Anda di halaman 1dari 11

AKIBAT HUKUM KERUGIAN KEUANGAN NEGARA

DALAM TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Oleh: Ismanullah, Nursela, Syarifah Siti Nur Khatijah

ABSTRAK
Korupsi merupakan masalah serius, dimana tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan
keselamatan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial, ekonomi dan politik, serta dapat
membahayakan nilai demokrasi dan moralitas karena tindakan ini menjadi ancaman besar bagi
tujuan keadilan dan masyarakat sejahtera. Ganti rugi negara dapat dilakukan melalui dua cara
yaitu menggunakan instrumen pidana dan instrumen privat. Tahap penyidikan menjadi salah satu
tahapan terpenting dalam proses ganti rugi negara melalui instrumen pidana. Pada tahap ini, ganti
rugi negara dapat dilakukan oleh tersangka. Padahal masalah itu bisa muncul dari salah tafsir dari
penyidik yang menganggap ganti rugi negara oleh tersangka dalam tahap penyidikan bisa
berkurang bahkan menghentikan penyidikan oleh penyidik. Secara yuridis, ganti rugi negara yang
terjadi dalam tahap penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan hanya dapat
mempengaruhi penetapan pidana ringan bagi tersangka atau terdakwa, tetapi tidak
menghilangkan sifat melawan hukum itu sendiri. Penelitian ini menggunakan metode yuridis
normatif dan bertujuan untuk mempelajari akibat hukum kerugian keuangan negara dalam tahap
penyidikan tindak pidana korupsi.

Kata kunci: Ganti Rugi Negara, Penyidikan, Korupsi, Metode Penelitian

A. PENDAHULUAN. Korupsi menurut pasal 2 ayat (1) undang-


undang tersebut adalah:
Korupsi berasal dari bahasa Latin a. Setiap orang
“Corruptus” atau “Corruptio” yang b. Melawan hukum
kemudian dalam bahasa Inggris dan bahasa c. Memperkaya diri sendiri atau orang lain
Prancis “Corruption” dalam bahasa Belanda atau suatu korporasi
“Korruptie” dan selanjutnya dalam bahasa d. Dapat merugikan keuangan Negara atau
Indonesia dengan sebutan “Korupsi”. perekonomian Negara.
Pengertiannya adalah gejala dimana pejabat, Baharuddin Lopa mengutip
badan-badan negara menyalah gunakan pendapat dari David M. Chalmers,
wewenang dengan terjadinya penyuapan, menguraikan arti istilah korupsi dalam
pemalsuan serta ketidak beresan lainnya. 1 berbagai bidang, yakni yang menyangkut
Dalam undang-undang No. 31 Tahun 1999 masalah penyuapan, yang berhubungan
Tentang Tindak Pidana Korupsi memberi dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan
batasan bahwa yang dimaksud dengan yang menyangkut bidang kepentingan
korupsi adalah “setiap orang yang secara umum”.2 Alatas mengemukakan pengertian
melawan hukum melakukan perbuatan korupsi dengan menyebutkan “benang
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau merah yang menjelujuri dalam aktivitas
suatu korporasi yang dapat merugikan korupsi, yaitu suborbinasi kepentingan
keuangan Negara atau Perekonomian umum dibawah kepentingan-kepentingan
Negara”. Unsur-unsur Tindak Pidana pribadi yang mencakup pelanggaran norma-
norma, tugas, dan kesejahteraan umum serta
1
Sudarto, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia (Bandung:Alumni,2005),Hal.122.
dalam Hukum dan Hukum Pidana,
2
Evi Hartanti. Tindak Pidana Korupsi(Jakarta: Sinar
Grafika, 2007),Hal. 9
dibarengi dengan kerahasiaan, penghianatan, untuk mencari serta mengumpulkan barang
penipuan dan kemasabodohan yang luar bukti yang dengan bukti itu membuat terang
biasa akan akibat-akibat yang dirasakan tindak pidana yang terjadi dan guna
masyarakat,yang berarti bahwa menemukan tersangkanya6
penyalahgunaan amanat untuk kepentingan Tindak Pidana Korupsi dalam
pribadi.”3 penyidikannya, diatur dalam Bab IV Pasal
Istilah korupsi hadir dalam khasanah 25 sampai Pasal 40 Undang-Undang No. 31
hukum Indonesia adalah pada Peraturan Tahun 1999. Pejabat yang memiliki
Peguasa Perang Nomor Prt/Perpu/013/1958 kewenangan sebagai penyidik dalam Tindak
Tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi. Pidana Korupsi di samping Kepolisian
Kemudian dimasukkan juga dalam Undang- Republik Indonesia,Komisipemberantasan
Undang Nomor 24/Prp/1966 tentang Korupsi, dan pihak Kejaksaan.Pengalaman
Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan empiris selama ini menunjukkan
Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang ini penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
kemudian dicabut dan diganti dengan dalam peradilan tindak pidana korupsi
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 memerlukan dukungan dan wewenang yang
tentang Pemberantasan Tindak Pidana bersifat extraordinary (luar biasa),
Korupsi, yang kemudian sejak tanggal 16 profesional, dan dukungan biaya yang besar,
Agustus 1999 diganti dengan Undang- serta tersedianya waktu untuk penyelidikan
Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan dan penyidikan yang cukup.7
kemudian diubah dengan Undang-Undang Suatu tindak pidana korupsi tidak
Nomor 20 Tahun 2001(selanjutnya disebut akan lepas dari uang yang menyangkut
Undang-Undang Pemberantasan Tindak negara. Uang tersebut adalah uang milik
Pidana Korupsi)4 negara yang diambil oleh para koruptor yang
Terkait dengan korupsi yang digunakan secara pribadi ataupun bersama-
merupakan tindak pidana khusus, dalam sama, maka uang yang seharusnya milik
mengungkapnya tidak terlepas dari upaya negara yang hilang harus dikembalikan lagi
penyelidikan dan penyidikan, dimana kepada negara.Agar negara tidak mengalami
penyelidikan adalah serangkaian tindakan kerugian, maka negara harus melakukan
penyelidik untuk mencari dan menemukan pengambilan uang yang diambil oleh para
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak koruptor ke kas negara.Dalam melakukan
pidana guna menentukan dapat atau pengambilan kembali kerugian negara yang
tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara hilang, negara sudah mempunyai instansi
yang diatur dengan undang-undang5. yang bertugas melakukan hal tersebut yakni
Apabila sudah ditentukan bahwa peristiwa instansi Kejaksaan.Berdasarkan kewenangan
tersebut adalah tindak pidana, maka sasaran kejaksaan dalam melakukan penyidikan,
penyidikan adalah mengumpulkan bukti- pengembalian kerugian keuangan negara
bukti guna membuat terang tindak pidana sering dilakukan oleh para tersangka tindak
tersebut dan menemukan ter- sangkanya pidana korupsi pada tahap penyidikan, dan
Sedangkan penyidikan adalah serangkaian terdakwa tindak pidana korupsi sering
tindakan penyidik dalam hal dan menurut melakukan hal tersebut supaya putusan
cara yang diatur menurut undang-undang pengadilan dapat berubah atau dapat
meringankan dan atau paling diharapkan
3
Chairudin dkk, Strategi Pencegahan dan
6
Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Pasal 1 angka 5 UU No. 8 Tahun 1981 tentang
(Bandung:Refika Aditama, 2008),Hal. 8. Hukum Acara Pidana.
7
4
Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana M.Akil mochtar, Memberantas
Korupsi,(Bandung:PT. Sinar Bakti, 2002),Hal. 1. Korupsi,Efektivitas Sistem Pembalikan Beban
5
Pasal 1 angka 2, UU No. 8.Tahun 1981 tentang Pembuktian dalam Gratifikasi, Q-
Hukum Acara Pidana. Communication, Jakarta, 2006, hal.5
yaitu putusan bebas dari segala tuntutan masalahstruktur/sistem ekonomi,
hukum. maslah sistem/budaya politik, masalah
mekanismepembangunan dan lemahnya
birokrasi/prosedur administrasi
(termasuk sistem pengawasan)
B. PEMBAHASAN dibidang keuangan dan pelayanan
publik. Jadi, kuasa dan kondisi yang
1. Tahap Penyidikan Tindak Pidana bersifat krimonogen untuk timbulnya
Korupsi korupsi sangatlah luas
Pada ProsesPenyidikan yang paling (multidimensi),yaitu bisa di bidang
sulit dan menemui banyak kendala yaitu moral, sosial, ekonomi, poltik, budaya,
dalam mengumpulkan alat bukti, tidak birokrasi/administrasi dan sebagainya;
terkecuali dalam tindak pidana korupsi. Alat b. Mengingat sebab-sebab yang
bukti ini kadangkala telah disamarkan atau multidimensional itu, maka korupsi
dihilangkan oleh tersangka yang membuat pada hakikatnya tidak hanya
penyidik susah untuk melakukan penyidikan mengandung aspek ekonomis (yaitu
tersebut.Pengaturan mengenai alat bukti merugikan keuangan / perekonomian
sebagaimana diketahui bahwa alat bukti negara dan memperkaya diri
yang sah menurut KUHAP, yaitu keterangan sendiri/orang lain), tetapi juga
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, serta mengandung korupsi nilai-nilai moral,
Keterangan terdakwa. Alat bukti seperti korupsi jabatan/kekuasaan, korupsi
keterangan saksi dan keterangan terdakwa politik dan nilai-nilai demokasi dan
dapat digunakan oleh penyidik dalam sebagainya;
menentukan unsur melawan hukum dalam c. Mengingat aspek yang sangat luas itu,
tindak pidana korupsi. sering dinyatakan bahwa korupsi
Membicarakan tentang penyidikan termasuk atau tekait juga dengan
tindak pidana korupsi, tentunya tidak “economic crimes”, ‘organized
terlepasdari penganalisisan terhadap crimes”, “illicit drug traffiking”,
karekteristik 2 (dua) variable yang terkait, “money laundering”, “white collar
yaitukarekteristik atau dimensi dari “objek crime”, “political crime”, “top hat
atau sasaran yang dituju” (yaitu korupsi) dan crime” atau “crime of politician in
karekteristik dari “alat atau sarana yang office”, dan bahkan “transnational
digunakan” (yaitu perangkat hukum crime”;
pidana) .Karekteristik dan dimensi kejahatan
8
d. Karena terkait dengan masalah
korupsi dapat diidentifikasikan sebagai politik/jabatan/kekuasaan (termasuk
berikut:9 “top hat crime”), maka di dalamnya
a. Masalah korupsi terkait dengan mengandung 2 (dua) fenomena kembar
berbagai kompleksitas masalah, antara (twin phenomena) yang dapat
lain masalahmoral/sikap mental, menyulitkan penegakan hukum (seperti
masalah pola hidup serta budaya dan dikemukakan oleh .Dionysios
lingkungan sosial,masalah Spinellis).
kebutuhan/tuntutan ekonomi dan Undang-Undang memberikan
kesenjangan sosial-ekonomi, wewenang penghentian penyidikan kepada
penyidik, yakni penyidikberwenang
8
Barda Namawi Arief, Makalah pada Seminar “
Penanggulangan tindak pidana korupsi di Era
bertindak menghentikan penyidikan yang
peningkatan Supremasi Hukum “. telah dimulainya.Hal ini ditegaskan Pasal
9
Ibid 109 ayat 2 KUHAP yang memberi
wewenang kepadapenyidik untuk
menghentikan penyidikan yang sedang
berjalan. Pasal 109 ayat 2 KUHAP dianalogikan sama dengan kerugian
menyebutkan : keuangan negara.11
“ Dalam hal penyidik menghentikan Salah satu unsur dalam tindak
penyidikankarena tidak cukup bukti atau pidanakorupsi ialah adanya kerugian
peristiwa tersebut ternyata bukan keuangannegara. Terhadap kerugian
merupakan tindak pidana atau penyidikan keuangan negara ini pembuat Undang-
dihentikan demi hukum, maka Undang Korupsi baik yanglama yaitu
penyidikmemberitahukan hal itu kepada Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 maupun
penuntut umum, tersangka atau yang baru yaitu Undang-Undang No.31
keluarganya“. Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20
Dengan demikian dapat disimpulkan tahun 2001 menetapkan kebijakan bahwa
alasan-alasan penyidikmenghentikan kerugiankeuangan negara itu harus
penyidikan yaitu tidak terdapat cukup bukti, dikembalikan atau diganti oleh pelaku
peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan korupsi (Asset Recovery).
tindak pidana, Penyidikan dihentikan demi Berkaitan dengan pengaturan
hukum.Setiap penghentian penyidikan pengembalianaset atau kerugian keuangan
yangdilakukan pihak penyidik secara resmi negara tersebut diatas, pemerintah Indonesia
harus menerbitkan Surat Perintah telah menerbitkanatau membuat berbagai
Penghentian Penyidikan (selanjutnya disebut peraturan yang dapatdijadikan sebagai dasar
SP3).10 atau landasan dalamProses dan upaya
pemerintah untukmengembalikan kerugian
2. Pengembalian Kerugian Keuangan keuangan negara sebagai akibat dari tindak
Negara Pada Tahap Penyidikan pidana korupsi.12Upaya-upaya dimaksud
Preseden pemberantasan tindak diatur dalam :
pidana korupsi, Indonesia telah 1. UU No 31 tahun 1999 sebagaimana
mengeluarkan 3 (Tiga) peraturan perundang- diubahdengan UUU No. 20 tahun 2001
undangan mengenai tindak pidana korupsi tentangPemberantasan Tindak Pidana
yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Korupsi (UU Korupsi);
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana 2. UU No. 7 tahun 2006 tentang
Korupsi, Undang-Undang Nomor 31 Tahun PengesahanUnited Nations Convention
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Against Corruption (Konvensi Anti
Korupsi dan Undang-undang Nomor 20 Korupsi)
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- 3. UU 15 tahun 2002 sebagaimana
Undang No 31 Tahun 1999 tentang Tindak diubahdengan UU No. 25 tahun 2003
Pidana Korupsi. Dari ketiga peraturan tentangTindak Pidana Pencucian Uang
perundang-undangan tersebut, semua sudah (UU TPPU)
mengatur tentang kerugian keuangan negara 4. UU No. 1 tahun 2006 tentang
terhadap terdakwa tindak pidana korupsi, BantuanTimbal Balik Dalam Masalah
yang tercantum dalam Pasal 4 Undang- Pidana
Undang Tindak pidana Korupsi. Adapun Menurut Undang-Undang Tindak
dalam praktek di pengadilan Tindak Pidana Pidana Korupsi, pengembalian kerugian
Korupsi, penggunaan terminologi keuangannegara dapat dilakukan melalui
kerugian negara diinterpretasikan atau
11
Hernold Ferry Makawimbang, Kerugian
Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana
Korupsi,Suatu Pendekatan Hukum Progresif,
(Yogyakarta:Thefa Media, 2014), Hal. 19.
10
Lilik Mulyadi, Hukum acara Pidana 12
Nashriana, Aset recovery dalam tindak pidana
normatif,teoritis,praktik dan permasalahannya, korupsi:Upaya pengembalian kerugian Negara,
(Bandung: P.T. Alumni, 2007), Hal. 54. (Jakarta:SinarGrafika, 2009). Hal. 22.
duaPenanganan hukum yaitu penanganan dirugikan) pasti akan gagal menggugat harta
secara pidana dan perdata. Penanganan benda tergugat (terpidana). Penggugat harus
secara pidanadilakukan oleh penyidik bisa membuktikan secara hukum bahwa
dengan menyita hartabenda milik pelaku harta benda tergugat berasal dari tindak
yang sebelumnya telahdiputus pengadilan pidana korupsi; “dugaan atau patut diduga”
dengan putusan pidana tambahan berupa sama sekali tidak mempunyai kekuatan
uang pengganti kerugiankeuangan negara hukum dalam proses perdata.
oleh hakim.Dan selanjutnyaoleh penuntut Pengaturan pengembalian aset aset
umum dituntut agar dirampasoleh kerugian keuangan negara berdasarkan
hakim.Sementara penanganan secaraperdata Undang-Undang No. 7 Tahun 2006 Tentang
(melalui Pasal 32, 33, 34) UU No. 31tahun Pengesahan United Nations Convention
1999 dan Pasal 38 C UU No. 20 tahun2001, Against Corruption (Konvensi Anti
yang dilakukan oleh Jaksa PengacaraNegara Korupsi), telah melakukan suatu terobosan
(JPN) atau instansi yang dirugikan13 besar mengenai pengembalian aset kekayaan
Upaya pengembalian kerugian negara yang telah dikorupsi, meliputi :
keuangannegara yang menggunakan a. Sistem pencegahan dan deteksi hasil
penanganan secaraperdata, sepenuhnya tindak pidana korupsi (Pasal 52);
tunduk pada disiplin hukum perdata materiil b. Sistem pengembalian aset secara
maupun formil, meskipun berkaitan dengan langsung (Pasal 53);
tindak pidana korupsi. Berbeda dengan c. Sistem pengembalian asset secara tidak
proses pidana yang menggunakan sistem langsung dan kerjasama internasional
pembuktian materiil, maka proses perdata untuk tujuan penyitaan (Pasal 55).
menganut sistem pembuktian formil yang Ketentuan esensial yang teramat
dalam praktiknya bisa lebih sulit daripada penting dalam konteks ini adalah ditujukan
pembuktian materiil. Dalam tindak pidana khusus terhadap pengembalian asset-aset
korupsi khususnya disamping penuntut hasil korupsi dari negara ketempatan
umum, terdakwa juga mempunyai beban (custodial state) kepada negara asal (country
pembuktian, yaitu terdakwa wajib of origin) asset korupsi.
membuktikan bahwa harta benda miliknya Pengembalian asset hasil korupsi
diperoleh bukan karena korupsi. dapat dilakukan melalui jalur pidana (asset
Beban pembuktian pada terdakwa recovery) secara tidak langsung melalui
inidikenal dengan asas Pembalikan criminalrecovery dan jalur Perdata (asset
BebanPembuktian (Reversal Burden of recovery) secara langsung melalui civil
Proof). Asas ini mengandung bahwa kepada recovery.Pengembalian kerugian keuangan
tersangka atauterdakwa sudah dianggap negara juga dapat dilakukan berdasarkan
bersalah melakukan tindak pidana korupsi dua pelaksanaanyaitu pengembalian melalui
(Presumption of Guilt), kecuali jika ia peradilan dan pengembalian tanpa melalui
mampu membuktikan bahwa dirinya tidak peradilan.Yangdilakukan di luar pengadilan
melakukan tindak pidana korupsidan tidak itu merupakan sanksi atau hukuman,
menimbulkan kerugian keuangan negara14. melainkan hanya bersifatmengganti atas
Kemudian terkait dengan gugatan perdata kerugian negara dan melalui peradilan
terhadap kerugian keuangan negara, seperti merupakan sanksi atau hukumanberupa
yang telah penulis uraikan pasal 38 C denda yang dijatuhkan oleh penegak
Undang-Undang No.20 Tahun 2001, dengan hukum.Tanpa melalui peradilan lebih cepat
bekal “dugaan atau patut diduga” saja prosesnya karena tidak mengenal upaya
penggugat (Jaksa atau instansi yang hukum, banding, kasasi, peninjauan
kembali.Melalui peradilan dapat meng-
13
Ibid, Hal 23. gunakan instrument hukum sebagai upaya
14
Ibid, Hal. 24. untuk mengembalikan kerugian negara,
melalui peradilan prosesnya memakan Pemberantasan Korupsi) dalam kuliah
waktu cukup lama karena dapat dilakukan umum basic studi skill di
upaya-upaya hukum sebagai upaya UniversitasHasanudin, ia menyatakan bahwa
mengembalikan kerugian negara.15 korupsi di Indonesia semakin memperihatin-
Pengembalian kerugian keuangan negara kan, bukan saja meningkatkan kemiskinan
berdasarkan kewenangan kejaksaan sebagai rakyat, tetapi juga memicubertambahnya
salah satu penegak hukum dalam melakukan penggangguran, illegal loging yang sarat
penyidikan, sering dilakukan oleh para akan korupsi sehingga menyebabkan
tersangka tindak pidana korupsi pada tahap kerusakan hutan semakin meluas dan yang
penyidikan, dimana ekspetasi koruptor, agar tidak dapat dihindariadalah menumpuknya
putusan pengadilan dapat berubah atau dapat hutang luar negeri.17
meringankan dan atau paling diharapkan Besarnya kerugian keuangan negara
yaitu putusan bebas dari segala tuntutan yang diakibatkan oleh korupsi sangattidak
hukum. sebanding besar pengembalian keuangan
Secara jelas Pasal 4 Undang- negara akibat korupsi.Pengembalian
Undang Nomor 20 tahun 2001 Perubahan kerugian keuangan negara tersebut harus
atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dilakukan dengan caraapa pun yang dapat
tentang Tindak pidanakorupsi, Didalam dibenarkan menurut hukum agar dapat
penjelasan Pasal 4 mengatakan bahwa diupayakan seoptimal mungkin. Prinsipnya,
Pengembalian kerugian negara hanya faktor hak negara harus kembali ke negara demi
meringankan saja bukan menghapus tindak kesejahteraanrakyat. Kenyataan dalam
pidana pelaku. Pada saat terdakwa prakteknya, salah satunya adalah angka
memulangkan kerugian negara maka disitu pengembalian kerugian keuangan negara
sudah jelas ada unsur kesengajaan. pada tahun 2011 sangat jauh dari besar
Pengembalian kerugian keuangan negara kerugian yang dialami negara akibat
pada tahap penyidikan di kejaksaan dapat korupsi.
mengikuti prosedur yaitu dibuatkan berita Jumlah kerugian keuangan negara
acara oleh penyidik kejaksaan untuk yang diakibatkan dengan adanya
pengembalian kerugian keuangan negara, tindakpidana korupsi terus mengalami
dan kerugian negara dalam hal ini keuangan peningkatan, hal ini berdasarkan data
negara dikembalikan ke kas Daerah atau yangdihimpun oleh Tama S. Lakun
Negara. Pengembalian tersebut dapat (Peneliti Devisi InvestigationIndonesia
melalui Bank Rakyat Indonesia, BNI, Bank Corruption Watch) yakni di tahun 2010
Mandiri, Bank Indonesia, Dan bisa juga dari kerugian keuangan negara adalah sebesar
kantor pos.16 2,1 trilyun.Awal Januari sampai Desember
2013 meningkat menjadi 7,4 trilyun.
3. Akibat Hukum Pengembalian Bahkanpada 2011 sempat mencapai 10
Kerugian Keuangan Negara trilyun lebih, karena ada kasus century. Jadi
Begitu banyaknya kerugian sebetulnya jika dilihat dari prospektif
keuangan negara yang diakibatkan oleh
tindak pidana korupsi sehingga sangat 17
Abraham Samad, 2012, Pembangunan Karakter
menyengsarakan rakyat, seperti yang Mahasiswa Melawan Korupsi,
disampaikan oleh Abraham Samad (pada http://www.google.com/#sclient=psyab&q=pemb
angunan+karakter+mahasiswa+melawan+korupsi
waktu masih menjabat sebagai ketua Komisi &oq=pembangunan+karakter+mahasiswa+melaw
an+kor&gs_l=hp.1.0.33i21.6168.11544.1.13828.1
15
Erwin Amelia, Pengembalian Kerugian Negara
2.12.0.0.0.1.571.3418.0j2j6j3j0j1.12.0...0.0...1c.1.
Melalui Peradilan, di akses dari,
17.psyab.x0b0mP4XXuE&pbx=1&bav=on.2,or.r
Erwinamela.blogspot.com/2012/06/bab- 6.html?
_qf.&bvm=bv.47810305,d.bmk&fp=8fffc725ee4
m=1, pada tanggal 1 Desember 2021.
16 9c795&biw=1366&bih=638, diakses pada tanggal
Ibid
1 Desember 2021.
penanganan perkara baik di KPK, Kepolisian dan keuangan negara dengan mekanisme hukum
Kejaksaan mengalami peningkatan. Ketua KPK (pada perdata sebagaimana seperti yang telah
saat itu) Abraham Samad menyatakan bahwa selama penulis jelaskan diawal, belumpernah
tahun 2013 KPK telah menyelamatkan dilaksanakan atau dengan kata lain, belum
keuangannegara sebesar Rp 1,196 Trilyun. pernah ada perkara empiris, dimana pasal-
"Pengembalian PNBP dari penanganan tindakpidana pasal tersebut telah dijadikan dasar untuk
korupsi dan gratifikasi sebesar Rp 1,196 Trilyun”. litigasi perkara perdata.20
Samad menambahkan, total penyelamatan uang Melalui jalur Pidana, proses
negara selama 2013 lebih besar dari 2012 yang hanya pengembalian aset lazimnya dapat dilakukan
sebesar Rp 113,8 Milyar.18 melalui 4 tahapan, yaitu :
1. Pelacakan aset (Aset Tracing) dengan
tujuan untuk mengidenifikasi aset, bukti
Tahun Kerugian Pengembalian Kerugian kepemilikan aset, lokasi penyimpanan
Keuangan Keuangan Negara aset dalam kapasitas hubungan dengan
Negara tindak pidana yang dilakukan;
+ 10 triliun Rp.138.062.072.084
011 2. Pembekuan atau perampasan aset dimana
+ 9,7 triliun Rp. 121.655.680.319 menurut Bab I Pasal 2 huruf f KAK 2003
012 aspek ini ditentukan meliputi larangan
Apabila
+ 7,4 triluin dilihat dari besarnya
Rp. 122.047.032.257 sementara untuk menstransfer, konversi,
perbandingan
013 antara besarnya disposisi, atau memindahkan kekayaan
kerugiankeuangan negara dengan jumlah atau untuk sementara menanggung beban
pengembalian kerugian keuangan negara dan tanggung jawab untuk mengurus dan
akibatkorupsi yang disetorkan ke kas negara, memelihara serta mengawasi kekayaan
dapat digambarkan sebagai berikut :19 berdasarkan penetapan pengadilan atau
Jumlah pengembalian kerugian penetapan lain yang mempunyai otoritas
keuangan negara dari tabel yang berkompenten;
diatas,merupakan laporan tahunan KPK dari 3. Penyitaan aset dimana menurut Bab I
tahun 2011 hingga 2013.Berdasarkan Pasal 2 huruf g KAK 2003 diartikan
datatersebut, perbandingan antara besarnya sebagai pencabutan kekayaan uuntuk
dugaan kerugian keuangan negara selamanya berrdasarkan penetapan
akibatkorupsi dengan pengembalian pengadilan atau otoritas lain yang
keuangan negara yang telah di capai oleh berkompetensi;
KPKmasih menunjukkan ketimpangan yang 4. Pengembalian dan penyerahan aset
sangan besar. Hal ini menunjukkan bahwa kepada korban;
upaya pengembalian kerugian keuangan Pengembalian aset secara tidak langsung
negara akibat korupsi harus ditingkatkan. diatur dalam Ketentuan Pasal 54 dan 55
Meskipun nampaknya menjanjikan namun KAK 2003 dimana system pengambalian
berdasarkan hasil penelitian KHN dengan aset tersebut diilakukan melalui proses
PPH bahwa pengembalian kerugian kerjasama internasional atau kerjasama
untuk melakukan penyitaan.
18
Voice Of Amerika, 2014, ICW : Pemberantasan Dalam melakukan proses
Korupsi Indonesia Dalam 3 Tahun Terakhir pengembalian kerugian keuangan
Meningkat, negaraPenegak hukum sangat berperan
http://www.voaindonesia.com/content/icw- penting agar supaya pengembalian itu dapat
pemberantasan-korupsi-diindonesia- dalam-3- dikembalikan kerugian negara secara
tahun-terakhir-meningkat/1847983.html, (diakses
tanggal 3 Desember 2021)
19
Ibid 20
Ita Kurniasih, Suatu Tinjauan Yuridis :Kerugian
Negara Vs Kerugian Persero, PPH Newsletter
pada edisi No. 66 tahun 2006.
optimal dan secara penuh baik dalam DPRD karena alasan telahmengembalikan
pengadilan maupun diluar pengadilan, hal kerugian negara maupun alasan usia,
tersebut dapat terlaksana asalkan para maupun kesehatan merupakan alasan yang
penegak hukum dapat bekerja optimal tidak tepatdan bertentangan dengan Pasal 4
supaya upaya hukum yang dikenakan dapat UU Tipikor. Sesuai ketentuan yuridis yang
berjalan dengan baik dan pelaku/terdakwa telah penulis paparkan sebelumnya,
tindak pidana korupsi dapat mengembalikan sekalipun pelaku mengembalikan kerugian
kerugian negara secara penuh, dan mendapat keuangan negara namun pelaku tersebut tetap
hukuman yang setimpal dari perbuatan yang harus diproses hingga adanya putusan
dilakukan. pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Terkait dengan proses pidana Pengembalian kerugian keuangan negara
tipikor, Pasal 4 UU Tipikor jelas setidaknya hanya menjadi dasar atau hal
menyebutkan pengembalian kerugian yang meringankan hukuman bagi terdakwa
keuangan negara tidak menghapuskan saja.
pidana seseorang”, namun dalam praktiknya Dimana kerugian keuangan negara,
terdapat perkara korupsi yang dihentikan menurut penulis hal ini sangat substansial
oleh kepolisian atau kejaksaankarena untuk dijadikan pembuktian di persidangan
tersangkanya telah mengembalikan kerugian nanti, dengan rumusan secara formil dalam
negara. Salah satu contoh kasus adalah undang-undang, meskipun hasil korupsi
ketika Kejaksaan Negeri Kudusakhirnya telah dikembalikan kepada negara, pelaku
menerbitkan surat perintah penghentian tindak pidana korupsi tetap diajukan ke
penyidikan (SP3) terkait perkara dugaan pengadilan dan tetap dipidana. Adapun
korupsi dana purna bhakti APBD Kudus mengenai adanya “kerugian keuangan
2002–2004 senilai Rp. 18,6 miliar yang negara “atau“ kerugian perekonomian
membelit empat mantan anggota DPRD negara “, apakah telah atau belum
Kudus periode 1999 – 2004. Keempat orang dikembalikan tidaklah menjadi masalah.
tersebut adalahHamdan Suyuti, Wiyono, Dalam praktek penegakan
Jayusman Arif, dan Moh Dwi Santiko.Kasi hukumnya, pengembalian kerugian negara
Pidana Khusus Kejari Kudus, Paidi, yang terjadi dalam tahap penyidikan,
mengatakan ada sejumlah alasan terkait penuntutan, atau pemeriksaan di sidang
keputusan SP3 perkara dugaan korupsi pengadilan hanya dapat berpengaruh pada
empat mantananggota Dewan ini. Mulai dari penentuan berat-ringannya pidana bagi
alasan usia, kondisi kesehatan, tersangka atau terdakwa, tetapi tidak
hinggaadanya itikad baik keempatnya untuk menghilangkan sifat melawan hukumnya.
mengembalikan uang kerugiannegara. Kemudian, patut juga penulis pertanyakan
Berdasarkan catatan kejaksaan, Jayusman alasan yuridis sehingga Jaksa menerbitkan
Arif mengembalikan kerugian negara Surat Perintah Penghentian Penyidikan
Rp378,65 juta,Wiyono Rp360,18 juta, Moh (SP3), padahal penyidik dalam
Dwi Santiko Rp358,96 juta dan menghentikan penyidikan harus berpedoman
terakhirHamdan Suyuti sebesar Rp359,94 sesuai dengan Pasal 109 ayat (2) Kitab
juta.21 Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Selanjutnya menurut penulis, (KUHAP), yang mana syarat-syaratnya
Kejaksaan Negeri kudus yang menerbitkan sebagai berikut karena tidak terdapat cukup
Surat Penghentian penyidikan perkara bukti, peristiwa tersebut ternyata bukan
Korupsi terhadap ke-4 (empat) Anggota merupakan tindak pidana serta penyidikan
dihentikan demi hukum.
21
Kejaksaan SP3 perkara korupsi 4 mantan Kemudian, harus diperhatikan juga
anggota DPRD Kudus, Sindonews.com, (Diakses bahwa pengembalian kerugian keuangan
3 Desember, 2021) negara dalam perkara ini, tidak sebanding
dengan kerugian negara yang ditimbulkan acara oleh penyidik kejaksaan untuk
akibat tindak pidana korupsi.Hal ini tentu pengembalian kerugian keuangan negara,
saja merupakan polemik dan menjadi dan kerugian negara dalam hal ini keuangan
preseden buruk dalam penegakan hukum negara dikembalikan ke kas Daerah atau
dalam pemberantasan tindak pidana korupsi Negara. Pengembalian tersebut dapat
didalam negara kita.Seharusnya Penegakan melalui Bank Rakyat Indonesia, BNI, Bank
hukum (enforcement) dalam tindak pidana Mandiri, Bank Indonesia, Dan bisa juga dari
korupsi sebagai upaya untuk tegaknya atau kantor pos.
berfungsinya norma-norma hukum secara Diharapkan dalam penegakan
nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu hukum tindak pidana korupsi yang
lintas atau hubungan-hubungan hukum merupakan kejahatan yang luar biasa, harus
dalam kehidupan bermasyarakat dan juga ditanggulangi secara luar biasa pula,
bernegara, sehingga ada efek jera yang hal ini kiranya bukan sebagai slogan semata
ditimbulkan. tetapi harus secara nyata di implemantasikan
serta semua aparat penegak hukum dapat
bersinergi, profesional dan berintegritas,
C. P E N U T U P selain itu juga harus dibekali kemampuan
yang mumpuni terkait seluk beluk korupsi
Proses pengembalian kerugian serta memahami betul proses pengembalian
negara dalam tindak pidana korupsi sudah kerugian negara, sehingga dapat
jelas tercantum dalam beberapa peraturan melaksanakan proses penegakan hukum
perundang-undangan, lebih jelasnya terhadap tindak pidana korupsi sesuai
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 dengan peraturan perundang-undangan yang
Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 berlaku
Tahun 2001.Pengembalian kerugian negara
dapat dilakukan melalui dua cara yaitu
melalui instrumen pidana dan instrumen DAFTAR PUSTAKA
perdata. Tahap penyidikan menjadi salah
satu tahapan penting dalam proses Buku
pengembalian kerugian negara. Pada tahap Chairudin dkk 2008, Strategi Pencegahan
ini pengembalian kerugian negara dapat dan Penegakan Hukum
dilakukan oleh tersangka.Namun Tindak Pidana Korupsi,
permasalahan muncul karena adanya (Bandung:Refika Aditama
misinterpretasi dari penyidik yang Evi Hartanti, 2007,Tindak Pidana Korupsi,
menganggap pengembalian kerugian negara Jakarta: Sinar Grafika.
oleh tersangka dalam tahap penyidikan Ferry Makawimbang, Hernold, 2014,
dapat mengurangi bahkan membuat Kerugian Keuangan Negara
tersangka dihentikan penyidikannya oleh Dalam Tindak Pidana
penyidik. Korupsi,Suatu Pendekatan
Secara Yuridis, pengembalian Hukum Progresif ,
kerugian negara yang terjadi dalam tahap Yogyakarta:Thefa Media.
penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di
sidang pengadilan hanya dapat berpengaruh Mochtar, Akil, M, 2006, Memberantas
pada penentuan berat-ringannya pidana bagi Korupsi,Efektivitas Sistem
tersangka atau terdakwa, tetapi tidak Pembalikan Beban
menghilangkan sifat melawan hukumnya. Pembuktian dalam Gratifikasi,
Pengembalian kerugian keuangan negara Jakarta: Q-Communication.
pada tahap penyidikan di kejaksaan dapat
mengikuti prosedur yaitu dibuatkan berita
Mulyadi, Lilik, 2007 Hukum acara Pidana
normatif,teoritis,praktik dan
permasalahannya, Bandung:
P.T. Alumni
Nashriana, Aset recovery dalam tindak
pidana korupsi:Upaya
pengembalian kerugian
Negara, Jakarta:Sinar Grafika,
Prints, Darmawan,2002,Pemberantasan
Tindak Pidana
Korupsi,Bandung:PT. Sinar
Bakti.
Sudarto, 2005,Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia dalam Hukum dan
Hukum Pidana, Bandung:
Alumni

Perundang Undangan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
Undang-undang Nomor 7 tahun 2006
tentang Pengesahan United
Nations Convention Against
Corruption (Konvensi Anti
Korupsi)
.
Lain-lain
Namawi Arief Barda, Penanggulangan
tindak pidana korupsi di Era
peningkatan Supremasi
Hukum “
Ita Kurniasih, Suatu Tinjauan Yuridis :
Kerugian Negara Vs Kerugian
Persero,

Anda mungkin juga menyukai