Anda di halaman 1dari 11

 

 
D.    Upaya Masuknya Pendidikan Agama Islam ke dalam Kurikulum Sekolah Umum
Upaya memasukkan pendidikan agama Islam ke sekolah umum telah berlangsung sejak
masa colonial Belanda. Akh. Minhaji dan M. Atho Mudzar mengatakan dalam buku Abuddin
Nata “Sebenarnya upaya-upaya menjadikan agama sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
umum telah dilakukan sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Dalam siding-sidang
Volksraad, usulan tersebut selalu disampaikan, namun tidak pernah membuahkan hasil. Upaya
memasukkan pendidikan agama Islam ke dalam sekolah umum lebih intensif lagi setelah
kemerdekaan RI. Ki Hajar Dewantara, selaku Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
(PPK) dalam cabinet pertama RI, mengusulkan agar pelajaran agama diberikan di sekolah-
sekolah negeri. Selanjutnya berdasarkan keputusan BP-KNIP No. 15 Tahun 1945 tertanggal 22
desember 1945, antara lain ditegaskan bahwa dalam rangka memajukan pendidikan dan
pengajaran yang ada, maka pendidikan yang ada di langgar-langgar dan madrasah-madrasah
hendaknya mendapat perhatian dan juga bantuan pemerintah.1[16]
Upaya memasukkan pendidikan agama Islam ke dalam sekolah umum lebih lanjut
terlihat pada proses lahirnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar
Pendidikan dan Pengajaran. Undang-undang tersebut diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat
pada tanggal 27 Januari 1954, disahkan oleh Pemerintah pada tanggal 12 Maret 1954 dan
diundangkan pada tanggal 18 Maret 1954, Lembaran Negara No. 38 Tahun 1954. Pada Bab XII,
Pasal 20 ayat (1) bahwa dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama ; orang tua
murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut. Pendidikan agama Islam
baru benar-benar masuk ke dalam sekolah umum terjadi setelah keluarnya Undang-undang No. 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Bab IX, Pasal 37 tentang kurikulum Pasal
39 ayat (2) dan (3). Masuknya pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran wajib pada
sekolah umum lebih tegas dikokohkan oleh Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pada Bab X, Pasal 37 ayat (1).

E.     Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Awal Kemerdekaan dan Orde Lama

1
Dari awal kemerdekaan sampai masa pemerintahan Orde lama dapat di bagi sebagai
berikut : (1) Masa awal kemerdekaan dimulai sejak proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945
hingga saat penyerahan kedaulatan dari pemerintah kolonial belanda pada sidang Meja Bundar di
Belanda tahun 1949. Dalam periode ini, keadaan dalam negeri masih diliputi suasana revolusi
fisik melawan Belanda dan tentara sekutu yang ingin menganulir kemerdekaan indonesia. Di
samping harus berperang melawan belanda dan tentara sekutu, pemerintah indonesia harus
berhadapan pula dengan anasir-anasir dalam negeri yang dilakukan PKI di Madiun tahun 1948,
peristiwa Soumokil yang memproklamasikan “Negara Maluku Utara”, pemberontakan DI/TII
ynag di pimpin Kartosoewiryo di Jawa Barat dan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. (2) Era
“Demokrasi Liberal” berlangsung antara 1952-1959 (hingga saat Dekrit Presiden kembali ke
Undang Undang Dasar 1945). (3) Era “Demokrasi Terpimpin pemerintahan Orde Lama tahun
1959, sampai meletus peristiwa makar G30S/PKI tahun 1965.2[17]
Kebijakan publik yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Islam dalam masa awal
kemerdekaan sampai runtuhnya pemerintahan orde lama yang di bicarakan meliputi : 1.
Rancangan Pembaharuan Sistem Pendidikan. 2. Penyelanggaran Pendidikan Agama di sekolah
umum dan pembinaan madrasah dan pesantren, 3. Cita-cita konvergensi antara isi pendidiikan
umum dan sekolah agama, menyusul penertiban Undang-undang Pendidikan No 4 Tahun 1950,
jo Undang-undang No 12 Tahun 1954 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di
sekolah.
3
[18]
Pasca di keluarkannya Peraturan Bersama Menteri P dan K dan Menteri Agama
No.1142/Bh. A (Pengajaran) tanggal 2-12-1946 dan No.1285/K.J (Agama) tanggal 12-12-1946.
Dalam peraturan bersama in, ditentukan adanya pengajaran agama si sekolah-sekolah rendah
sejak kelas IV dan berlaku mulai efektif tanggal 1 januari 1947. Peraturan bersama antara
Menteri P dan K dan Menteri Agama di atas merupakan landasan hukum pertama untuk
penyelanggaraan pendidikan agama si sekolah-sekolah negeri oleh instansi negara. Untuk
menyempurnakan isi peraturan bersama tahun 1946 diterbitkan pula peraturan bersama Meneteri

3
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan dan Menteri Agama.No. 1768/Kab, tanggal 16 Juli 1951
(Pendidikan), No. K/I/9180 tanggal 16 Juli 1951 (Agama).4[19]
Berikut perubahan kurikulum yang diajarkan di madrasah dan pesantren5[20]
Periode Pesantren dan Madrasah Diniyah Madrasah
Sampai
Kurikulum tradisional 100% Agama -
1906
Kurikulum tradisional mandiri Kurikulum mandiri, agama
1906-1945
100%. dan umum
Kurikulum mandiri, 70%
1945-1975 Kurikulum mandiri 100% Agama
agama dan 30% umum
Kurikulum Depag 70%
1975-1989 Kurikulum mandiri 100% Agama
umum dan 30% agama
Kurikulum Depag
Kurikulum mandiri dan agama memadukan antara
1989-2003
masih mendominasi kurikulum umum dan
agama. .
Kurikulum mandiri dan
mengikutsertakan  pelajaran umum
 Kurikulum Depag 100%
(Matemática, IPA, Bahasa
2003-2005 umum dan 5 bidang mata
Indonesia, Pendidikan
pelajaran PAI.
Kewarganegaraan, Bahasa Inggris,
dan Pendidikan Seni Budaya)

F.     Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Masa Orde Baru


Dalam masa pemerintahan orde baru, terjadi banyak upaya untuk pembaharuan dan
pengembangan system dan peningkatan mutu pendidikan islam, baik dilakukan oleh pemerintah,
maupun dilakukan oleh masyarakat sendiri. Di antara upaya yang dilakukan oleh
Negara/pemerintah, disamping memberikan perhatian dalam pembiayaan dan subsidi juga
menerbitkan sejumlah kebijakan public, baik berupa TAP MPR, Undang-undang, Peraturan

5
Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan SKB tingkat
Menteri. Beberapa kebijakan yang diterbitkan pemerintah itu, ada yang di nilai masyarakat
sebagai masalah controversial.
Awal pemerintahan Orde Baru tidak jauh berbeda dengan berdirinya pemerintahan Orde
Lama. Keduanya berangkat dari sebuah tragedi kemanusian.6[21] Orde Lama berhasil
mengambil hati rakyat Indonesia dengan mengeluarkan mereka dari kesengsaraan akibat
penjajah bergilir. Sedang Orde Baru sukses mengalihkan perhatian rakyat Indonesia dengan
memunculkan musuh baru rakyat Indonesia, yaitu komunisme yang dimotori oleh Partai
Komunis Indonesia. Kemudian PKI dipropagandakan sebagai momok bagi umat muslim
Indonesia karena mereka atheis dan membunuh para kyai sehingga para umat Islam pun geram
kepada ulah mereka. Uniknya, reaksi keras untuk melawan PKI baru dimulai setelah para
petinggi militer diculik dan dibunuh setelah terlebih dahulu dianiaya. Tidak ada respon
pemerintah yang signifikan ketika terjadi ”pembersihan” para kyai yang dilakukan PKI sebelum
tragedi 30 September 1965.7[22]
Resistensi umat Islam semakin kentara ketika Presiden Soeharto mengeluarkan
Keputusan Presiden No. 34 tahun 1972, kemudian diperkuat dengan Instruksi Presiden No. 15
tahun 1974, yang isinya melemahkan dan mengalienasi madrasah dari pendidikan nasional.
Kehadiran Kepres dan Inpres tersebut merupakan manuver untuk mengasingkan peran dan
kontribusi madrasah sejak zaman penjajahan. Umat muslim tidak tinggal diam. Reaksi keras
umat muslim disadari oleh pemerintahan Orde Baru. Yang kemudian pemerintah mengambil
kebijakan yang lebih operasional terhadap madrasah, yakni melakukan pembinaan mutu
pendidikan madrasah. Upaya ini kemudian melahirkan Surat Keputusan Bersama tiga menteri
pada tanggal 24 Maret 1975 yang disepakati oleh Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri. SKB tiga menteri tahun 1975 menepis kecemasan umat
Islam akan terhapusnya madrasah sebagai sebuah sistem pendidikan.8[23]
Di masa orde baru berhasil diundangkan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan
Nasional sebagai realisasi dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang menyakan, pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran (UUD 1945 hasil amandemen kata

8
pengajaran diganti dengan kata pendidikan). Proses pembahasan UU No..20 tahun 1989 atau
khususnya atas pasal-pasal yang berkaitan dengan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan,
juga diuraikan dalam bab ini.
Keppres No.34 Tahun 1972 dan Inpres No 15 Tahun 1974. Kementerian agama, yang
sejak awal kemerdekaan bertugas membina pendidikan agama (pendidikan pesantren, madrasah
dan sekolah-sekolah agama), hanya bertugas dan diberi tanggung jawab untuk menyusun
kurikulum pendidikan agama, baik untuk sekolah umum, perguruan tinggi dan untuk sekolah-
sekolah agama (madrasah).

G.    Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Masa Era Reformasi


Berakhirnya kekuasaan Preisiden Soeharto tahun 1997, dan digantikan oleh B.J. Habibie
menjadi Presiden menandai lahirnya era reformasi itu disambut dengan sikap bahagia oleh
komponen bangsa yang telah lama menginginkan perubahan. Seperti mereview Undang-undang
yang sudah ada agar sejalan dengan tuntutan dengan semangat reformasi, atau menyusun
Undang-undang baru untuk memantapkan gerak laju reformasi.
Perjuangan politik Islam dalam bidang pendidikan di Indonesia tidak berakhir dengan
lengsernya pemerintahan Orde Baru. Agenda gerakan reformasi tahun 1998 menempatkan
bidang pendidikan sebagai sasaran utamanya. Forum rektor yang didirikan 7 November 1998 di
Bandung juga mendeklarasikan mestinya reformasi budaya, melalui reformasi pendidikan.
Walhal, tuntutan tersebut dipenuhi oleh pemerintah dengan disahkan Undang-undang sisdiknas
tanggal 11 juni 2003.9[24]
Sistem pendidikan nasional versi UU no. 2 tahun 1989 belum menempatkan madrasah
dalam sistem pendidikan nasional. Umat Islam masih merasa tidak puas karena masih saja
perasaan memojokan madrasah ditemukan pada pemerintahan. Terutama madrasah dan
pesantren yang semata-mata mengajarkan pelajaran agama belum terakomodasi dalam
pendidikan nasional dan ini memposisikan keduanya dalam pendidikan non formal. Wajar saja
hal ini masih dirasakan sebagai bentuk diskriminasi dalam pendidikan. Padahal umat
menghendaki pluralitas sistem pendidikan dan kesetaraan kesempatan (equal opportunity) bagi
madrasah, baik madrasah sebagai sekolah berciri khas Islam ataupun madrasah dan pesantren
yang pure mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan an sich.

9
Undang-undang sistem pendidikan no. 20 tahun 2003 menjawab harapan umat Islam
yang sudah lama didambakan umat Islam. UU yang disahkan pada tanggal 8 Juli 2003 oleh
Presiden RI disertai perdebatan panjang dan alot. Partai yang mengusung demokrasi bagi
Indonesia, yakni Partai Demokrasi Indonesia, melakukan walk out akibat penerimaan
kebanyakan anggota sidang di DPR pada saat itu akan Undang-undang ini. Kemunculan
Undang-undang no. 20 tahun 2003 diakui sebagai kemenangan umat Islam yang spektakuler
dalam sejarah perpolitikan pendidikan Indonesia.

H.    Peraturan Kebijakan Undang-undang tentang Pendidikan Agama Islam


a.       UU No. 4 Tahun 1950 jo UU NO. 12 Tahun 1954 Peraturan Kebijakan Pendidikan Masa
Demokrasi Liberal (1950-1959) tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah
untuk Seluruh Indonesia. Isi undang-undang terkait dengan  pertama, peran orang tua yang
dominan khususnya dalam menentukan  pelajaran agama apakah anaknya akan mengikuti
pelajaran tersebut, dimulai kelas 4. kedua, cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-
sekolah negeri yang melibatkan dua kementriaan, kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan, dan kementerian Agama, tentu dalam praktikkanya ada persinggungan antar
kepentingan.
b.      TAP MPRS No. II/1960 Bab yang sama (Bab II) pasal 3, menetapkan Pendidikan Agama
menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Rakyat sampai dengan
Universitas-universitas Negeri, dengan pengertian bahwa murid berhak tidak ikut serta dalam
pendidikan agama jika wali/murid dewasa menyatakan keberatannya. Penyebutan Sekolah
sampai Perguruan tinggi kata “Negeri”  berimplikasi pengajaran mata  pelajaran Pendidikan
Agama hanya berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan negeri, maka sekolah-sekolah swasta
tidak ada keharusan menyelenggarakan “Pendidikan Agama”. Begitu juga pengajaran agama
bagi siswa diserahkan pilihannya kepada orang tua, apakah orang tua menghendaki atau tidak
anaknya mempelajari agama. Mata  pelajaran Agama bersifat komplementer, masih sukarela dan
bukan mata pelajaran yang wajib diikuti oleh setiap siswa dan mahasiswa.
c.       TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966 Khususnya Pasal 1 menetapkan pendidikan agama menjadi
mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Universitas-universitas
Negeri. Tap MPRS ini hanya mewajibkan pendidikan agama di sekolah dan universitas berstatus
Negeri. Selanjutnya, Tap MPRS ini juga menghapus kata-kata “dengan pengertian bahwa murid
berhak untuk tidak ikut apabila wali murid/murid dewasa menyatakan keberatannya”. Maka
pendidikan agama merupakan mata pelajaran yang wajib diikuti oleh anak didik. Pasal 4 TAP
MPRS No.XXVII/MPRS/1966 bertujuan; a. Mempertinggi mental, moral,  budi pekerti dan
memperkuat keyakinan beragama. b. Mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan. c. Membina
dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.
d.      SKB 3 Menteri nomor 6 Tahun 1975 SKB yang ditanda tangani oleh Menteri Dalam Negeri,
Menteri Agama, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berisi; (1). Ijazah madrasah dinilai
sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat. (2). Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke
sekolah umum yang setingkat lebih atas. Dan (3). Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah
umum yang setingkat. Setelah SKB 3 menteri ini lahir, maka disusun pula kurikulum madrasah
tahun 1975 dengan perbandingan bobot alokasi waktu 70% pelajaran umum dan 30% pelajaran
agama di madrasah.
e.       UU No. 2 Tahun 1989 Undang-undang tentang sistem Pendidikan Nasional dan sekaligus
menggantikan UU  No.4 Tahun 1950 jo. UU No.12 Tahun 1954. Khususnya pasal 39 ayat (2)
menegaskan  bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat,
antara lain  pendidikan agama. Pada pasal 20 bahwa pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan, dan pancasila merupakan mata pelajaran wajib di sekolah umum.
f.       UU No. 20 tahun 2003 Melalui UU Sisdiknas ini pendidikan keagamaan menjadi bagian dari
sistem pendidikan Indonesia. Penyelenggaraan pendidikan keagamaan masuk ke dalam bagian
pendidikan formal, nonformal dan atau informal. Dalam UU ini juga sebagai pengakuan terhadap
bentuk-bentuk pendidikan lainnya, seperti pondok pesantren dan pendidikan diniyah
(keagamaan) semakin eksplisit sebagai bagian sistem pendidikan nasional.10 Dalam Pasal 37
ayat (1) dan (2) Pendidikan agama bersifat wajib “kurikulum pendidikan dasar,  pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan agama”. Pada Pasal 12 ayat (1)
huruf a; “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: (a) mendapatkan pendidikan
agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh  pendidik yang seagama; dengan
penjelasan Pasalnya “Pendidik dan/atau guru agama yang seagama dengan peserta didik
difasilitasi dan/atau disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kebutuhan satuan
pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (3)”
g.      berlakukanya PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang menyebutkan :
1. Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah terdiri atas : (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, (2) kelompok
mata pelajaran kewarganegeraan dan kepribadian, (3) kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi, (4) kelompok mata pelajaran estetika, dan (5) kelompok mata
pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. 2.Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C,
SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan.atau kegiatan
agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika,
jasmani, olahraga dan kesehatan.
h.      Dukungan pemerintah lebih terencana lagi dalam pengembangan pendidikan agama Islam,
terlihat pada Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2004, tetang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah pada bidang Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama, dan berlangsung sampai
sekarang Dalam arah kebijakannya dinyatakan bahwa sesuai dengan agenda pembangunan
nasional, disebutkan bahwa, peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan
pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Serta peningkatan kualitas tenaga kependidikan
agama dan keagamaan.Agar pengembangan pendidikan agama Islam pada sekolah umum lebih
terarah maka sejak tahun 1978 berdirilah Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah
Umum, lebih lanjut karena respon pemerintah dan dunia pendidikan khususnya terhadap
pendidikan agama Islam berkurang, direktorat ini sempat menghilang di tahun 2001 dengan
menggabung dengan Direktorat Pembinaan Perguruan Agama islam (Ditbinruais), menjadi
Direktorat Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum. Namun ternyata
penggabungan ini tidak juga mengangkat pendidikan agama Islam pada sekolah umum ke arah
yang lebih baik, bahkan lebih terpuruk dan terasa dikesampingkan. Oleh karena itu di tahun 2005
dibentuk direktorat baru yang bersifat khusus kembali yaitu Direktorat Pendidikan Agama Islam
pada Sekolah, dan akhirnya disempurnakan menjadi Direktorat Pendidikan Agama Islam sampai
sekarang berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010. Saat
ini perkembangan program/kegiatan bagi pendidikan Agama Islam sudah makin membaik dan
terrencana.
i.        Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional/PP No. 55 Tahun 2005 tentang pendidikan agama
dan pendidikan keagamaan, pendidikan agama wajib diajarkan pada semua jenis,  jalur, dan
jenjang pendidikan (negeri dan swasta).
j.        Peraturan Menteri Agama RI Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama
Pada Sekolah

I.       Faktor-Faktor Masuknya Pendidikan Agama Pada Sekolah Umum


Dalam buku Abuddin Nata dijelaskan perjalan panjang yang di analisis tentang masuknya
pendidikan agama ke dalam sekolah umum termasuk sebuah kesuksesan yang luar biasa.
Perjuangan dari waktu ke waktu selalu menunjukkan peningkatan kedudukan pendidikan agama
pada skeolah umum. Beberapa factor sebagai berikut :
Pertama, gagalnya hipotesis yang menyatakan bahwa di era globalisasi yang ditandai
oleh kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan materi tersebut ternyata gagal. Terjadinya
konflik social, tindakan kekerasan, terorisme, kekerasan lingkungan, kemorosotan moral, stress,
peredaran narkoba, konflik peperangan, bunuh diri, dan tindakan destruktif lainnya ternyata tidak
dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan, teknologi modern dan material. Malah sebaliknya ilmu
pengetahuan, teknologi, modern dan materi tersebut justru dipergunakan untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas berbagai tindakan kejahatan yang mengahancurkan peradaban umat
manusia.10[25]
Kedua, semakin besarnya peran dan kontribusi yang dimainkan oleh kalangan Muslim
progresif dalam menerjemahkan, mengaktualisasikan dan mengartikulasikan agama Islam untuk
kepentingan integritas nasional, kohesivitas Negara kesatuan Indonesia, serta keinginan yang
kuat untuk membuktikan bahwa agama Islam sebagai agama perabadan dunia, sebagaimana yang
diperlihatkan di zaman klasik. Ketiga, semakin tepatnya metode dan pendekatan yang digunakan
para pendidikan dan mubalig dalam mengajak masyarakat untuk menjadikna Islam sebagai
pandangan hidupnya, bersama-sama denganpenganut agama lainnya yang ada di Indonesia.
Metode dan pendekatan persuasive, damai, keteladanan yang baik, akomodatif, dan bijak
sebagaimana yang di praktikan Rasulullah Saw, dan Wali Songon kembali digunakan dengan
kemasan dan logikanya yang disesuaikan dengan kemajuan zaman.11[26]
 
 
PENUTUP
KESIMPULAN

10

11
Makalah yang berjudul “Proses masuknya pendidikan agama islam ke dalam kurikulum
sekolah” tidak terlepas dari sejarah agama islam itu sendiri. Dalam kesimpulan ini penulis ingin
mendiskripsikan sejarah pendidikan agama islam dari masa ke masa. Karena kuriulum
pendidikan agama islam yang penulis maksud disini adalah berbagai mata pelajaran ataupun
materi yang berhubungan dengan pendidikan agama islam. Kita mengetahui bahwa sejarah
pendidikan agama islam sering dilaksanakan dan berlangsung di masjid, surau, madrasah,
pesantren, dan lembaga-lembaga islam yang ada pada saat itu. Pada awalnya pendidikan agama
islam dilaksanakan di masjid dengan mempelejari ilmu-ilmu terkait al-qur’an missal cara mebaca
alqur’an atau mengeja al-qur’an dan mempeljari huruf arab dengan mengejanya. Maka
kurikulum pendidikan agama islam itu senidri mengalami perubahan seiring masa ke masa. Di
mulai dengan kurikulum tradisional dimana peseta didik belajar di masjid dengan sisten
khalaqah. Seiring perkembangan zaman maka proses pendidikan berpindah ke
madrasah/pesantren. Madrasah adalah lembaga yang mengelola pendidikan agama yang mana
waktu itu pelajaran nahwu, sharaf, usul fiqih, tauhid, mantiq, dan tasawuf sudah menjadi
pelajaran pada lembaga madrasah dan pesantren. Disini penulis juga membagi masa pendidikan
itu masuk ke dalam kurikulum sekolah. Masa sebelum kemerdekaan dan sesudah masa
kemerdekaan. Kita ketahui bahwa secara umum bahwa perjuangan untuk memasukkan
pendidikan agama ke dalam sekolah umum termasuk sebuah kesusksesan luar biasa. Kesuksesan
tidak lepas dari perjuangan kaum santri dan mubalig yang berjuang dalam pendidikan agama.

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Sosiologi Pendidikan Islam, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2014.


Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang Undang Sisdiknas.
Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2003.
Anwar Harjono, Pendidik yang Berwawasan Jauh ke Depan, dalam Amir Hamzah Wiryosukarto dan
Ahmad Fuad Efendi, Biografi KH. Imam Zarkasyi di Mata Umat. Ponorogo: Gontor Press, 1996.
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004.
H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan; pengantar untuk memahami kebijakan
pendidikan dan kebijakan sebagai kebijakan public, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008.
Husni Rahim, Sistem Otoritas dan Administrasi Islam. Jakarta: Logos, 1998.
Lambert J. Giedels, Pembantaian yang Ditutup-tutupi Peristiwa Fatal di Sekitar Kejatuhan Bung Karno.
Jakarta: Grasindo, 2005.
Maksum , Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999.
Marwan Saridjo, Pendidikan Islam Dari Masa-Masa ke Masa Tinjauan Kebijakan Publik Terhadap
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT Penamadani, 2010.
Muhaimin, dkk.,  Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Rosda Karya, 2012, cet.v.
Muhaimin, paradigm pendidikan islam; upaya mengefektifkan pendidikan agama Islam di sekolah,
Bandung, Rosda, 2001.
Muhaimin, rekonstruksi pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2009.
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam .Bandung: Pustaka Setia, 1998.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 000912 Tahun 2013 Tentang Kurikulum Madrasah
2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab.
Rahmat raharjo, Pengembanagan dan Inovasi Kurikulum Membangun Generasi Cerdasdan Berkarakter
Untuk Kemajuan Bangsa, Yogyakarta: Baituna Publishing, 2012.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Diniyah Ula, Diniyah Wustha dan Diniyah Ulya
(Pesantren Mu’ adalah), (Jakarta: Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag
RI, 2008)
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Suwito dan Fauzan, Perkembangan Pendidikan Islam di Nusantara¸studi perkembangan sejarah dari abad
13 hingga abad 20 M, Bandung : Angkasa Bandung, 2004.
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Malang: Universitas
Malang, 2004.

Anda mungkin juga menyukai