(Wawancara FK, 06 November, 2021)

68
Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

bahwa peralatan mandi mereka tidak dipisahkan dan sebagian

diantaranya memisahkan peralatan mandi antara penderita

dan keluarganya, seperti pakaian mandi/handuk, sikat gigi dan

sabun mandi. Adapun peyataan hasil wawancara dari informan

kunci mengatakan bahwa peralatan mandi antara penderita

dan keluaraga yang berada didalam rumah harus dipisahkan

dikarenakan dapat memicu menularnya kusta kepada orang

lain.

Hal ini selaras dengan hasil penelitian Maria Christiana

(2009) yang meneliti tentang faktor risiko kejadian kusta (studi

kasus di Rumah Sakit Kusta Donorejo Jepara), bahwa ada

hubungan yang bermakna antara personal hygiene dengan

kejadian penyakit kusta dengan nilai p sebesar 0,001. Hasil

Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian Yudied AM

(2007), yang menyatakan bahwa pakai pakaian bergatian,

handuk mandi secara bergatian juga dapat memicu terjadinya

penularan berbagai macam penyakit yang tidak menutup

kemungkinan penyakit kusta.

69
2) Apakah anda memisahkan tempat tidur dengan keluarga

anda?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang apakah anda memisahkan tempat tidur dengan

keluarga anda, sebagian informan menyatakan bahwa mereka

tidak memisahkan tempat tidur dengan keluarga mereka dan

sebagian kecil diantara mereka dipisahkan karena mempunyai

kamar sendiri. Seperti kutipan wawancara berikut:

“Saya pe tampa tidor tara kase pisah, saya satu kamar deng
saya pe bini, cuma ana yang pisa, dia ada kamar sandiri”

 (Wawancara WL, 03 November, 2021)

“Tara kase pisa, saya deng saya pe kaka tidor satu kamar”

(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Kalau tampa tidur saya ada kamar sandiri”

(Wawancara MM, 03 November, 2021)

“Tara kase pisa”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Tara kase pisa, saya tidur deng saya pe ana parampuan”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Tara pisa, saya deng saya pe laki satu kamar”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Kase pisah, saya tidor di saya pe kamar sandiri”

70
(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Kase pisa”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

“Tara kase pisa”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Tara kase pisa, saya satu kamar deng saya pe laki”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Dari pernyataan atau jawaban informan utama diatas,

berikut peryataan dari informan kunci mengenai anjuran

pemisahan tempat tidur antara penderita dengan keluarganya,

berikut kutipan hasil wawancara:

“Kalau dalam kesehatan, tempat tidur penderita kusta dan


keluarganya harus dipisahkan karena dapat menular melalui
peralatan tidur seperti bantal, sprimbet dan sepreil”

(Wawancara LS, 06 November, 2021)

“Tempat tidur perlu dipisahkan antara penderita dengan


keluarganya karena bisa memicu penularan penyakit kusta”

(Wawancara FK, 06 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

bahwa tempat tidur mereka tidak dipisahkan dan tidur bersama

keluarganya, dan sebagian diantaranya memisahkan tempat

tidur dengan keluarganya karena mempunyai kamar sendiri.

71
Adapun pernyataan hasil wawancara dari informan kunci

mengatakan bahwa tempat tidur perlu dipisahkan antara

penderita kusta dengan keluarganya agar supaya tidak

memicu penularan penyakit kusta. Sebagaimana yang

dijelaskan dalam teori berikut:

Proses penularan kusta melalui kontak yang lama

karena pergaulan yang rapat dan berulang-ulang melalui

saluran pernapasan dan kulit (kontak langsung yang lama dan

erat), kuman dapat mencapai permukaan kulit melalui folikel,

rambut dan keringat. Pencegahan penyakit kusta dapat

dilakukan dengan meningkatkan personal hygiene,

diantaranya pemeliharaan kulit, pemeliharaan rambut,

kebersihan tangan, pakaian dan tempat tidur karena penularan

kusta sangat dipengaruhi oleh kontak langsung dengan

penderita (Komalaningsih, 2016).

Hal ini sejalan dengan penelitian Benjamin yang meneliti

faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian kusta

menyatakan bahwa riwayat kontak merupakan faktor risiko

kejadian kusta, dikarenakan bahwa kontak dengan penderita

yang lama berisiko terhadap kejadian kusta dibandingkan

dengan orang yang kontak dengan penderita hanya secara

singkat (Kora, 2016).

72
3) Apakah anda sering bertukar pakaian dengan keluarga

anda?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang apakah anda sering bertukar pakaian dengan keluarga

anda, informan menyatakan bahwa mereka tidak bertukar

pakaian dengan keluarga mereka. Seperti kutipan wawancara

berikut:

“Tarada”

 (Wawancara WL, 03 November, 2021)

“Tarada”

(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Tarada, saya pe pakean pisa disaya pe kamar sandiri, saya


tara baku pake pakean deng orang lain”

(Wawancara MM, 03 November 2021)

“Torang satu ruma tara perna baku pake pakean”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Tarada”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Tarada”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Tarada”

73
(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Tarada, saya tara baku pake pakean deng orang rumah yang
lain”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

“Tarada”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Tarada”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

bahwa mereka tidak bertukar pakaian dengan keluarga.

Adapun pernyataan hasil wawancara dari informan kunci

mengatakan bahwa memakai pakaian secara bergantian

antara penderita dengan keluarganya dapat memicu penularan

penyakit kusta. Hal ini selaras dengan hasil penelitian berikut:

Menurut penelitian Yudied dkk (2008), faktor risiko

hygiene perorangan yang mempengaruhi terhadap penularan

penyakit kusta meliputi kebiasaan masyarakat tidur bersama,

pakai pakaian dan handuk bergantian serta buang air besar di

kebun (Entjang, 2000).

4) Apa yang anda lakukan saat tubuh anda berkeringat?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang apa yang anda lakukan saat tubuh anda berkeringat,

74
informan menyatakan bahwa mereka akan mengeringkannya,

mengganti pakaian dan mandi. Seperti kutipan wawancara

berikut:

“Lap kase karing”

 (Wawancara WL, 03 November, 2021)

“Kalau basur, saya ganti baju katarada tu langsung mandi”

(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Saya balap badan kase karing, langkali saya langsung mandi”

(Wawancara MM, 03 November, 2021)

“Ganti baju, katarada lap suar kase karing”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Saya kalau basuar langsung mandi”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Kalau basuar, saya lap kase karing, kalau saya ada diruma
saya langsung mandi”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Lap kase karing”

(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Kalau basur saya jaga lap kase karing, lainkali saya langsung
mandi”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

“Lap kase karing”

75
(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Kalau basur saya jaga mandi, itu me kalau saya ada dirumah
tapi lainkali cuman lap kase karing”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Dari pernyataan atau jawaban informan utama diatas,

berikut peryataan dari informan kunci mengenai langkah-

langkah yang dianjurkan untuk mengatasi tubuh penderita saat

berkeringat, berikut kutipan hasil wawancara:

“Kalau langkah yang kami anjurkan pada penederita kusta


ketika mereka berkeringat ialah mereka harus mengganti
pakaian jika perlu mereka harus mandi”

(Wawancara LS, 06 November, 2021)

“Langkah yang kami anjurkan ialah pada penderiata kusta


ketika tubuh mereka berkeringat ialah mandi, kalaupun tidak
berkenaan mereka bisa dengan mengganti pakaian”

(Wawancara FK, 06 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

bahwa akan dikeringkan, mengganti pakaian dan mandi.

Adapun pernyataan hasil wawancara dari informan kunci

mengatakan bahwa, langkah yang kami anjurkan untuk

mengatasi tubuh saat berkeringat ialah mengganti pakaian dan

mandi. Sebagaimana yang dijelaskan dalam teori berikut:

76
Penyakit kusta memberikan dampak luas bagi

penderitanya, yang meliputi kegiatan dan aktivitas sehari-hari

penderita seperti dampak psikologis dan hubungan sosial yang

mempengaruhi derajat kesehatan mental penderita kusta.

Penularan kusta dapat terjadi apabila M. leprae yang utuh

(hidup) keluar dari tubuh penderita kusta dan masuk ke dalam

tubuh orang lain dan cara masuk M. leprae ke dalam tubuh

manusia yaitu melalui saluran pernapasan dan melalui kontak

kulit. Untuk itu menjaga kebersihan kulit merupakan salah satu

hal yang dapat mencegah/mengurangi terjadinya penularan

kusta. Oleh karena itu personal hygiene yang buruk

merupakan faktor risiko penyebab penyakit kusta (Moga Aryo

Wicaksono, 2015).

5) Bagaimana cara anda merawat tubuh sehari-hari?

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

tentang bagimana cara anda merawat tubuh sehari-hari,

informan menyatakan bahwa dengan mandi sehari 2 kali dan

rajin mengganti pakaian saat berkeringat, berolahraga dan

makan makanan bergizi. Seperti kutipan wawancara berikut:

“Rajin mandi, deng rajin minum obat”

  (Wawancara WL, 03 November, 2021)

“Rajin mandi, deng ganti pakean kalau basur”

77
(Wawancara SM, 03 November, 2021)

“Rajin mandi, deng jang makan makanan sabarang”

(Wawancara MM, 03 November, 2021)

“Rajin mandi, ganti pakean deng makan makanan yang sehat”

(Wawancara SI, 04 November, 2021)

“Rajin mandi”

(Wawancara FM, 04 November, 2021)

“Rajin mandi, makan makanan yang sehat, sama deng ikan


deng sayur”

(Wawancara SK, 04 November, 2021)

“Rajin mandi deng ganti pakean kalau basur”

(Wawancara ML, 04 November, 2021)

“Rajin mandi, ganti pakean kalau so basur deng makan


makanan yang sehat sama deng sayur, deng rajin olahraga”

(Wawancara KL, 05 November, 2021)

“Rajin mandi deng ganti pakean”

(Wawancara SA, 05 November, 2021)

“Rajin mandi, makan makan yang sehat deng olahraga”

(Wawancara IL, 05 November, 2021)

Dari pernyataan atau jawaban informan utama diatas,

berikut peryataan dari informan kunci mengenai cara yang

78
dianjurkan untuk merawan tubuh penderita, berikut kutipan

hasil wawancara:

“Kalau langkah yang kami anjurkan ialah menjaga polah hidup


yang bersih dan sehat, minum obat secara teratur, makan
makanan bergizi, rajin mengganti pakaian dan mandi”

(Wawancara LS, 06 November, 2021)

“Langkah yang kami anjurkan adalah, perbanyak makan


makanan bergizi, mandi minimal 2 kali dalam sehari,
mengganti pakaian saat berkeringan dan menjaga pola makan”

(Wawancara FK, 06 November, 2021)

Berdasarkan hasil wawancara dari informan utama di

atas dapat diketahui sebagian besar informan mengatakan

bahwa cara yang dilakukan dalam merawat tubuh yaitu dengan

rajin mengganti pakaian ketika berkeringat, mandi dan makan

makanan yang bergizi. Adapun pernyataan hasil wawancara

dari informan kunci mengatakan bahwa langkah yang

dianjurkan untuk merawat tubuh penderita ialah menjaga polah

hidup yang sehat dan bersih seperti menjaga kebersihan kulit

dengan mandi minimal 2 kali sehari, mengganti pakaian saat

berkeringat dan makan makanan yang bergizi seperti sayur-

sayuran, ikan dan juga berolahraga. Sebagaimana yang

dijelaskan dalam teori berikut:

Perilaku sehat adalah semua perilaku kesehatan yang

dilakukan atas dasar kesadaran yang mana perilaku atau

79
kegiatan tersebut berkaitan dengan uaya mempertahankan

dan meningkatkan kesehatan, serta mencakup perilaku dalam

pencegahan menghindarai dari berbagai macam penyakit,

penyebab penyakit atau masalah kesehatan untuk

meningkatkan status kesehatan (Notoatmodjo, 2012).

80
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Pengetahuan penderita akan penyakit kusta sudah baik, terkait

dengan apa itu kusta, tanda dan gejala kusta, serta cara

penanggulangannya. Namun dalam hal inI, pengetahuan

penderita terkait dengan tanda dan gejala penyakit kusta baru

dapat diketahui penderita jauh setelah penderita hendak

memeriksakan diri ke Puskesmas. Hal ini dapat dilihat dari hasil

wawancara, dimana sebagian besar penderita menyatakan

bahwa tanda dan gejala penyakit kusta ialah timbulnya bercak

putih dan kemerah-merahan pada kulit badan seperti panu

sehingga sulit bagi mereka untuk membedakannya dengan

penyakit kulit lainnya, namun bercak kusta tidak gatal, baru

dapat diketahui setelah penderita memeriksakan diri ke

Puskesmas.

2. Sanitasi rumah penderita belum sesuai dengan anjuran yang

diterapkan oleh kesehatan seperti rumah yang harus memiliki

ventilasi udara seperti didalam kamar tidur dan juga kamar

mandi.

81
3. Personal Hygiene belum diterapkan secara baik oleh penderita

terkait pemisahan tempat tidur dan peralatan mandi seperti

handuk dan sabun mandi.

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis kemukakan dari penulisan

skiripsi adalah sebagai berikut:

1. Kepada petugas kesehatan agar lebih memperkuat program

untuk meningkatkan mutu pelayanan masyarakat melalui

penyuluhan dan pengobatan.

2. Kepada penderita agar mengikuti anjuran yang diterapkan oleh

petugas kesehatan dalam pemulihan penyakit kusta.

3. Kepada keluarga penderita agar lebih memperhatikan

penularan penyakit kusta yang disebabkan oleh kuman kusta itu

sendiri.

82

Anda mungkin juga menyukai