1.3 Jati Diri dan Eksistensi Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi
Sebelum kita masuk kedalam eksistensi bahasa Indonesia ada baiknya kita
mengenal apa itu globalisasi. Globalisasi merupakan keterkaitan dan ketergantungan
antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi,
perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas
suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana
antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait,
dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Era globalisasi dicirikan
oleh derasnya arus informasi, sehingga pengaruh bahasa asing sangat terasa dan
mencolok. Bahasa asing ada di mana-mana, dengan masuknya bermacam-macam hasil
perkembangan tekhnologi dan informasi. Jika kita lihat setiap muncul produk teknologi
terbaru akan muncul pula bahasa asing baru yang siap meledak dan menyebar dalam
masyarakat. Bahkan di ruang publik, di pusat perbelanjaan, dan pasar-pasar tradisional
kita akan mudah menjumpai istilah-istilah asing yang begitu familiar ditelinga
masyarakat. Bahasa Indonesia jelas mengalami ancaman, terutama akibat makin tidak
terkendalinya pemakaian kata dan istilah asing. Karena itu, peningkatan pendidikan
bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi-perguruan tinggi, atau
lembaga pendidikan baik formal ataupun nonformal perlu dilakukan melalui
peningkatan kemampuan akademik para pengajarnya.
Demikian juga halnya dengan Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai sarana
pengembangan penalaran, karena pembelajaran bahasa Indonesia selain untuk
meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir,
bernalar, dan kemampuan memperluas wawasan. Untuk itu, peningkatan fungsi bahasa
Indonesia sebagai sarana keilmuan perlu terus dilakukan sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Seirama dengan ini, peningkatan mutu pengajaran
BAB I PENGANTAR BAHASA INDONESIA 6
bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi-perguruan tinggi, atau
lembaga pendidikan baik formal ataupun nonformal lainnya perlu terus dilakukan untuk
menyemarakkan dan menyebarluaskan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar,
Pemerintah telah menempuh politik kebahasaan, dengan menetapkan bulan
Oktober sebagai Bulan Bahasa. Namun, jika kita melihat kenyataan di lapangan, secara
jujur harus diakui, bahasa Indonesia belum difungsikan secara baik dan benar. Banyak
para penuturnya masih dihinggapi sikap rendah diri, sehingga merasa lebih modern,
terhormat, dan terpelajar jika dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan
maupun tulis, menyelipkan setumpuk istilah asing, walaupun sudah ada padanannya
dalam bahasa Indonesia. Sayangnya, beberapa kaidah yang telah dikodifikasi dengan
susah-payah tampaknya belum banyak mendapatkan perhatian masyarakat luas.
Akibatnya bisa ditebak, pemakaian bahasa Indonesia bermutu rendah: kalimatnya rancu
dan kacau, kosa-katanya payah, dan secara semantik sulit dipahami maknanya. Anjuran
untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar seolah-olah hanya bersifat
sloganistis, tanpa tindakan nyata dari penuturnya. Melihat persoalan di atas, tidak ada
kata lain, kecuali menegaskan kembali pentingnya pemakaian bahasa Indonesia dengan
kaidah yang baik dan benar. Hal ini di samping dapat dimulai dari diri sendiri, juga
perlu didukung oleh pembelajaran bahasa Indonesia di lembaga-lembaga pendidikan
baik formal ataupun nonformal.
Ada anggapan bahwa bahasa Inggris berpotensi sebagai “kendala”
penanaman rasa cinta dan sikap positif kepada bahasa Indonesia. Bahasa Inggris
cenderung dinilai memiliki gengsi atau tingkatan yang lebih tinggi daripada bahasa
Indonesia. Dalam dunia remaja misalnya, Anda akan dikatakan terlalu resmi, terlalu
berlebihan jika menggunakan bahasa Indonesia yang benar dalam berkomunikasi,
berbeda jika anda menggunakan bahasa asing (Inggris) dalam berkomunikasi, di mata
masyarakat Anda memiliki gengsi yang lebih jika dibandingkan menggunakan bahasa
Indonesia. Jika kita berbicara tentang gengsi sosial dalam hubungannya dengan bahasa
Indonesia secara jujur masih memerlukan penanganan yang serius, baik yang
menyangkut pembinaan maupun pengembangannya. Gengsi sosial bahasa Indonesia
masih kalah tinggi dengan gengsi sosial bahasa asing (terutama bahasa Inggris)
memang kita akui, dan hal ini merupakan tantangan. Namun, hal ini janganlah
membuat kita tinggal diam dan pesimis. Sebaliknya, kita harus melakukan upaya-upaya
yang dapat mengangkat gengsi sosial atau martabat bahasa Indonesia sehingga dapat
sejajar dengan bahasa-bahasa asing yang sudah maju, mempunyai nama, dan
berpengaruh besar di kalangan masyarakat.
Salah satu cara yang bisa dilakukan agar bahasa Indonesia mempunyai
gengsi sosial yang tinggi di kalangan masyarakat Indonesia adalah memberikan
penghargaan yang proporsional kepada anggota masyarakat yang mampu berbahasa
Indonesia (baik lisan maupun tulis) dengan baik dan benar, sebagai bagian dari prestasi
yang bersangkutan. Misalnya, sebagai persyaratan pengangkatan pegawai negeri atau
karyawan, sebagai persyaratan promosi jabatan, pemberian royalti yang layak kepada
Alwi, Hasan. 2003. “Fungsi Politik Bahasa”. Dalam Hasan Alwi dan Dendy Sugono
(Editor). Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional.
Arifin, E. Zaenal. 2014. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada Era Teknologi
Informasi. Jakarta: Pustaka Mandiri.
Badudu, J. S. 1996. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Halim, Amran. 1976. “Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia”. Dalam Amran Halim
(Editor). Politik Bahasa Nasional Jilid 2. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kridalaksana, Harimurti. 1985. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Edisi Kedua. Ende
Flores: Nusa Indah.
Muslich, Masnur. 2012. Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi: Kedudukan, Fungsi,
Pembinaan, dan Pengembangan. Cetakan Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Rohmadi, Muhammad dan Aninditya Sri Nugraheni. 2011. Belajar Bahasa Indonesia:
Upaya Terampil Berbicara dan Menulis Karya Ilmiah. Cetakan Pertama.
Surakarta: Cakrawala Media.
Sumowijoyo, Gatot Susilo. 2000. Pos Jaga Bahasa Indonesia. Cetakan Pertama.
Surabaya: Unipress Universitas Negeri Surabaya (UNESA)
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/08/jumlah-penduduk-buta-aksara-turun-
menjadi-329-juta