Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH HUKUM BENDA

Dosen pengampu :
Dr. Upik Mutiara, SH, MH.

KELOMPOK 2 : 1. A. Morgan Syailendra 20-74201-012


: 2. Yohana darmaini 20-74201-009
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmatNya kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Benda. Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang
kami hadapi disini. kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari orang-orang sekitar, sehingga
kendala-kendala tersebut dapat teratasi. Makalah ini disajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber informasi dan referensi. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Kami
sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,
kepada dosen yang mengasuh mata kuliah ini diharapkan dapat
memakluminya.Terimakasih.

Tangerang, Juni 2021

Hormat Kami
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... 2
DAFTAR ISI..............................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN
A. LatarBelakang… ........................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah… .................................................................................. 6
BAB II. HUKUM BENDA
A. Pengertian Hukum Benda
B. Pembagian Benda Menurut Hukum ............................................................ 6
BAB III. HAK KEBENDAAN
A. Pengertian Hak Kebendaan… ..................................................................... 9
B. Ciri-ciri Hak Kebendaan ............................................................................. 9
C. Perbedaan Hak Kebendaan
BAB IV. MACAM-MACAM HAK KEBENDAAN
1. Hak Bezit ..................................................................................................... 12
2. Hak Eigendom… ......................................................................................... 14
3. Hak
Servituut ............................................................................................... 19
4. Hak Opstal… ............................................................................................... 20
5. Hak Erfpacht… ........................................................................................... 21
6. Hak Pakai Hasil ...........................................................................................22
7. Hak Gadai… ................................................................................................ 23
8. Hak Hipotik…..............................................................................................26
9. Hak
Istimewa ............................................................................................... 28
10. Hak Reklame..............................................................................................29
11. Hak Retentie… .........................................................................................30
BAB V.
A. Hak Kebendaan Menurut UU Pokok Agraria ............................................ 31
B. Hak Tanggungan Menurut UU Hak Tanggungan ...................................... 32
BAB VI. KESIMPULAN .......................................................................................... 35
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latarbelakang
Hukum perdata Indonesia Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi
perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat
dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya
ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara
subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai
lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara),
kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk
atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan,
perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan
yang bersifat perdata lainnya.

Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum
tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-
Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara- negara
persemakmuran atau negaranegara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika
Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam
dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum
perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku
di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek
(atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di
Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi.
Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW
diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata
yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum
perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum
keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh
subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang,
kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak
keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan.
Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan
benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan
benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan
kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud
lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda
tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan
hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak
tanggungan.
Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang
disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang
berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum
di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan
yang timbul dari (ditetapkan) undangundang dan perikatan yang timbul dari adanya
perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.

Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang


(KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer,
khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer. Buku
IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum
(khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam
hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
2. Rumusan Masalah

Dari pembahasan diatas, kami ingin menyampaikan beberapa inti permasalahan,


antara lain :
a) Apakah pengertian Hukum Benda ?
b) Bagaimana pembagian benda menurut hukum?
c) Pengertian Hak Kebendaan, ciri-ciri Hak Kebendaan dan pembedaan Hak
kebendaan
d) Macam-macam Hak Kebendaan
e) Hak Kebendaan menurut Undang-undang pokok Agraria
f) Mengapa Hukum Benda Perlu Dijelaskan pada KUHPerdata ?
BAB II
HUKUM BENDA

A. Pengertian Hukum Benda


Benda adalah segala obyek hukum yang dapat dihaki oleh subyek hukum yakni
orang atau badan hukum. Dalam sistem hukum perdata Barat (BW) pengerian benda
sebagai objek hukum tidak hanya meliputi benda yang berwujud yang dapat ditangkap
dengan pancaindera, tetapi juga benda yang tidak berwujud yakni hak-hak atas benda
yang berwujud.
Benda berarti semua barang yang dapat menjadi alat atau hasil manusia, yaitu semua
barang, hewan dan hak-hak yang dapat dimilliki oleh orang atau badan hukum.
Sedangkan KUHS menetapkan, bahwa benda adalah semua barang dan hak yang dapat
dikuasai oleh hak milik. (Pasal 499 BW) Menurut paham undang-undang yang
dinamakan kebendaan ialah tiaptiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh
hak milik. (Pasal 499 BW) Menurut paham undang-undang yang dinamakan kebendaan
ialah tiaptiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik.
B. Pembagian Benda Menurut Hukum

A. benda yang dapat diganti dan yang tidak dapat diganti


B. benda yang dapat diperdagangkan dan yang tidak dapat diperdagangkan
C. benda yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi
D. benda tetap dan benda bergerak.

1. Benda Tetap/Tidak Bergerak


Benda tetap menurut sifatnya ialah segala sesuatu yang secara langsung atau
tidak langsung baik karena perbuatan alam atau karena perbuatan manusia,
digabungkan erat menjadi satu dengan tanah. Benda tetap menurut tujuan
pemakaiannya ialah segala benda yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh
digabungkan dengan tanah atau bangunan dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau
bangunan itu untuk jangka waktu yang lama sesuai dengan tujuan pemakaiannya dan
selama masih melekat dengan tanah/bangunan tersebut. Benda tetap karena telah
ditentukan oleh UU.
c.1. segala hak atau penagihan yang mengenai suatu barang tetap misalnya hak
servituut, HGB
c.2. kapal yang berbobot mati lebih dari 20m3 dipersamakan dengan benda tetap
2. Benda Bergerak
Karena sifatnya, ialah benda yang tidak bergabung dengan tanah atau tidak
dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan.
• Karena ditetapkan oleh undang-undang
BAB III
HAK KEBENDAAN

a. Pengertian Hak Kebendaan


Hak kebendaan (zakelijk recht) adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan
langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang. Menurut Prof.
L.J. van Apeldoorn, hak-hak kebendaan adalah hak-hak harta benda yang memberikan
kekuasaan langsung atas sesuatu benda. Kekuasaan langsung berarti bahwa ada terdapat
sesuatu hubungan yang langsung antara orang-orang yang berhak dan benda tersebut.
Demikian juga menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hak kebendaan
(zakelijkrecht) ialah hak mutlak atas suatu benda di mana hak itu memberikan
kekuasaan langsung atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun
juga. Menurut KUH Perdataa buku kedua tentang kebendaan, pasal 499 kebendaan
adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.
Dari rumusan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, hak kebendaan merupakan
suatu hak mutlak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat
dipertahankan setiap orang dan mempunyai sifat melekat.

b. Ciri-ciri Hak Kebendaan


Pada dasarnya, ciri-ciri dari suatu hak kebendaan itu adalah sebagai berikut:
a. Merupakan hak mutlak
Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak, yaitu dapat dipertahankan
terhadap siapa pun juga.
b. Mempunyai zaaks gevolg atau droit de suite.
Hak kebendaan mempunyai zaaks gevolg (hak yang mengikuti), artinya hak itu
terus mengikuti bendanya di mana pun juga (dalam tangan siapa pun juga)
barang itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang mempunyainya.
c. Mempunyai sistem
Sistem yang terdapat pada hak kebendaan ialah mana yang lebih dulu
terjadinya, tingkatnya adalah lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian.
Misalnya: seorang pemilik tanah menghipotikkan tanahnya, kemudian tanah
tersebut diberikan kepada orang lain dengan hak memungut hasil, maka dalam
hal ini, hak hipotik mempunyai tingkat yang lebih tinggi daripada hak
memungut hasil yang baru terjadi kemudian.
d. Mempunyai droit de preference
Hak kebendaan mempunyai droit de preference, yaitu hak yang lebih
didahulukan daripada hak lainnya.
e. Mempunyai macam-macam actie
Pada hak kebendaan ini, orang mempunyai macam-macam actie jika terdapat
gangguan atas haknya, yaitu berupa penuntutan kembali, gugatan untuk
menghilangkan gangguan-gangguan atas haknya, gugatan untuk pemulihan
dalam keadaan semula, gugatan untuk penggantian kerugian dan sebagainya.
Pada hak kebendaan, gugatnya itu disebut dengan gugat kebendaan. Gugatan-
gugatan ini dapat dilaksanakan terhadap siapapun yang menganggu haknya.
Mempunyai cara pemindahan yang berlainan Kemungkinan untuk
memindahkan hak kebendaan itu dapat secara sepenuhnya dilakukan.
Sedangkan menurut Prof. Subekti, hak-hak kebendaan mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
a. Memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda.
b. Dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
c. Mempunyai sifat "melekat", yaitu mengikuti benda bila ini dipindahtangankan
{"droit de suite").
d. Hak yang lebih tua selalu dimenangkan terhadap yang lebih muda.
e.
C. Pembedaan Hak-hak Kebendaan
Di dalam Buku II KUHPer diatur macam-macam hak kebendaan, akan tetapi
dalam membicarakan macam-macam hak kebendaan dalam Buku II KUHPdt harus
diingat berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang

Pokok Agraria. Dengan demikian,hak-hak kebendaan yang diatur dalam Buku II


KUHPdt (yang sudah disesuaikan dengan berlakunya UUPA No. 5/1960) dapat
dibedakan atas dua macam, yaitu:
a. Hak-hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan meliputi :
1) Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas bendanya sendiri,
misalnya: hak eigendom, hak bezit.
2) Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas benda orang lain,
misalnya: hak opstal, hak erfpacht, hak memungut hasil, hak pakai, hak mendiami.
b. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrechf). Misalnya:
hak gadai (pand), hipotik. Di samping itu, ada pula hak-hak yang diatur dalam Buku II
KUHPdt, tetapi bukan merupakan hak kebendaan, yaitu privilege dan hak retentie.
Namun, hak-hak ini dapat pula digolongkan dalam hak kebenda
BAB IV
MACAM-MACAM HAK KEBENDAAN

A. Hak Bezit
a. Pengertian Bezit
1) Menurut KUHPdt Bezit diterjemahkan dengan kedudukan berkuasa, yaitu
kedudukan seseorang yang menguasai suatu kebendaan baik dengan diri sendiri
maupun dengan perantaraan orang lain dan yang mempertahankan atau menikmatinya
selaku orang yang memiliki kebendaan itu (pasal 529 KUHPdt)
2) Menurut Prof Subekti, SH Bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang
menguasai suatu benda seolah – olah kepunyaannya sendiri yang oleh hukum
diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada
pada siapa.
3) Menurut Prof Dr. Sri Soedewi Macjchoen Sofwan, SH
Dengan mengacu pada Pasal 529 KUHPdt, maka bezit ialah keadaan memegang atau
menikmati sesuatu benda di mana seseorang menguasainya, baik secara sendiri ataupun
perantaraan orang lain, seolah – olah itu adalah kepunyaan sendiri. Dari defenisi ditas
dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan bezit adalah hak
seseorang yang menguasai suatu benda, baik langsung maupun dengan perantaraan
orang lain untuk bertindak seolah – olah benda itu kepunyaan sendiri.
b. Bezit jujur dan bezit tidak jujur
Pada dasarnya, suatu bezit itu dapat berada di tangan pemilik benda itu atau
dapat pula berada ditangan orang lain. Jika orang itu mengira bahwa benda yang
dikuasainya adalah miliknya sendiri (misalnya ia memperoleh karena ia membeli secara
sah, karena pewarisan dan sebagainya), maka bezitter yang demikian itu disebut dengan
"bezit te goeder trouw" atau bezit yang jujur (Pasal 531 KUHPdt). Sebaliknya, apabila
ia mengetahui bahwa benda yang ada padanya itu bukan miliknya (misalnya ia
mengetahui bahwa benda itu berasal dari pencurian) maka bezitter yang demikian
disebut dengan -bezit Trader trouv" atau bezit yang tidak jujur (Pasal 532 KUHPdt).
Baik bezitter yang jujur maupun bezitter yang tidak jujur kedua-duanya
mendapat perlindungan hukum. Dalam hukum berlaku satu asas, bahwa “kejujuran” itu
dianggap selalu ada pada setiap orang, sedangkan “ ketidakjujuran“ itu harus
dibuktikan. Dengan demikian, menurut ketentuan Pasal 533 mengemukakan bahwa
sesuatu bezit itu adalah tidak jujur, maka iawajib membuktikannya.
B. Syarat – syarat adanya bezit
Untuk adanya suatu bezit, haruslah dipenuhi syarat – syarat , yaitu :
1. Adanya Corpus, yaitu harus ada hubungan antara orang yang bersangkutan dengan
bendanya
2. Adanya Animus, yaitu hubungan antara orang dengan benda itu harus dikehendaki
oleh orang tersebut.
Dengan demikian, untuk adanya bezit harus ada dua unsur yaitu kekuasaan atas
suatu benda dan kemauan untuk memilikinya benda tersebut. Dalam hal ini, bezit harus
dibedakan dengan “detentie”, dimana seseorang menguasai suatu benda berdasarkan
hubungan hukum tertentu dengan orang lain (pemilik dari benda itu). Jadi, Seorang
detentor tidak mempunyai kemauan untuk memiliki benda itu bagi dirinya sendiri.
C. Fungsi bezit
Pada dasarnya, bezit mempunyai dua fungsi, yaitu :
1) Fungsi polisionil
Bezit itu mendapat perlindungan hukum tanpa mempersoalkan hak milik atas
benda tersebut sebenarnya ada pada siapa. Jadi siapa yang membezit sesuatu benda,

maka ia mendapat perlindungan dari hukum sampai terbukti bahwa ia sebenarnya tidak
berhak. Dengan demikian , bagi yang merasa haknya dilanggar, maka ia harus meminta
penyelesaiannya melalui polisi atau pengadilan. Inilah yang dimaksud dengan fungi
polisionil yang ada pada setiap bezit.
2) Fungsi zakkenrectelijk
Bezitter yang telah membezit suatu benda dan telah berjalan untuk beberapa
waktu tertentu tanpa adanya proses dari pemilik sebelumnya, maka bezit itu berubah
menjadi hak milik melalui lembaga verjaring (lewat waktu / daluwarsa). Inilah yang
dimaksud dengan fungsi zakenrectelijk dan fungsi ini tidak ada pada setiap bezit.
D. Cara memperoleh bezit
Menurut ketentuan Pasal 538 KUHPdt, bezit (kedudukan berkuasa) atas sesuatu
kebendaan diperoleh dengan cara melakukan perbuatan menarik kebendaan itu dalam
kekuasaannya, dengan maksud mempertahankannya untuk diri sendiri. Menurut
ketentuan Pasal 540 KUHPdt, cara-cara memperoleh bezit dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu :
1) dengan jalan occupation
Memperoleh bezit jalan dengan occupatio ( pengambilan benda ) artinya ia
memperoleh bezit tanpa bantuan dari orang yang membezit lebih dahulu. Jadi bezit
diperoleh karena perbuatannya sendiri yang mengambil barang secara langsung.
2) dengan jalan tradition
Memperoleh bezit dengan jalan tradition (pengoperan) artinya ialah
memperoleh bezit dengan bantuan dari orang yang membezit lebih dahulu. Jadi bezit
diperoleh karena penyerahan dari orang lain yang sudah menguasainya terlebih dahulu.
Di samping dua cara di atas, bezit juga dapat diperoleh karena adanya warisan.
Menurut Pasal 541 KUHPdt, bahwa segala sesuatu bezit yang merupakan bezit dari
seorang yang telah meninggal dunia beralih kepada ahli warisnya dengan segala sifat
dan cacad-cacadnya. Menurut Pasal 593 KUHPdt, orang yang sakit ingatan tidak dapat
memperoleh bezit, tetapi anak yang belum dewasa dan perempuan yang telah menikah
dapat memperoleh bezit.
E. Hapusnya Bezit
Pada dasarnya, orang bisa kehilangan bezit apabila
1) kekuasaan atas benda itu berpindah pada orang lain, baik secara diserahkan maupun
karena diambil oleh orang lain
2) benda yang dikuasainya nyata telah ditinggalkan.

1. Hak Eigendom/Hak Milik


a. Pengertian Eigendom
1) Menurut KUHPdt Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu
kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan
umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak
mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan
akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-
undang dan dengan pembayaran ganti-rugi (Pasal 570 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, SH Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu
benda. Seseorang yang mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat
berbuat apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan
merusak), asal saja ia tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen So/wan, S.H., Dengan mengacu pada
Pasal 570 KUHPdt, hak milik adalah hak untuk menikmati suatu benda dengan
sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu dengan sebebas-bebasnya, asal tak
dipergunakan bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang
diadakan oleh
kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu dan asal tidak menimbulkan
gangguan terhadap hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi
kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan umum, dengan
pembayaran pengganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang-undang.
Melihat perumusan di atas dapat disimpulkan, bahwa hak milik adalah hak milik adalah
hal yang paling utama jika dibandingkan dengan hak – hak kebendaan yang lain. Karena
yang berhak itu dapat menikmatinya dengan sepenuhnya dan menguasainya dengan
sebebas-bebasnya. Hak milik ini tidak dapat diganggu gugat.

b.Ciri-ciri hak milik


Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang merupakan ciri-ciri dari
hak milik itu ialah:
1. Hak milik itu selalu merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan yang lain.
Sedangkan hak-hak kebendaan yang lainnya yang bersifat terbatas itu berkedudukan
sebagai hak anak terhadap hak milik.
2. Hak milik itu ditinjau dari kuantitetnya merupakan hak yang selengkap-lengkapnya.
3. Hak milik itu tetap sifatnya. Artinya, tidak akan lenyap terhadap hak kebendaan yang
lain. Sedang hak kebendaan yang lain dapat lenyap jika menghadapi hak milik. 4.Hak
milik itu mengandung inti (benih) dari semua hak kebendaan yang lain. Sedang hak
kebendaan yang lain itu hanya merupakan onderdeel (bagian) saja dari hak milik.
Menurut ketentuan Pasal 574 KUHPdt, tiap pemilik sesuatu benda, berhak menuntut
kembali bendanya dari siapa saja yang menguasainya berdasarkan hak miliknya itu.

c. Cara memperoleh hak milik


Menurut Pasal 584 KUHPdt, hak eigendom dapat diperoleh dengan jalan:
1. Pendahuluan ( toeeigening)
2. Ikutan
3. Lewat waktu Pewarisan ( erfopvolging), baik menurut undang – undang maupun
menurut surat wasiat
4. Penyerahan (levering) berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak
milik, dilakukan oleh seseorang yang berhak berbuat bebas terhadap benda itu.
Sedangkan menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, cara memperoleh
hak milik di luar Pasal 584 KUHPdt yang diatur oleh Undang-Undang adalah:
a. Penjadian benda (zaaksvorming);
b. Penarikan buahnya (vruchttrekking);
c. Persatuan benda (vereniging);
d. Pencabutan hak (onteigening);
e. Perampasan (verbeurdverklaring);
f. Pencampuran harta {boedelmenging);
g. Pembubaran dari sebuah badan hukum;
h. Abandonnement (dijumpai dalam Hukum Perdata Laut - Pasal 663 KUHD)

d. Memperoleh hak milik dengan lewat waktu (Verjaring)


Lewat waktu adalah salah satu cara untuk memperoleh hak milik atas suatu
benda. Lewat waktu (verjaring) ini ada dua macam, yaitu:
1. Acquisitieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk memperoleh hak-hak
kebendaan (di antaranya hak milik).
2. Extinctieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk dibebaskan dari suatu
perutangan.

Untuk memperoleh hak milik dengan lewat waktu (acquisitieve verjaring)


adalah:
1) Harus ada bezit sebagai pemilik;
2) Bezitnya itu harus te goeder trouw;
3) Membezitnya itu harus terus-menerus dan tak terputus;
4) Membezitnya harus tidak terganggu;
5) Membezitnya harus diketahui oleh umum;
6) Membezitnya harus selama waktu 20 tahun atau 30 tahun;
7) 20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah, 30 tahun dalam hal tidak ada alas
hak.

e. Memperoleh hak milik dengan penyerahan (Levering)


Menurut Hukum Perdata, yang dimaksud dengan penyerahan ialah penyerahan
suatu benda oleh pemilik atau atas namanya - kepada orang lain, sehingga orang lain
ini memperoleh hak milik atas benda itu. Sedangkan menurut Prof. Subekti, per kataan
penyerahan mempunyai dua arti, yaitu:
A. Perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka (feitelijke levering).
B. Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain
(juridische levering).
Jadi dapat disimpulkan, bahwa hak milik atas suatu benda baru beralih kepada
orang lain, apabila telah terjadi penyerahan bendanya. Tetapi, cara untuk melakukan
penyerahan atas benda itu dapat dibedakan sesuai dengan sifat benda yang akan
diserahkan. Menurut Pasal 612 KUHPdt, untuk benda bergerak yang berwujud,
penyerahan dapat dilakukan dengan cara:
* Penyerahan nyata (feitelijke levering).
* Penyerahan kunci dari tempat di mana benda itu berada.
Di samping itu, ada dua bentuk penyerahan lainnya, yaitu:
*Traditio brevi manu (penyerahan dengan tangan pendek).
*Constitutumpessessorium (penyerahan dengan melanjutkan penguasaan
atas bendanya).
Sebaliknya penyerahan atas benda bergerak yang tak berwujud dapat di lakukan dengan
cara:
1) Penyerahan dari piutang atas nama, yang dilakukan dengan cessie, yaitu
dengan cara membuat akta otentik atau akta di bawah tangan (Pasal 613 ayat 1
KUHPdt).
2) Penyerahan dari surat piutang atas bawa, yang dilakukan dengan
penyerahan nyata (Pasal 613 ayat 3 KUHPdt).
3) Penyerahan dari piutang atas pengganti, yang dilakukan dengan penyerahan
surat disertai dengan endosemen (Pasal 613 ayat 3 KUHPdt).
Penyerahan terhadap benda tidak bergerak dilakukan dengan cara balik nama. Menurut
Prof. Subekti, pemindahan hak milik atas benda yang tak bergerak ini tidak cukup
dilaksanakan dengan pengoperan kekuasaan belaka, melainkan harus pula dibuat suatu
surat penyerahan ("akte van transport") yang harus dikutip dalam daftar eigendom.
Sebaliknya, terhadap benda yang bergerak, levering lazimnya berupa penyerahan dari
tangan ke tangan.
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, untuk sah-nya penyerahan itu harus
memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
a. Harus ada perjanjian yang zakelijk.
b. Harus ada titel (alas hak).
c. Harus dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai benda-benda tadi (orang
yang beschikkingsbevoegd).
d. Harus ada penyerahan nyata.

Menurut sistem KUHP suatu pemindahan hak terdiri atas dua macam, yaitu:
1) Perjanjian obligatoir ialah perjanjian yang bertujuan memindahkan hak, misalnya:
perjanjian jual-beli, dan sebagainya.
2) Perjanjian zakelijk ialah perjanjian yang menyebabkan pindahnya hak-hak
kebendaan, misalnya: hak milik, bezit, dan sebagainya.
Selanjutnya mengenai sah atau tidaknya suatu penyerahan itu dapat dilihat dari dua
pendapat di bawah ini:
1) Menurut Causaal Stelsel, Sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik itu
digantungkan pada sah atau tidaknya perjanjian obligatoir, misalnya: perjanjian jual-
beli atau perjanjian schenking, dan sebagainya. Jadi dengan kata lain, untuk sahnya
penyerahan itu, diperlukan titel yang nyata.
2) Menurut Abstract Stelsel Untuk sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik itu
tidak digantungkan pada sah atau tidaknya perjanjian obligatoir. Jadi dengan kata lain,
untuk sahnya penyerahan itu, tidak perlu adanya titel yang nyata dan cukup asal ada
titel anggapan saja.

f. Hak milik bersama (Medeeigendom)


Biasanya, sebuah benda hanya dimiliki oleh seorang pemilik. Tetapi ada kemungkinan
lain, bahwa benda itu dapat dimiliki oleh dua orang atau lebih. Kalau benda itu dimiliki
oleh lebih dari seorang, maka hak ini disebut dengan hak milik bersama atas sesuatu
benda. Mengenai hak milik bersama ini menurut KUHPdt dapat dibagi menjadi dua
macam , yaitu :
1) Hak milik bersama yang bebas
2) Hak milik bersama yang terikat
g. Hapusnya hak milik

Pada dasarnya seseorang yang dapat kehilangan hal miliknya apabila :


1) seseorang memperoleh hak milik itu melalui salah satu cara untuk memperoleh hak
milik
2) Binasanya benda itu
3) Pemilik hak milik (eigenaar) melepaskan benda itu

2 Hak Servituut ( Perkarangan)


a. Pengertian hak servituut
1) Menurut KUHPdt Hak servituut disebut juga dengan pengabdian
pekarangan, yaitu suatu beban yang diberikan kepada pekarangan milik orang yang
satu, untuk digunakan bagi dan demi kemanfaatan pekarangan milik orang yang lain
(Pasal 674 ayat 1 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H., Yang dimaksud dengan "erfdienstbaarheitf atau
"ser-vituut" ialah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan
suatu pekarangan lain yang berbatasan. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa
hak servituut atau hak pekarangan adalah suatu beban yang diletakkan di atas suatu
pekarangan untuk keperluan suatu pekarangan lain.
b. Macam-macam hak pekarangan
Menurut Pasal 677-678 KUHPer, hak pekarangan (servituut) ini dapat
dibedakan :
1) Hak pekarangan abadi, yaitu hak tersebut dapat dilangsung-kan secara terus-
menerus, tanpa bantuan orang lain atau manusia, misalnya: hak mengalirkan air, hak
atas peman-dangan ke luar, dan sebagainya.
2) Hak pekarangan tak abadi, yaitu hak tersebut dalam peng-gunaannya
memerlukan sesuatu perbuatan manusia, misalnya: hak melintas pekarangan, hak
mengambil air, dan sebagainya
3) Hak pekarangan yang nampak, yaitu hak terhadap suatu benda yang nampak,
misalnya: pintu, jendela, pipa air, dan sebagainya.
4) Hak pekarangan yang tak nampak, yaitu hak terhadap tanda-tanda yang tak
nampak, misalnya: larangan untuk mendirikan bangunan di sebuah pekarangan.

c. Syarat-syarat hak pekarangan


Hak pekarangan (servituut) baru dianggap sah, apabila telah memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1) Harus ada dua halaman, yang letaknya saling berdekatan, dibangun atau tidak
dibangun dan yang dimiliki oleh berbagai pihak.
2) Kemanfaatan dari hak pekarangan itu harus dapat dinikmati atau dapat berguna bagi
berbagai pihak yang memiliki halaman tadi.
3) Hak pekarangan harus bertujuan untuk meninggalkan kemanfaatan dari halaman
penguasa.
4) Beban yang diberatkan itu harus senantiasa bersifat menanggung sesuatu.
5) Kewajiban-kewajiban yang timbul dalam hak pekarangan itu hanya dapat ada dalam
hal membolehkan sesuatu, atau tidak membolehkan sesuatu.
d.Timbulnya hak pekarangan
Menurut Pasal 695 KUHPdt, hak pekarangan timbul karena:
1) Suatu perbuatan perdata.
2) Lewat waktu.
e. Hapusnya hak pekarangan
Hak pekarangan hapus karena:
1) Kedua pekarangan itu jatuh ke tangan satu orang (Pasal 706 KUHPdt).
2) Selama 30 tahun berturut-turut tidak dipergunakan (Pasal 707 KUHPdt).

3. Hak Opstal
a. Pengertian hak opstal
Prof. Subekti mengutarakan pendapatnya tentang pengertian hak opstal dengan
mengacu pada Pasal 711 KUHPdt, yaitu adalah suatu hak untuk memiliki bangunan-
bangunan atau tanaman-tanaman di atas tanahnya orang lain. Sebaliknya menurut Pasal
711 KUHPdt, hak opstal disebut juga dengan hak numpang-karang, yaitu adalah suatu
hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan dan penanaman
di atas pekarangan orang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang
dimaksud dengan hak opstal adalah hak untuk memiliki bangunan- bangunan atau
tanaman di atas tanah orang lain. Hak opstal ini dapat dipindahkan pada orang lain atau
dapat dipakai sebagai hipotik dan atau hak tanggungan, di mana hak ini diperoleh
karena perbuatan perdata (Pasal 713 KUHPdt).

b. Hapusnya hak opstal


Menurut Pasal 718-719 KUHPdt, hak opstal dapat hapus karena: 1) Hak opstal jatuh ke
dalam satu tangan. 2) Musnahnya pekarangan. 3) Selama 30 tahun tidak dipergunakan.
4) Waktu yang diperjanjikan telah lampau. 5) Diakhiri oleh pemilik tanah. Pengakhiran
ini hanya dapat dilakukan setelah hak tersebut paling sedikit sudah dipergunakan
selama 30 tahun, dan harus didahului dengan suatu pemberitahuan paling sedikit 1
tahun sebelumnya.

4. Hak Erfpacht
a. Pengertian hak erfpacht
Menurut Pasal 720 ayat (1) KUHPdt itu sendiri adalah suatu hak kebendaan untuk
menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain,
dengan kewajiban akan membayar upeti tahunan kepada si pemilik sebagai
pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa uang, baik berupa hasil atau pendapatan.
Prof. Subekti mengutarakan pendapat-nya tentang pengertian hak erfpacht dengan
mengacu pada Pasal 720 KUHPer, yaitu suatu hak kebendaan untuk menarik
penghasilan seluas-luasnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah milik orang lain
dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun, yang
dinamakan "pachf atau "canon". Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang
dimaksud dengan hak erfpacht (hak guna usaha) adalah hak kebendaan untuk menikmati
sepenuhnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah milik orang lain, dengan
kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun. Hak erfpacht ini
dapat juga dijual atau dipakai sebagai jaminan hutang (hipotik).
b. Berakhirnya hak erfpacht
Hak erfpacht ini berpindah pada para ahli warisnya apabila orang yang mempunyai hak
meninggal. Sama seperti berakhirnya hak opstal, maka menurut Pasal 736 KUHPdt,
hak erfpacht ini dapat hapus karena :
1) Hak opstal jatuh ke dalam satu tangan.
2) Musnahnya pekarangan.
3) Selama 30 tahun tidak dipergunakan.
4) Waktu yang diperjanjikan telah lampau.
5) Diakhiri oleh pemilik tanah.

5. Hak Pakai Hasil

a. Pengertian hak pakai hasil


1) Menurut KUHPdt Hak pakai hasil adalah suatu hak kebendaan, dengan mana
seorang diperbolehkan menarik segala hasil dari sesuatu kebendaan milik orang lain,
seolah-olah dia sendiri pemilik kebendaan itu, dengan kewajiban memeliharanya
sebaik-baiknya (Pasal 756 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H., Dengan mengacu pada Pasal 756 KUHPdt,
vruchtgebruik adalah suatu hak kebendaan untuk menarik penghasilan dari suatu benda
orang lain, seolah-olah benda itu kepunyaannya sendiri, dengan kewajiban menjaga
supaya benda tersebut tetap dalam keadaannya semula.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H., Dengan mengacu pada
Pasal 756 KUHPdt, hak memungut hasil ialah suatu hak untuk memungut hasil dari
barang orang lain seolah-olah seperti eigenaar dengan kewajiban untuk memelihara
barang itu supaya tetap adanya.
Dari uraian isi pasal 756 KUHPdt ini tampaklah, bahwa hak memungut hasil
(yruchtgebruik) tidak hanya memberikan hak untuk menarik penghasilan saja,
melainkan juga hak untuk memakai benda itu.

b. Cara memperoleh hak pakai hasil


Menurut Pasal 759 KUHPdt, hak pakai hasil ini diperoleh karena:
1) Undang-undang.
2) Kehendak si pemilik.

c. Kewajiban si pemakai hasil


Menurut ketentuan Pasal 783-784 KUHPdt, kewajiban-kewajiban daripada orang yang
mempunyai hak pakai hasil (vruchtgebruiker) adalah sebagai berikut:
1. Membuat catatan/daftar pada waktu ia menerima haknya. Menanggung segala biaya
pemeliharaan dan perbaikan yang biasa.
2. Memelihara benda itu sebaik-baiknya dan menyerahkannya dalam keadaan yang
baik apabila hak itu berakhir. Apabila ia melalaikan kewajibannya tersebut, maka ia
dapat dituntut untuk mengganti kerugian.

d. Hapusnya hak pakai hasil


Menurut Pasal 807 KUHPdt, hak pakai hasil (hak memungut hasil) hapus karena:
1) Meninggalnya si pemakai.
2) Tenggang waktu yang diberikan telah lewat waktu atau telah terpenuhkan.
3) Percampuran, yaitu apabila hak milik dan hak pakai hasil berada di tangan satu
orang.
4) Pelepasan hak oleh si pemakai kepada pemilik.
5) Kadaluwarsa yaitu apabila si pemakai selama 30 tahun tak mempergunakan haknya.
6) Musnahnya benda itu seluruhnya.

7. Hak Gadai
a. Pengertian hak gadai
1) Menurut KUHPdt Gadai adalah suatu hak kebendaan yang diperoleh seorang
berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang
berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada
si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan
daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang
barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah
barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan (Pasal 1150 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,Dengan mengacu pada Pasal 1150 KUHPdt, pandrecht
adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan orang lain, yang
semata-mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebut, dengan
tujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari pendapatan penjualan benda itu,
lebih dahulu dari penagih-penagih lainnya.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H., Gadai ialah suatu hak yang
diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur
atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang, dan yang memberikan
kewenangan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih
dahulu dari kreditur-kreditur lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya
mana harus didahulukan

b. Sifat-sifat hak gadai


Hak gadai ini bersifat accessoir, yaitu merupakan tambahan saja dari perjanjian pokok
yang berupa perjanjian pinjaman uang. Ini dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai
si berutang itu lalai membayar kembali utangnya. Menurut Pasal 1160 KUHPdt, hak
gadai ini tidak dapat dibagi-bagi. Artinya, se-bagian hak gadai itu tidak menjadi hapus
dengan dibayarnya sebagian dari utang. Gadai tetap meletak atas seluruh benda-nya.

c. Syarat-syarat timbulnya hak gadai


Hak gadai lahir dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan tanggungan
pada pemegang gadai. Hak atas barang gadai ini dapat pula ditaruh di bawah kekuasaan
seorang pihak ketiga atas persetujuan kedua belah pihak yang
berkepentingan (Pasal 1152 ayat 1 KUHPdt). Selanjutnya menurut Pasal 1152 ayat (2)
KUHPdt, gadai tidak sah jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan si
pemberi gadai (si berutang).

d. Obyek hak gadai


Yang dapat dijadikan obyek dari hak gadai ialah semua benda yang bergerak, yaitu:
1) Benda bergerak yang berwujud.
2) Benda bergerak yang tak berwujud, yaitu berupa pelbagai hak untuk mendapatkan
pembayaran utang, yaitu yang berwujud:
a) Surat-surat piutang atas pembawa.
b) Surat-surat piutang atas tunjuk.
c) Surat-surat piutang atas nama.

e. Hak si pemegang hak gadai


Hak-hak dari si pemegang hak gadai adalah sebagai berikut:
1) Si pemegang gadai berhak untuk menggadaikan lagi barang gadai itu, apabila hak
itu sudah menjadi kebiasaan, seperti halnya dengan penggadaian surat-surat sero atau
obligasi (Pasal 1155 KUHPdt).
2) Apabila si pemberi gadai (si berutang) melakukan wanprestasi, maka si pemegang
gadai (si berpiutang) berhak untuk menjual barang yang digadaikan itu; dan kemudian

mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan barang itu. Penjualan barang
itu dapat dilakukan sendiri atau dapat juga meminta perantaraan hakim (Pasal 1156 ayat
1 KUHPdt).
3) Si pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti biaya-biaya yang telah ia
keluarkan untuk menyelamatkan barang yang digadaikan itu (Pasal 1157 ayat 2).
4) Si pemegang gadai berhak untuk menahan barang yang digadaikan sampai pada
waktu utang dilunasi, baik yang mengenai jumlah pokok maupun bunga (Pasal 1159
ayat 1 KUHPer).

f. Kewajiban si pemegang gadai


Seorang pemegang gadai mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut: 1) Si
pemegang gadai wajib memberitahukan pada orang yang berutang apabila ia hendak
menjual barang gadainya (Pasal 1156 ayat 2 KUHPdt). 2) Si pemegang gadai
bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga barang yang digadaikan, jika
itu semua terjadi karena kelalaiannya (Pasal 1157 ayat 1 KUHPdt). 3) Si pemegang
gadai harus memberikan perhitungan ten-tang pendapatan penjualan itu dan setelah ia
mengambil pelunasan utangnya, maka ia harus menyerahkan kelebihannya pada si
berutang (Pasal 1158 KUHPdt). 4) Si pemegang gadai harus mengembalikan barang
gadai, apabila utang pokok, bunga dan biaya untuk menyelamatkan barang gadai telah
dibayar lunas (Pasal 1159 KUHPdt). Apabila si pemberi gadai (si beutang) tidak
memenuhi kewajiban-kewajibannya, maka tak diperkenankanlah si berpiutang
memiliki barang yang digadaikan. Segala janji yang bertentangan dengan ini adalah
batal (Pasal 1154 ).

g. Hapusnya hak gadai Pada dasarnya,


hak gadai dapat hapus karena:
1) Seluruh utangnya sudah dibayar lunas.
2) Barang gadai hilang/musnah.
3) Barang gadai ke luar dari kekuasaan si penerima gadai.
4) Barang gadai dilepaskan secara sukarela.

8. Hak Hipotik
a. Pengertian hipotik
1) Menurut KUHPdt, Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak
bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan
(Pasal 1162).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H., Dengan mengacu dari Pasal 1162 KUHPdt, hipotik
adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda tak bergerak, bertujuan untuk mengambil
pelunasan suatu utang dari (pendapatan penjualan) benda itu.

3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H., Dengan mengacu pada
Pasal 1162 KUHPdt, hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda tak bergerak,
untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perutangan

{verbintenis).

b. Sifat dari hipotik


Sama seperti halnya dengan hak gadai, hipotik sifatnya adalah accessoir, yaitu adanya
tergantung pada perjanjian pokok. Pada dasarnya, hipotik mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut:
1) Hipotik lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain atau droit
depreference (Pasal 1133 KUHPdt).
2) Hipotik itu tak dapat dibagi-bagi dan meletak di atas seluruh benda yang menjadi
obyeknya (Pasal 1163 ayat 1 KUHPdt).
3) Hak hipotik itu senantiasa mengikuti bendanya dalam tang-an siapa benda itu berada
atau droit de suite (Pasal 1163 ayat 2 KUHPdt).
4) Obyek hipotik adalah benda-benda tetap, yaitu yang dapat dipakai sebagai jaminan
adalah benda-benda tetap, baik yang berwujud maupun yang berupa hak-hak atas tanah
(Pasal 1164 KUHPdt).
5) Hak hipotik hanya berisi hak untuk pelunasan utang saja dan tidak mengandung hak
untuk menguasai/memiliki bendanya.

c. Subyek dan obyek hipotik


Suatu hipotik hanya dapat diberikan oleh pemilik benda itu (Pasal 1168 KUHPdt).
Sedangkan yang dapat dijadikan obyek hipotik adalah benda yang tak bergerak.
Menurut Pasal 1164 KUHPdt, yang dapat dibebani dengan hipotik adalah:
1) Benda-benda tak bergerak.
2) Hak pakai hasil atas benda tersebut.
3) Hak opstal dan hak erfpacht.
4) Bunga tanah.
5) Bunga sepersepuluh.
6) Pasar-pasar yang diakui oleh Pemerintah beserta hak istimewa yang melekat
padanya.
Di luar Pasal 1164 KUHPer yang dapat dibebani hipotik ialah bagian yang tak dapat
dibagibagi dalam benda tak bergerak yang merupakan hak milik bersama (hak milik
bersama yang bebas). f 2) Kapal (diatur dalam KUHD). Selanjutnya menurut Pasal
1167 KUHPdt, benda bergerak tidak dapat dibebani dengan hipotik.

d. Syarat-syarat hipotik
Cara untuk mengadakan hipotik harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
1) Harus dengan akta notaris, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas ditunjuk
undang-undang (Pasal 1171 KUHPdt).
2) Harus didaftarkan ke Kantor Balik Nama (Pasal 1179 KUHPdt).

e. Asas-asas hipotik
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ada dua asas dalam hipotik, yaitu:
1) Asas publiciteit Yaitu asas yang mengharuskan bahwa hipotik itu harus didaftarkan
pada pegawai pembalikan nama, yaitu pada kantor kadaster. Yang didaftarkan ialah
akte dari hipotik itu.
2) Asas specialiteit Yaitu asas yang menghendaki, bahwa hipotik hanya dapat diadakan
atas benda-benda yang ditunjukkan secara khusus untuk dipakai sebagai tanggungan.

f. Hapusnya hipotik
Menurut Pasal 1209 KUHPdt, hak hipotik dapat hapus karena:
1) Hapusnya perikatan pokoknya.
2) Si berpiutang melepaskan hipotiknya.
3) Penetapan tingkat oleh hakim.

g. Perbedaan antara gadai dan hipotik


Pada dasarnya, antara gadai dengan hipotik terdapat perbedaan, yaitu antara lain:
1) Pada gadai, benda jaminannya adalah benda bergerak, sedangkan pada hipotik
adalah benda tak bergerak.
2) Gadai harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas benda yang dijadikan gadai,
sedangkan pada hipotik syarat yang demikian tidak ada.
3) Perjanjian gadai dapat dibuat secara bebas dan tidak terikat pada bentuk tertentu,
sedangkan pada perjanjian hipotik harus dibuat dengan akte otentik.
4) Pada gadai, lazimnya benda jaminan hanya digadaikan satu kali, sedangkan pada
hipotik, benda yang dipakai sebagai jaminan dapat dihipotikkan lebih dari satu kali.
Dari penguraian tentang hipotik ini, jika dikaitkan dengan pembebanannya atas
tanah dan benda-benda yang ada di atas tanah, sejak berlakunya Undang-undang Hak
Tanggungan No. 4 Tahun 1996, dinyatakan tidak berlaku lagi ketentuan yang mengatur
tentang hipotik tersebut yang terdapat dalam KUHPdt, kecuali seperti pesawat terbang
dan kapal laut, dapat dipedomani ketentuan KUHPdt tersebut.
9. Hak Istimewa (Privilege)
a. Pengaturan privilege
Pada dasarnya banyak yang tidak setuju apabila privilege di-atur dalam Buku II
KUHPdt. Menurut mereka, privilege bu-kan merupakan hak kebendaan dan hanya
merupakan hak untuk lebih mendahulukan dalam pelunasan/pembayaran piutangnya.
Lebih lanjut menurut mereka, privilege sebaiknya bisa diatur di luar KUHPer atau
diatur dalam hukum acara perdata (dalam hal pelelangan dan kepailitan). Menurut Prof.
Subekti, meskipun privilege mempunyai sifat-sifat yang menyerupai pand dan
hypotheek, tetapi kita belum dapat menamakannya suatu hak kebendaan, karena
privilege itu barulah timbul apabila suatu kekayaan yang telah disita ternyata tidak
cukup untuk melunasi semua utang dan karena privilege itu tidak memberikan sesuatu
kekuasaan terhadap suatu benda. Sedangkan menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen
Sofwan, karena privilege ini sekalipun bukan merupakan hak kebendaan dalam satu
dua hal mempunyai sifat kebendaan juga, dalam satu dua hal menunjukkan sifat droit
de suite. Privilege ini sedikit banyak memberikan jaminan juga, oleh karena itu, maka
menurut sistem hukum KUHPdt, privilege ini diatur bersama dengan pengaturan pand
dan hipotik. Lebih lanjut menurut beliau, privilege bukan jaminan yang bersifat
kebendaan dan bukan jaminan yang bersifat perorangan, tetapi memberi jaminan juga.
Privilege adalah hak terhadap benda, yaitu terhadap benda debitur. Jika perlu benda itu
dapat dilelang untuk melunasi piutangnya. Sedangkan hak kebendaan itu adalah hak
atas sesuatu benda. Jadi, adanya privilege itu diberikan oleh undang-undang, bukan
diperjanjikan seperti gadai dan hipotik. Sedangkan menurut Pasal 1134 ayat (2)
KUHPdt, gadai dan hipotik mempunyai kedudukan yang lebih tinggi darfpada hak
istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh undangundang ditentukan sebaliknya.

b. Pengertian hak istimewa


1) Menurut KUHPdt Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan
kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang
lainnya, semata-mata berdasarkan sifatnya piutang (Pasal 1134 ayat 1 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 1134 ayat (1) KUHPdt, yang dimaksudkan dengan
privilege ialah suatu kedudukan istimewa dari seorang penagih yang diberikan oleh
undang-undang melulu berdasarkan sifat piutang.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H., Dengan mengacu pada
Pasal 1134 ayat (1) KUHPdt, privilege adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-
undang kepada kreditur yang satu di atas kreditur lainnya semata-mata berdasarkan sifat
dari piutangnya.

c. Macam-macam privilege
Menurut undang-undang, privilege ini ada 2 (dua) macam, yaitu:
1) Privilege khusus Adalah piutang-piutang yang diistimewakan terhadap benda- benda
tertentu (Pasal 1139 KUHPdt).

2) Privilege umum Adalah piutang-piutang yang diistimewakan terhadap semua harta


benda (Pasal 1149 KUHPdt). Menurut ketentuan Pasal 1138 KUHPdt, privilege yang
khusus ini didahulukan dariipada privilege yang umum.

10. Hak Reklame


Hak reklame ini diatur dalam Pasal 1145-1146a KUHPdt dan . dalam KUHD (Pasal
230 dan seterusnya). Yang dimaksud dengan . hak reklame adalah hak yang diberikan
kepada si penjual untuk meminta kembali barangnya yang telah diterima oleh si
pembeli ' setelah pembeli membayar tunai. Jadi, jikalau penjualan telah dilakukan
dengan tunai, maka si penjual mempunyai kekuasaan menuntut kembali barang-
barangnya, selama barang-barang ini masih berada di tangan si pembeli, asal saja
penuntutan kembali ini dilakukan dalam jangka waktu 30 hari setelah penyerahan

barang kepada si pembeli (Pasal 1145 ayat 1 KUHPdt).


Menurut undang-undang, hak si penjual ini gugur/tidak dapat dilaksanakan apabila:
1) Barang-barang yang telah diterima pembeli, ternyata telah disewakan (Pasal 1146).
2) Barang-barang tersebut oleh pembeli telah dibeli pihak ketiga dengan itikad baik dan
telah diserahkan kepada pihak ketiga tersebut (Pasal 1146a KUHPdt).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa hak reklame ini mempunyai unsur
yang dimiliki dalam hak kebendaan, yaitu ;memberikan kekuasaan langsung pada
bendanya dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga. Oleh karena hak
reklame ini ada miripnya dengan hak kebendaan, maka ia diatur dalam Buku II
KUHPdt.

11. Hak Retentie


Hak retentie ini juga diatur dalam Buku II KUHPdt, karena mengandung
persamaan dengan gadai. Hak retentie ini juga memberikan jaminan dan juga bersifat
accessoir. Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang dimaksud dengan hak
retentie adalah hak untuk menahan sesuatu benda, sampai suatu piutang yang bertalian
dengan benda itu dilunasi. Sedangkan menurut H.F.A. Vollmar, hak menahan (hak
retentie) adalah hak untuk tetap memegang benda milik orang lain sampai piutang si
pemegang mengenai benda tersebuttelah lunas. Hak retentie ini mempunyai sifat yang
tak dapat dibagi-bagi. Artinya, pembayaran atas sebagian utang saja, tidak berarti ha-
pusnya hak retentie (harus mengembalikan sebagian dari barang yang ditahan). Hak
retentie hapus apabila seluruh utang telah dibayar lunas.
BAB V

A. Hak Kebendaan Menurut Undang-Undang Pokok Agraria

Menurut Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, hak-hak


atas tanah adalah sebagai berikut:
a. Hak milik
Adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
tanah, dengan mengingat semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (Pasal 20 ayat
1 UUPA).

b. Hak guna usaha


Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara,
dalam jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau
peternakan (Pasal 28 ayat 1 UUPA).

c. Hak guna bangunan


Adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah
yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun (Pasal 35

ayat 1 UUPA).

d. Hak pakai
Adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang
dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah nya, yang
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal
tidak bertentangan dengan jiwa dan undangundang ini (Pasal 41 ayat 1 UUPA).

e. Hak sewa untuk bangunan


Adalah hak seseorang atau suatu badan hukum mempergunakan tanah milik
orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah
uang sebagai sewa (Pasal 44 ayat 1 UUPA).
f. Hak membuka hutan dan memungut hasil hutan
Adalah hak membuka tanah dan memungut hasil hutan yang hanya dapat
dipunyai oleh warganegara Indonesia. Dengan mempergunakan hak memungut hasil
hutan secara sah, tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu (Pasal 46
UUPA).

g. Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan


Adalah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air
itu di atas tanah orang lain (Pasal 47 ayat 1 UUPA).

h. Hak guna ruang angkasa


Adalah hak untuk mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang
angkasa, guna memelihara, memperkembangkan kesuburan bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dan hal lainnya yang bersangkutan dengan itu (Pasal
48 (1).

i. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial


Adalah hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang
dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi.
Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk
bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial (Pasal 49 ayat 1 UUPA).

B. Hak Tanggungan Menurut Undang-Undang Hak Tanggungan

A. Pengertian hak tanggungan


Mengenai hak tanggungan ini diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996
tentang "hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah"
dan disingkat dengan Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT). Maksud hak
tanggungan adalah hak jaminan atas tanah yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut
atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain (Pasal 1 angka 1 UUHT).
Kehadiran Undang-Undang Hak Tanggungan ini adalah bertujuan untuk:
a. Menuntaskan unifikasi tanah nasional, dengan menyatakan tidak berlaku
lagi ketentuan Hipotik dan Credietverband (Pasal 29 UUHT).
b. Menyatakan berlakunya UUHT dan Hak Tanggungan dinyatakan sebagai
satu-satunya hak jaminan atas tanah. Oleh karena itu, tidak berlaku lagi Fidusia

sebagai hak jaminan atas tanah.

B. Sifat-sifat hak tanggungan


Pada dasarnya, hak tanggungan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1) Kreditur pemegang hak tanggungan diutamakan (droit de preference)


daripada kreditur-kreditur lainnya dalam rangka pelunasan atas piutangnya (Pasal 1
angka 1 UUHT).
2) Tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan oleh kreditur dan debitur
dilaksanakan roya partial (Pasal 2 UUHT).
3) Obyek hak tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan (Pasal
5 UUHT).
4) Hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya ditangan siapa pun obyek
tersebut berada (Pasal 7 UUHT).
5) Hak tanggungan hanya dapat diberikan oleh yang berwenang atau yang
berhak atas obyek hak tanggungan yang bersangkutan (Pasal 8 ayat 2 UUHT).
6) Hak tanggungan dapat beralih kepada kreditur lain apabila perjanjian
kreditnya dipindahkan kepada kreditur yang bersangkutan karena cessie atau subrograsi
(Pasal 16 UUHT).
7) Pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang
diperolehnya menurut UUHT, apabila pemberi hak Tanggungan dinyatakan pailit
(Pasal 24 UUHT).

C. Obyek hak tanggungan


Menurut Pasal 4 UUHT, obyek dari hak tanggungan adalah sebagai berikut:
1) Hak Milik (Pasal 25 UUPA), Hak Guna Usaha (Pasal 33 UUPA), dan Hak Guna
Bangunan (Pasal 39 UUPA).
2) Hak Pakai atas tanah Negara, yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Bersertifikat
b) Dapat diperjual-belikan
3) Bangunan Rumah Susun dan Hak Milik Atas Satuan Riimah Susun, yang berdiri di
atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang diberikan oleh Negara
(UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun).
Pemberi dan pemegang hak tanggungan Pemberi hak tanggungan adalah orang
atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan (Pasal 8 ayat 1 UUHT).
Sedangkan pemegang hak tanggungan adalah orang atau badan hukum yang
berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang (kreditur). Sebagai pemegang hak
tanggungan, dapat berstatus Warganegara Indonesia, Badan Hukum Indonesia,
Wargane-gara Asing atau Badan Hukum Asing, baik yang berkedudukan di Indonesia
maupun di luar negeri, sepanjang kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk

kepentingan pembangunan di wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 9 UUHT).

D. Lahirnya hak tanggungan


Hak tanggungan lahir sejak tanggal hari ketujuh (hari kerja ketujuh), setelah
penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran hak
tanggungan dinyatakan lengkap oleh Kepala Seksi Pendaftaran Tanah di Kantor
Pertanahan yang bersangkutan.

E. Hapusnya hak tanggungan


Menurut Pasal 18 UUHT, hak tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:
1) Hapusnya piutang yang dijamin dengan hak tanggungan.
2) Dilepaskannya hak tanggungan oleh kreditur pemegang hak tanggungan.
3) Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan
Negeri atas permohonan pembeli obyek hak tanggungan. 4) Hapusnya hak atas
tanah yang dibebani hak tanggungan.
BAB VI

KESIMPULAN
Pengertian benda dalam hukum berbeda dengan pengertian umum secara
fisika, karena dalam pengertian hukum, benda adalah sesuatu yang dapat diberikan
hak diatasnya. Terdapat beberapa batasan tentang benda dipandang dari
sifat/karakternya, seperti benda berwujud /tidak berwujud, benda habis / tidak habis
dibagi, benda bergerak/tidak bergerak, benda habis/tidak habis terpakai, benda yang
sudah/akan ada dan lain sebagainya.
Hak Kebendaan bersifat mutlak, berlangsung lama, bersifat tertutup,yang lebih
tua kedudukannya lebih tinggi / didahulukan, mengikuti benda dimana hak itu melekat.
Hak atas Kebendaan dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu hak kebendaaan yang member
kenikmatan (misalnya Bezit ; Hak Milik /eigendom; Hak Memungut Hasil; Hak Pakai)
dan hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (misalnya Gadai, Hipotik,).
Dasar hukum benda selain diatur di Buku II BWI, hukum benda juga diatur
dalam:
a) Undang Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dimana diatur hak hak
kebendaan yang berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung
didalamnya.
b) Undang Undang Merek No.21 Tahun 1961, yang mengatur tentang hak atas
penggunaan merek perusahaan dan merek perniagaan.
c) Undang Undang Hak Cipta No.6 Tahun 1982, yang mengatur tentang hak
cipta sebagai benda tak berwujud, yang dapat dijadikan obyek hak milik.
d) Undang Undang tentang Hak Tanggungan tahun 1996, yang mengatur
tentang hakatas tanah dan bangunan diatasnya sebagai pengganti hipotik dan crediet
verband .
Arti penting pembedaan benda sebagai bergerak dan tidak bergerak terletak
pada : penguasaannya (bezit), dimana terhadap benda bergerak maka orang yang
menguasai benda tersebut dianggap sebagai pemiliknya (Ps.1977 BWI); azas ini tidak
berlaku bagi benda tidak bergerak. Penyerahannya (levering), yaitu terhadap benda
bergerak harus dilakukan secara nyata, sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan
dengan balik nama; Kadaluwarsa (verjaaring), yaitu pada benda bergerak tidak dikenal
daluwarsa, sedangkan pada benda tidak bergerak terdapat kadaluwarsa :

*dalam hal ada alas hak, daluwarsanya 20 tahun;


*dalam hal tidak ada alas hak, daluwarsanya 30 tahun
Pembebanannya (bezwaring), dimana untuk benda bergerak dengan gadai, sedangkan
untuk benda tidak bergerak dengan hipotik. Dalam hal pensitaan (beslag), dimana
revindicatoir beslah (penyitaan untuk menuntut kembali barangnya), hanya dapat
dilakukan terhadap barang barang bergerak. Penyitaan untuk melaksanakan putusan
pengadilan (executoir beslah) harus dilakukan terlebih dahulu terhadapbarang barang
bergerak, dan apabila masih belum mencukupi untuk pelunasan hutang tergugat, baru
dilakukan executoir terhadap barang tidak bergerak.

Anda mungkin juga menyukai