Anda di halaman 1dari 12

ISSN : NO.

0854-2031

EFEKTIFITAS SISTEM PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA


PEMASYARAKATAN TERHADAP TUJUAN PEMIDANAAN

Sri Wulandari *

ABSTRACT

Correctional system is a series of law enforcement that aims to make prisoners aware
of his mistake, realize yourself and do not repeat his mistakes and be accepted back in
society and play an active role in development, more equitable as good citizens and
responsible. The imposition of imprisonment for the convicted person's right to
freedom means the seized of concerning human dignity. Therefore for achieving the
goals of sentencing, motivation and characteristics of correctional officers and the
community were necessary in a sustainable and integrated either at the time
prisoners in the Penitentiary (intra-mural) or outside Correctional Institution (extra
mural). The lack of attention Prison officers and community participation inmates in
the prison system of criminal justice may be possible kriminogen and become
ineffective.

Keywords: Criminalization System, Prisoners

ABSTRAK

Sistem pemasyarakatan merupakan suatu rangkaian penegakan hukum yang


bertujuan agar warga binaan pemasyarakatan menyadari kesalahannya, menyadari
diri dan tidak mengulangi kesalahannya serta dapat di terima kembali dalam
lingkungan masyarakat dan berperan aktif dalam pembangunan, hidup secara wajar
sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.Dengan penjatuhan pidana
penjara bagi terpidana berarti terampasnya hak kemerdekaan seseorang yang
menyangkut martabat kemanusiaan. Karenanya dalam pencapaian tujuan
pemidanaan diperlukan motivasi dan karateristik dari petugas pemasyarakatan
maupun masyarakat secara berkesinambungan dan terpadu baik pada saat
narapidana berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan (intra mural) ataupun di luar
Lembaga Pemasyarakatan (ekstra mural) sebab kurangnya perhatian pertugas
Lembaga Pemasyarakatan maupun peran serta masyarakat dalam sistem
pemasyarakatan narapidana di mungkinkan peradilan pidana dapat bersifat
kriminogen dan menjadi tidak efektif.

Kata Kunci : Sistem Pemidanaan, Narapidana

PENDAHULUAN sebagai tempat eksekusi atau pelaksanaan


pidana bagi narapidana penjara dan
Lembaga pemasyarakatan sebagai kurungan atas dasar putusan hakim.
sub sistem terakhir dalam lembaga Lembaga pemasyarakatan dibebani tugas
peradilan pidana mempunyai fungsi utama guna mewujudkan, tujuan sistem peradilan
* Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum UNTAG
pidana, yaitu :
Semarang, Email : sriwulan-64@yahoo.co.id a. Tujuan jangka pendek yaitu sistem

HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012


131
Sri Wulandari : Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan .....

peradilan pidana bertujuan tombak pelaksanaan asas pengayoman


merehabilitasi, meresosialisasi atau merupakan tempat untuk mencapai tujuan
memperbaiki pelaku tindak pidana tersebut melalui pendidikan rehabilitasi dan
b. Tujuan jangka menengah yaitu reintegrasi narapidana. Dalam kaitannya
sebagaimana fungsi peradilan hukum dengan masalah pembinaan narapidana,
pidana dan fungsi khusus hukum sistem pembinaan dimaksudkan dan
pidana adalah menciptakan ketertib bertujuan hendak memimpin dan
an umum dan mengendalikan mengarahkan narapidana pada cara hidup
kejahatan sampai pada titik yang ke arah yang lebih baik bagi masa
paling rendah depannya.
c. Tujuan jangka panjang yaitu sistem Orientasi pelaksanaan pembinaan
peradilan pidana bertujuan untuk terhadap narapidana di Lembaga
menciptakan kesejahteraan sosial Pemasyarakatan dimaksudkan untuk
1
masyarakat. memberikan bekal dan membentuk sikap
Akan tetapi haruslah di akui bahwa mental terpidana agar menginsafi
mencapai tujuan Sistem Peradilan Pidana kesalahannya, tidak mengulangi tindak
tersebut tidaklah mudah, karena dalam pidana, memperbaiki diri dan menjadi insan
pelaksanaan hukum pidana mengandung yang berbudi luhur. Karenanya pelaksanaan
kekurangan seperti adanya disparitas program pembinaan tersebut memerlukan
pemidanaan, kurangnya keahlian dan keterpaduan terutama antar narapidana
ketrampilan petugas, terbatasnya sarana yang bersangkutan, petugas hukum selaku
dan dana, belum berfungsinya hakim pembina maupun masyarakat umum yang
pengawas dan pengamat (wasmat), belum akan menerima kembali terpidana.
adanya peraturan perundang-undangan Sebagaimana diamanatkan
yang memadai sampai dengan adanya Presiden Republik Indonesia pada pem
”prisonisasi” di Lembaga Pemasyarakatan. bukaan Konferensi Dinas Kepenjaraan
Lembaga Pemasyarakatan adalah tanggal 27 April 1964 yang tertuang dalam
tempat proses pembinaan narapidana Program Pemasyarakatan sebagai dasar
berlangsung di bawah pembinaan petugas lahirnya sistem pemasyarakatan di
pemasyarakatan pada khususnya dan pihak Indonesia, serta di tetapkannya 10
Departemen Kehakman dan HAM pada (sepuluh) prinsip pokok pemasyarakatan
umumnya, dengan berdasarkan pada dalam perlakuan pembinaan narapidana
peraturan perundang-undangan yaitu Indonesia yaitu :
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 1. Orang yang tersesat harus diayomi
tentang Pemasyarakatan dan Konsep-kosep dengan memberikan bekal hidup
Pembinaan yang berlaku. sebagai warga negara yang baik dan
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang- berguna dalam masyarakat.
Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang 2. Penjatuhan pidana adalah bukan
Pemasyarakatan, yang dimaksud dengan merupakan tindakan balas dendam dari
pemasyarakatan adalah kegiatan untuk negara.
melakukan pembinaan pemasyarakatan 3. Rasa tobat tidak bisa dicapai dengan
berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara penyiksaan melainkan dengan
pembinaan yang merupakan bagian akhir pembimbingan.
dari sistem pemidanaan dalam tata 4. Negara tidak berhak membuat seseorang
peradilan pidana. narapidana lebih buruk atau lebih jahat
Pemasyarakatan sebagai ujung dari pada sebelum ia masuk ke Lembaga
Pemasyarakatan.
1 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan
Pidana, UNDIP, Semarang 1995, hal 7. 5. Selama kehilangan kemerdekaan

HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012


132
Sri Wulandari : Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan .....

bergerak, narapidana harus dikenalkan telah tersesat diayomi dengan memberikan


masyarakat dan tidak boleh diasingkan. kepadanya bekal hidup sebagai warga yang
6. Pekerjaan yang diberikan kepada berguna di dalam masyarakat. Dari
narapidana tidak boleh bersifat mengisi pengayoman itu nyata bahwa penjatuhan
waktu atau diperuntukan hanya untuk pidana bukanlah tindakan balas dendam
kepentingan lembaga atau negara saja, dari negara.........Tobat tidak dapat dicapai
pekerjaan yang diberikan harus bersifat dengan penyiksaan melainkan pidana
membangun negara. kehilangan kemerdekaan.......negara telah
7. Bimbingan dan didikan harus berdasar mengambil kemerdekaan seseorang dan
kan Pancasila. yang pada waktunya akan mengembalikan
8. Tiap orang adalah manusia dan harus orang itu ke masyarakat lagi, mempunyai
diperlakukan sebagai manusia sekalipun kewajiban terhadap terpidana dan
ia telah tersesat. Tidak boleh ditunjuk masyarakat.
kan bahwa ia adalah penjahat. Sehubungan dengan masalah
9. Narapidana dan anak didik hanya pengayoman ini. Muladi berpendapat
dijatuhi pidana hilangnya kemerdekaan. bahwa, pengayoman tersebut berupa bekal
10.Disediakan dan dipupuk sarana-sarana hidup. Bekal hidup tersebut bukan hanya
yang dapat mendukung fungsi berupa finansial dan materiil tetapi lebih
rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam penting adalah mental, fisik, keahlian dan
sistem pemasyarakatan.2 ketrampilan sehingga menjadi orang yang
Kesepuluh (10) konsep ini mempunyai kamauan yang potensial dan
merupakan dasar pemikiran Sahardjo yang efektif untuk menjadi warga yang baik tidak
disampaikan dalam pidato penganugerahan melanggar hukum dan berguna bagi
gelar Doctor Honoris Causa di Universitas pembangunan negara.3
Indonesia pada tahun 1963. Sejak saat itulah perlakuan terhadap
Sahardjo mengemukakan, bahwa narapidana mengalami perubahan
penghukuman bukanlah untuk melindungi fundamental. Demikian pula terdapat
masyarakat semata-mata, melainkan harus peningkatan pengkajian pembahasan atau
pula berusaha membina si pelanggar perhatian terhadap narapidana dalam
hukum. Dan pelanggar hukum tidak lagi rangka mengikut sertakannya dalam
disebut sebagai ”penjahat” melainkan ia kebijakan integral penegakan hukum
adalah orang yang ”tersesat”. Seorang yang pidana.
tersesat akan selalu dapat bertobat dan ada Dalam hubungannya dengan
harapan mengambil manfaat sebesar- pemidanaan, bahwa tujuan pemidanaan
besarnya dari sistem pembinaan yang mempunyai dua aspek pokok yaitu (1)
diterapkan kepadanya. Aspek perlindungan masyarakat terhadap
Ditegaskan oleh Sahardjo sebagai tindak pidana, (2) Aspek perlindungan
mana yang dikutip oleh Harsono untuk terhadap individu atau pelaku tindak
memperlakukan narapidnaa diperlukan pidana.
landasan sistem pemasyarakatan. Secara Secara rinci tujuan pemidanaan dibagi
singkat tujuan pidana penjara adalah menjadi 2 (dua) :
pemasyarakatan mengandung makna 1. Prevensi Spesial
”Bahwa tidak saja masyarakat diayomi Pemberian pidana bertujuan melindungi
terhadap diulangi perbuatan jahat oleh terpidana khususnya agar terpidana
narapidana, melainkan juga orang yang tidak melakukan pidana lagi.
2. Prevensi general pemberian pidana
2 HC Harsono, Sistem Baru Pembinaan
Narapidana, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1995, 3 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Penerbit
hal. 2. Alumni, Bandung , 1995, hal. 105.

HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012


133
Sri Wulandari : Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan .....

bertujuan melindungi masyarakat dan yang bersifat kemanusiaan dan kesejahtera


mencegah terjadinya kesepakatan dan an bagi para penghuni penjara.
tujuan yang lebih luas agar masyarakat Dalam sistem kepenjaraan
tidak melakukan kejahatan. pandangan terhadap narapidana tidak
Dengan demikian pidana adalah ubahnya seperti orang yang menebus dosa.
merupakan perlindungan terhadap Perlakuan yang diberikan kepada
masyarakat dan pembalasan terhadap narapidana diluar batas kemanusiaan. Hal
perbuatan melanggar hukum. Selain itu ini tercermin dari keadaan bangunan
pidana mengandung hal-hal lain yaitu penjara, kondisi kamar (sel), tempat-
diharapkan sebagai sesuatu yang akan tempat khusus dari narapidana yang
membawa kerukunan dan pidana adalah melanggar peraturan penjara, kurangnya
suatu proses pendidikan untuk menjadikan makanan, perawatan kesehatan dan
orang dapat diterima kembali dalam sebagainya.
masyarakat. Sebutan perubahan untuk rumah
Karena itu dalam proses pembinaan penjara menjadi Lembaga Pemasyarakatan
narapidana tidak dapat dilaksanakan begitu dan sistem kepenjaraan menjadi sistem
saja oleh petugas Lembaga Pemasyarakat pemasyarakatan adalah ide dan gagasan
an tanpa adanya peran dari masyarakat, dari Sahardjo yang pada waktu itu
disebabkan karena masyarakatlah yang menjabat sebagai Menteri Kehakiman
akan dapat memulai menerima apakah Republik Indonesia.
pembinaan narapidana tersebut dapat Pergantian sebutan tersebut
mengenal pada diri narapidana atau tidak. berkaitan dengan gagasannya untuk
Sebab dalam kenyataannya banyak menjadikan Lembaga Pemasyarakatan
narapidana setelah menjalani pembinaan di (LP) bukan saja sebagai tempat untuk
Lembaga Pemasyarakatan tidak menjadi memidana melainkan juga sebagai tempat
manusia yang baik, tidak merasa takut dan untuk membina atau mendidik orang-orang
jera malah sebaliknya Lembaga Pe terpidana. Agar setelah selesai menjalani
masyarakatan di jadikan tempat menimba pidananya mempunyai kemampuan untuk
ilmu kejahatan bagi mereka. menyesuaikan diri dengan kehidupan di
Dalam tulisan ini akan membahas luar Lembaga Pemasyarakatan sebagai
mengenai efektifitas sistem pembinaan warga negara yang baik dan taat pada
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan hukum yang berlaku.
terhadap tujuan pemidanaan. Perkataan pemasyarakatan itu
sendiri untuk pertama kalinya diucapkan
PEMBAHASAN Sahardjo dalam pidato penganugerahan
gelar Doctor Honoris Causa dalam Ilmu
Pelaksanaan Sistem Pembinaan Hukum di Universitas Indonesia pada
Narapidana di Lembaga tanggal 5 Juli 1963. Di dalam pidatonya
Pemasyarakatan antara lain dikemukakan mengenai tujuan
dari pidana, yaitu disamping menimbulkan
Di Indonesia perlakuan terhadap rasa derita pada terpidana karena hilangnya
narapidana dalam sistem penjara dikenal kemerdekaan bergerak, juga membimbing
semenjak jaman penjajahan Belanda. Pada terpidana agar bertobat dan mendidik
saat itu perlakukan terhadap narapidana menjadi anggota masyarakat Indonesia
tidak bertujuan untuk memperbaiki jiwa si yang berguna. Atau dengan kata lain tujuan
narapidana melainkan merupakan dari pidana adalah pemasyarakatan.
pembalasan atas kejahatan yang telah Pokok-pokok pikiran Sahardjo
dilakukannya, sehingga tidak ada perhatian tersebut kemudian dijadikan prinsip-

HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012


134
Sri Wulandari : Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan .....

prinsip pokok dari konsepsi pemasyarakat Pemasyarakatan mengandung unsur-unsur:


an, sehingga bukan lagi semata-mata 1. Kegiatan kemasyarakatan yang ter
sebagai tujuan dari pidana penjara, organisir dalam suatu lembaga sebagai
melainkan merupakan sistem pembinaan wadahnya.
narapidana yang sekaligus merupakan 2. Dari kegiatan itu nantinya diharapkan
metodologi di bidang ”treatment of dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
offenders”. sendiri dalam kehidupannya.
Sistem pemasyarakatan merupakan Dengan demikian sistem pe
proses pembinaan narapidana yang dengan masyarakatan adalah suatu proses
keputusan hakim menjalankan pidananya pembinaan narapidana yang didasarkan
untuk di tempatkan di Lembaga atas Pancasila, dimana pembinaan tersebut
Pemasyarakatan. Dalam proses pembinaan diberikan tahap-tahap bimbingan dan
narapidana dipandang sebagai mahkluk didikan yang disesuaikan dengan situasi
Tuhan, individu dan anggota masyarakat dan kondisi terpidana. Proses ini
yang dikembangkan dalam suatu berlangsung selama terpidana menjalani
kehidupan kejiwaan baik jasmaniah pidana hilang kemerdekaan bergeraknya
maupun rokhaniah. yang dapat dilaksanakan baik di dalam
Landasan pelaksanaan sistem tembok maupun di luar tembok
pemasyarakatan adalah Pasal 13, 14 a s/d f, pemasyarakatan.
15, 17, 19, 23, 24, 25 dan 29. Reglement Sebagaimana dirumuskan dalam
Penjara 1917 dan Dwang Opvoedings sepuluh (10) prinsip dasar yang kemudian
Regeling 1917. menjadi salah satu landasan dalam
Lembaga Pemasyarakatan adalah pelaksanaan sistem pemasyarakatan di
salah satu lembaga pemerintah di bidang Indonesia.
pemasyarakatan yang merupakan Unit Karena itu, suatu pembinaan
Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal merupakan cara dan usaha yang diupaya
Pemasyarakatan di bawah Departemen kan untuk merubah suatu pola ataupun
Kehakiman Republik Indonesia, yang tatanan. Pembinaan adalah setiap usaha
termuat dalam Keputusan Presiden untuk mendidik, membimbing dan
Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1984 mengarahkan sesuatu kegiatan dengan
tentang Susunan Organisasi Departemen berbagai cara dan usaha melalui suatu
yang ikut ambil bagian dalam proses yang tertib dan teratur rapi untuk
mensukseskan Pembangunan Nasional di mencapai tujuan secara maksimal.
bidang hukum dan pembangunan seluruh Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5
masyarakat Indonesia yang merupakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
perwujudan dari Pelaksanaan Pembangun tentang Pemasyarakatan sebagai berikut :
an Nasional yang berdasarkan Pancasila a. Pengayoman, adalah perlakuan terhadap
dan Undang-Undang Dasar 1945. warga binaan pemasyarakatan dalam
Menurut Soeryono Soekanto, rangka melindungi masyarakat dari
Lembaga Pemasyarakatan adalah ”Merupa kemungkinan diulanginya tindak pidana
kan himpunan norma-norma dari segala oleh warga binaan pemasyarakatan, juga
tingkatan yang berkisar pada suatu memberikan bekal hidup kepada warga
kebutuhan pokok di dalam kehidupan binaan pemasyarakatan agar menjadi
4
masyarakat” w a rg a y a n g b e rg u n a d i d a l a m
Dari pendapat tersebut menunjuk masyarakat.
kan suatu pengertian bahwa Lembaga b. Persamaan perlakuan dan pelayanan,
adalah pemberian perlakuan dan
4 Soeryono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, pelayanan yang sama kepada warga
CV. Rajawali, Jakarta, 1984, hal. 74.

HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012


135
Sri Wulandari : Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan .....

binaan pemasyarakatan tanpa membeda- bimbingan.


bedakan orang. b. Keputusan Menteri Republik Indonesia
c. Pendidikan dan pembimbingan adalah Nomor 5 Tahun 1987 tentang Remisi
bahwa penyelenggaraan pendidikan dan c. P e r a t u r a n M e n t e r i K e h a k i m a n
bimbingan dilaksanakan berdasarkan Republik Indonesia Nomor : M.01-
Pancasila, antara lain penanaman jiwa PK.04.10 tanggal 15 April Tahun 1989
kekeluargaan, ketrampilan, pendidikan, tentang Asimilasi, Pembebasan
kerohanian dan kesempatan untuk Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas.
menunaikan ibadah. d. Keputusan dan Menteri Kehakiman
d. Penghormatan harkat dan martabat Republik Indonesia Nomor M.03-
manusia, adalah bahwa sebagai orang PK.01.02 Tentang Cuti Mengunjungi
yang tersesat warga binaan pe Keluarga Narapidana,
masyarakatan harus tetap diperlakukan e. Surat Edaran Direktorat Jenderal
sebagai manusia. Pemasyarakatan Nomor :
e. Kehilangan kemerdekaan merupakan KP.10.13//3/1, tanggal 8 Februari 1965
satu-satunya penderitaan, adalah warga tentang Pemasyarakatan dan Direktorat
pemasyarakatan harus berada dalam Bimbingan.
LAPAS untuk jangka waktu tertentu, f. Kemasyarakatan dan pengentasan anak
sehingga negara mempunyai kesempat dengan tugas penyelenggaraan pem
an untuk memperbaikinya. binaan dan bimbingan.
f. Terjaminnya hak untuk tetap berhubung g. Surat Edaran Direktorat Jenderal
an dengan keluarga dan orang-orang Pemasyarakatan Nomor : E.02-
tertentu, adalah bahwa walaupun warga PK.04.06 Tahun 1990 tanggal 10 April
binaan pemasyarakatan berada di 1990 tentang Bimbingan terhadap
LAPAS, tetapi harus dekat dan narapidana yang mendapatkan
dikenalkan dengan masyarakat dan tidak pembebasan bersyarat dan cuti
boleh diasingkan dari masyarakat, antara menjelang bebas.
lain berhubungan dengan masyarakat h. Surat Keputusan Direktorat Jenderal
dalam bentuk kunjungan, hiburan ke Pemasyarakatan Nomor : E.06-
LAPAS dari anggota masyarakat yang PK.04.10 tanggal 13 Januari 1991
bebas dan kesempatan berkumpul tentang Petunjuk Pelaksanaan
bersama sahabat dan keluarga seperti Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan
program cuti mengunjungi keluarga. Cuti Menjelang Bebas.
Disamping peraturan perundang- i. Surat Keputusan Direktorat Jenderal
undangan tersebut masih terdapat Pemasyarakatan Nomor : E.21-
ketentuan-ketentuan yang mengatur PK.04.10 tanggal 6 Februari 1991
masalah pembinaan narapidana yaitu surat tentang Pembakuan Istilah Tim
keputusan/surat-surat intruksi baik berupa Pengamat Pemasyarakatan (TPP),
Surat Edaran dari Presiden, Menteri pembebasan bersyarat, cuti menjelang
Kehakiman maupun dari Direktorat bebas dan pidana bersyarat.
Jenderal Pemasyarakatan, yaitu : Dalam proses pembinaan nara
a. Keputusan Presiden Nomor 183 Tahun pidana dengan sistem pemasyarakatan,
1968 jp. Kepres Nomor 44 Tahun 1974 didalamnya terkandung tujuan :
tentang Susunan Direktorat 1. Berusaha agar narapidana dan anak
Pemasyarakatan dan Direktorat didik tidak melanggar hukum lagi,
Bimbingan Kemasyarakatan & 2. Menjadikan narapidana dan anak didik
Pengentasan Anak dengan tugas sebagai peserta yang aktif dan produktif
menyelenggarakan pembinaan dan dalam pembangunan,

HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012


136
Sri Wulandari : Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan .....

3. Membantu narapidana dan anak didik dibedakan dengan pengertian gerakan


kelak berbahagia di dunia dan di akhirat kemanusiaan (humanitarianism) seperti
Berdasar tujuan pokok tersebut maka unsur pemberian makan yang lebih banyak,
yang sangat berperan dalam sistem pelayanan kesehatan yang lebih memadai
pemasyarakatan adalah (a) Petugas dan sebagainya.
pemasyarakatan, (b) Narapidana dan (3) Treatment merupakan upaya spesifik yang
Masyarakat5 direncanakan untuk melakukan modifikasi
Dalam sistem pembinaan narapidana karateristik psikologi seseorang. Dilain
dilakukan melalui beberapa tahap pihak harus dibedakan pula dengan
pembinaan yang terdiri atas : rehabilitasi yang nampak dalam bentuk
1. Tahap pertama (maksimum security) latihan vokasional, rekreasi, kegiatan
atau tahap awal keagamaan, cuti bersyarat yang hanya
Pada tahap ini terhadap narapidana bersifat membantu pembinaan, sebab tidak
diberikan pengawasan dimulai sejak berkaitan langsung dengan persoalan terapi
yang bersangkuan berstatus sebagai pelaku. Dengan kata lain treatment adalah
narapidana sampai dengan sepertiga beberapa kegiatan eksplisit, yang
(1/3) dari masa pidana. direncanakan untuk merubah atau
2. Tahap kedua (medium security) atau melepaskan pelaku tindak pidana dari
tahap lanjutan pertama kondisi yang mempengaruhinya sehingga
Pada tahap ini pembinaan dimulai sejak melakukan tindak pidana.6
berakhirnya pembinaan tahap awal Sebagaimana yang dikemukakan
sampai dengan ½ (satu per dua) dari Muladi, bahwa tujuan luhur dari sistem
masa pidana. Peradilan Pidana (Criminal Justice System)
3. Tahap ketiga (minimum security) atau tidak hanya bersifat pendek berupa
tahap lanjutan kedua resosialisasi pelaku tindak pidana tetapi
Pada tahap ini pembinaan narapidana juga bersifat menengah yaitu berupa
dimulai sejak berakhirnya pembinaan pengendalian kejahatan dan tujuan jangka
tahap-tahap lanjutan pertama sampai panjangnya adalah kesejahteraan sosial.
dengan 2/3 (dua per tiga) masa pidana Kontemplasi yang langsung
yang sebenarnya, narapidana sudah maupun tidak langsung dapat dirasakan
dapat diasimilasikan keluar lembaga mempunyai makna dan dampak terhadap
pemasyarakatan tanpa pengawalan. sistem pembinaan para pelaku tindak
4. Tahap keempat (interograsi) atau pidana pada umumnya adalah :
pembinaan tahap akhir 1. Sering dikemukakan orang bahwa reaksi
Pada tahap ini diberikan sejak sosial berupa pidana dan pemidanaan
berakhirnya pembinaan tahap lanjutan sebagai sub sistem peradilan pidana,
pertama sampai dengan berakhirnya diaggap tidak efektif dan bahkan
masa pidana dari narapidana yang dipandang meningkatkan ”desosialis”
bersangkutan. Apabila sudah menjalani anggota masyarakat.
masa tersebut dan paling sedikit 2. Apabila konsisten dengan konsepsi
sembilan bulan seorang narapidana pemasyarakatan, maka sebenarnya
dapat diusulkan untuk mendapatkan konsep ini harus dikembangkan dalam
pembebasan bersyarat. satu model yang dinamakan ”model
Hubungan Sistem Pembinaan proteksi” (protection model), yang
Narapidana Dengan Tujuan Pemidanaan menjiwai seluruh jenjang dan bagian
Pengertian pembinaan (treatment) harus
5 R. Achmad S. Soemodiprojo, Sistem 6 Muladi, Pencegahan dan Pembinaan Recidivis
Pemasyarakatan di Indonesia, Bina Aksara, dan Prespektif Sistem Peradilan Pidana,
Bandung , 1989, hal. 8. UNDIP, Semarang, 1995, hal. 75.

HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012


137
Sri Wulandari : Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan .....

sistem peradilan pidana dan mencermin (prevention without punishment) yang


kan berbagai perlindungan terhadap bersifat preventif tetapi juga dalam
kepentingan yang multi dimensional bentuk lembaga-lembaga penyantunan
yakni kepentingan negara, kepentingan terpidana (prisoner aid society). Mereka
masyarakat maupun korban tindak ini bergerak di dalam membantu tugas-
pidana. Baik individu dalam bentuk tugas lembaga pemasyarakatan dalam
pelaku tindak pidana maupun korban pembinaan narapidana dalam arti luas
tindak pidana. membantu ”after care” eks narapidana
3. Belum adanya kesempatan tentang dan sebagainya.
tujuan pemidanaan yang hendak dicapai 6. Persoalan disparitas pidana tetap
dalam sistem peradilan pidana. menjadi ”disturbing issue” dipelbagai
Sekalipun gema yang dipelopori oleh sistem peradilan pidana. Hal demikian
Sahardjo semakin positif, namun ini akan menimbulkan keresahan
berhubung landasan yuridisnya belum ”stigma” tidak hanya bagi masyarakat
kuat maka spirit pemidanaan (the spirit tetapi terlebih-lebih bagi yang dikenai
of punishment) lebih banyak dikaitkan pidana. Keberhasilan pembinaan pelaku
dengan ”staf modus” daripada falsafah tindak pidana tidak dimulai sejak dia
pemidanaan yang bersifat umum. masuk pintu gerbang lembaga
4. Sudah saatnya secara futurologis dan pemasyarakatan, tetapi bahkan dengan
antisipatif, tujuan pemidanaan yang pengalamannya sejak diperiksa oleh
tercatum dalam konsep rancangan polisi akan mempengaruhi keberhasilan
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum resosialisasi.
Pidana) mulai dimasyarakatkan dalam 7. K o n d i s i p e n j a r a y a n g k u r a n g
praktek mengingat spirit pemidanaan memungkinkan. Sehingga perlu adanya
yang tercantum di dalamnya dirumuskan usaha untuk meningkatkan kualitas
secara hati-hati, setelah memadukan penjara baik perangkat lunak, perangkat
konsepsi dedukatif yang isyarat induktif. keras maupun perangkat otaknya agar
Tujuan pemidanaan tersebut meliputi lebih profesional.
alternativitas berupa pencegahan tindak 8. Kecenderungan untuk mencegah
pidana, pemasyarakatan terpidana, recedisme tampaknya merupakan
penyelesaian konflik yang timbul akibat ”Universal Trend”, yang mana berbagai
dilakukannya tindak pidana dan negara di dunia berlomba untuk
pembebasan rasa bersalah bagi pelaku mengembangkan ”alternatif of
tindka pidana. Hal ini berkaitan erat imprisonment”.
dengan aliran-aliran hukum pidana yang 9. Pentingnya statistik kriminal yang
hanya berorientasi pada perbuatan mantap dipelbagai negara. Hal ini sangat
(daadstrafrecht) dan hukum pidana yang dibutuhkan guna meningkatkan daya
hanya berorientasi pada pelaku guna strategi penanggulangan kejahatan.
(daderstrafrecht) harus ditinggalkan dan 10.Peranan pers yang sangat penting dalam
lebih memperhatikan pada kedua- mempengaruhi opini masyarakat
duanya (dader strafrecht). terhadap kejahatan dan pidana.
5. Partisipasi masyarakat dalam sistem Karena kurangnya perhatian dan
peradilan pidana, khususnya dalam kelalaian terhadap hal-hal tersebut di atas
pembinaan eks narapidana merupakan dapat dimungkinkan peradilan pidana itu
faktor yang sangat penting. Partisipasi sendiri bersifat kriminogen atau
tersebut tidak hanya dalam konteks menjadikan tidak efektif. Sebagaimana
kerjasama dalam program-program pembinaan yang diberikan kepada
politik kriminal yang bersifat non penal narapidana oleh pihak lembaga

HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012


138
Sri Wulandari : Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan .....

pemasyarakatan, telah memberikan Pada hakekatnya konsepsi teori-


kesempatan kepada narapidana untuk dapat teori pemidanaan pada umumnya dapat
memperbolehkan dirinya bahwa ia dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok teori, yaitu :
bertingkah laku baik dan jujur di dalam 1. Teori absolut atau teori pembalasan
pergaulan masyarakat bebas sesuai dengan (Retributive/Vergeldings Theorieem)
peraturan lembaga pemasyarakatan. Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-
Pemidanaan terhadap pelaku tindak mata karena orang telah melakukan suatu
pidana merupakan suatu proses dinamis kejahatan atau tindak pidana (Quai
yang meliputi penilaian secara terus Peccatum est). Pidana sebagai akibat
menerus dan seksama terhadap sasaran mutlak yang harus ada sebagai suatu
yang hendak dicapai dan konsekwensi- pembalasan kepada orang yang telah
konsekwensi yang dapat dipilih dari melakukan kejahatan. Jadi dasar
keputusan tertentu terhadap hal-hal tertentu pembenaran pada pidana terletak pada ada
pada suatu saat. Oleh karena itu, sangatlah atau tidak terjadinya kejahatan itu sendiri.
penting suatu tujuan pemidanaan sebagai Salah seorang tokoh penganut teori absout
pedoman dalam pemberian dan penjatuhan yang terkenal adalah Hegel, yang
pidana, maka dalam usul rancangan KUHP berpendapat bahwa pidana merupakan
(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) keharusan logis sebagai suatu konsekwensi
yang selanjutnya disebut dengan KONSEP dari adanya kejahatan. Karena kejahatan
dalam Bab III Bagian Kesatu Pasal 50 adalah pengingkaran terhadap ketertiban
dirumuskan sebagai berikut : hukum negara yang merupakan
(1) Pemidanaan bertujuan : perwujudan dari cita susila. Karena itu
a. Mencegah dilakukannya tindak pidana merupakan ”negation der nagation”
pidana dengan menegakan norma (peniadaan atau pengingkaran terhadap
hukum demi pengayoman pengingkaran). Teori Hegel ini dikenal
masyarakat, dengan ”Quasi Mathematic”, yaitu (a)
b. M e m a s y a r a k a t k a n t e r p i d a n a Wrong being (crime) is the negation of righ,
dengan mengadakan pembinaan and (b) Punishment is the negation of that
7
sehingga menjadi orang yang baik negation.
dan berguna, Menurut Nigel Walker, para
c. Menyelesaikan konflik yang penganut teori retributive ini dapat pula
ditimbulkan oleh tindak pidana, dibagi dalam beberapa golongan, yaitu (1)
memulihkan keseimbangan dan Penganut retributive yang murni (the pure
mendatangkan rasa damai dalam retributivist) yang berpendapat bahwa
masyarakat, dan pidana harus cocok atau sepadam dengan
d. Membebaskan rasa bersalah pada kesalahan pelaku, (2) Penganut retributive
terpidana. tidak murni (dengan modifikasi) yang dapat
(2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk dibagi dalam (a) Penganut retributive yang
menderitakan dan merendahkan terbatas (the limiting retributivist) yang
martabat manusia. berpendapat bahwa pidana harus
Pasal ini memuat tujuan ganda yang cocok/sepadan dengan kesalahan, hanya
hendak dicapai melalui tujuan pemidanaan. saja tidak boleh melebihi batas yang
Tujuan pertama jelas tersimpul pandangan cocok/sepadan dengan kesalahan terdakwa.
perlindungan masyarakat. Tujuan kedua (b) Penganut teori retributive yang
mengandung maksud bukan saja untuk distributive (retribution in distribution),
merehabilitasi, tetapi juga meresosialisasi
7 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan
terpidana dan mengintegrasikan yang Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1984, hal.
bersangkutan ke dalam masyarakat. 26

HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012


139
Sri Wulandari : Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan .....

disingkat dengan teori retributive yang 1. Teori Pembalasan


berpendapat pidana janganlah dikenakan a. Tujuan pidana adalah semata-mata
kepada orang yang tidak bersalah, tetapi untuk pembalasan,
pidana juga tidak harus cocok sepadan dan b. Pembalasan adalah tujuan utama
dibatasi oleh kesalahan. dan di dalamnya tidak mengandung
Prinsip tiada pidana tanpa kesalahan sarana-sarana untuk tujuan lain,
dihormati, tetapi dimungkinkan adanya misalnya untuk kesejahteraan
pengecualian misalnya dalam hal “stric masyarakat,
liability”.8 c. Kesalahan merupakan satu-satunya
Sedangkan John Kaplan membeda syarat untuk adanya pidana,
kan retributive (retribution) dalam 2 (dua) d. Pidana harus disesuaikan dengan
teori, yaitu (1) Teori Pembalasan (the kesalahan si pelanggar,
revenge theory), dan (2) Teori Penebusan e. Pidana melihat ke belakang, ia
Dosa (the expiation theory). Menurut merupakan pencelaan yang murni
Kaplan kedua teori ini sebenarnya tidak dan tujuannya tidak untuk memper
berbeda, tergantung pada cara orang baiki, mendidik dan mensyaratkan
berfikir pada waktu penjatuhan pidana kembali si pelanggar.
yaitu apakah pidana itu dijatuhkan karena 2. Teori Tujuan
kita “menghutang sesuatu kepadanya” atau a. Tujuan pidana adalah pencegahan
“ia berhutang sesuatu kepada kita”. (prevention),
Pembalasan mengandung arti bahwa b. Pencegahan bukan tujuan akhir
hutang si penjahat “telah dibayarkan tetapi hanya sebagai sarana untuk
kembali” (the criminal is paid back) mencapai tujuan yang lebih tinggi
sedangkan penebusan mengandung arti yaitu kesejahteraan masyarakat,
bahwa si penjahat “membayar kembali c. Hanya pelanggaran-pelanggaran
hutangnya” (the criminal pays back). hukum yang dapat dipersalahkan
2. Teori Tujuan / Relatif kepada si pelaku saja (misalnya
Para penganut teori ini memandang karena sengaja atau culpa) yang
bahwa pidana sebagai suatu yang dapat memenuhi syarat untuk adanya
dipergunakan untuk mencapai suatu pidana,
kemanfaatan. d. Pidana harus di tetapkan berdasar
Menurut teori ini memidana kan tujuan sebagai alat untuk
bukanlah untuk memuaskan tuntutan mencegah kejahatan;
absolut dari keadilan. Pembalasan itu Pidana melihat ke muka (bersifat
sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya prospektif) pidana dapat mengandung
sebagai sarana untuk melindungi unsur pencelaan, tetapi unsur pencelaan
kepentingan masyarakat. Pidana bukanlah atau unsur pembalasan tidak dapat diterima
untuk sekedar melakukan pembalasan dan apabila tidak membantu pencegahan
pengimbalan kepada orang yang telah kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan
9
melakukan tindak pidana, tetapi mem masyarakat.
punyai tujuan tertentu yang bermanfaat 3. Teori Gabungan / Verenigings Theories
sehingga dasar pembenaran dari teori ini Penulis pertama yang mengajukan
adalah terletak pada tujuannya. teori gabungan adalah Pellegrino Rossi
Perbedaan ciri-ciri pokok atau (1987-1848). Sekalipun ia tetap akan
karateristik antara teori pembalasan dan menganggap bahwa pembalasan sebagai
teori tujuan dilakukan secara terperinci oleh asas dari pidana dan beratnya pidana tidak
Karl O. Christiansen sebagai berikut : boleh melampaui suatu batas yang adil.
8 Ibid, hal. 12. 9 Ibid, hal. 17.

HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012


140
Sri Wulandari : Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan .....

Namun ia berpendirian bahwa pidana pembinaan dapat tercapai.


mempunyai pelbagai pengaruh antara lain Perlu memberikan pengetahuan
perbaikan yang rusak dalam masyarakat kepada narapidana tentang manfaat
dan prevensi umum. pembinaan pemasyarakatan yang intinya
untuk kepentingan terpidana saat nanti
KESIMPULAN selepas menjalani masa pidananya.
Sehingga yang bersangkutan diharapkan
Pidana penjara adalah pidana tidak kembali lagi ke Lembaga
pencabutan kemerdekaan, yang dilakukan Pemasyarakatan dalam suatu perkara yang
dengan menutup terpidana dalam sebuah sama/berbeda (residivis).
penjara dengan mewajibkan orang tersebut
untuk mentaati semua peraturan tata tertib DAFTAR PUSTAKA
yang berlaku dalam penjara. Di Indonesia
penjara masih menjadi pilihan utama Barda Nawawi Arief, Penetapan Pidana
(favorit) hakim Indonesia, dalam Penjara Dalam Perundang-
menjatuhkan pidana meski terdapat undangan Dalam Rangka Usaha
beberapa hal kelemahan terhadap jenis Penanggulangan Kejahatan,
pemidanaan tersebut. Karena itu, pidana Desertasi, UNPAD Bandung, 1986.
penjara semakin mendapat banyak sorotan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai
tajam dan paling kurang efektif. Efektifitas Kebijakan Hukum Pidana, Citra
pidana penjara yang rendah terjadi pada Aditya Bakti, Bandung, 1996.
semua umur narapidana baik dalam bentuk Bambang Purnomo, Pelaksanaan Pidana
pidana jangka panjang (seumur hidup) atau Penjara Dengan Sistem
pidana jangka pendek (3 bulan sampai P e m a s y a r a k a t a n , L i b e r t y,
dengan 1 tahun) sehingga diperlukan jenis Yogyakarta, 1985.
pidana yang lebih efektif sebagai alternatif Departemen Kehakiman Republik
pengganti, misalnya : pidana denda yang di Indonesia, Pola Pembinaan
pandang lebih sukses. Selain itu pembinaan Narapidana, Jakarta, 1990.
narapidana dalam institusi terbuka juga HC. Harsono, Sistem Baru Pembinaan
lebih efektif dari pada dalam institusi Narapidana, Djambatan, Jakarta,
tertutup. 1995.
Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat,
SARAN Alumni, Bandung, 1986.
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan
Perlu penyuluhan kepada Pidana, BP UNDIP, Semarang,
masyarakat umum tentang masalah pidana 1995.
penjara dengan sistem pemasyarakatan Muladi, Pencegahan dan Pembinaan
agar masyarakat mendapat pengertian yang Recidivis dan Prespektif Sistem
jelas dan dapat mendorong keinginan P e r a d i l a n P i d a n a , U N D I P,
masyarakat untuk lebih berpartisipasi Semarang, 1995.
secara aktif dan positif dalam membantu Muladi, Pembinaan Narapidana Dalam
keberhasilan pembinaan terhadap Kerangka Rancangan Undang-
narapidana-anak didik pemasyarakatan. Undang Hukum Pidana di
Dalam memberikan pembinaan Indonesia, Makalah FH. UNDIP,
terhadap narapidana, perlu peran yang lebih Semarang.
aktif dari petugas pembina pemasyarakat Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga
an, dengan melakukan suatu pendekatan Rampai Hukum Pidana, Alumni,
secara terpadu sehingga keberhasilan Bandung, 1992.

HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012


141
Sri Wulandari : Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan .....

R. Achmad S. Soemodiprojo, Sistem Nomor 12 Tahun 1995 tentang


Pemasyarakatan di Indonesia, Bina Pemasyarakatan, Sinar Grafika,
Cipta, Bandung, 1989. Jakarta, 2000.
Romli Admasasmita, Dari Kepenjaraan, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun
Kepembinaan Narapidana, 1999 tentang Pembinaan dan
Alumni, Bandung, 1975. Pembimbingan Warga Binaan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pemasyarakatan.
(KUHP), Bina Aksara, Jakarta,
1985.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP),
Karya Anda, Surabaya.
Undang-Undang Republik Indonesia

HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.9 NO.2 APRIL 2012


142

Anda mungkin juga menyukai