Dosen pengampu :
Dr. Upik Mutiara, SH, MH.
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmatNya kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Benda. Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang
kami hadapi disini. kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari orang-orang sekitar, sehingga
kendala-kendala tersebut dapat teratasi. Makalah ini disajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber informasi dan referensi. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Kami
sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,
kepada dosen yang mengasuh mata kuliah ini diharapkan dapat
memakluminya.Terimakasih.
Hormat Kami
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... 2
DAFTAR ISI..............................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN
A. LatarBelakang… ........................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah… .................................................................................. 6
BAB II. HUKUM BENDA
A. Pengertian Hukum Benda
B. Pembagian Benda Menurut Hukum ............................................................ 6
BAB III. HAK KEBENDAAN
A. Pengertian Hak Kebendaan… ..................................................................... 9
B. Ciri-ciri Hak Kebendaan ............................................................................. 9
C. Perbedaan Hak Kebendaan
BAB IV. MACAM-MACAM HAK KEBENDAAN
1. Hak Bezit ..................................................................................................... 12
2. Hak Eigendom… ......................................................................................... 14
3. Hak
Servituut ............................................................................................... 19
4. Hak Opstal… ............................................................................................... 20
5. Hak Erfpacht… ........................................................................................... 21
6. Hak Pakai Hasil ...........................................................................................22
7. Hak Gadai… ................................................................................................ 23
8. Hak Hipotik…..............................................................................................26
9. Hak
Istimewa ............................................................................................... 28
10. Hak Reklame..............................................................................................29
11. Hak Retentie… .........................................................................................30
BAB V.
A. Hak Kebendaan Menurut UU Pokok Agraria ............................................ 31
B. Hak Tanggungan Menurut UU Hak Tanggungan ...................................... 32
BAB VI. KESIMPULAN .......................................................................................... 35
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latarbelakang
Hukum perdata Indonesia Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi
perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat
dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya
ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara
subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai
lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara),
kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk
atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan,
perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan
yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum
tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-
Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara- negara
persemakmuran atau negaranegara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika
Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam
dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum
perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku
di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek
(atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di
Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi.
Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW
diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata
yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum
perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum
keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh
subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang,
kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak
keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan.
Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan
benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan
benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan
kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud
lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda
tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan
hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak
tanggungan.
Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang
disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang
berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum
di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan
yang timbul dari (ditetapkan) undangundang dan perikatan yang timbul dari adanya
perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
A. Hak Bezit
a. Pengertian Bezit
1) Menurut KUHPdt Bezit diterjemahkan dengan kedudukan berkuasa, yaitu
kedudukan seseorang yang menguasai suatu kebendaan baik dengan diri sendiri
maupun dengan perantaraan orang lain dan yang mempertahankan atau menikmatinya
selaku orang yang memiliki kebendaan itu (pasal 529 KUHPdt)
2) Menurut Prof Subekti, SH Bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang
menguasai suatu benda seolah – olah kepunyaannya sendiri yang oleh hukum
diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada
pada siapa.
3) Menurut Prof Dr. Sri Soedewi Macjchoen Sofwan, SH
Dengan mengacu pada Pasal 529 KUHPdt, maka bezit ialah keadaan memegang atau
menikmati sesuatu benda di mana seseorang menguasainya, baik secara sendiri ataupun
perantaraan orang lain, seolah – olah itu adalah kepunyaan sendiri. Dari defenisi ditas
dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan bezit adalah hak
seseorang yang menguasai suatu benda, baik langsung maupun dengan perantaraan
orang lain untuk bertindak seolah – olah benda itu kepunyaan sendiri.
b. Bezit jujur dan bezit tidak jujur
Pada dasarnya, suatu bezit itu dapat berada di tangan pemilik benda itu atau
dapat pula berada ditangan orang lain. Jika orang itu mengira bahwa benda yang
dikuasainya adalah miliknya sendiri (misalnya ia memperoleh karena ia membeli secara
sah, karena pewarisan dan sebagainya), maka bezitter yang demikian itu disebut dengan
"bezit te goeder trouw" atau bezit yang jujur (Pasal 531 KUHPdt). Sebaliknya, apabila
ia mengetahui bahwa benda yang ada padanya itu bukan miliknya (misalnya ia
mengetahui bahwa benda itu berasal dari pencurian) maka bezitter yang demikian
disebut dengan -bezit Trader trouv" atau bezit yang tidak jujur (Pasal 532 KUHPdt).
Baik bezitter yang jujur maupun bezitter yang tidak jujur kedua-duanya
mendapat perlindungan hukum. Dalam hukum berlaku satu asas, bahwa “kejujuran” itu
dianggap selalu ada pada setiap orang, sedangkan “ ketidakjujuran“ itu harus
dibuktikan. Dengan demikian, menurut ketentuan Pasal 533 mengemukakan bahwa
sesuatu bezit itu adalah tidak jujur, maka iawajib membuktikannya.
B. Syarat – syarat adanya bezit
Untuk adanya suatu bezit, haruslah dipenuhi syarat – syarat , yaitu :
1. Adanya Corpus, yaitu harus ada hubungan antara orang yang bersangkutan dengan
bendanya
2. Adanya Animus, yaitu hubungan antara orang dengan benda itu harus dikehendaki
oleh orang tersebut.
Dengan demikian, untuk adanya bezit harus ada dua unsur yaitu kekuasaan atas
suatu benda dan kemauan untuk memilikinya benda tersebut. Dalam hal ini, bezit harus
dibedakan dengan “detentie”, dimana seseorang menguasai suatu benda berdasarkan
hubungan hukum tertentu dengan orang lain (pemilik dari benda itu). Jadi, Seorang
detentor tidak mempunyai kemauan untuk memiliki benda itu bagi dirinya sendiri.
C. Fungsi bezit
Pada dasarnya, bezit mempunyai dua fungsi, yaitu :
1) Fungsi polisionil
Bezit itu mendapat perlindungan hukum tanpa mempersoalkan hak milik atas
benda tersebut sebenarnya ada pada siapa. Jadi siapa yang membezit sesuatu benda,
maka ia mendapat perlindungan dari hukum sampai terbukti bahwa ia sebenarnya tidak
berhak. Dengan demikian , bagi yang merasa haknya dilanggar, maka ia harus meminta
penyelesaiannya melalui polisi atau pengadilan. Inilah yang dimaksud dengan fungi
polisionil yang ada pada setiap bezit.
2) Fungsi zakkenrectelijk
Bezitter yang telah membezit suatu benda dan telah berjalan untuk beberapa
waktu tertentu tanpa adanya proses dari pemilik sebelumnya, maka bezit itu berubah
menjadi hak milik melalui lembaga verjaring (lewat waktu / daluwarsa). Inilah yang
dimaksud dengan fungsi zakenrectelijk dan fungsi ini tidak ada pada setiap bezit.
D. Cara memperoleh bezit
Menurut ketentuan Pasal 538 KUHPdt, bezit (kedudukan berkuasa) atas sesuatu
kebendaan diperoleh dengan cara melakukan perbuatan menarik kebendaan itu dalam
kekuasaannya, dengan maksud mempertahankannya untuk diri sendiri. Menurut
ketentuan Pasal 540 KUHPdt, cara-cara memperoleh bezit dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu :
1) dengan jalan occupation
Memperoleh bezit jalan dengan occupatio ( pengambilan benda ) artinya ia
memperoleh bezit tanpa bantuan dari orang yang membezit lebih dahulu. Jadi bezit
diperoleh karena perbuatannya sendiri yang mengambil barang secara langsung.
2) dengan jalan tradition
Memperoleh bezit dengan jalan tradition (pengoperan) artinya ialah
memperoleh bezit dengan bantuan dari orang yang membezit lebih dahulu. Jadi bezit
diperoleh karena penyerahan dari orang lain yang sudah menguasainya terlebih dahulu.
Di samping dua cara di atas, bezit juga dapat diperoleh karena adanya warisan.
Menurut Pasal 541 KUHPdt, bahwa segala sesuatu bezit yang merupakan bezit dari
seorang yang telah meninggal dunia beralih kepada ahli warisnya dengan segala sifat
dan cacad-cacadnya. Menurut Pasal 593 KUHPdt, orang yang sakit ingatan tidak dapat
memperoleh bezit, tetapi anak yang belum dewasa dan perempuan yang telah menikah
dapat memperoleh bezit.
E. Hapusnya Bezit
Pada dasarnya, orang bisa kehilangan bezit apabila
1) kekuasaan atas benda itu berpindah pada orang lain, baik secara diserahkan maupun
karena diambil oleh orang lain
2) benda yang dikuasainya nyata telah ditinggalkan.
Menurut sistem KUHP suatu pemindahan hak terdiri atas dua macam, yaitu:
1) Perjanjian obligatoir ialah perjanjian yang bertujuan memindahkan hak, misalnya:
perjanjian jual-beli, dan sebagainya.
2) Perjanjian zakelijk ialah perjanjian yang menyebabkan pindahnya hak-hak
kebendaan, misalnya: hak milik, bezit, dan sebagainya.
Selanjutnya mengenai sah atau tidaknya suatu penyerahan itu dapat dilihat dari dua
pendapat di bawah ini:
1) Menurut Causaal Stelsel, Sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik itu
digantungkan pada sah atau tidaknya perjanjian obligatoir, misalnya: perjanjian jual-
beli atau perjanjian schenking, dan sebagainya. Jadi dengan kata lain, untuk sahnya
penyerahan itu, diperlukan titel yang nyata.
2) Menurut Abstract Stelsel Untuk sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik itu
tidak digantungkan pada sah atau tidaknya perjanjian obligatoir. Jadi dengan kata lain,
untuk sahnya penyerahan itu, tidak perlu adanya titel yang nyata dan cukup asal ada
titel anggapan saja.
3. Hak Opstal
a. Pengertian hak opstal
Prof. Subekti mengutarakan pendapatnya tentang pengertian hak opstal dengan
mengacu pada Pasal 711 KUHPdt, yaitu adalah suatu hak untuk memiliki bangunan-
bangunan atau tanaman-tanaman di atas tanahnya orang lain. Sebaliknya menurut Pasal
711 KUHPdt, hak opstal disebut juga dengan hak numpang-karang, yaitu adalah suatu
hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan dan penanaman
di atas pekarangan orang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang
dimaksud dengan hak opstal adalah hak untuk memiliki bangunan- bangunan atau
tanaman di atas tanah orang lain. Hak opstal ini dapat dipindahkan pada orang lain atau
dapat dipakai sebagai hipotik dan atau hak tanggungan, di mana hak ini diperoleh
karena perbuatan perdata (Pasal 713 KUHPdt).
4. Hak Erfpacht
a. Pengertian hak erfpacht
Menurut Pasal 720 ayat (1) KUHPdt itu sendiri adalah suatu hak kebendaan untuk
menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain,
dengan kewajiban akan membayar upeti tahunan kepada si pemilik sebagai
pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa uang, baik berupa hasil atau pendapatan.
Prof. Subekti mengutarakan pendapat-nya tentang pengertian hak erfpacht dengan
mengacu pada Pasal 720 KUHPer, yaitu suatu hak kebendaan untuk menarik
penghasilan seluas-luasnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah milik orang lain
dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun, yang
dinamakan "pachf atau "canon". Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang
dimaksud dengan hak erfpacht (hak guna usaha) adalah hak kebendaan untuk menikmati
sepenuhnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah milik orang lain, dengan
kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun. Hak erfpacht ini
dapat juga dijual atau dipakai sebagai jaminan hutang (hipotik).
b. Berakhirnya hak erfpacht
Hak erfpacht ini berpindah pada para ahli warisnya apabila orang yang mempunyai hak
meninggal. Sama seperti berakhirnya hak opstal, maka menurut Pasal 736 KUHPdt,
hak erfpacht ini dapat hapus karena :
1) Hak opstal jatuh ke dalam satu tangan.
2) Musnahnya pekarangan.
3) Selama 30 tahun tidak dipergunakan.
4) Waktu yang diperjanjikan telah lampau.
5) Diakhiri oleh pemilik tanah.
7. Hak Gadai
a. Pengertian hak gadai
1) Menurut KUHPdt Gadai adalah suatu hak kebendaan yang diperoleh seorang
berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang
berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada
si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan
daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang
barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah
barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan (Pasal 1150 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,Dengan mengacu pada Pasal 1150 KUHPdt, pandrecht
adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan orang lain, yang
semata-mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebut, dengan
tujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari pendapatan penjualan benda itu,
lebih dahulu dari penagih-penagih lainnya.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H., Gadai ialah suatu hak yang
diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur
atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang, dan yang memberikan
kewenangan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih
dahulu dari kreditur-kreditur lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya
mana harus didahulukan
mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan barang itu. Penjualan barang
itu dapat dilakukan sendiri atau dapat juga meminta perantaraan hakim (Pasal 1156 ayat
1 KUHPdt).
3) Si pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti biaya-biaya yang telah ia
keluarkan untuk menyelamatkan barang yang digadaikan itu (Pasal 1157 ayat 2).
4) Si pemegang gadai berhak untuk menahan barang yang digadaikan sampai pada
waktu utang dilunasi, baik yang mengenai jumlah pokok maupun bunga (Pasal 1159
ayat 1 KUHPer).
8. Hak Hipotik
a. Pengertian hipotik
1) Menurut KUHPdt, Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak
bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan
(Pasal 1162).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H., Dengan mengacu dari Pasal 1162 KUHPdt, hipotik
adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda tak bergerak, bertujuan untuk mengambil
pelunasan suatu utang dari (pendapatan penjualan) benda itu.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H., Dengan mengacu pada
Pasal 1162 KUHPdt, hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda tak bergerak,
untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perutangan
{verbintenis).
d. Syarat-syarat hipotik
Cara untuk mengadakan hipotik harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
1) Harus dengan akta notaris, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas ditunjuk
undang-undang (Pasal 1171 KUHPdt).
2) Harus didaftarkan ke Kantor Balik Nama (Pasal 1179 KUHPdt).
e. Asas-asas hipotik
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ada dua asas dalam hipotik, yaitu:
1) Asas publiciteit Yaitu asas yang mengharuskan bahwa hipotik itu harus didaftarkan
pada pegawai pembalikan nama, yaitu pada kantor kadaster. Yang didaftarkan ialah
akte dari hipotik itu.
2) Asas specialiteit Yaitu asas yang menghendaki, bahwa hipotik hanya dapat diadakan
atas benda-benda yang ditunjukkan secara khusus untuk dipakai sebagai tanggungan.
f. Hapusnya hipotik
Menurut Pasal 1209 KUHPdt, hak hipotik dapat hapus karena:
1) Hapusnya perikatan pokoknya.
2) Si berpiutang melepaskan hipotiknya.
3) Penetapan tingkat oleh hakim.
c. Macam-macam privilege
Menurut undang-undang, privilege ini ada 2 (dua) macam, yaitu:
1) Privilege khusus Adalah piutang-piutang yang diistimewakan terhadap benda- benda
tertentu (Pasal 1139 KUHPdt).
ayat 1 UUPA).
d. Hak pakai
Adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang
dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah nya, yang
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal
tidak bertentangan dengan jiwa dan undangundang ini (Pasal 41 ayat 1 UUPA).
KESIMPULAN
Pengertian benda dalam hukum berbeda dengan pengertian umum secara
fisika, karena dalam pengertian hukum, benda adalah sesuatu yang dapat diberikan
hak diatasnya. Terdapat beberapa batasan tentang benda dipandang dari
sifat/karakternya, seperti benda berwujud /tidak berwujud, benda habis / tidak habis
dibagi, benda bergerak/tidak bergerak, benda habis/tidak habis terpakai, benda yang
sudah/akan ada dan lain sebagainya.
Hak Kebendaan bersifat mutlak, berlangsung lama, bersifat tertutup,yang lebih
tua kedudukannya lebih tinggi / didahulukan, mengikuti benda dimana hak itu melekat.
Hak atas Kebendaan dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu hak kebendaaan yang member
kenikmatan (misalnya Bezit ; Hak Milik /eigendom; Hak Memungut Hasil; Hak Pakai)
dan hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (misalnya Gadai, Hipotik,).
Dasar hukum benda selain diatur di Buku II BWI, hukum benda juga diatur
dalam:
a) Undang Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dimana diatur hak hak
kebendaan yang berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung
didalamnya.
b) Undang Undang Merek No.21 Tahun 1961, yang mengatur tentang hak atas
penggunaan merek perusahaan dan merek perniagaan.
c) Undang Undang Hak Cipta No.6 Tahun 1982, yang mengatur tentang hak
cipta sebagai benda tak berwujud, yang dapat dijadikan obyek hak milik.
d) Undang Undang tentang Hak Tanggungan tahun 1996, yang mengatur
tentang hakatas tanah dan bangunan diatasnya sebagai pengganti hipotik dan crediet
verband .
Arti penting pembedaan benda sebagai bergerak dan tidak bergerak terletak
pada : penguasaannya (bezit), dimana terhadap benda bergerak maka orang yang
menguasai benda tersebut dianggap sebagai pemiliknya (Ps.1977 BWI); azas ini tidak
berlaku bagi benda tidak bergerak. Penyerahannya (levering), yaitu terhadap benda
bergerak harus dilakukan secara nyata, sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan
dengan balik nama; Kadaluwarsa (verjaaring), yaitu pada benda bergerak tidak dikenal
daluwarsa, sedangkan pada benda tidak bergerak terdapat kadaluwarsa :