Makalah Hukum Humaniter, Uas - Frangga Wijaya-Nim 201891053-Reguler 2-Semester Vi
Makalah Hukum Humaniter, Uas - Frangga Wijaya-Nim 201891053-Reguler 2-Semester Vi
MAKALAH
Frangga Wijaya
Nim : 201891053
Kelas : Reguler II
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan Inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah tentang “Perlindungan Hukum terhadap Anak yang di
jadikan Kombatan dalam Konflik Bersenjata”. Makalah ini telah saya susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Saya
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki tugas makalah ini. Akhir kata saya
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.
Frangga Wijaya
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 4
A. Latar Belakang................................................................................................... 4
B. Rumusan masalah............................................................................................. 6
C. Tujuan................................................................................................................. 6
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 7
Kesimpulan.............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 13
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
11
Fadillah Agus,1997:1
Maria Teresa Dutli, 1990: 421
5
Hal yang paling penting dari semua itu adalah kerugian bagi penduduk
sipil, anak-anak maupun dewasa, laki-laki ataupun perempuan. Anak-anak yang
dianggap sebagai sebagai penerus generasi bangsa merupakan korban yang
paling rentan terhadap berbagai jenis konflik bersenjata. Tidak hanya secara
psikis maupun fisik. Telah disebutkan dalam Global Report on Childs Soldier
2001, lebih dari 300.000 anak di bawah usia 18 tahun baik laki-laki maupun
perempuan direkrut oleh angkatan bersenjata pemerintah, milisi ataupun
kelompok bersenjata bukan negara, dan mereka dijadikan sebagai tentara,
mata-mata, atau pekerjaan lain yang terlibat secara langsung dalam konflik
bersenjata. anak-anak yang seharusnya memperoleh kebudayaan akan
perdamaian (culture of peace), telah dididik oleh pelatihan militer dan
indoktrinasi dalam gerakan kepemudaan ataupun sekolah-sekolah.
Kombatan adalah mereka yang ikut secara langsung dalam suatu
permusuhan dan harus dibedakan dengan penduduk sipil yang tidak ikut serta
dalam suatu permusuhan. Perlunya pembedaan demikian adalah untuk
mengetahui siapa saja yang boleh turut serta dalam permusuhan sehuingga
boleh dijadikan sasaran serangan dan siapa saja yang tidak turut serta dalam
permusuhan sehingga tidak boleh dijadikan sasaran serangan.
Dalam suatu sengketa bersenjata, orang-orang yang dilindungi meliputi
kombatan dan penduduk sipil. Kombatan yang telah berstatus horse de combat
harus dilindungi dan dihormati dalam segala keadaan. Kombatan yang jatuh ke
tangan musuh mendapatkan status sebagai tawanan perang. Perlindungan dan
hak-hak sebagai tawanan perang diatur dalam Konvensi Jenewa III tahun 1949.
Sedangkan penduduk sipil berhak mendapatkan perlindungan sebagaimana
diatur dalam Konvensi Jenewa IV tahun 1949.
B. Rumusan Masalah
2
Balthimus, 2003:1
Haryomataram, 1984: 63
6
C. Tujuan
BAB II
7
PEMBAHASAN
3
Bathlimus, 0000: 2
4
Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, International Committee of the
Red Cross, Geneva, 1977
9
Perlindungan hukum yang diberikan kepada anak lebih tertuju pada akibat
sengketa bersenjata yang akan menimpa atau berdampak pada anak. Sebagai
bagian dari penduduk sipil, anak-anak yang tidak turut serta dalam suatu
permusuhan mendapatkan perlindungan umum tanpa perbedaan yang
merugikan apapun yang didasarkan atas suku, kewarganegaraan, agama atau
pendapat politik, dan dimaksudkan untuk meringankan penderitaan yang
disebabkan oleh perang. Selain penduduk sipil secara umum yang harus
mendapatkan perlindungan, terdapat beberapa kategori yang juga perlu
mendapatkan perlindungan, yaitu orang asing, termasuk juga anak-anak di
wilayah pendudukan. Selain orang asing maka kategori penduduk sipil yang lain
adalah mereka yang tinggal di wilayah pendudukan. Kategori terakhir adalah
mereka yang termasuk dalam interniran sipil.
Fenomena ini menunjukan bahwa hak-hak anak itu telah di langgar oleh
LTTE. Hak tersebut dapat di kaitkan dengan hukum internasional karena
merupakan hukum legal yang melindungi dan memperjuangkan hak-hak anak
yang terviolasi. Ketika menjadi tentara anak dalam konflik bersenjata, anak-anak
tamil kehilangan haknya. Hak-hak ini terutama hak atas kelangsungan hidup
(hak atas kehidupa yang layak dan pelayanan kesehatan), hak untuk
berkembang (hak pendidikan dan waktu luang), serta hak perlindungan. Anak-
anak tamil saat itu hanya memikirkan bagaimana mereka dapat bertahan hidup
dalam kondisi konflik. Problematika pelanggaran HAM bagi tentara anak, apabila
dikaitkan dengan Hukum Internasional, terkait dengan hakhak yang tercantum
dalam pasal-pasal Konvensi Hak Anak serta Hukum Internasional lain yang
relefan, seperti konvensi pekerja anak ILO 182, yang merupakan hukum pekerja
internasional tentang larangan merekrut wajib militer anak sebagai tenaga militer
dalam konflik bersenjata karena merupakan bentuk terburuk dari pekerja anak,
serta Statuta Roma yang merupakan Hukum Kejahatan Internasional. Statute ini
mengkategorikanperekrutan dan penggunaan anak-anak sebagai kejahatan
perang (War Crime).
Masa kanak-kanak Vinojan berakhir ketika perang sipil di Sri Lanka
berkobar. Dia terpaksa bergabung dengan kelompok pemberontak Macan Tamil
untuk menyelamatkan kakaknya dari wajib militer pemberontak. Saat
pemberontak menghadapi pertempuran terakhir, Mei lalu, Vinojan telah
menjelma menjadi petarung tangguh dan terpaksa turut berjuang menghadapi
militer Sri Lanka.
Remaja 17 tahun ini kini mendambakan kehidupan normal seperti anak-
anak lainnya. “Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang “tentara” anak,
walaupun kita tahu di Aceh dulu sempat terjadi konflik bersenjata yang
melibatkan anak untuk angkat senjata,” Laporan global tentang tentara anak
periode April 2004 hingga Oktober 2007 menyebutkan bahwa praktik tentara
anak di Aceh berakhir seiring dengan penandatanganan perdamaian antara
Pemerintah Republik Indonesia dan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
4
BAB III
4
Tempo.Co. Den Haag.Perekrutan’TentaraBocah’ Kongo diadili diDen Haag.
5
http://www.antaranews.com/print/103145/
12
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Arlinapermanasari, et.al Jurnal Hukum Humaniter Vol.1 No. 2, (Jakarta : Pusat Studi
Hukum Humaniter dan HAM (terAs), 2006).