id
SKRIPSI
Disusun oleh
Astaufi Herpi Perdana
C0905004
MARET SURAKARTA
2012
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi Berjudul
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Jurusan Kriya Seni atau Tekstil
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi
POLA BATIK LASEM
PASCA PENETAPAN UNESCO TENTANG
BATIK TAHUN 2009
Mengetahui,
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “POLA BATIK LASEM
isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan
atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang
berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung
resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan
adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari
Surakarta, 23 September
pernyataan,
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAKSI
Batik Lasem sangat terkenal karena cirinya sebagai batik Pesisir yang indah
dengan pewarnaan yang berani, dan Kota Lasem merupakan Sentra Batik Tulis yang
pernah terkenal dan menjadi salah satu kota penting penghasil batik tulis di Pesisir
Utara Jawa. Sejak ditetapkan sebagai daftar budaya tak benda warisan manusia
Representative List of Intangible Cultural Heritage oleh UNESCO (United Nations
Educational, Scientific, and Cultural Organization) tahun 2009 dan jenis batik yang
ditetapkan sebagai World Heritage adalah batik tulis dan bukan batik Printing.
Kemudian banyak perkembangan yang terjadi pada batik. Dengan semakin
banyaknya permintaan pasar, maka semakin banyak juga perubahan motif yang
terjadi pada batik tulis Lasem untuk memenuhi tuntutan pasar. Muncul beberapa
permasalahan yaitu bagaimanakah perkembangan pola dan makna estetis yang
terkandung di dalam Batik Tulis Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik
tahun 2009. Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka bentuk penelitian yang
dipakai adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode pengambilan
sampel dilakukan secara purposive sampling. Sumber data yang dikumpulkan adalah
data kualitatif. Untuk menjamin validitas data, dengan menggunakan teknik
trianggulasi data. Secara garis besar batik lasem dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
batik dengan selera cina yang oleh umum dinamakan batik Laseman dan batik selera
pribumi yang sering disebut batik rakyat yang kemudian di pilah lagi menjadi dua
golongan besar masing-masing jenis pola tersebut. Penggolongan tersebut adalah
golongan Geometris dan Non geometris. Batik Lasem saat ini memiliki berbagai
macam perubahan dari mulai bentuk pola, motif, dan warna yang sudah tidak lagi
sesuai pola pakem Batik Lasem. Secara struktural pola batik Lasem tersebut disusun
dengan susunan geometris (Lereng dan Ceplok) dan non geometris (Semenan dan
Buketan). Struktur susunan motif seringkali dilakukan tidak dengan sistem
pengulangan pola kecuali pada pola Lereng dan Ceplokan. Corak yang terjadi pada
batik Lasem merupakan mimesis dari kehidupan masyarakat Lasem itu sendiri.
Bentuk-bentuk motifnya yang dulu memiliki makna filosofi yang mendalam,
sekarang sudah berubah karena persaingan pasar yang begitu ketat. Penamaan batik
Lasem yang dulu sesuai dengan warna yang diterapkan, sekarang berubah sesuai
jenis motif yang ada didalamnya.
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan
Skripsi untuk memenuhi persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Program Studi
Kriya Seni.
Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph. D. Selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni
Dra. Tiwi Bina Affanti, M. Sn. Selaku Ketua Jurusan Studi Kriya Seni dan
Seluruh Dosen Pengajar dan Staff Karyawan Jurusan Kriya Seni atau Tekstil
yang telah memberi pengarahan demi kelancaran proses Tugas Akhir dan
yang telah memberi syarat untuk menempuh Ujian Tugas Akhir Skripsi.
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
H. Santosa Doellah, selaku Pemilik Perusahaan Batik Danar Hadi dan salah
satu pakar Batik di Indonesia yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam
memberikan bantuan materi dan pengarahan serta bimbingan dari awal proses
Prof. Dr. Wiliam Cant. M. Hum, selaku Pemerhati dan Peneliti Etnis Cina IPI
yang telah memberikan kontirbusi besar dalam penelitian ini hingga penulis
Jeng Ida, selaku Pemilik Sentra Batik Lasem dan pengurus paguyuban
pengusaha Batik di kota Lasem yang telah meluangkan waltu dan tenaga
semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih pula
kepada beberapa nara sumber yang telah memberikan dukungan sepenuh hati dan
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Terima kasih juga kepada bapak, ibuku tercinta serta kakak, adik dan calon
pendamping hidupku yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil yang
sangat berarti bagi penulis. Ucapan terima kasih penyaji sampaikan juga kepada
teman-teman antara lain Imam, Beni, Bagus, Wahid, Ronald, Andreas, Bani, Veni,
Paulus, Dhanis, Isna, Usman, Widyantoro, Bangun, Puput, Novia, Niken, Sigit, serta
Dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini penulis menyadari bahwa masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan.
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MOTTO
AMSAL 14:34
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PERNYATAAN iv
ABSTRAKSI v
KATA PENGANTAR vi
MOTTO ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 3
D. Manfaat Penelitian 3
E. Sistematika Penulisan 4
A. Tinjauan Pustaka 5
1. Faktor Internal 8
a. Pengaruh Keraton 8
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Faktor Eksternal 9
a. Pengaruh Cina 9
b. Pengaruh Belanda 11
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
F. Kerangka Teoritis 29
A. Jenis Penelitian 31
B. Lokasi Penelitian 31
1. Sumber Data 32
c. Karya Batik 34
a. Teknik Wawancara 35
b. Teknik Observasi 35
E. Validitas Data 36
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP 81
A. Kesimpulan 81
B. Saran 82
DAFTAR PUSTAKA 84
DAFTAR WAWANCARA 86
GLOSARIUM 87
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21. Pola Sekar Peksi Gunung Ringgit, karya Sigit Witjaksono 53
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Lasem adalah sentra batik tulis yang pernah terkenal dan menjadi salah
satu kota penting penghasil batik tulis di Pesisir Utara Jawa. Batik tulis Lasem
begitu terkenal pada pertengahan abad ke-19 hingga tahun 1970-an sampai
tahun terakhir. Batik tulis Lasem tidak lagi menjadi primadona bersama dengan
Batik dari Cirebon, Pekalongan, Solo, Yogyakarta, dan Banyumas. Sebelum tahun
2005, ada ratusan pembatik Tulis di Lasem. Setelah tahun 2005 tinggal delapan
pengusaha, (Ferdyanto, 2005 : 7). Pengaruh batik Cina tersebut dapat disaksikan
pada pola-pola batik tulis Lasem baik motif maupun warnanya. Bentuk pola batik
tulis Lasem dilihat dari motifnya terjadi karena adanya akulturasi budaya Jawa
yang muncul di Keraton (Parang atau Lerek), Pesisir, Belanda (Vorsch Landen),
Pasar batik tulis Lasem mengalami pasang surut. Pada masa penjajahan
Belanda 1596-1945 , batik tulis Lasem mengalami kejayaan. Namun ketika tentara
Jepang masuk ke Indonesia 1942 , batik tulis Lasem menjadi terpuruk. Setelah
tentara Jepang meninggalkan Indonesia 1945, batik tulis Lasem mulai bangkit
lagi. Tahun 2005 , pemasaran batik tulis Lasem mulai surut kembali. Akibatnya,
banyak pengusaha batik yang gulung tikar dan yang bertahan hanya beberapa
orang saja. Batik tulis Lasem mulai menggeliat kembali, puncaknya ketika terjadi
polemik tahun 2008 batik diakui sebagai milik Negara Malaysia dan sempat
1
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
berawal pada tiga September 2008 dengan proses nominasi batik Indonesia yang
akan yang akan didaftarkan ke dalam jajaran daftar budaya tak benda warisan
pada sembilan Januari 2009 nominasi tersebut diterima oleh UNESCO, dan
akhirnya pada dua Oktober 2009 secara resmi diakui oleh UNESCO dalam
budaya tak benda oleh UNESCO, batik Indonesia makin populer. Setiap hari bisa
dilihat kaum tua, muda hingga anak-anak mengenakan batik dan sudah tidak lagi
hanya menjadi busana yang dikenakan pada upacara tertentu (Antara news).
Pasca penetapan UNESCO Tentang Batik tahun 2009, pada tahun 2010
kondisi batik tulis di Lasem terjadi peningkatan jumlah produksi. Pola-pola batik
yang baru mulai bermunculan. Berdasarkan hasil observasi terakhir tahun 2012,
motif khas batik tulis Lasem (Krecak, Dewa-dewi, Uang Kepeng ) dan beberapa
motif lainnya sulit dijumpai serta banyak ditemukan motif baru hasil ciptaan
masyarakat Lasem misalnya Blarak, Geblak Kasur, dan Coral. Kondisi ini terjadi
karena harus memenuhi permintaan pasar dan selera konsumen. Berdasar tulisan
tersebut, maka hal-hal yang terkait dengan perkembangan pola dan estetika pada
batik tulis Lasem yang ada saat ini cukup menarik untuk dikaji karena guna
memahami perubahan yang terjadi pada batik tulis Lasem dan konsep
penggarapan atau perancangan pada pola dan motif batik tulis Lasem, yang tidak
menutup kemungkinan bahwa memiliki ciri khas yang membedakan batik tulis
2
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
B. Perumusan Masalah.
Lasem pada masa Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009?
C. Tujuan Penelitian.
Lasem
D. Manfaat Penelitian.
1. Lembaga.
2. Masyarakat.
3
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
3. Penulis.
E. Sistematika Penulisan.
Laporan penelitian ini di susun dan dibagi menjadi beberapa bab sebagai
berikut:
Bab I. Pendahuluan, pada bab ini berisi uraian tentang latar belakang
Bab. II. Kajian pustaka, pada bab ini membahas tentang informasi dan data
Bab III. Metode penelitian, pada bab ini berisi tentang jenis penelitian,
lokasi penelitian, sumber dan teknik pengumpulan data, validitas data, dan teknik
anilisis data.
Bab IV. Pengumpulan data dan anilisis data, pada bab ini memaparkan
Motif Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009.
Bab V. Merupakan bagian akhir dari sksipsi berisi kesimpulan dan saran.
4
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
BAB II
Kajian Pustaka
A. Tinjauan Pustaka.
Cukup banyak tulisan tentang batik berupa hasil penelitian, disertasi, thesis
ataupun literatur, namun sejauh ini belum ditemui tulisan yang membahas secara
khusus tentang Motif Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO Tahun 2009.
Sebuah buku yang ditulis oleh Sewan Susanto (1980) dengan judul “Seni
Djoemena (1990) dalam bukunya ungkapan sehelai Batik “Its Mystery and
Meaning,” memaparkan secara garis besar batik tulis Lasem dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu batik selera rakyat atau pribumi, dan batik selera Cina yang oleh umum
masyarakat Indonesia.
Sebuah penelitian yang dilakukan Tiwi Bina Affanti (2009) dengan judul
Buku “Badra Santri Babad Tanah Lasem” karangan Mpu Santri Badra di tahun
1401 Saka (1479 M), ditulis ulang oleh R. Panji Kamzah tahun 1858, memaparkan
commit5 to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
tentang fenomena yang terjadi pada kota Lasem mulai dari Kerajaan Majapahit,
kedatangan Belanda, Jepang, dan Cina yang memberi pengruh besar terhadap
kebudayaan di Lasem.
Seni di Jawa” (2005), memaparkan perdagangan batik Lasem yang dilakukan oleh
Jurnalistik yang dilakukan oleh Nias di dalam harian Kompas (2003), menuliskan
tentang pengaruh Cina di dalam batik tulis Lasem dan perkembangan industri pada
tahun 2003 yang terjadi pada batik tulis Lasem serta eksistensinya terhadap
persaingan pasar.
Tien dalam bukunya, “Rich of Batik” (1997), menuliskan tentang ciri khas
pewarnaan batik tulis Lasem yang begitu terkenal karena ciri khas warna merahnya
macam-macam motif batik tulis Lasem dan kehidupan masyarakat etnis Tiongha di
Indonesia.
UNESCO terhadap dan mengenai perkembangan yang terjadi pada industri batik di
Indonesia.
commit6 to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
UNESCO dilihat dari segi industri, pemasaran, dan tanggapan pemerintah terhadap
batik Indonesia.
data jumlah batik yang berkembang pada di Indonesia, dan mengenai perkembangan
Indonesia.
Tulisan-tulisan yang terkait tentang batik Lasem di atas, ternyata tidak ditemukan
adanya pembahasan tentang pola dan motif batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO
tahun 2009. Dengan demikian penelitian ini cukup otentik untuk dilaksanakan.
Batik tulis Lasem merupakan suatu peningggalan budaya yang memiliki sejarah
pada bentuk dan perkembangan motif. Ada banyak faktor yang mempengaruhi
akulturasi budaya di dalam batik tulis Lasem, yang petama adalah faktor internal
antara lain pengaruh Keraton dan pengaruh budaya lokal masyarakat Pesisiran.
Sedangkan, yang kedua adalah faktor eksternal yang merupakan pengaruh budaya
asing yang terserap di dalam batik tulis Lasem, yaitu pengaruh Cina dan pengaruh
Belanda. Untuk mengetahui lebih jelas apa, bagaimana, dan mengapa faktor internal
kemudian faktor eksternal bisa menjadi akulturasi budaya pada batik tulis Lasem,
commit7 to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
1. Faktor Internal.
merupakan faktor internal yang seringkali tercermin ke dalam batik tulis Lasem.
a. Pengaruh Keraton.
Buku Serat “Badra Santri Babad Tanah Lasem” menceritakan, pada awal
abad ke-14, kota kecil Lasem merupakan salah satu kekuasaan Kerajaan Majapahit
yang ada di Jawa Timur (Mpu Santri, 1401:377). Pada tahun 1351, Lasem diperintah
oleh Ratu Dewi Indu yang berperan sebagai Adipati (Perdana menteri bagi wilayah
merupakan seorang saudagar besar yang terkenal yang pada saat itu mempunyai relasi
dagang yang meliputi wilayah di Asia Tenggara. Dewi Indu meninggal pada tahun
1382, dan jasadnya dibakar di Gunung Argopuro di sebelah timur Kuil Ganapati
meninggal setahun kemudian dan dibakar pada tempat yang sama. Kekuasaan di
Lasem diambil alih oleh anak mereka yang bernama Badra Wardhana. Kerajaan ini
telah ada di Indonesia sejak abad ke-13 sampai abad ke-15 dan mulai runtuh ketika
kekuasaannya kepada putranya yang bernama Wijaya Badra pada tahun 1413. Pada
periode ini ada seorang saudagar bernama Bi Nang Un dari luar Lasem yang
commit8 to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
adalah salah seorang anggota dari rombongan Laksamana Cheng Ho yang bepergian
Lasem terletak di Pesisir Pantai Utara Jawa, pengaruh Pesisiran terlihat jelas
di dalam motif batik tulis Lasem. Sebagai contoh Motif Latohan atau Rumput Laut,
penampilan batik Pesisiran dengan banyak warna merah, biru, dan hijau (Tien,
1997:144). Hal tersebut merupakan suatu pengaruh masyarakat Lasem dengan ciri
khas Pesisiran pada umumnya. Dengan pewarnaan khas Pesisiran, tentu saja memiliki
dampak pada motif dan corak yang ada di dalam pola batik tulis Lasem.
2. Faktor Eksternal.
Faktor eksternal merupakan pengaruh dari budaya asing yang ada di dalam
motif batik tulis Lasem. Akulturasi dengan budaya asing terjadi karena disebabkan
oleh dua hal, yang pertama adalah hubungan dagang dimana bangsa Cina melakukan
yang kedua adalah penjajahan yang terjadi di Indonesia oleh bangsa Eropa yaitu
negara Belanda, yang memiliki tujuan untuk merampas kekayaan alam yang tidak
a. Pengaruh Cina.
Menurut buku “Badra Santri Babad Tanah Lasem” karangan Mpu Santri
Badra di tahun 1401 Saka (1479 M), ditulis ulang oleh R Panji Kamzah tahun 1858
commit9 to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
paling tidak antara abad VIII-X Masehi pengaruh budaya Cina sudah terdapat pada
masyarakat Lasem Hal ini berarti pertama, sudah adanya penduduk etnis Cina
Cina di Lasem.
bermula dari kedatangan Laksamana Cheng Ho pada tahun 1413 Masehi. Anak buah
Bi Nang Un adalah anak buah kapal Dhang Puhawang Tzeng Ho dari Negara Tiong
Hwa, setelah melihat keindahan alam Jawa, memilih menetap di Bonang bersama
tercipta berbagai kain batik yang menjadi cikal-bakal keberadaan batik tulis Lasem.
diantara penduduk asli. Akhirnya niat Bi Nang Un tersebut dipersilahkan oleh Wijaya
Badra, dan memberinya wilayah Kemandung untuk tempat bermukim. Dari tulisan di
atas dapat diketahui bahwa hubungan antara etnis Cina yang ada di Indonesia sudah
berlangsung sejak jaman dahulu. Hubungan ini berawal dari kekuatan dalam diri etnis
Bunga Seruni, Banji, dan Mata Uang Kepeng dengan warna merah darah ayam khas
Tiong Hoa dalam batik. Karena ciri khas yang unik ini, batik tulis Lasem mendapat
kapal kemudian mengirim batik tulis Lasem ke seluruh wilayah Nusantara. Masa
commi1t0to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
kejayaan batik tulis Lasem terjadi pada abad ke-19. Pada masa itu, hampir setiap
rumah mereka dan merekrut penduduk sekitar untuk menjadi pengrajin (Mpu santri,
1401:579-677).
untuk membuat jalan raya, terciptalah motif Krecak, atau Watu Pecah. Namun, masa
kejayaan tersebut mulai pudar di era 1950-an. Karena kondisi politik yang tidak
berpihak pada etnis Tionghoa membuat banyak pengusaha batik gulung tikar.
b. Pengaruh Belanda.
Perkembangan Seni di Jawa”, tahun 2005. Pada tahun 1519, para pedagang bangsa
Portugal telah menjadikan batik tulis Lasem sebagai dagangan mereka Hal ini berarti
menandakan bahwa, pada saat itu batik Tulis Lasem sudah dijual ke berbagai pelosok
Nusantara, baik ke barat sampai Aceh, atau ke timur sampai ke Ambon. Batik
tersebut dibeli dari Jawa Tengah (Surakarta, Ngayogyakarta, Lasem) dijual lagi ke
nusantara atau ke Manca Negara. Tahun 1603, para pedagang Belanda kemudian
Tengah ke berbagai daerah di dalam maupun di luar Nusantara. Sehingga pada abad
17 dan abad 18, busana batik (Sinjang atau kain panjang) buatan Jawa Tengah telah
mengambil kekayaan Bangsa Indonesia, para perajin batik tulis Lasem menuangkan
commi1t1to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Lasem. Motif batik tulis Lasem merupakan sebuah gambaran mengenai kehidupan
tulis Lasem tidak terlepas dari posisi strategis daerah Lasem yang dahulu dikenal
sebagai salah satu daerah penting di Utara Pulau Jawa. Lasem memiliki pelabuhan
besar yang telah digunakan sebagai tempat transaksi antar pedagang dari berbagai
tempat pada masa Kerajaan Majapahit dan menjadi salah satu pelabuhan besar
Kerajaan Majapahit di samping Juwana dan Tuban. Posisi strategis pelabuhan Lasem
tersebut masih diakui dan terus dimanfaatkan sampai akhir masa pendudukan Jepang.
Pada daerah Caruban, Lasem sudah merupakan sebuah tempat pemukiman pada masa
Majapahit dan transisi ke periode Kerajaan Mataram Islam abad XIV-XVII Masehi
Buku Serat Badra Santi (Babad Tanah Lasem) yang ditulis pada tahun 1401
menjelaskan bahwa kota Lasem pernah disinggahi salah seorang nahkoda kapal dari
rombongan Laksamana Ceng Ho. Puteri Na Li Ni, istri Bi Nang Un anak buah Ceng
Ho, merupakan salah seorang perintis dunia perbatikan Lasem. Tradisi itu kini
diwarisi oleh pengrajin Batik di Rembang khususnya Lasem, Pancur, dan Pamotan
commi1t2to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Pada periode ini, ada seorang saudagar dari Cina yang meletakkan
anak buahnya bernama Bi Nang Un, dan turut menetap di Lasem bersama
batik dan mulai mengembangkan kerajinan batik. Pada tahun 1596, bangsa
commi1t3to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
laksamana Ceng Ho. Berawal dari industri kain, bangsa India mulai
Lasem dan semua daerah jajahan Jepang harus membuat perkebunan rempah-
commi1t4to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Utara Jawa, sehingga pengaruh budaya Pesisir terlihat jelas di dalam motif
dengan Negara asing yang menyebabkan kenaikan harga bahan baku batik
tulis Lasem, dan timbul kesenjangan sosial dimana bangsa pendatang tidak
boleh ikut dalam dunia politik. Pada tahun 1997, terjadi krisis moneter
dimana hal ini membuat banyak pengusaha batik tulis Lasem yang gulung
tikar.
Tahun 2004, batik tulis Lasem mulai bangkit kembali. Tahun 2008,
yang kemudian memicu industri batik tulis Lasem untuk semakin bersinar dan
Lasem terkenal sebagai salah satu Sentra batik penting di Jawa pada akhir
abad ke-19. Warna merah batik tulis Lasem sangat khas yang dipercaya karena
pengaruh air tanah dan iklim setempat. Invasi Jepang pada 1942-1945 membuat
commi1t5to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
semua usaha Batik tutup. Daerah Pekalongan lahir corak Hokokai, tetapi di Lasem
kembali, karena pemakai kain batik tinggal para perempuan Tionghoa lanjut usia,
sementara pasar yang dulu sampai ke Sumatera Barat (motif Lokcan) dan Suriname
berubah selera. Pemilik usaha batik tulis Lasem juga berubah. Tahun 1990-an semua
usaha batik milik keturunan Tionghoa, setelah krisis ekonomi tahun 1998, muncul
pengusaha batik suku Jawa. Tahun 2004, ada 14 pengusaha Tionghoa dan 4 Jawa.
Tahun 2009, dari 32 pengusaha batik di Lasem, kira-kira dua pertiganya suku Jawa.
suatu karya seni dengan memanfaatkan ornamen sebagai sumber ciptaannya. Bentuk
Ornamen dan Komposisinya Secara garis besar struktur ornamen dapat dibedakan
menjadi tiga hal utama yaitu : Pertama, garis-garis berkesinambungan dengan segala
variasinya, yaitu berupa garis-garis lurus, garis patah, garis lengkung, garis
bergelombang, dan juga garis-garis yang berfungsi sebagai garis batas. Kedua,
menyeluruh dan utuh, menutup seluruh wujud dari bentuk yang dikenai, dengan
jalinan yang saling mengikat terpadu, berhubungan antara satu dengan bentuk
commi1t6to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
monochrome yang biasa digunakan untuk membuat garis pembatas, seperti garis-
garis tegak lurus, adalah termasuk dalam unsur-unsur desain (UNIMED, 2009:17)
Sedangkan Adi Irwanto di dalam bukunya “Motif dan Pola” menuliskan, Pada
awalnya garis-garis semacam ini telah ada dengan berbagai variasinya. Misalnya :
garis putus-putus, garis patah, garis zig-zag, garis berlika-liku, dan sebagainya.
Kemudian pada dekade berikutnya muncul berbagai macam bentuk motif yang
berasal dari garis saja. Kita beranggapan bahwa garis pembatas adalah garis yang
berurutan akan menjadi sebuah desain yang sudah jadi. Selain dari pada itu ada upaya
untuk membuat susunan motif naturalis dengan cara meniru alam atau alam sebagai
sumber inspirasinya. Yang dalam pembuataanya tidak harus sama persis seperti yang
ada di alam melainkan sudah melalui proses stelisasi secara kreatif dan inovatif.
Gubahan unsur alam ini biasanya di ambil dari bentuk pohon, buah-buahan, tumbuh-
Mendengar kata batik Jawa Tengah, tentu kebanyakan orang segera menyebut
Solo, Jogja, Pekalongan dan Banyumas sebagai sentra pengrajin Batik. Padahal selain
empat daerah tadi masih ada daerah lain yang juga menghasilkan batik tulis yang
tidak kalah indahnya, yaitu Lasem. Saat ini yang bisa disaksikan dari Kota Lasem
adalah tetap terpeliharanya warisan budaya etnis Cina dengan koleksi rumah kunonya
berjajar berhadap-hadapan di seluruh pelosok kota. Kota ini juga terdapat sentra
industri batik walaupun tidak setenar batik produksi Solo, Jogja atau Pekalongan.
Namun kehadiran batik tulis Lasem merupakan kebanggaan sendiri bagi penduduk
kota nelayan ini. Batik produksi Lasem bercorak khas dengan warna merah darah
commi1t7to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
ayam yang konon tidak dapat ditiru oleh pembatik dari daerah lain. Kekhasan lain
batik tulis Lasem terletak pada coraknya yang merupakan gabungan pengaruh budaya
Tionghoa, budaya lokal masyarakat Pesisir Utara Jawa Tengah serta budaya Keraton
Solo dan Yogyakarta. Konon para pedagang Tionghoa perantauan yang datang ke
Lasem memberi pengaruh terhadap corak batik di daerah ini. Bahkan banyak
pedagang ini yang kemudian beralih menjadi pengusaha batik di Kota Lasem (Nias,
2003:7).
batik Nusantara, dan disinggung bahwa kehadiran batik tulis Lasem sudah ada sejak
berabad silam dan sempat menjadi komoditi di Asia yang kemudian mengharumkan
Kota Rembang (Wawan, 2005:10). Awalnya batik Lasem menjadi batik Encim, batik
yang dipakai oleh wanita keturunan Tionghoa yang berusia lanjut. Pengaruh Keraton
juga ikut mewarnai corak, motif dan ragam batik tulis Lasem. Terbukti dengan
adanya motif atau ornamen Kawung dan sejarah batik Lasem Parang. Pengaruh
budaya Cina terasa kental di sini, sedangkan pengaruh masyarakat Pesisir Utara
terlihat pada kombinasi warna cerah merah, biru, kuning dan hijau. Ketika membuat
desain motif batik tulis para pengusaha batik tulis Lasem sangat dipengaruhi budaya
leluhur mereka seperti kepercayaan dan legendanya. Misalnya terdapat corak ragam
hias burung Hong dan binatang legendaris Kilin atau Singa. Bahkan cerita klasik
Tiongkok seperti Sam Pek Eng Tey pernah menjadi motif batik tulis Lasem dan bisa
bersaing dengan Batik Solo karena motifnya yang unik dan pernah di ekspor
Mancanegara.
commi1t8to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
zaman Kerajaan Majapahit, kota Lasem merupakan salah satu dari tiga kota
pelabuhan terbesar, batik tulis Lasem mempunyai ciri khas multikultural Jawa-
Tionghoa yang kental, berarti batik tulis Lasem memiliki pesona tampak pada warna-
Batik Rakyat adalah batik Sogan dengan tata warna merah biru dan hijau yang
dibuat di daerah Kauman dan Suditan. Batik Sogan disebut dengan Kendoro Kendiri.
Terdapat juga daerah pembatik lain yaitu Baganan, yang mempunyai ragam hias khas
yang disebut Tutul. Sejumlah motif dan warna batik tulis Lasem mengingatkan pada
batik daerah Indramayu, Jambi, Cirebon dan Madura, tentu saja tidak mengherankan
karena ramainya hubungan dagang antar daerah tersebut dahulu. Ragam hias Solo-
Yogya seperti Kawung dan Parang juga terdapat baik pada batik rakyat maupun batik
Pemberian nama pada batik tulis Lasem selera rakyat pada umumnya
berdasarkan tata warna bukan menurut ragam hias. Maka dari itu terdapat istilah
and Meaning” , membedakan batik tulis Lasem menjadi dua jenis, yaitu batik dengan
selera Cina dan batik selera Pribumi. Batik Lasem selera Cina memiliki tata warna
yang mengingatkan pada Dinasti Ming; merah, biru, merah-biru, dan merah-biru-
hijau di atas warna putih porselin. Batik selera Cina juga disebut batik Laseman.
Pemberian nama pada batik Lasem pada umumnya berdasarkan tata warna dan bukan
dari ragam hias, karena alasan ini maka muncul beberapa istilah nama untuk batik
Lasem yaitu; Bang-bangan yang memiliki warna latar putih (Ecru) dan ragam hias
merah atau sebaliknya, Kelengan memiliki warna latar putih (Ecru) dan ragam hias
biru atau sebaliknya, Bang biru memiliki warna latar putih (Ecru) dan ragam hias
merah atau biru, dan yang terakhir Bang biru ijo memiliki wrna latar putih (Ecru) dan
menegaskan bahwa motif khas Tionghoa itu bisa terlihat dalam gambar burung Hong,
Kilin, Liong, Ikan Mas, dan Ayam Hutan. Ada juga motif bunga seperti Seruni,
Delima, Magnolia, dan Peoni. Ciri khas motif Tionghoa lainnya bisa dilihat dalam
motif geometris seperti Swastika, Banji, Bulan, Awan, Gunung, Mata Uang, dan
commi2t0to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Gulungan Surat. Motif Tionghoa berpadu dengan motif Jawa yang umum terdapat
dalam batik khas Jogjakarta dan Solo, seperti Parang, Lereng, Kawung, dan Udan
Riris. Warna dominan batik Lasem adalah Merah, Biru, Sogan, Hijau, Ungu, Hitam,
Krem, dan Putih. Warna-warna ini adalah juga pengaruh dari silang budaya. Warna
merah dalam batik Lasem adalah pengaruh dari budaya Tionghoa. Beberapa jenis
sebagai Hong, Naga (Liong), Kilin, Ayam Hutan, Ikan Emas, Kijang,
Cina ini sering berkolaborasi dengan motif batik Jawa, seperti Parang, Udan
dan peoni (Cherry Blossom). Motif Flora Cina ini juga sering bersimbiosis
commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
keeleganan motif Fauna dan Flora Cina berbaur dengan keindahan motif batik
commi2t2to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Adanya keempat jenis kategori motif batik tulis Lasem tersebut, memberikan
kebebasan kepada para pembatik Lasem dalam berkreasi. Mereka tidak terpaku pada
Pola Motif baku (Pakem). Hal terpenting, improvisasi dan kreativitas pembatik
Lasem selalu tertantang untuk membuat Batik yang bermotif unik dan khas, sehingga
bernilai estetik yang tinggi. Batik tulis Lasem motif burung Phoenix atau sering juga
disebut burung Hong merupakan salah satu motif yang terkenal karena berupa
Dituliskan juga bahwa batik tulis Lasem merupakan seni batik Tulis gaya
Pesisiran yang kaya warna dan memiliki ciri multikultural, sebagai akibat akulturasi
banyak budaya, khususnya budaya Cina dan budaya Jawa. Dalam batik Lasem
mudah dikenali perpaduan warna dan motif hasil silang budaya. Misalnya, motif
Fauna khas Cina (burung Hong atau Phoenix, Kilin, Liong atau Naga, dan Ikan Mas)
atau motif Flora (Bunga Seruni, Delima, Magnolia, dan Peoni) dikombinasikan
dengan motif geometris khas batik Pedalaman seperti Parang, Kawung, dan Jereng.
Silang budaya dalam bentuk kombinasi warna, misal pada batik Tiga Negeri yang
merupakan kombinasi warna khas merah marun (pengaruh budaya Cina), biru
(pengaruh budaya Belanda atau Eropa) dan Sogan (pengaruh budaya Jawa).
Setelah batik dikukuhkan sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari
batik, ada yang membuatkan seragam untuk perusahaan. Jenis batik yang akan
dikukuhkan sebagai World Heritage adalah batik tulis dan bukan batik Printing. Hal
commi2t3to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
itu karena jenis batik Printing juga diproduksi di beberapa negara lain.
(http//:vivanews/budaya/batik).
Batik sudah menjadi warisan budaya yang diakui UNESCO. Ada hasil yang
cukup signifikan dengan penetapan tersebut. Tetapi ada tantangan yang menghadang
kalangan mulai menaruh perhatian lebih terhadap batik. Beberapa Event pameran
ramai digelar. Orang dari sejumlah daerah juga berburu batik hingga ke Lasem.
Bahkan ada yang menjadi agen penjualan di Jakarta, Bogor hingga Papua.
kain. Setahun ini, harga kain mori sebagai bahan utama batik terus mengalami
kenaikan. Untuk kain katun jenis prima yang semula harga per yard hanya Rp 5.400,
naik menjadi Rp 6.400. Jenis primis dari Rp 8.750 menjadi Rp 9.250. Jenis kereta
kencana, dari Rp 14.864 menjadi Rp 16.486. Kenaikan bahan utama batik mencapai
10 persen. Kenaikan kain mori ini dikarenakan bahan baku kain dari negara penghasil
sekitarnya. Untuk upaya melestarikan batik, tidak hanya dibebankan pada pemerintah
saja, tetapi juga masyarakat dan pengrajin itu sendiri, sehingga batik tetap
commi2t4to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Pakem Kerajaan, tetapi yang dikembangkan adalah motif yang memiliki nilai bisnis
selera masyarakat. Batik yang dibuat masyarakat Pekalongan berbeda dengan daerah
lain. Adapun ciri-ciri batik Pekalongan, adalah memiliki warna yang mencolok, dan
kekinian, maka para pengrajin berusaha bisa membatik dengan motif apa pun. Motif
Belanda, Jepang, Cina, Jawa atau motif dari dalam Negeri seperti batik Papua, batik
Banyumasan, Cirebon, batik Yogya, dan batik Solo, semuanya bisa dibuat di
Pekalongan. Agar batik tetap lestari, maka semua pihak harus ikut berperan dalam
pada kesejahteraan masyarakat mengingat industri batik bisa menyerap tenaga kerja
(Fatchurohman, 2009:10).
lokal batik mulai dari SD, SMP, bahkan membuka Jurusan Batik di SMK Negeri
Batik Nusantara dan berbagai kegiatan yang mendorong makin dikenalnya batik di
tahun 2000 hingga saat ini grafik pergerakan produksi, dan pemasarannya menurun
pada titik yang bisa jadi belum maksimal dibanding era puncak kebangkitan, empat
tahun lalu. Keberadaan batik tulis khas Pati terangkat sejak “tertidur” sekian lama.
commi2t5to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Batik Tulis Bakaran dulunya dipasarkan keliling dari pasar ke pasar di seputaran
Bumi Minta Tani. Seiring perkembangannya, warisan budaya leluhur itu mampu
(PNS) di lingkungan Pemkab Pati diwajibkan mengenakan pakaian batik dua kali
sepekan, menjadi angin segar bagi perkembangannya. Pergerakan usaha batik tulis
yang tersentral di Kecamatan Juwana, khususnya Desa Bakaran Wetan dan Bakaran
Kulon, setelah sekian lama tidak banyak berubah. Meskipun terangkat dengan pasar
Potensi tambak dan hasil laut yang dianggap lebih menjanjikan penghasilan
mewarisi karya budaya leluhur. Pada perkembangannya, batik tulis Bakaran tidak
lepas dari kondisi daerah Bumi Mina Tani. Tergambar dari motif yang terbentuk, baik
yang orisinil maupun modifikasi. Bukan hanya hasil bumi (kopi dan kedelai) yang
terpola dalam kain batik, torehan lilin seakan juga mengekspresikan hasil laut, seperti
udang, dan ikan. Semuanya tergambar dari sejumlah Motif asli dan hasil kreasi
perajin. Ada 21 motif batik tulis Bakaran yang selama ini diklaim asli oleh pelaku
pengakuan dari Depkum HAM Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen
Haki), tahun lalu adalah Blebak Kopi, Rawan, Riris, Kopi Pecah, Truntum,
tetapi Haki mencatatnya sebagai hak cipta Pemkab Pati karena dinilai milik bersama.
commi2t6to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Adapun 13 motif lainnya yang masih dalam proses pemeriksaan lebih lanjut dari
pihak terkait antara lain, Manggaran, Adas Gempal, Bregat Ireng, Kedele Kecer,
Merak Ngigel, Magel Ati, Blebak Urang, Blebak Lung, Nam Tikar, Truntum, Blebak
Kota Solo, yang memiliki puluhan Home Industry batik. Kawasan industri
batik, terletak di Kampung Batik Laweyan pada Kota Bengawan yang paling terkenal
sejak abad ke-18. Kampung Batik Laweyan merupakan sentra industri batik tertua di
Indonesia memiliki runtutan sejarah yang panjang. Sejak tahun 1900-an, terdapat
ratusan industri rumah tangga di Kampung Batik Laweyan yang bertahan dari masa
ke masa. Hingga saat ini, tersisa 70 hingga 80 industri batik rumahan yang masih
bertahan di terpa krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada tahun 1998 dan
di tengah terpaan industri batik Printing yang lebih digemari masyarakat karena
harganya yang murah. Pada masa itu, Usaha Kecil Menengah (UKM) semakin
corak yang bernama batik, akan tetapi batik yang diproduksi tiap daerah di Indonesia
berbeda satu sama lain. Letak perbedaan batik Solo dengan batik dari daerah lain,
commi2t7to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
terletak pada pewarnaannya, yang menyimbolkan sejarah masa lampau dari masing-
dibedakan menjadi dua, yakni batik Vosch Laden dan batik Pesisir. Batik Solo atau
disebut Vosch Laden bersifat natural dan dominan memakai warna gelap seperti
cokelat, hitam, dan putih. Sedangkan Batik lain misalnya Batik Cirebon, memiliki
warna yang lebih cerah dan mencolok, antara lain dengan menggunakan warna merah
(Widhiarso, 2010:7-8).
Saat ini pengusaha batik mengejar pasar dan keinginan konsumen, sehingga
wajar saja batik asli Solo memakai warna terang, dan sebaliknya. Sedangkan untuk
membedakan antara batik dan bukan batik, caranya lebih mudah. Batik asli bahannya
pasti dari serat alam, sehingga bahan pewarna bisa menyerap. Bisa dipastikan pada
batik asli, sulit membedakan mana kain bagian depan dan mana kain bagian belakang
(Putri, 2009:5).
semakin berkembang dengan adanya hasil karya desainer yang terus bertambah
jumlahnya. Hingga kini terdapat sekitar 2.500 motif batik, dan itu yang baru
terdaftar. Dengan berkembangnya produk desainer, motif atau ragam batik juga akan
promosi, dari sentra-sentra batik kita perkenalkan sehingga di setiap daerah memacu
membantu supaya batik mudah mendapat lisensi atau hak paten. (Nuh, 2011:17).
commi2t8to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
daerah lain secara turun temurun sejak beberapa abad lalu, dan terus menyebar ke
berbagai daerah sebagai busana adat dan kelengkapan pokok tradisi. Apabila hal
baik Industri Kecil Menengah (IKM) dan Usaha Kecil Menengah (UKM) kian
meningkat. Sampai sekarang, di provinsi ini ada 191 sentra IKM. Sementara di sektor
batik dan bordir ada 5.926 unit. Secara total, penyerapan tenaga kerja di keduanya
Indonesia ini tidak terlepas dari esensi kultural dan historis Batik Indonesia. Nilai
budaya tak benda dari batik antara lain terkait dengan ritual pembuatan, ekspresi seni,
simbolisme ragam hias, dan identitas budaya daerah. Batik dihasilkan dengan tangan
melalui proses pemberian garis dan titik-titik dengan malam panas pada kain
menggunakan Canthing tulis atau Canthing cap. Pola dan ragam batik tradisional dan
F. Kerangka Teoritis.
Batik tulis Lasem merupakan batik yang memiliki perpaduan multi budaya.
Dalam perjalanannya terdapat berbagai pengaruh yang di bagi menjadi dua faktor
yaitu faktor internal antara lain adalah pengaruh Keraton dimana pada saat itu Lasem
batik ke dalam Lasem. Setelah itu, pengaruh masyarakat lokal Pesisiran yang tidak
commi2t9to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
lepas dari kehidupan maritim mempengaruhi budaya di dalam batik tulis Lasem yang
Sedangkan faktor eksternal antara lain hubungan dagang antar daerah dimana
terhadap batik Lasem. Disamping itu ada pengaruh dari luar yaitu Cina pada saat itu
memperluas hubungan antar negara. Dengan masuknya Cina ke Lasem tentu saja
mempengaruhi batik tulis Lasem, kemudian pada saat itu juga penjajahan Bangsa
Eropa sudah merambah ke dalam Nusantara dimana pada saat itu Belanda
mencanangkan sistem kerja paksa pada masyarakat Lasem. Berawal dari Cina yang
memberikan budaya oriental ke dalam motif batik tulis Lasem, lalu muncul batik
Laseman.
Batik Laseman dan Batik Rakyat merupakan satu kesatuan dari batik tulis
Lasem. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 2008 terjadi polemik bahwa batik
mendaftarkan batik kepada lembaga budaya dunia yaitu UNESCO dan ditetapkanlah
batik sebagai budaya dunia milik Indonesia pada tahun 2009. Setelah penetapan
UNESCO, batik menjadi fenomenal dan banyak sekali perkembangan motif batik
tulis Lasem. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada bagan berikut:
commi3t0to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Makna estetis
commi3t1to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
BAB III
Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian.
Karena, jenis penelitian ini akan mampu menangkap berbagai informasi kualitatif
dengan deskripsi teliti dan penuh nuansa, yang lebih berharga. Strategi yang
digunakan adalah studi kasus, dan karena lokasi studi ini terletak di satu
anilisis antar kasus untuk menemukan simpulan studi secara lengkap. Selain itu,
karena peneliti terjun dan menggali permasalahan di lapangan, maka jenis strategi
B. Lokasi Penelitian.
kabupaten tersebut, terdapat sentra batik Lasem yang terletak di bekas kantor
dilakukan pada kurun waktu antara bulan April 2012 hingga Juni 2012 dengan
fokus pola-pola batik tulis Lasem beserta makna estetis yang terkandung
didalamnya.
32
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Pihak yang menjadi nara sumber dalam penelitian ini adalah para
pengusaha dan pakar batik tulis Lasem yang sudah lama mendalami dan memiliki
1. Sumber Data.
digunakan berasal dari nara sumber, dokumen atau arsip, data visual karya batik.
33
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Cina (IPI). Beliau juga merupakan salah satu pakar batik tulis
Lasem di Indonesia.
Lasem.
aktivitas pembatikan ini tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya,
kegiatan mulai dari saaat mengolah kain sampai menjadi kain batik.
34
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
c. Karya Batik.
Karya batik disini berupa kain hasil pembatikan yang masih bisa
dilakukan, tidak bisa dijumpai wujud kain batik yang telah dibuat
beberapa tahun yang lalu. Hanya ada beberapa kain batik Lawasan
atau aktivitas pembatikan pada batik tulis Lasem. Serta catatan yang
seperti dokumentasi berupa foto motif batik tulis Lasem dan tulisan
Sumber data dalam penelitian kualitatif berupa informan dari nara sumber,
arsip kuno, dokumentasi berbagai motif batik Lasem. Sumber data tersebut
menuntut cara tertentu guna mendapat data, maka strategi pengumpulan data
dalam penelitian kualitatif ini dikelompokan ke dalam dua cara, yaitu interaktif
dan non-interaktif.
35
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
a. Teknik Wawancara.
waktu dan konteks yang dianggap tepat, guna mendapatkan data yang
gali.
b. Teknik Observasi.
36
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
perusahaan Batik Danar Hadi dan Kota Sentra Industri Batik Tulis
pada latar belakang atau peristiwa yang ada keterkaitan dengan Pola
E. Validitas Data.
dengan teknik wawancara yang mendalam, sehingga informasi dari nara sumber
yang satu bisa dibandingkan dengan informasi dari nara sumber yang lainnya.
Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu bisa lebih teruji
kebenarannya bila mana dibandingkan dengan sejenis data yang diperoleh dari
sumber lain yang berbeda, baik sumber sejenis atau sumber yang berbeda
jenisnya. Hal ini merupakan suatu cara supaya data-data yang telah diperoleh
37
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
merupakan data asli dan tidak menjadi plagiat bagi pihak yang akan melakukan
sumber data yang berbeda misalnya sumber data berupa informan, arsip, dan
peristiwa. Dengan demikian data yang diperoleh dari sumber yang satu teruji
dengan permasalahan yang di angkat, yaitu pertama mengenai Jenis Pola Batik
Tulis Lasem yang berkembang pada Masa Pasca Penetapan UNESCO Tentang
tulis Lasem sebagai hasil anilisis interaktif, kemudian dilakukan proses anilisis
mengkaji visual pola-pola batik Lasem. Lebih jelasnya dalam bagan berikut:
38
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Data 1
Data 3
39
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
BAB IV
A. Situasi Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO Tentang Batik Tahun 2009.
Menurut sejarah industri batik Nusantara, kehadiran batik tulis Lasem sudah
ada sejak berabad silam dan sempat menjadi komoditi ekspor di Asia, dengan prestasi
tersebut juga turut mengharumkan nama kota Rembang di kancah Internasional. Pada
awal permunculannya batik tulis Lasem disebut sebagai batik Encim, dalam
pengertiannya adalah batik yang dipakai oleh wanita berusia lanjut keturunan
Tionghoa. Dalam perjalanannya pengaruh Keraton juga ikut mewarnai corak, motif
dan ragam batik tulis Lasem. Hal ini Terbukti dengan adanya motif Kawung dan
pengaruh masyarakat Pesisir Utara terlihat pada kombinasi warna cerah merah, biru,
kuning dan hijau. Dalam proses pembuatan desain motif batik tulis Lasem, para
pengusaha batik Lasem memasukkan pengaruh unsur budaya leluhur mereka seperti
kepercayaan dan legendanya. Misalnya terdapat corak ragam hias burung Hong dan
binatang legendaris Kilin atau Singa. Bahkan cerita klasik Tiongkok seperti Sam Pek
Eng Tey pernah menjadi motif batik tulis Lasem. Oleh karena itu, batik tulis Lasem
kemudian dikenal sebagai batik Encim. Dengan keunikan goresan motif dan pernah
menjadi komoditi ekspor ke Manca Negara, batik tulis Lasem bisa bersaing dengan
39
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
batik tulis Solo. Saat ini mencari batik tulis Lasem bisa mengalami kesulitan
Sentra industri batik Lasem agak lesu mengingat pengusaha batik yang masih
bertahan tinggal 12 orang saja. Pada masa kejayaan batik tulis Lasem, setiap
tenaga pembatik dari daerah desa sekitar Lasem, seperti Sarang dan Pamotan. Tenaga
kerja tersebut melakukan pekerjaannya hanya sebagai sambilan saja, untuk mengisi
waktu luang sembari menunggu musim panen dan musim tanam padi di sawah.
Karena tenaga kerja yang direkut adalah petani desa sekitar Lasem, pada saat musim
tanam dan panen padi mereka kembali pulang ke desa. Akibatnya tenaga pembatik
berkurang dan dengan sendirinya proses produksi batik menjadi terganggu. Fakta
yang lebih mengejutkan lagi, ternyata rata-rata anak pengusaha batik tulis Lasem
lebih memilih bekerja sebagai pegawai kantor dan merantau keluar kota Lasem.
Menurut Sigit Wicaksono yang juga pengusaha dan pemerhati batik tulis
Lasem, saat diwawancarai salah satu surat kabar mengatakan, ”Teknologi sablon ikut
andil mematikan batik tulis Lasem. Batik sablon harganya sekitar Rp. 25.000,- per
lembar jauh lebih murah dari batik tulis yang harganya ratusan ribu rupiah per
lembar,” demikian penuturan beliau sambil terus bertahan menjadi pengusaha batik
demi menghidupi karyawannya yang hanya tinggal beberapa orang. “Kasihan kalau
saya tutup pabrik ini, mereka akan bekerja di mana?” jelas beliau (Wawancara,
7/03/2012). Dari hasil wawancara tersebut bisa di lihat kekhawatiran beliau terhadap
masa depan batik tulis Lasem, harapan akan kejayaan batik tulis Lasem akan tetap
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
bertahan kemudian bangkit menjadi besar kembali seperti jaman dulu, mengingat
generasi penerus para pengusaha batik tulis Lasem sudah tidak lagi tertarik untuk
kental. Tampak pada pesona warna-warni yang cerah serta motifnya yang khas,
tradisi tersebut saat ini diwarisi oleh pengrajin batik di Rembang khususnya Lasem,
Pancur, dan Pamotan. Motif khas Tionghoa itu bisa terlihat dalam gambar burung
Hong, Kilin, Liong, Ikan mas, dan Ayam Hutan. Ada juga Motif bunga seperti
Seruni, Delima, Magnolia, Peoni atau Sakura. Ciri khas motif Tionghoa lainnya bisa
di lihat dalam motif geometris seperti Swastika, Banji, Bulan, Awan, Gunung, Mata
Uang dan Gulungan Surat. Motif Tionghoa yang berpadu dengan motif Jawa pada
umumnya terdapat di dalam batik khas Jogjakarta dan Solo, seperti Parang, Lereng,
Kawung, dan Udan Riris. Warna dominan batik Lasem adalah merah, biru, sogan,
hijau, ungu, hitam, krem, dan putih. Warna-warna ini adalah pengaruh dari silang
budaya. Warna merah dalam batik Lasem adalah pengaruh dari budaya Tionghoa.
Warna Sogan berasal dari pengaruh budaya Jawa, diambil dari warna batik
Solo. Sedangkan hijau akibat pengaruh komunitas muslim. Contoh jelas kombinasi
warna ini bisa dilihat dari “Batik Tiga Negeri” khas Lasem. Batik yang
dikembangkan pada zaman Hindia Belanda ini mempunyai tiga warna khas yang di
buat pada tiga wilayah produksi. Merah diproduksi di Lasem, Biru diproduksi di
Pekalongan dan Sogan diproduksi di Solo. Warna biru bisa diganti dengan hijau atau
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
ungu berdasarkan selera pemesan. Tapi warna Merah dan Sogan terdapat di semua
Sejak abad ke-19, pemasaran batik tulis Lasem sudah menembus seluruh
Bali, Sulawesi, wilayah Asia Timur (Jepang), Suriname dan Eropa. Pengaruh
penyebaran batik Lasem di zaman itu masih bisa dilihat di daerah Bali, Lombok,
Sumbawa dan Sumatera Barat. Daerah Bali, kain batik tulis Lasem bermotif Lok Can
dipakai sebagai selendang atau ikat pinggang pada berbagai upacara Agama. Daerah
Lombok dan Sumbawa, batik tulis Lasem digunakan sebagai syal para pria.
Budaya-budaya lokal tersebut pada gilirannya juga memberi pengaruh pada batik
tulis Lasem, yang menginspirasi dimensi ukuran, motif, warna dan jenis kain menjadi
lebih beragam.
Corak (gambar) dan proses pewarnaan dibuat dengan detail dan cukup rumit.
Sementara itu bahan-bahan yang digunakan tidak sembarangan karena dipilih dari
barang yang berkualitas tinggi. Karena itu, batik tulis Lasem mempunyai beberapa
kelebihan, salah satunya adalah menyangkut daya tahan warna yang tidak mudah
luntur. Satu ciri khas batik tulis Lasem yang belum bisa ditiru daerah lain adalah
corak yang menonjolkan warna merah khas Pesisiran. Bahkan menurut penuturan
beberapa pengusaha batik di Lasem, rahasia proses pewarnaan itu pernah ditawar
hingga puluhan juta rupiah oleh pengusaha batik asal Surakarta dan Pekalongan,
tetapi penawaran itu ditolaknya, karena hal tersebut batik tulis Lasem dikenal banyak
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
orang. Tidak hanya masyarakat di Pulau Jawa yang menyukai batik tulis Lasem.
Masyarakat di luar pulau Jawa, bahkan di luar negeri, terutama orang Belanda,
tidak banyak orang yang tahu mengenai proses pembuatan batik tulis Lasem. Karena
itu harga batik tulis Lasem cukup mahal, sebab proses pengerjaannya membutuhkan
waktu yang cukup lama. Membuat satu potong batik saja bisa menghabiskan waktu
enam bulan sehingga wajar bila harga batik tulis Lasem ada yang mencapai tiga juta
rupiah per potong. Harga umum Rp 75.00- per potong. Percaya atau tidak, ternyata
Sigit Witjaksono, pengusaha batik tulis Lasem mengatakan, “Dulu, pada masa
penjajahan Belanda, batik tulis Lasem mengalami kejayaan. Namun ketika tentara
Jepang masuk ke Indonesia, batik tulis Lasem menjadi terpuruk. Setelah tentara
Jepang meninggalkan negara kita, batik Lasem mulai bangkit lagi. Sekarang,
pemasaran batik tulis Lasem terasa seret lagi. Akibatnya, banyak pengusaha batik
yang ambruk. Sekarang ini yang bisa bertahan cuma beberapa orang” (Wawancara,
pada bulan april tahun 2012, mengadakan seminar tentang batik tulis di Aula
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Narasumber yang hadir dalam acara itu cukup berbobot, yaitu pemerhati dan
peneliti budaya etnis Cina dari Institut Pluralisme Indonesia (IPI) Wiliam Cant, Musa
dari Asosiasi Perancang Mode Pengusaha Indonesia (APMPI), dan Tamtana dari
Wiliam Cant berpendapat, untuk bisa menggairahkan pasar batik tulis Lasem
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, kita harus bisa melestarikan
budaya, tujuannya adalah untuk menghasilkan produk batik tulis khas Lasem yang
sudah memiliki nama. Untuk bisa memenuhi order, seorang pengusaha harus
mempunyai cukup modal. Selain itu, pengusaha batik dituntut menguasai pemasaran
dan mampu mencari peluang pasar. Dengan demikian, pengembangan ekonomi bisa
lancar. Akan tetapi Musa yang berprofesi sebagai perancang mode berpendapat,
sekarang sudah saatnya para pengusaha batik tulis Lasem melakukan kerja sama
Batik Pesisiran dipengaruhi oleh budaya asing, hal ini disebabkan karena
banyaknya orang asing yang singgah dipelabuhan. Golongan yang ke dua adalah
batik dari Kerajaan, contohnya adalah batik Solo, Jogja, dan Banyumas. Batik
Keraton tidak mendapat pengaruh dari asing, demikian menurut Sigit Witjaksono
salah seorang pengusaha dan pengamat batik Lasem. Menurutnya, kebudayaan Cina
paling banyak berpengaruh pada batik Lasem. Sebagai contoh motif yang dipengaruhi
oleh kebudayaan Cina adalah Motif yang menggunakan gambar burung Hong dan
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
yang kuat. Selain itu beliau menjelaskan batik Lasem mempunyai dua corak khas
yaitu : Latohan dan Watu Pecah. Motif Latohan terinspirasi dari tanaman Latoh
(sejenis rumput laut) yang menjadi makanan khas masyarakat Lasem sedangkan
pembuatan jalan Daendeles yang memakan banyak korban. Hal senada juga
diungkapkan oleh ibu H. Umy Jazilah Salim selaku ketua Dekranasda Rembang.
Beliau mengatakan motif batik tulis Lasem banyak dipengaruhi oleh motif
kebudayaan cina dengan motif burung Hong, dan Naga. Salah satu contohnya,
mitologi Cina mengenal beberapa hewan legenda di kehidupan zaman dahulu, seperti
burung Hong atau disebut juga burung Fenghuang. Feng sebutan untuk spesies
jantan, sedangkan Huang sebutan untuk betina. Burung Hong menjadi hewan
legendaris kedua setelah Naga. Biasanya, burung Hong disandingkan bersama Naga
beberapa negara lain. Negara Mesir misalnya, dikenal dengan nama burung Phoenix.
Dalam mitologi Mesir, burung Phoenix memiliki arti keabadian, lambang siklus
kehidupan setelah mati dan simbol dari kebangkitan tubuh setelah mati (Wawancara,
15/04/2012).
Burung Hong mempunyai bentuk seperti burung merak. Bulu burung Hong
memiliki beberapa warna dan terlihat sangat indah. Dari kebanyakan lukisan atau
Motif yang menggambarkan burung Hong, burung ini mempunyai bentuk yang
bercampur antara beberapa jenis hewan unggas, namun satu yang pasti adalah,
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
burung Hong selalu terlihat berwibawa dan anggun di setiap goresan bentuknya.
Orang Tionghoa percaya simbol kebahagiaan lekat dengan keberadaan burung Hong.
Mitos burung Hong sangat lekat dengan kehidupan warga Tionghoa. Burung
Hong sering dijadikan sebagai hiasan pada dekorasi pernikahan, yang biasanya
disandingkan bersama hewan Naga. Mereka percaya bahwa dalam mitologi Cina, jika
burung Hong dipasangkan dengan Naga, dapat menjadi simbol hubungan mesra
antara suami dan istri. Permaisuri Kaisar Cina dan putri-putri Istana pun turut
menggunakan burung Hong sebagai Motif utama di pakaian untuk perayaan hari
besar Cina. Batik motif Cina mempunyai daya tarik tersendiri. Goresan yang terlahir
dari tangan pengrajin Tionghoa yang mengikuti budaya Jawa ini, hingga sekarang
masih turun temurun diproduksi oleh warga keturunan Cina dan juga masyarakat
pribumi Jawa. Kehadiran batik yang bermotif budaya Cina, banyak digandrungi
September 2010, salah satu bank swasta ternama di Indonesia bersama Santoso
mulai mempersiapkan program Batik Village Areas di Desa Sumber Girang dan
Lasem akan terangkat. “Saya dapat untung sedikit tidak apa, yang penting mereka
bekerja. Sebagai pengusaha saya tahu kalau upah mereka layak, pekerjaan batik
mereka juga memiliki kualitas baik. Kalau upah mereka kecil, mereka akan bekerja
tidak rela dan batiknya bisa dikatakan rusak,” jelas Santoso (Wawancara,
perbaikan sarana umum, pameran, dan kemitraan. Pelatihan meliputi tingkat dasar
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
dan lanjutan. Melalui pelatihan tingkat dasar, pengrajin Batik dapat memiliki keahlian
menghasilkan batik untuk dijual tetapi juga mempunyai nilai seni yang tinggi.
Peresmian Pelatihan Batik Tulis Lasem telah dilaksanakan pada Februari 2011.
pameran kerajinan khas Indonesia dalam skala Nasional maupun Internasional. Hal
itu untuk mempermudah pemasaran batik Lasem. melihat kesulitan terbesar para
pengrajin batik adalah tidak memiliki modal kerja yang mencukupi untuk membeli
bahan baku batik. Akibatnya mereka hanya mengharapkan imbalan jasa dari
pengusaha batik.
Untuk itu pihak Bank khususnya Kantor Cabang Rembang akan menyediakan
pinjaman kemitraan maksimal lima juta rupiah untuk setiap keluarga pengrajin.
Djarot menyebutkan pinjaman kemitraan juga bisa digunakan bagi perajin untuk
melakukan usaha lainnya seperti memelihara sapi. Dalam kemitraan tersebut, Bank
kepada Bank tersebut setiap bulannya. Pada kesempatan peresmian Pelatihan Batik
penghargaan kepada Bank tersebut atas prakarsa dan upaya dalam pelaksanaan
program Batik Village Areas. "Dengan program tersebut produksi batik Lasem akan
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
pengrajin untuk mengikuti event batik nasional, seperti event yang diselenggarakan
oleh Yayasan Batik Indonesia (YBI) belum lama ini dan pameran yang
pihaknya akan mengadakan pameran Batik Tulis Lasem setiap beberapa tahun sekali
B. Pola Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO Tentang Batik Tahun 2009.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa muncul pola baru
batik tulis Lasem yang sudah tidak lagi mengikuti pola Pakem dari batik Lasem itu
sendiri. Hal tersebut dikarenakan mengikuti permintaan pasar ketika batik menjadi
fenomenal setelah ditetapkan oleh UNESCO sebagai budaya tak benda warisan
Pola batik tulis Lasem menjadi beragam dengan memunculkan motif dan warna
baru. Walaupun sangat beragamnya pola dan warna, tetapi masih bisa ditemukan
beberapa pola batik tulis Lasem klasik atau masyarakat biasa menyebutnya Lawasan
disimpan hanya sebagai dokumen seperti Lok Can Dewa- dewi, Tiga Negri, Sekar
Jagad, Sekar Krecak Peksi, dan Kawung Rawana. Berikut ini adalah batik tulis
Lasem Selera Rakyat dan selera Cina pola Lawasan yang berhasil ditemukan dalam
penelitian ini:
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Batik pola selera rakyat merupakan batik rakyat yang menjadi bagian dari tradisi
budaya masyarakat Lasem dan sudah menjadi ciri khas daerah Lasem, sehingga pada
beberapa motif dan warna merupakan cerminan dari kondisi alam lingkungan sekitar
sebagai simbol tradisi hingga sekarang. Bentuk motif mengadopsi dari alam
lingkungan sekitar seperti flora (Latohan, Aseman, Puspa, Sekar Jagad, Tiga Negri)
Warna yang diterapkan sangat bervariatif seperti merah, kuning, jingga, ungu
biru, hijau, dan putih. Sebagian besar susunan struktur adalah non geometris, juga
dijumpai pola Lawasan yang dibuat hanya untuk memenuhi pesanan saja, karena
peminat pola Lawasan saat ini dikategorikan tidak ada. Maka kelanjutan untuk
memproduksi batik tulis Lasem selera rakyat pola Lawasan tidak diwujudkan dan
hanya sebagai koleksi saja. Maksud dari pola Lawasan adalah warna yang diterapkan
merupakan warna pudar untuk memunculkan kesan batik yang sudah lama. Untuk
Gambar 5. Pola Sekar Jagad, karya Gambar 6. Pola Tiga Negri, karya Sigit
Sigit Witjaksono (Astaufi, 2012) Witjaksono (Astaufi, 2012)
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Gambar9.7.Pola
Gambar Pola Lerek
Krecak Peksi, karya
Latohan, karya Gambar
Gambar 10.8.Pola
PolaSekar
SekarAseman,
Krecak,karya
karya
SigitJeng Ida (Astaufi,
Witjaksono 2012)
(Astaufi, 2012) Jeng Ida (Astaufi,
Sigit Witjaksono (Astaufi,2012)
2012)
Gambar 11. Pola Lerek Aseman, karya Jeng Gambar 12. Pola Lerek Puspa, karya
Ida (Astaufi, 2012) Jeng Ida (Astaufi, 2012)
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Batik tulis Lasem Selera Cina adalah Batik yang memiliki pola hias dengan
goresan motif Cina. Beberapa pola selera Cina tersebut, yaitu motif Lok Can, Sisik
Naga, Banji Tambal, Terate, Tok Wi, Hong, dan lainnya. Motif selera Cina
mengambil dari tradisi kepercayaan Cina yang banyak dikenal oleh masyarakat.
Penggarapan polanya dengan mengubah dan menggabungkan motif dari yang satu
dengan yang lainnya dan tidak menghilangkan ciri khas atau karakter dasarnya.
Pemberian nama disesuaikan dengan nama motif yang dipakai seperti Lerek Naga
yang pada wujudnya pola Lerek sebagai latar dan pola Sisik Naga sebagai motif
utama. Motif latar pada umumnya disebutkan pada bagian awal kalimat kemudian
kalimat berikutnya adalah pola yang menjadi motif utama atau motif selingan.
Sebagian besar susunan strukturnya adalah non geometris. Penerapan warna memakai
variasi yang yang beragam seperti biru, krem, merah, hijau, jingga, dan putih.
Gambar 13. Pola Lok Can, karya Jeng Ida Gambar 14. Pola Lerek Sisik Naga, karya Jeng Ida
(Astaufi, 2012) (Astaufi, 2012)
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Gambar 15. Pola Banji Tambal, karya Sigit Gambar 16. Pola Terate, karya Sigit
Witjaksono (Astaufi, 2012) Witjaksono (Astaufi, 2012)
Gambar 17. Pola Naga, karya Sigit Gambar 18. Pola Tok Wi, karya Sigit
Witjaksono (Astaufi, 2012) Witjaksono (Astaufi, 2012)
Gambar 19. Pola Bambu, karya Sigit Gambar 20. Pola burung Hong , karya
Witjaksono (Astaufi, 2012) Sigit Witjaksono (Astaufi, 2012)
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Batik tulis Lasem pola lainnya merupakan batik Lasem yang memiliki motif
gabungan antara selera rakyat dan selera Cina, dan juga merupakan motif
kontemporer. Penyusunan motif seperti motif Banji dipadukan dengan Kawung, motif
Gunung Ringgit, dan perpaduannya sesuai selera pengrajin dan keinginan konsumen.
Permainan warna yang diterapkan sangat berwarna-warni antara lain warna, ungu,
merah muda, krem, dan jingga. Motifnya antara lain Sekar Peksi Gunung Ringgit,
latohan, Sekar Gunung Ringgit, Banji Kawung, Bledak Sarimbit, Selo Karang, Nice
Umbrella, dan Romantic Bird. Susunan strukturnya sebagian besar merupakan non
Gambar 21. Pola Sekar Peksi Gunung Ringgit, Gambar 22. Pola Latohan , karya Sigit
karya Sigit Witjaksono (Astaufi, 2012) Witjaksono (Astaufi, 2012)
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Gambar 23. Pola Sekar Gunung Ringgit, Gambar 24. Pola Banji Kawung, karya
karya Jeng Ida (Astaufi, 2012) Jeng Ida (Astaufi, 2012)
Gambar 25. Pola Bledak Sarimbit, karya Gambar 26. Pola Selo Karang , karya
Sigit Witjaksono (Astaufi, 2012) Sigit Witjaksono (Astaufi, 2012)
Gambar 27. Pola Nice Umbrella, karya Gambar 28. Pola Romantic Birds, karya
Sigit Witjaksono (Astaufi, 2012) Jeng Ida (Astaufi, 2012)
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Motif Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tahun 2009, dititikberatkan pada
motif dan pola batik tulis Lasem sehingga akan diperoleh pengertian tentang
karakteristik yang terdapat pada batik tulis Lasem. Telah dijelaskan dalam bab
terdahulu , bahwa pola batik tulis Lasem dikelompokan menjadi dua kelompok besar
Terkait dengan kajian estetika pola batik Lasem, digunakan teori yang diutarakan
menuliskan bahwa semua benda atau peristiwa kesenian mengandung tiga aspek
Semua jenis kesenian, visual atau akustik, baik yang kongkrit maupun yang
abstrak, wujud yang ditampilkan dan dinikmati mengandung dua unsure yang
Isi atau bobot dari benda atau peristiwa kesenian bukan hanya dilihat belaka
tetapi juga meliputi apa yang bisa dirasakan atau dihayati sebagai makna dari
wujud kesenian itu. Bobot kesenian mengandung tiga aspek yaitu, suasana
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
kesenian ada tiga unsur yang berperan, yaitu ; bakat (talent), ketrampilan
Semua jenis kesenian, visual maupun akustik, wujud yang ditampilkan dan dapat
dinikmati oleh penikmat mengandung dua unsur mendasar yaitu: bentuk atau form,
struktur atau tatanan (Structure). Bentuk dapat disederhanakan menjadi titik, garis,
bidang dan ukuran atau Volume. Setiap bentuk memiliki raut yaitu ciri khas sehingga
memunculkan karakter dai bentuk tersebut dan memiliki ukuran, arah, warna, value,
dan tekstur. Bentuk raut pasti menempati ruang dan memiliki kedudukan, jumlah,
Struktur atau susunan karya seni adalah aspek yang menyangkut keseluruhan dari
karya itu dan meliputi juga peranan masing-masing bagian dalam keseluruhannya.
Kata struktur mengandung arti bahwa di dalam karya seni itu terdapat suatu
Pada karya batik, struktur berkaitan dengan penyusunan atau penataan unsur-
unsur pembentuk visual atau pola hias batik tersebut. Struktur batik merupakan
paduan motif atau pola yang terdiri dari motif utama, motif pengisi (selingan) dan
motif isen-isen (Susanto, 1980:212). Motif utama adalah suatu motif yang biasanya
berperan besar menentukan pola hias batik. Motif pengisi ataun motif tambahan atau
motif selingan berperan sebagai pelengkap. Motif isen-isen adalah motif yang
terkecil dan digunakan untuk mengisi bidang-bidang motif yang ada atau mengisi
bidang-
5
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
gabungan dari titik dan garis, dan banyak lagi yang lainnya. Hasanudin menuliskan
bahwa motif batik adalah bentuk baku yang merupakan pola terkecil dan sebagai
elemen ragam hias, misalnya motif bunga, daun, segitiga lar atau garuda, burung dan
seterusnya (2001:173).
Pada buku yang ditulis Nian. S. Djoemena, secara garis besar batik lasem dapat
dibedakan menjadi dua yaitu batik dengan selera cina yang oleh umum dinamakan
batik laseman dan batik selera pribumi yang sering disebut batik rakyat (Djoemena,
I990:35) yang kemudian di pilah lagi menjadi dua golongan besar masing-masing
jenis pola tersebut. Penggolongan tersebut adalah golongan Geometris dan Non
geometris. Hal tersebut mengacu pada tulisan S.K.Sewan Susanto di dalam bukunya
“Seni Kerajinan Batik Indonesia”, bahwa motif batik digolongkan menjadi dua
golongan besar yaitu golongan Geometris dan Non geometris (1980:215-231). Untuk
lebih jelasnya sketsa uraian kajian estetis pola batik Lasem, dapat di lihat pada bagan
sebagai berikut:
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Pendekatan estetika
A. A. M. Djelantik
Ide Ketrampilan
Suasana Pesan
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Kajian Estetika Pola Batik Lasem difokuskan pada motif dan pola Batik Tulis
Lasem. Pada bab III telah dijelaskan bahwa Pola Batik Lasem dikelompokkan
menjadi tiga kelompok besar yaitu, pertama Batik Lasem Pola Selera Rakyat, kedua
Batik Lasem Pola Selera Cina, dan yang ketiga Batik lasem Pola lainnya. Akan tetapi
di dalam menganalisis di pilih enam jenis pola yang sedang populer saaat ini, agar
lebih mudah diketahui ciri khas dan karaakternya. Masing-masing jenis Pola Batik
Gambar 29. Batik Pola Lerek Blarakan, Karya Jeng Ida (Foto: Sentra Batik Lasem, Astaufi 2012).
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Batik Pola Lerek Blarakan di bangun dari tiga motif yaitu motif Blarakan
sebagai motif utama, kemudian ada dua motif selingan yaitu motif Latohan dan
pengulangan pola. Penataan selang-seling dari motif utama Blarakan kemudian motif
selingan Aseman selanjutnya motif utama kemudian motif selingan Latohan dan
kembali lagi pada motif utama, begitu seterusnya. Struktur geometris pada Lerek
Blarakan memiliki rapor diagonal miring sejajar dengan kerapatan yang konsisten
Lereng pola Lerek Blarakan motifnya disusun melalui satu pola dasar dengan
rangkaian memanjang sepanjang garis lereng diagonal. Motif tulang daun ditebar
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
sejajar sepanjang Lereng dengan kerapatan yang konsisten. Pada bagian tepi diberi
motif pinggiran Lung-lungan tumbuhan mengikuti arah lereng secara stabil. Bagian
atas dan bawah diberi susunan motif Latohan dan Aseman yang ditata berselang-
Gambar 31. Detail Pola Lerek Blarakan, Karya Jeng Ida (Foto: Sentra Batik Lasem, Astaufi, 2012).
Motif Isen-isen yang digunakan pada Lerek Blarakan diantaranya pada motif
utama Blarakan digunakan motif Sawut Cecek. Pada Lereng pola Blarakan tersusun
motif tulang daun sebagai pengisi yang terletak ditengah sepanjang Lereng diagonal,
kemudian pada bagian tepi lereng tersusun motif Lung-lungan tumbuhan dengan
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Batik pola Lerek Blarakan memiliki warna latar hitam. Corak warna merah
dan dominan putih terdapat di dalam motif utama Blarakan. Untuk corak warna motif
Lerek Blarakan merupakan mimesis dari daun pohon kelapa yang di stylisasi
dengan bentuk-bentuk stilasi dari motif batik. Blarak adalah nama lain dari daun
kelapa di dalam bahasa jawa. Kehidupan masyarakat pesisir Lasem memang tidak
lepas dari tanaman kelapa. Kegunaan dari tanaman kelapa sebagai minuman, bahan
masakan, mebel, dan hiasan dekorasi pernikahan. Semua bagian pohon kelapa dari
daun hingga batang kayu memiliki daya jual yang cukup tinggi, terbukti dengan
banyak sekali produk yang dihasilkan masyarakat mulai dari minuman, makanan,
kelembutan dari bentuk Lung-lungan pada pinggiran motif utama yang meliuk-liuk
secara konstan. Perpaduan warna yang ada di dalam batik pola Lerek Blarakan
mengingatkan pada harmonisasi alam yang memiliki kesatuan yang terkait. Lerek
Blarakan memiliki tingkat kerumitan yang cukup rumit dilihat dari banyaknya motif
Penggambaran garis motif disajikan dengan jelas dan tegas dalam hal ini hanya
Jika dilihat dari dekat penggarapan Lerek Blarakan cukup halus karena
keretakan malam hanya sedikit. Corak warna yang ditampilkan tidak ada
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
percampuran warna antara warna yang satu dengan yang lain, karena kehalusan
dalam pencelupan, jadi tidak ada kasus kesalahan penumpukan warna di dalamnya.
Tersaji dalam dua produk yaitu setengah jadi berupa media kain primisima dan sutra
tergantung dari pesanan pasar. Kemudian produk jadi berupa kemeja, selendang, dan
jarit.
Gambar 32. Pola Sekar Aseman, Karya Jeng Ida (Foto: Sentra Batik Lasem, Astaufi 2012).
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
secara bebas tanpa repetisi dan termasuk ke dalam batik golongan flora, disebabkan
pola yang ada di dalamnya menggambarkan motif tumbuhan saja. Pola ini disusun
dari motif Lung dan Asem yang tiap Lung ditata secara konsisten. Terdapat dua motif
pada Sekar Aseman yaitu motif Aseman sebagai motif utama dan motif Latohan
sebagai motif selingan yang susunan polanya mengikuti alur dari motif utama. Pola
motif selingan yaitu motif Latohan mengikuti alur pola dari motif utama yaitu motif
Aseman.
Motif selingan Motif Isen-isen
Motif Latohan tulang daun Motif Isen-
utama isen
Aseman Cecek
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Pola Sekar Aseman yang dimaksudkan adalah tumbuhan asem yang diambil
ranting dan daunnya sebagai inspirasi di dalam batik. Pada pola utama Lung Aseman
disusun dari garis lengkung yang ditumbuhi daun-daun kecil pada kanan-kiri garis
tersebut. Masing-masing daun kecil tersebut diberi Isen-isen sebuah garis semacam
tulang daun.
berhadap-hadapan dengan tidak beraturan. Pada bagian latar diberi Isen-isen Cecek
Telu. Penyusunan motif selingan Latohan mengikuti alur dari Lung Aseman yang
Batik pola Sekar Aseman memiliki warna latar hitam yang diterapkan pada
seluruh permukaan kain. Corak warna merah difokuskan di dalam motif utama dan
corak warna putih dominan di dalam motif selingan dan motif Isen-isen.
Kesan Unity (kesatuan) pada pola Sekar Aseman tergarap melalui warna yang
ditorehkan sama pada masing-masing motif batik (motif utama, selingan, dan isen-
isen). Sedangkan latar dihiasi juga dengan karakater motif yang memanfaatkan garis
warna merah pada motif lung aseman, putih pada motif selingan latohan, dan hitam
pada latar. Walaupun terasa pula kesan statis yang dipengaruhi oleh bentuk dan motif
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Batik pola Sekar Aseman merupakan batik yang masih bertahan sampai saat
ini. Hal ini karena bentuk motifnya yang sangat khas dengan lekukan Ukel mengalir
natural sehingga terkesan muncul keindahannya. Konsep natural yang ada di dalam
batik pola Sekar Aseman, Perpaduan bentuk dan warna yang simple menjadi ciri khas
dari batik pola Sekar Aseman. Penggarapan Sekar Aseman dilakukan dengan garis
oleh perajin tanpa maksud dan makna tertentu, hanya sekedar membuat gambar
batik.
Gambar 34. Batik Pola Bola Dunia, Karya Jeng Ida (Foto: Sentra Batik Lasem, Astaufi, 2012).
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Ada dua bidang hias yang terdapat pada batik pola bola dunia yang pertama
adalah rapor Kawung segi empat dan yang kedua rapor diagonal miring Lereng.
Dengan melihat rapor yang ada di dalam batik pola bola dunia maka struktur secara
keseluruhan adalah geometris. Tersusun dari tujuh pola yaitu pola Latohan, Kawung,
Peoni, Kembang Jati, Gunung Ringgit, Aseman, dan Ceplok. Penyusunan lingkaran-
sebuah bidang Lereng diselingi dengan Lereng yang memiliki beberapa macam pola
batik.
Motif Aseman
Motif Ceplok
lingkaran padat yang memiliki kerapatan dengan konsistensi secara berkala sehingga
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
membentuk pola Lereng. Motif pada Lereng pola Ceplok disusun melalui satu pola
dasar dengan rangkaian tampak seperti rantai memanjang sepanjang susunan diagonal
seperti pola Ceplok, kemudian diselingi dengan pola Latohan, pada selingan
dengan pola Gunung Ringgit, dan seterusnya diselingi pola Kembang Jati, kemudian
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Motif Isen-isen Cecek Telu ditebarkan disepanjang batik pola dunia. Pada
pola Kawung dan Ceplok, motif Kembang Cengkeh sebagai motif selingan, tetapi
Kawung, Kembang Jati, dan Gunung Ringgit. Sedangkan warna putih diterapkan
pada satu pola saja yaitu Peoni. Untuk garis motifnya juga diterapkan warna putih.
Pada latar diterapkan warna hitam secara menyeluruh sepanjang kain batik.
Perpaduan warna yang terdapat pada batik pola dunia memiliki kesan
keutuhan yang dinamis. Penerapan warna putih pada satu pola saja yaitu pola Peoni
rapor bujur sangkar membuat suatu atmosfir yang memiliki suatu kerapatan secara
seling di dalam lingkaran yang sangat membantu menghilangkan kesan statis, karena
Ide yang diambil dari batik pola bola dunia mengadopsi dari rapor batik pola
rapornya. Selain itu, juga merupakan simbol dari uang Kepeng masyarakat Cina yang
dipercaya sebagai simbol rejeki. Pengambilan ide uang kepeng yang diwujudkan
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
dalam pola kawung ini cukup menarik, karena hanya perajin yang sudah memiliki
Suasana ramai sangat terasa di dalam batik pola bola dunia, terlihat dari
banyaknya variasi motif yang dipakai dialamnya. Jika dilihat pola rapornya terkesan
membosankan karena hanya berbentuk lingkaran dimana ukuran dan bentuknya sama
semua. Bila melihat ragam hiasnya terkesan bervariatif dipadukan dengan beberapa
penerapan warna yang bervariasi dari setiap polanya. Kesatuan (Unity) tampak pada
pola hias dan rapornya yang saling berkaitan satu sama lain didukung dengan
pewarnaan yang menarik. Penyajian dari batik pola bola dunia diwujudkan dalam
bentuk Bed Cover, hiasan dinding, dan jarit. Pada umumnya menuruti pesanan pasar
keunikan yaitu warna dari sayap dan motif khas tersendiri dari fauna tersebut. Batik
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
geometris. Hal ini terlihat dari keseluruhan motifnya adalah fauna kupu-kupu yang
mendominasi seluruh permukaan kain dan motif flora atau tumbuhan yang menghiasi
setiap bidang kain. Penataan pola pada kupu-kupu beruang diterapkan secara bebas
tanpa adanya pengulangan pola. Tersusun dari dua motif dasar yaitu motif kupu-kupu
sebagai pola motif utama dan motif tumbuhan sebagai pola motif selingan.
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
beda pada tiap pola. Pada pola motif utama disusun secara acak dengan teknik rotasi
kemudian diletakkan motif kupu-kupu kecil disekeliling motif utama dan disellingi
dengan motif tumbuhan pada setiap pola. Motif Isen-isen tulang daun diterapkan pada
badan kupu-kupu motif utama dengan diberi Isen-isen Cecek pada samping kanan dan
kiri. Pada sayap kupu-kupu ditebarkan motif Isen-isen cecek pitu dan lung-lungan.
Penebaran Isen-isen Sawut, tulang daun, Cecek, dan Sawut Cecek disajikan pada
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Perwujudan batik pola kupu-kupu beruang disajikan dengan warna latar putih
di seluruh permukaan kain. Warna hijau tua, merah, dan biru ditorehkan pada
beberapa keseluruhan bagian motif yaitu pada sayap dan badan kupu-kupu, bunga,
Perpaduan warna hijau tua, merah, dan biru tampak memiliki kesatuan dengan
motif utama dan motif selingan ditambah lagi dengan penorehan warna latar putih
pada seluruh permukaan kain. Harmonisasi pada komposisi bentuk dan peletakan
motif memiliki karakter yang ceria karena ditunjang dengan penorehan warna yang
karakter yang tegas. Komposisi bentuk motif yang berbeda-beda pada tiap pola dan
disusun secara acak menimbulkan kesan dinamis. Nuansa ramai akan harmonisasi
alam tampak pada penorehan warna tiap motif dan perbedaan volume bentuk besar
kecil dari perpaduan motif. Penggarapan batik pola kupu-kupu beruang dilakukan
oleh tangan-tangan terampil, ini terlihat pada goresan-goresan motifnya yang cukup
banyak dengan kerapatan saling berkelanjutan antara motif yang satu dengan motif
yang lainnya.
Penataan motif dengan ukuran bervariasi dipadukan dengan warna latar yang
variasi bentuk yang atraktif cukup menarik. Penggarapannya cukup halus karena
didukung permainan warnanya dan hanya orang terampil yang mampu menggarap
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
batik pola Kupu-kupu Beruang. Penyajian untuk Show Room cukup menarik dengan
Gambar 39. Batik Pola Sekar Sarimbit, Karya Sigit Witjaksono (Foto: Padi Boloe, Astaufi, 2012).
diinginkan pembuatnya. Sarimbit berasal dari bahasa jawa yang memiliki arti serupa,
7
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
jadi dalam proses pembuatannya hal pertama yang dilakukan adalah membuat satu
jenis pola batik kemudian pola batik tersebut dibuat ulang mirip dengan yang aslinya
Motif Isen-isen
Cecek
Motif flora
abstrak
Motif
Latohan
Motif Isen-
isen
Motif Isen-isen
Cecek Pitu
Motif Isen-isen
Sawut Cecek
adalah non geometris, terlihat dari pola-pola abstrak dengan susunan bebas tanpa
adanya pengulangan. Terdiri dari dua motif dasar yaitu motif latohan abstrak sebagai
motif utama dan motif flora atau tumbuhan abstrak sebagai motif selingan.
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Komposisi keseluruhan bentuk pola dari Sekar Sarimbit adalah abstrak. Pola
Latohan sebagai motif utama digambarkan secara tidak beraturan dan memiliki
susunan motif yang berbeda-beda. Begitu juga dengan motif tumbuhan dengan
penggambaran yang tidak teratur serta komposisi pola yang berbeda-beda dari setiap
motif. Memiliki beberapa variasi motif isen-isen yaitu Cecek, Cecek Pitu, tulang
daun, dan Sawut Cecek yang ditebarkan pada motif selingan Latohan abstrak.
Warna biru tua diterapkan pada latar kain dipadukan dengan warna ungu pada
motif tumbuhan abstrak. Penerapan warna putih ditorehkan pada motif utama
Latohan abstrak dan motif Isen-isen. Warna putih terkesan mendominasi karena
penorehan warna pada netuk motif utama Latohan dengan teknik Blocking.
Perpaduan warna dan bentuk pada pola Sekar Sarimbit memiliki kesan
menyatu satu sama lain. Harmonisasi bentuk abstrak motif Latohan dengan motif
tumbuhan seakan memiliki kesan mengalir lugas dengan goresan motifnya. Kesan
statis muncul karena keseluruhan bentuk motif adalah abstrak. Pemunculan warna
putih dan ungu berfungsi untuk menghilangkan kebosanan dari abstraksi motif.
Dalam penggarapannya menonjolkan permainan warna yang hanya bisa digarap oleh
adalah motif Iwak-iwakan, motif batu karang, dan motif Latohan atau rumput laut.
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Pola-pola motif yang digambarkan adalah kehidupan yang ada di dalam laut.
Biasanya pola yang tergarap memiliki susunan pola yang bebas tanpa adanya
pengulangan.
perajin. Batik pola pesisiran Lasem memiliki digolongkan menjadi dua jenis yaitu
geometris dan non geometris. Pada umumnya pola geometris diterapkan pada pola
batu-batuan seperti pola batu karang, sedangkan pola non geometris diterapkan pada
pola flora dan fauna laut. Jenis pola batik yang berhasil ditemukan sebagai berikut:
Iwak merupakan bahasa Jawa yang berarti ikan. Batik pola Iwak-iwakan
merupakan gambaran dari kehidupan biota laut yang diaplikasikan kedalam kain
setiap warga masyarakat Pesisir Lasem memiliki tambak yang berisi berbagai macam
binatang laut yang nantinya akan di panen jika sudah tiba waktunya.
Gambar 41. Batik Pola Iwak-iwakan, Karya Sigit Witjaksono (Foto: Padi Boloe, Astaufi, 2012).
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Batik Pola Iwak-iwakan memiliki struktur non geometris. Pola yang dibentuk
keseluruhannya merupakan bentuk fauna dan flora. Penggarapan Batik Pola Iwak-
iwakan mengalami beberapa pengulangan pola yang disusun secara urut. Susunan
polanya terdiri dari pengulangan beberapa rapor yang tersusun searah tanpa adanya
perubahan letak dari setiap rapor. Disusun dari empat motif, yaitu motif utama, motif
selingan, motif Latar, dan motif Isen-isen. Motif Iwak berperan sebagai motif utama
terdiri dari beberapa motif Iwak yang memiliki volume berbeda-beda dari setiap motif
Iwak. Motif selingan yang diterapkan pada Batik Pola Iwak-iwakan adalah terdiri dari
beberapa motif tumbuhan yaitu, motif Latohan dan motif coral atau batu karang. Pada
motif latar yang diterapkan adalah motif Krecak yang lebih terlihat seperti buih-buih
udara di dalam air, sedangkan untuk motif Isen-isen dipakai motif Cecek, Sawut,
Motif Motif
isen-isen
Krecak
Selingan
Coral atau
Motif Selingan
Latohan
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Pada motif utama yaitu motif Iwak terdapat motif Isen-isen Sawut dan Sawut
Cecek yang diletakkan pada sirip, kemudian motif Cecek dan Sisik yang diletakkan
pada badan ikan. Pada motif selingan Latohan terdapat motif Isen-isen seperti tulang
daun, dan pada motif selingan Coral atau batu karang diterapkan motif Isen-isen
Cecek dan Mata Deruk. Motif latar Krecak ditebar pada seluruh permukaan kain
Batik pola Iwak-iwakan memiliki tiga susunan warna, yaitu warna biru tua,
biru muda, dan putih. Pada warna latar menggunakan warna biru tua yang ditorehkan
pada seluruh bidang kain. Untuk warna biru muda diterapkan pada motif utama dan
motif selingan, sedangkan warna untuk motif Isen-isen ditorehkan warna putih yang
Hal ini terlihat dari perbedaan besar kecilnya volume dari setiap motif dan susunan
letak motif yang memiliki beberapa variasi. Beberapa variasi motif utama terlihat dari
letak susunan motifnya yang memiliki bentuk dan letak yang berbeda pada tiap motif
Iwak. Motif selingan juga memiliki beberapa variasi bentuk motif yang beerbeda
dilihat dari goresan motifnya dan bentuk dari motif selingan itu sendiri, kemudian
dipadukan variasi motif Isen-isen yang memiliki beberapa jenis motif yang
mendominasi.
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Perpaduan warna latar biru tua dengan warna motif biru muda sangat
mencerminkan suasana laut. Warna putih pada motif Isen-isen dan garis motif
menambah ramai suasana laut sehingga terkesan memiliki arus dari ombak laut yang
bergelombang.
Kesatuan atau Unity batik pola Iwak-iwakan terlihat pada susunan motifnya
yang terdidiri dari flora dan fauna biota laut berpadu dengan penorehan warna latar
biru tua pada seluruh bidang kain dan biru muda pada motif berdampingan dengan
warna putih yang ditorehkan pada motif Isen-isen dan garis motif. Dilhat dari
kekayaan laut yang begitu beragam. Motif dan warnanya mengadopsi kehidupan
Goresan garis motif pada batik pola Iwak-iwakan terkesan lugas, terlihat dari
ukuran garisnya yang lebar dan tebal. Penggarapan goresan garis motif cukup halus
dan melihat dari banyaknya motif batik pola Iwak-iwakan digarap oleh para pengrajin
yang sudah berpengalaman. Produk akhir dari batik pola Iwak-iwakan tersaji dalam
berbagai versi diantaranya baju santai, Bed Cover, dan hiasan dinding.
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Perkembangan Pola Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun
2009, memiliki berbagai macam perubahan dari mulai bentuk pola, motif, dan warna
yang sudah tidak lagi sesuai pola Pakem batik Lasem. Perubahan yang terjadi karena
untuk menciptakan motif-motif baru untuk menarik minat pasar. Pola tersebut secara
garis besar dibagi menjadi tiga yaitu pola selera cina atau Laseman, pola selera
rakyat, dan pola lainnya. Berbagai macam pola selera rakyat yang ditemukan antara
lain adalah, Blarakan, Bledak Sarimbit, Sekar Jagad, Tiga Negri, Lerek Latohan,
Sekar Aseman, dan beberapa pola lainnya. Pola selera Cina antara lain Pola Bola
Dunia, Kupu-kupu Beruang, Lok Can, Lerek Sisik Naga, Banji Tambal, Naga, Tok
Wi, dan beberapa pola lainnya. Pola lainnya antara lain Sekar Sarimbit, Selo Karang,
Bledak Sarimbit, Nice umbrella, dan beberapa pola lainnya. Pola tersebut sudah
berkembang menjadi seni kontemporer yang memadukan antara gaya kekinian dan
masa lampau. Motif yang diciptakan semakin beragam dengan mengambil ide dari
Pola Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009, sebagian
besar diwujudkan dengan teknik batik tulis, dengan motif yang sangat bervariatif.
Motif khas Lasem masih juga dijumpai walaupun tidak mendominasai (Krecak,
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
Hong, Banji, Latohan, Dewa-dewi, dan Naga). Secara struktural pola batik Lasem
tersebut disusun dengan susunan geometris (Lereng dan Ceplok) dan non geometris
(Semenan dan Buketan). Struktur susunan motif seringkali dilakukan tidak dengan
sistem pengulangan pola kecuali pada pola Lereng dan Ceplokan. Karena para
pengrajin lebih senang ketika dalam membatik langsung menggoreskan pada kain,
sehingga batik Lasem diproduksi dengan berbagai macam versi dan ekspresi dari para
pengrajin. Corak yang terjadi pada batik Lasem merupakan mimesis dari kehidupan
masyarakat Lasem itu sendiri. Bentuk-bentuk motifnya yang dulu memiliki makna
filosofi yang mendalam, sekarang sudah tidak lagi memiliki makna filosofis karena
motif yang dibuat hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar saja. Penamaan batik
Lasem yang dulu sesuai dengan warna yang diterapkan sepertti Bang-bangan, Bang-
biru, dan Bang-biru-ijo, sekarang berubah penamaan sesuai jenis motif yang ada di
dalamnya. Kolaborasi yang terjadi pada pewarnaan batik Lasem sungguh sangat
warna sangat terlihat pada batik Lasem dengan pola kontemporer. Goresan yang
diciptakan para pengrajin tergolong lugas dan memiliki ketebalan yang terkesan
tegas.
B. Saran.
Setelah melakukan penelitian ada beberapa temuan yang menarik untuk lebih
ditindak lanjuti:
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
2. Penelitian mengenai pewarnaan khas batik Lasem yaitu warna merah yang
masyarakat batik biasa menyebutnya Abang Getih Pitik atau dalam bahasa Indonesia
commit to