Anda di halaman 1dari 11

TUGAS 2 AMDAL PERTAMBANGAN

DAMPAK PENAMBANGAN TIMAH TERHADAP LINGKUNGAN

Oleh :

Nama :Agung Aji Prabowo

NIM :111101075

Absen :15

Kelas : B

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

INSTITUD SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND

YOGYAKARTA

2014
DAMPAK PENAMBANGAN TIMAH TERHADAP LINGKUNGAN

1. Kerusakan lingkungan abiotik

Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan tambang timah telah memacu

 pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, bukan hanya pertumbuhan

ekonomi yang dihasilkan Tambang timah. Aktivitas pertambangan yang

dilakukan secara sporadis dan massal itu juga mengakibatkan kerusakan

lingkungan yang dahsyat. Sebagian besar penambang menggunakan peralatan

 besar sehingga dengan mudah mencabik-cabik permukaan tanah. Sisa

 pembuangan tanah dari timah menyebabkan pendangkalan sungai. Lumpur-

lumpur tanah dari timah dan pengaruh tambang timah telah membuat hampir

disetiap aliran sungai dapat berwarna coklat muda dan keruh yang berada

disekitar kawasan penambangan tersebut.

2. Kerusakan lingkungan biotik

Penambangan timah inkonvensional kini masih terus berlangsung,

termasuk di kawasan hutan lindung. Salah satunya adalah di kawasan hutan

lindung Gunung Pelawan. Penambang secara sembunyi-sembunyi tetap

menambang timah di kawasan terlarang tersebut. Timah juga merusak daerah

aliran sungai, kawasan sempadan pantai, hutan lindung, dan hutan produksi.

Lubang-lubang bekas penambangan tandus karena tidak direklamasi.

Sehingga dengan adanya penambangan timah yang tidak teratur dapat

merusak kawasan hutan yang ada didaerah tambang timah tersebut, dan juga
dapat membuat pencemaran pada sungai disebabkan penambangan yang

dibuat tidak ditata dengan sebaik-baiknya. Dan kalau sungai telah tercemar

maka dapat juga mengakibatkan organisme-organisme yang ada pada daerah

sungai tersebut akan mati misalnya seperti hutan dan tumbuh-tumbuhan

lainnya.

3. Lubang tambang

Sebagian besar pertambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara

terbuka. Ketika selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang

raksasa di bekas areal pertambangannya. Lubang-lubang itu berpotensi

menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang, terutama berkaitan dengan

kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang mengandung berbagai logam

 berat yang dapat merembes ke sistem air tanah dan dapat mencemari air ta nah

sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke dalam air tanah seringkali tidak

terpantau akibat lemahnya sistem pemantauan perusahaan-perusahaan

 pertambangan tersebut.contohnya dapat dilihat di pulau Bangka dan Belitung

 banyak di jumpai lubang-lubang bekas galian tambang timah (kolong) yang

 berisi air bersifat asam dan sangat berbahaya.Dan kalu lubang tambang ini

tetap dibiarkan air asam yang ada dalam lubang tambng tersebut akan dapat

mengurangi kualitas air tanah yang ada pada proses penambangan tersebut,

dan juga dapat membuat kesuburan tanah yang ada mbangan di daerah

 penambangan timah terseut akan berkurang diakibatkan oleh kualitas air

tanah yang sudah tercemar.


4. Air asam tambang

Air asam tambang mengandung logam-logam berat berpotensi

menimbulkan dampak lingkungan dalam jangka panjang. Ketika air asam

tambang sudah terbentuk maka akan sangat sulit untuk menghentikannya

karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan. Sebagai contoh,

 pertambangan timah pada era kerajaan Romawi masih memproduksi air asam

tambang 2000 tahun setelahnya. Air asam tambang baru terbentuk bertahun-

tahun kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak melakukan

monitoring jangka panjang bisa salah menganggap bahwa batuan limbahnya

tidak menimbulkan air asam tambang. Air asam tambang berpotensi

mencemari air permukaan dan air tanah. Sekali terkontaminasi terhadap air

akan sulit melakukan tindakan penanganannya

5. Hutan menjadi korban

Legalitas pemanfaatan lahan yang tidak berkelanjutan dan

 pengeksploitasian sumber daya alam yang berlebihan tanpa mengindahkan

keseimbangan ekosistem merupakan salah satu pemicu kerusakan

lingkungan. Contohnya di daerah Bangka Belitung. Keadaan ini merupakan

imbas dari krisis ekonomi berkepanjangan yang berakibat pada krisis sosial.

Selain itu pelaksanaan otonomi daerah yang kurang siap mengakibatkan

eksploitasi sumberdaya yang tidak berkelanjutan. Pada akhirnya, aktifitas


yang tidak lepas dari urusan ekosistem alam inipun membuat imbas berupa

kerusakan lingkungan tatanan ekosistem pulau Bangka khususnya daerah

yang mengalami degradasi kualitas dan kuantitas lahan yang telah mencakup

luas ke beberapa aspek ekosistem Bangka pada umumnya, yakni khususnya

wilayah hutan di Bumi Serumpun Sebalai ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa

kegiatan tambang timah di Pulau Bangka telah memacu pertumbuhan

ekonomi yang pesat. Namun, bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang

dihasilkan tambang timah. Aktivitas pertambangan yang dilakukan secara

sporadis dan massal itu juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang

dahsyat. Sebagian besar penambang menggunakan peralatan besar sehingga

dengan mudah mencabik-cabik permukaan tanah. Sisa pembuangan tanah

dari tambang timah menyebabkan pendangkalan sungai

Kerusakan yang ditimbulkan tambang timah tidak hanya terjadi di

lokasi penambangan wilayah daratan. Seperti yang diinformasikan

sebelumnya, bahwasanya kerusakan alam bahkan terjadi hingga ke pantai

(masyarakat Bangka menyebutnya tambang timah menjadi apung), tempat

 bermuara sungai-sungai yang membawa air dan lumpur dari lokasi tambang

timah. Di kawasan pantai, hutan bakau di sejumlah lokasi rusak akibat limbah

 penambangan tambang timah. Selain itu di wilayah pesisir pantai, beroperasi

 juga tambang rakyat menggunakan rakit, drum-drum bekas, mesin dongfeng

dan pipa paralon, yang mengapung. Para buruh menyelam ke dasar laut,

mengumpulkan sedikit demi sedikit timah


Bekas-bekas penambangan timah umumnya dibiarkan saja sebagaimana

adanya, tanpa adanya upaya mereklamasi. Dengan luasan wilayah

 penambangan antara dua sampai lima hektar, bolong-bolong pada permukaan

tanah yang mereka gali merupakan pemandangan yang tampak mengenaskan.

Penambangan timah inkonvensional di Kecamatan Belinyu kini masih terus

 berlangsung, termasuk di kawasan hutan lindung. Salah satunya adalah di

kawasan hutan lindung Gunung Pelawan. Penambang secara sembunyi-

sembunyi tetap menambang timah di kawasan terlarang tersebut. Tambang

timah juga merusak daerah aliran sungai, kawasan sempadan pantai, hutan

lindung, dan hutan produksi. Lubang-lubang bekas penambangan tandus

karena tidak direklamasi.

Perusakan hutan karena tambang membuat banyak wilayah kekeringan

hebat pada musim kemarau. Jika dilihat dari udara sebelum mendarat di

Bandara Depati Amir, wajah bumi Bangka Belitung dipenuhi kawah dan

lubang menganga. Lubang-lubang itu terisi air hujan dan menjadi tempat

subur perkembangan nyamuk anofeles. Akibatnya, penularan penyakit

malaria di Pulau Bangka cukup tinggi.


Upaya Mengurangi Dampak Penambangan Timah Terhadap Kerusakan

Lingkungan

Kerusakan lingkungan semakin hari semakin bertambah kompleks

sehingga kita pun merasakan bumi semakin panas. Ini disebabkan berkurangnya

ruang yang ditumbuhi oleh pepohonan. Kerusakan ini disebabkan oleh

 penambangan, perkebunan dan aktivitas penduduk. Misalnya saja kerusakan alam

di Provinsi kepulauan Bangka Belitung lebih banyak disebabkan oleh kegiatan

 pertambangan. Kegiatan pertambangan dapat berdampak pada

 perubahan/rusaknya ekosistem. Ekosistem yang rusak diartikan sebagai suatu

ekosistem yang tidak dapat lagi menjalankan fungsinya secara optimal, seperti

 perlindungan tanah, tata air, pengatur cuaca, dan fungsi-fungsi lainnya dalam

mengatur perlindungan alam lingkungan

Kegiatan penambangan timah di Bangka Belitung menyebabkan

timbulnya lobang-lobang besar. Lobang-lobang ini dengan mudah ditemukan

disetiap sudut daerah ini. Kerusakan alam yang terjadi di Provinsi kepulauan

Bangka Belitung sangat parah. Kerusakan ini tidak hanya terjadi di darat tetapi

 juga dilaut. Aktivitas penambangan di darat menyebabkan hilangnya vegetasi

tumbuhan yang bisa menyerap air. Sedangkan penambangan di laut menyebabkan

rusaknya terumbu karang serta kekeruhan meningkat. Meningkatnya kekeruhan

akan menghalangi sinar matahari masuk kedalam laut sehingga proses fotosintesis

terganggu, hingga pada akhirnya juga akan mengganggu keseimbangan ekosistem

di laut.
Gangguan ekosistem akibat penambangan ini dikategorikan dalam

gangguan yang mempunyai intensitas berat. Hal ini dikarenakan struktur hutan

rusak berat/hancur yang menyebabkan produkfitas tanahnya menurun. Dampak

lain yang timbul akibat penambangan timah adalah lahan yang terdegradasi.

Degradasi pada lahan bekas tambang meliputi perubahan sifat fisik dan kimia

tanah, penurunan drastis jumlah spesies baik flora, fauna serta mikroorganisme

tanah. Dengan kata lain, lahan yang terdegradasi memiliki tingkat kesuburan yang

rendah dan struktur tanah yang kurang baik untuk pertumbuhan tanaman

Untuk memperbaiki kondisi lahan yang rusak akibat kegiatan pertambanga dapat

dilakukan berbagai cara, salah satunya adalah dengan cara sbb:

1. Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki lahan

 pasca penambangan, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan

revegetasi. Revegetasi sendiri bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik,

kimia dan biologis tanah tersebut. Namun upaya perbaikan dengan cara ini

masih dirasakan kurang efektif, hal ini karena tanaman secara umum

kurang bisa beradaptasi dengan lingkungan ekstrim, termasuk bekas lahan

tambang.

2. Memperbaiki lahan bekas tambang dengan cara mikroorganisme yaitu

Perbaikan kondisi tanah meliputi perbaikan ruang tubuh, pemberian tanah

 pucuk dan bahan organik serta pemupukan dasar dan pemberian kapur.

Kendala yang dijumpai dalam merestorasi lahan bekas tambang yaitu


masalah fisik, kimia (nutrients dan toxicity), dan biologi. Masalah fisik

tanah mencakup tekstur dan struktur tanah. Masalah kimia tanah

 berhubungan dengan reaksi tanah (pH), kekurangan unsur hara, dan

mineral toxicity. Untuk mengatasi pH yang rendah dapat dilakukan dengan

cara penambahan kapur. Sedangkan kendala biologi seperti tidak adanya

 penutupan vegetasi dan tidak adanya mikroorganisme potensial dapat

diatasi dengan perbaikan kondisi tanah, pemilihan jenis pohon, dan

 pemanfaatan mikroriza

Oleh karena itu diperlukan pemilihan spesies yang cocok dengan

kondisi setempat, terutama untuk jenis-jenis yang cepat tumbuh, misalnya

sengon, yang telah terbukti adaptif untuk tambang. Dengan dilakukannya

 penanaman sengon minimal dapat mengubah iklim mikro pada lahan

 bekas tambang tersebut. Untuk menunjang keberhasilan dalam merestorasi

lahan bekas tambang, maka dilakukan langkah-langkah seperti perbaikan

lahan pra-tanam, pemilihan spesies yang cocok, dan penggunaan pupuk.

Untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman

 pada lahan bekas tambang, dapat ditentukan dari persentasi daya

tumbuhnya, persentasi penutupan tajuknya, pertumbuhannya,

 perkembangan akarnya, penambahan spesies pada lahan tersebut,

 peningkatan humus, pengurangan erosi, dan fungsi sebagai filter alam.

Dengan cara tersebut, maka dapat

Jika bumi tetap dibiarkan seperti saat ini maka bukan tidak

mungkin bencana akan melanda negri ini dan Bangka Belitung khususnya.
Dengan semakin langkanya tumbuhan maka cadangan air juga berkurang.

Oleh karena itu marilah kita bersama-sama untuk menjaga bumi ini agar

kehidupan tetap berlangsung dengan baik. Serta melaksanakan pepatah

“muda menanam, tua menuai” untuk membuat bumi tersenyum pada kita.

Sehingga kita tidak kepanasan lagi, tidak lagi dilanda kekeringan yang

 berkepanjangan serta generasi mendatang tetap bisa merasakan keindahan

dan kekayaan alam Indonesia ini. Kesadaran pribadi turut mendukung

keberhasilan program yang dicanangkan pemerintah untuk menjadikan

Indonesia Hijau kembali


DAFTAR PUSTAKA

http://asnanlubis.blogspot.com/2013/02/makalah-geologi-lingkungan-

sumber-daya.html

Anda mungkin juga menyukai