Anda di halaman 1dari 5

Nama : Siti Nur Azizah

NIM : 1830202300
Kelas : PAI 09 (18029)
Mata Kuliah : Islam dan Peradaban Melayu
Dosen Pengampu : Dr. Nyayu Soraya, S. Ag. M. Hum.

TEORI MASUKNYA ISLAM DI KAWASAN MELAYU


Islam mulai memasuki kawasan Melayu, Asia Tenggara sejak abad ke-7.
Kemudian mengalami perkembangan secara intensif dan mengIslamisasikan
masyarakat secara optimal diperkirakan terjadi pada sekitar abad ke-13. Awal
kedatangannya diduga akibat hubungan dagang antara pedagang-pedagang Arab
dari Timur Tengah (seperti Mesir, Yaman, atau Teluk Persia) atau dari wilayah
sekitar India (seperti Gujarat, Malabar, atau Bangladesh), dengan kerajaan-
kerajaan di Nusantara. Perkembangan mereka pada abas ke-13 sampai awal abad
ke-15 ditandai dengan banyaknya permukiman muslim, baik di Sumatera seperti
Malaka, Aceh maupun di Jawa, seperti di pesisir-pesisir pantai, Tuban, Gresik,
Demak dan sebagainya.1
Secara kultural, penduduk yang tersebar di kawasan Asia Tenggara ini sangat
heterogen dari aspek bahasa, budaya, etnis, agama dan lainnya. Sebagian besar
penduduk di wilayah Asia Tenggara berbudaya Melayu dan beragama Islam, yang
enyebrang di Malaysia dan Indonesia hingga Filipina. Sementara negara-negara di
Semenanjung Indo-Cina merupakan negara-negara yang mendapat pengaruh dari
Cina, sehingga penduduknya banyak memeluk agama Budhha seperti di
Myanmar, Vietnam, Laos, dan Kamboja. Oleh karena itu, kajian tentang Islam
Asia Tenggara baik sebagai ranah kebudayaan, maupun Islam di Asia Tenggara
sebagai kawasan teritorial merupakan obyek kajian yang menarik dan relevan.2

1
Wandi, Sejarah Peradaban Islam, (Klaten: Lakeisha, 2020), h. 158
2
Faizal Amin dan Rifki Abror Ananda, Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia
Tenggara: Telaah Teoritik Tentang Proses Islamisasi Nusantara, Jurnal Studi Keislaman, Vol. 18,
No. 2, 2018, h. 69-70
Sejarah masuknya Islam di tanah Melayu selama ini masih banyak yang
mengikuti alur teori Snouck Hugronje. Pada pelajaran sejarah kita dari SD hingga
Universitas menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara abad ke-13 dan dibawa
oleh para pedagang Gujarat. Karena telah berlangsung puluhan tahun pengajaran
sejarah seperti itu, maka seolah-olah teori sejarah itu menjadi kebenaran.3
Setelah masuk dan berkembangnya pemikiran Islam di Nusantara, terjadi
perubahan kebudayaan dan peradaban Melayu, baik dari segi gagasan (ideofak),
aktivitas (sosiofak), dan benda (artefak). Sebagian sejarawan berpendapat, bahwa
Islam masuk ke Nusantara sejak sekitar abad permulaan kelahiran Islam (abad ke-
7), pendapat lain abad ke-11, dan berkembang semakin cepat pada abad ke-13
karena sudah dapat menguasai sebagian Melayu Nusantara dengan berdirinya
kerajaan Islam. Secara umum, Islam dapat diterima dengan mudah oleh bangsa
Melayu karena karakternya yang igaliter dan populis. Islam tidak mengenal sistem
kasta dan kependetaan, sehingga memungkinkan keterlibatan semua lapisan
masyarakat dalam seluruh aspek kehidupan. Faktor lain adalah karena penyebaran
agama Islam didukung oleh tiga kekuatan, yaitu istana, pesantren dan pasar.4
Islam masuk ke tanah Melayu termasuk awal, berdasarkan beberapa teori
yang berkembang. Masuknya Islam ke tanah Melayu ada lima teori, yaitu:5
1. Teori Mekkah mengatakan Islam masuk ke tanah Melayu cukup awal setelah
beberapa puluhan tahun meninggalnya Nabi Muhammad. Teori ini dipelopori
oleh Buya Hamka sebagai bentuk penyanggahan yang dikemukakan oleh
penulis barat Snouck Horgronje bahwa Islam dari Gujarat India.
2. Teori Gujarat menjelaskan bahwa Islam darang pada abad ke 13 M dengan
berpatokan ditemukannya makam sultan yang beragama Islam pertama Malik
Shaleh raja pertama kerajaan Samudera Pasai berdasarkan bentuk nisannya
diperkirakan berasal dari Gujarat (India).

3
Nuim Hidayat, Agar Batu Menjadi Rumah yang Indah, (Jakarta: Al-Kaustar, 2014), h.
179
4
Mugiyono, Integrasi Pemikiran Islam dan Peradaban Melayu: Studi Eksplorastif
Historis Terhadap Perkembangan Peradaban Melayu dan Islam di Nusantara, Jurnal JIA, Vol.
17, No. 1, 2016, hl. 25
5
Rahyu Zami, Orang Melayu Pasti Islam: Analisis Perkembangan Peradaban Melayu,
Jurnal Islamika, Vol. 2, No. 1, 2018, h. 67-68
3. Teori Persia menjelaskan bahwa Islam di bawa dan disebarkan oleh orang-
orang dari Persia. Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia
pada abad ke 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran).
4. Teori Cina, dalam teori ini menjelaskan bahwa etnis Cina Muslim sangat
berperan dalma proses penyebaran agama Islam di Nusantara.
5. Teori Turki, teori ini diajukan oleh Martin Van Bruinessen, ia menjelaskan
bawa selain orang Arab dan Cina, Indonesia juga diislamkan oleh orang-
orang Kurdi dari Turki.
Pertama, teori India diusung oleh sejumlah sarjana Belanda diantaranya
Pijappel (Gujarat dan Malabar), Snouck Hurgronje (Deccan), T.W. Arnold
(Corommandel dan Malabar), D.G.E Hall (Gujarat), R.O Winstead (Gujarat),
Brian Harrison [Gujarat], dan H.E. Wilson [Gujarat], J.P. Moquette [Gujarat],
G.E. Morrison [Corommandel], de Jong, W.F. Wertheim [Corommandel], S.Q.
Fāṭīmī (Bengal), Keyzer (Bengal), dan G.W.J. Drewes (Bengal). Kedua, Teori
Arabia dikemukakan sejumlah sarjana Belanda, Indonesia, dan Malaysia seperti
Marsden [Arabia], Crawfurd [Arabia], Keijzer [Arabia], Niemman [Arabia], De
Hollander [Arabia], al-‘Aṭṭās [Arab atau Persia], Hashimi, dan Saifudin Zuhri dan
Hamka (Arabia). Teori . Ketiga,Teori Persia diusung oleh Hoesin Djayadiningrat
[Persia]. Keempat, Teori Cina diusung oleh H.J. de Graaf, Slamet Muljana, dan
Denys Lombard.6
Beberapa teori tentang bagaimana Islam telah diperkenakan ke Nusantara dan
menyebar ke seluruh wilayahnya telah diperluas. Penjelasan yang paling umum
dan teori yang paling tua adalah bahwa kedatangan dan penyebaran Islam tersebut
telah diselesaikan/dikerjakan melalui perdagangan, sebagaimana disarankan oleh
Tome Pires, yang telah menulis sekitar tahun 1515. Teori ini menyatakan bahwa
Islamisasi Nusantara telah dilakukan secara damai oleh para pedagang, who
tinggal di berbagai wilayah dan melakukan kawin silang dengan penduduk asli. N.
Kern juga berpegang pada pandangan yang sama dan ia lebih memusatkan
perhatiannya pada kesamaan antara Islamisasi dan Hindusiasi Nusantara yang
menurut pendapatnya juga dilakukan oleh para pedagang. H. Kern juga berpegang

6
Faizal Amin dan Rifki Abror Ananda, op.cit., h. 77
pada teori yang sama dan ia menambahkan bahwa sejak para saudagar/pedagang
kaya menikah dengan keluarga-keluarga berbagai macam penguasa, mereka dapat
memperoleh kekuasaan politik.7
Sementara itu, A.H. John yang mengembangkan teori yang berbeda,
mempertahankan bahwa Islam tidak mungkin (unlikely) dibawa ke Nusantara oleh
para pedagang, karena merupakan hal yang tidak biasa pada umumnya
menganggap barang dagangan sebagai pembawa (bearer) agama. Sebaliknya yang
mungkin adalah bahwa ada barang dagangan tertentu, miliki kaum sufi, yang
didampingi oleh para shaykh yang melakukan kerja-kerja dakwah di Nusantara.
S.Q. Fatimi mendukung pandangan ini dalam mempertahankan bahwa Islamisasi
wilayah Nusantara adalah kerja para kaum Ṣūfī.8
Van Leur telah mengembangkan teori bahwa proses Islamisasi di Nusantara
ditentukan oleh situasi politik dan motif-motif politik. Van Leur mendasarkan
teorinya pada pernyataan bahwa Malaka telah dikonversi menjadi Islam karena
menginginkan dukungan politik dari pada pedagang muslim. Demikian halnya,
Van Leur mengatakan bahwa kerajaan-kerajaan pesisir Indonesia menerima Islam
sebagai cara menolak pengaruh Majapahit. Dinasti-dinasti Islam baru ini
mengklaim legitimasi Islam, sehingga memperoleh dukungan umat Islam.
Sementara bagi para penguasa yang menginginkan pertumbuhan aktivitas
perdagangan di kerajaan-kerajaan mereka, beralih ke Islam dapat memastikan
dukungan perdagangan muslim kepada mereka. Oleh karena itu, Van Leur telah
mengilustrasikan bagaimana alasan-alasan politik-ekonomi telah menciptakan
penerimaan Islam di berbagai kerajaan kecil di Nusantara. Menurut Van Leur
sebagaimana dikutip Hall, pada tahap paling awal, gerakan penyebaran Islam di
Nusantara adalah gerakan politik secara keseluruhan, sebuah perselingkuhan
(affair) dari para penguasa (rulers) dan pejabat (aristocracy). Islam bukan hanya
membawa peradaban yang lebih tinggi melainkan juga perkembangan ekonomi.
Menurut Van Leur tidak mungkin terjadi konversi agama ke Islam secara missal

7
ibid., h. 92-93
8
ibid
karenafaktanya hukum Islam tidak berpengaruh signifikan dan bangsa Indonesia
tetap berpegang pada hukum adatnya sendiri.9
Schrieke tetap berpendapat bahwa perkawinan para saudagar/pedagang
muslim kaya raya dengan anggota keluarga kerajaan di Nusantara adalah satu
faktor yang mempengaruhi penyebaran Islam secara berangur-angsur, bahkan
terkadang menjadi penyebab terjadinya konversi masal dari penduduk di daerah-
daerah tertentu. Perkawinan silang semacam ini telah menciptakan konversi
agama hanya pada kelompok kecil. Schrieke mencari hubungan penyebaran Islam
di Nusantara dengan upaya untuk memeriksa perluasan Kristen di bagian dunia
ini. Konfrontasi antara Islam dan Kristen di Timur Tengah dan Semenanjung
Iberia di Eropa sedang berlanjut di Nusantara. Satu perjuangan merupakan
kemajuan antara Portugis pada satu sisi dan pedagang muslim, pengeran dari
Arabia, Persia, dan India pada sisi yang lain. Dengan demikian, marwah/kekuatan
ekspansi Islam di Asia Tenggara dapat dianggap telah dibalas periksa (counter-
check) pada pengaruh Kristen.10

Daftar Pustaka

Amin, Faizal, dan Rifki Abror Ananda. 2018. Kedatangan dan Penyebaran Islam
di Asia Tenggara: Telaah Teoritik Tentang Proses Islamisasi Nusantara.
Jurnal Studi Keislaman. Vol. 18. No. 2.
Hidayat, Nuim. 2014. Agar Batu Menjadi Rumah yang Indah. Jakarta: Al-
Kaustar.
Mugiyono. 2016. Integrasi Pemikiran Islam dan Peradaban Melayu: Studi
Eksplorastif Historis Terhadap Perkembangan Peradaban Melayu dan
Islam di Nusantara, Jurnal JIA. Vol. 17. No. 1.
Wandi. 2020. Sejarah Peradaban Islam. Klaten: Lakeisha.
Zami, Rahyu. 2018. Orang Melayu Pasti Islam: Analisis Perkembangan
Peradaban Melayu. Jurnal Islamika. Vol. 2. No. 1.

9
ibid., h. 93-94
10
ibid.

Anda mungkin juga menyukai