Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

-TENTANG-
BANGSA INDONESIA DIMASA PENJAJAHAN BELANDA

OLEH

NAMA : MAULIDATUS SHAHNA WAHYU ARINDRA


NO. : 17
KELAS : XI. MIPA. 5

SMA N 1 SIMO
2020 / 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani serta petunjuk dan kekuatan kepada
saya sehingga makalah dengan judul “BANGSA INDONESIA DIMASA
PENJAJAHAN BELANDA" bisa saya selesaikan, walau masih banyak kekurangan
kritik dan saran sangat diharapkan penulis agar dapat lebih baik lagi dikemudian
hari.
Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi – materi yang ada. Materi –
materi bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam belajar.
Serta juga dapat memahami nilai – nilai dasar yang direfleksikan dalam berpikir dan
bertindak. Mudah-mudahan dengan mempelajari makalah ini, akan mampu
menghadapi masalah-masalah atau kesulitan-kesulitan yang timbul dalam belajar.
Dan dengan harapan semoga semua mampu berinovasi dan berkreasi dengan
potensi yang dimiliki serta bisa memahaminya.

Simo, 1 September 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Latar belakang kedatangan Belanda ke Indonesia adalah akibat meletusnya
perang delapan puluh tahun antara Belanda dan Spanyol (1568-1648). Pada
awalnya, perang antara Belanda dan Spanyol bersifat agama karena Belanda
mayoritas beragama kristen protestan sedangkan orang Spanyol beragama kristen
katolik. Perang tersebut kemudian menjadi perang ekonomi dan politik. Raja Philip II
dari Spanyol memerintahkan kota Lisabon tertutup bagi kapal Belanda pada tahun
1585 selain karena faktor tesebut juga karena adanya petunjuk jalan ke Indonesia
dari Jan Huygen Van Lischoten, mantan pelaut Belanda yang bekerja pada Portugis
dan pernah sampai di Indonesia.
Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia adalah untuk berdagang rempah-
rempah. Setelah berhasil menemukan daerah penghasil rempah-rempah dan
keuntungan yang besar, Belanda berusaha untuk mengadakan monopoli
perdagangan rempah-rempah dan menjajah. Untuk melancarkan usahanya, Belanda
menempuh beberapa cara seperti pembentukan VOC dan pembentukan
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda.
Pada awal abad XIX Jawa Setelah pemerintahan Inggris berakhir, yaitu pada
tahun 1816, Indonesia kembali dikuasai oleh Pemerintahan Hindia-Belanda. Pada
masa ”kedua” penjajahan ini, yang sangat terkenal adalah sistem tanam paksa yang
diterapkan oleh Van den Bosch. Pelaksanaannya pun dimulai pada tahun 1830.
Terdapat ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan sistem tanam paksa tersebut.
Namun pada akhirnya, dalam praktek sesungguhnya terdapat banyak
penyimpangan-penyimpangan.
Terdapat perbedaan antara penerapan sistem sewa tanah yang dilaksanakan
oleh Raffles serta sistem tanam paksa yang dilaksanakan oleh Van den Bosch.
Keduanya membawa dampak yang tidak sedikit bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam perkembangan sampai  dengan paruh pertama abad ke-19, kebijakan
selain bidang perekonomian, dalam bidang pendidikan juga tidak diabaikan oleh
pemerintah Hindia-Belanda, tetapi itu hanya masih berupa rencana dari pada
tindakan nyata. Dalam periode itu pemerintah harus melakukan penghematan
anggaran, biaya untuk menumpas Perang Dipenogoro (1825-1830), dan untuk
pelaksanaan Culturstelsel.
Dalam rangka usahanya menguasai Indonesia, Belanda secara licik
menjalankan politik pecah belah, sehingga kerajaan-kerajaan yang saling
bertentangan itu menjadi lemah. Kesempatan inilah digunakan oleh Belanda untuk
menjajah Indonesia.
B.     Rumusan Masalah 
1.      Bagaimana sejarah kedatangan bangsa asing di nusantara?
2.      Bagaimana sejarah kedatangan VOC?
3.      Apa saja kegiatan VOC di Indonesia?
4.      Mengapa VOC dibubarkan?
5.      Bagaimana sejarah lahirnya pemerintahan Hindia-Belanda di Indonesia?
6.      Bagaimana sistem pemerintahan  Hindia-Belanda di Indonesia?
7.      Apa saja Perlawanan Rakyat terhadap pemerintahan Hindia-Belanda?
8.      Apa penyebab berakhirnya sistem pemerintahan Hindia-Belanda di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Kedatangan Hindia-Belanda di Indonesia


Bangsa Belanda datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1596.
Rombongan bangsa Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman dan Pieter
Keyzer ini membawa 4 buah kapal. Setelah menempuh perjalanan selama 14 bulan,
pada 22 Juni 1596, mereka berhasil mendarat di Pelabuhan Banten. Inilah titik awal
kedatangan Belanda di Nusantara. Kunjungan pertama tidak berhasil karena sikap
arogan Cornelis de Houtman. Pada 1 Mei 1598, Perseroan Amsterdam mengirim
kembali rombongan perdagangannya ke Nusantara di bawah pimpinan Jacob van
Neck, van Heemskerck, dan van Waerwijck. Dengan belajar dari kesalahan Cornelis
de Houtman, mereka berhasil mengambil simpati penguasa Banten sehingga para
pedagang Belanda ini diperbolehkan berdagang di Pelabuhan Banten.
Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia adalah untuk berdagang rempah-rempah.
Setelah berhasil menemukan daerah penghasil rempah-rempah dan keuntungan
yang besar, Belanda berusaha untuk mengadakan monopoli perdagangan rempah-
rempah dan menjajah.

B. Sejarah Kedatangan VOC di Indonesia


VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) didirikan pada tanggal 20 Maret
1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktifitas
perdagangan di Asia.Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang merupakan
perserikatan dagang Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan
pertama yang mengeluarkan pembagiaan saham. Meskipun sebenarnya VOC
merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena di
dukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC
boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa
dikatakan VOC adalah negara dalam negara. VOC terdiri 6 bagian (kamers), yang
terdapat di Amsterdam, Miiddelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoom dan
Rotterdam.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh
pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia
Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC).
VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di
wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di
Batavia, yang kini bernama Jakarta.

 Tujuan utama dari pembentukan VOC adalah sebagai berikut :


1. Menguasai pelabuhan penting.
2. Menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
3. Melaksanakan monopoli perdagangan di Indonesia.
4. Mengatasi persaingan antara Belanda dengan pedagang Eropa lainnya.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap
perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan
dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil
rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang
dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda
terus menjual biji Pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau
mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau
tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di
perkebunan pala. VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini,
dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram
dan Banten.

C. Kegiatan-kegiatan VOC di Indonesia


Kegiatan VOC di Indonesia mulai diorganisasi dan dimonopoli perdagangan
mulai diterapkan setelah ditetapkannya gubernur Jenderal yang pertama yaitu
Pieter Both. Pieter Both menentukan pusat kedudukan VOC di Ambon. Pilihan itu
didasari pertimbanagan bahwa dari ambon kegiatan untuk menerapkan monopoli
perdagangan rempah-rempah di Maluku akan lebih mudah dilakukan. Dalam
perkembangannya Pieter Both memindahkan pusat kedudukan VOC ke Jayakarta
dengan alasan lebih srategis dan akan lebih mudah menyingkirkan portugis yang
berkedudukan di Malaka.
Sejak tanggal 31 Mei 1691,VOC memperoleh hak penuh atas Jayakarta, dan
sejak itu Jayakarta berubah menjadi Batavia. Melalui Batavia VOC memperluas
pengaruhnya ke berbagai wilayah di Indonesia. Perluasan pengaruh itu disertai
penerapan monopoli perdagangan. Dengan kekuatan militer dan keahlian memecah
belah,sejumlah wilayah tunduk pada pengaruh VOC. Untuk menjalankan monopoli
perdagangan VOC membuat peraturan sebagai berikut :
1. Petani rempah-rempah hanya boleh bertindak sebagai produsen hak jual-
beli hanya dimiliki VOC
2. Panen rempah-rempah harus di jual kepada VOC dengan harga yang
ditentukan oleh VOC.
3. Barang kebutuhan sehari-hari seperti peralatan rumah tangga,garam,dan
kain harus dibeli dari VOC dengan harga yang ditentukan VOC.

Perluasan pengaruh VOC berlangsung setelah VOC berkedudukan di


Batavia. Setelah menguasai Batavia, VOC menanamkan pengaruh politik di
kerajaan Banten. Kemudian VOC bergerak ke timur dan berhasil memperlemah
kerajaan Mataram di Jawa Tengah melalui perjanjian Giyanti dan perjanjian Salatiga.
Sedangkan Makassar, VOC berhasil menanamkan pengaruh politiknya melalui
perjanjian Bongaya.
Di Maluku, VOC menanamkan pengaruh politiknya melalui perjanjian dengan
penguasa setempat. Dengan itu, VOC mengadakan perjanjian untuk saling
membantu menghadang pengaruh Portugis. Dengan Ternate, VOC mengadakan
perjanjian dalam rangka menanamkan pengaruhnya di Selat Barat, Luhu, Kambelo,
dan Ludisi yang termasuk wilayah kekuasaan VOC.

D. Bubarnya VOC di Indonesia


Hampir 2 abad VOC mengalami kejayaan dan berkuasa mutlak di Indonesia
(abad ke-17 dan ke-18) banyak keuntungan dari monopoli perdagangan rempah-
rempah dan campur tangan secara politis di berbagai wilayah.
Pada akhir abad ke-18 organisasi ini mengalami kebangkrutan,dan tanggal 31
Desember 1799 VOC di bubarkan. Bangkrutnya VOC itu ditandai oleh buruknya
kondisi keuangan serikat dagang tersebut. Dengan kas yang kosong dan utang yang
menumpuk, VOC kemudian tidak dapat lagi menjalankan kegiatannya. Berikut ini
faktor-faktor penyebab bangkrutnya VOC :
1. Para pegawai VOC banyak yang melakukan korupsi.
2. Banyak pegawai VOC yang tidak cakap sehingga pengendalian monopoli
perdagangan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
3. VOC banyak menanggung utang akibat peperangan yang dilakukan baik
dengan rakyat Indonesia maupun dengan Inggris.
4. Kemerosotan moral dikalangan para penguasa akibat sistem monopoli
perdagangan.
5. Tidak berjalannya verplichte leveranti (penyerahan wajib) dan preanger
stelsel (aturan pringan) yang di maksudkan untuk mengisi kas VOC yang
kosong.
6. Banyak prajurit VOC yang mati akibat menghadapi perlawanan rakyat.

E. Lahirnya Pemerintahan Hindia-Belanda di Indonesia


Setelah VOC dibubarkan, Kaisar Perancis Napoleon Bonaperte mengangkat
saudaranya untuk dijadikan raja di Belanda. Saudaranya tersebut bernama Louis
Bonaperte. Atas kehendak Louis Bonaperte, diangkatlah Herman Willem Daendels
sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia. Tugas-tugas Daendels sebagai gubernur di
Indonesia adalah mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, mengatur
pemerintahan di Indonesia dan membereskan keuangan. Untuk melaksanakan
tugas-tugasnya Daendels mengambil kebijakan menyangkut bidang pertahanan,
pemerintahan dan keuangan.
Tindakan Daendels menjual tanah-tanah negara kepada orang-orang
partikelir (swasta) dianggap telah melanggar undang-undang. Oleh karena itu, pada
tahun 1811 Daendels ditarik ke Eropa oleh Napoleon. Alasan yang dikemukakan
oleh Napoleon adalah Daendels akan diikutsertakan dalam penyerbuan ke Rusia
pada tahun 1812. Daendels kemudian digantikan oleh Jansens. Akan tetapi jansens
belum sempat melaksanakan tugas-tugasnya, Belanda sudah dikalahkan oleh
Inggris. Pada tanggal 18 September 1811, Belanda dan Inggris menyepakati suatu
Perjanjian yang disebut Kapitulasi Tuntang.

F. Sistem Pemerintahan Hindia-Belanda di Indonesia


1. Struktur Pemerintahan Hindia-Belanda di Indonesia
a. Sistem Pemerintahan Desentralisasi
Pemerintahan Hindia-Belanda berupaya menggunakan sistem
pemerintahan desentralisasi untuk mengatur kekuasaan di wilayah
jajahannya. Pada dasarnya pemerintahan desentralisasi Hindia-Belanda
bertujuan untuk membuka kemungkinan diadakannya daerah-daerah yang
memiliki pemerintahan sendiri namun tetap memiliki tanggungjawab dan
berada di bawah pengawasan pemerintah pusat.
Pada awalnya gubernur jenderal yang merupakan wakil ratu
Belanda memiliki kekuasaan yang sangat luas, sehingga untuk
melaksanakan tugasnya dibantu oleh organisasi-organisasi pemerintah
yang diisi oleh pejabat-pejabat baik pusat maupun daerah. Namun
kekuasaan yang tak terbatas menuai protes dari komunitas-komunitas
pengusaha Belanda, karena mereka juga ingin menyuarakan pendapatnya
dalam menentukan kebijakan.
Untuk mengatasi hal itu diusulkan untuk membentuk gewestelijk
raden, yaitu suatu dewan dimana warga eropa dapat berbicara untuk
menyuarakan isi hatinya. Inilah yang mengawali terbentukanya
decentralisatie wet, kurang lebih pasalnya berisi tentang pemerintah di
daerah-daerah jajahan kerajaan Belanda.
b. Birokrasi Pada Masa Pemerintah Hindia-Belanda
Sebagai bangsa pendatang yang ingin menguasai wilayah
nusantara, baik secara politik maupun ekonomi, pemerintah kolonial
menyadari bahwa keberadaannya tidak selalu aman. untuk itu pemerintah
kolonial menjalin hubungan politik dengan pemerintah kerajaan yang
masih disegani, hal ini bertujuan untuk menanamkan pengaruh politiknya
terhadap elite politik kerajaan.
Terjadi dualisme sistem birokrasi pemerintahan pada saat
pemerintahan kolonial berlangsung, yaitu mulai diperkenalkannya sistem
administrasi kolonial (Binnenlandsche Bestuur) yang memperkenalkan
sistem administrasi dan birokrasi modern yang puncaknya pada ratu
Belanda dan sistem administrasi tradisional (inheemche Bestuur) masih
dipertahankan oleh pemerintah kolonial.
Dalam struktur pemerintahan di nusantara, Belanda menempatkan
Gubernur Jenderal yang dibantu oleh gubernur dan residen. Gubernur
merupakan wakil pemerintah pusat yang berkedudukan di Batavia,
setingkat wilayah Propinsi. Sedangkan untuk tingkat Kabupaten terdapat
asisen residen dan pengawas (Controleur). keberadaan asisten residen
diangkat oleh gubernur jenderal untuk mengawasi bupati dan wedana
dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pengawasan dari raa hanya
ditunjukkan pada saat-saat tertentu, seperti pengiriman upeti kepada raja.
bupati tidak memiliki kekuasaan yang otonom lagi, akan tetapi selalu
mendapat kontrol dari pengawas yang ditunjuk pemerintah pusat.
perubahan birokrasi pemerintahan tersebut mendorong Belanda untuk
mengadakan perubahan hak pemakaian tanah.
Struktur administrasi pemerintah kolonial Belanda di Indonesia
sebagai berikut. Gubernur Jenderal memegang kekuasaan tertinggi
sebagai wakil dari Ratu Belanda yang berkedudukan di propinsi.
dikabupaten diperintah oleh gubernur, sub kabupaten oleh residen,
dibawahnya ada asisten residen yang mengawasi para patih dan bupati,
dibawahnya ada pengawas yang bertugas mengawasi wedana dan
asisten wedana.
2. Kebijakan-kebijakan pada Pemerintahan Hindia-Belanda
a. Kebijakan Pemerintahan pada Masa DAENDELS
Setelah VOC bubar, Herman Wiiliam Daendels menjadi Gubernur
Jenderal di Indonesia, dengan tugas pokoknya, antara lain :
1) Mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.
2) Mengatur pemerintahan di Indonesia.
Untuk menjalankan tugas-tugasnya Daendels melakukan beberapa
tindakan, antara lain sebagai berikut :
1) Membentuk pasukan dari orang-orang Indonesia.
2) Mendirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
3) Membangun pangkalan armada di Merak dan Ujung kulon.
4) Mendirikan benteng-benteng pertahanan.
5) Membangun Jalan Raya Anyer- Panarukan.
Beberapa cara yang di lakukan Daendels untuk mendapatkan dana agar
dapat menjalankan tugasnya antara lain :
1) Contingenten : mewajibkan penduduk untuk menyerahkan sebagian hasil
buminya sebagai pajak.
2) Verplichte Leverentie : mewajibkan penduduk menjual hasil buminya
kepada pemerintahan Belanda dengan harga yang ditentukan.
3) Menjual tanah negara kepada pihak swasta.
4) Pringer Stelsel : mewajibkan penduduk priangan untuk menanam kopi
yang hasilnya di serahkan kepada pemerintahan Belanda.
Pemerintahan Daendels di Indonesia menimbulkan penderitaan rakyat karena
Daendels bertindak kejam terhadap rakyat. Daendels mengeksploitasi kekayaan
alam dan tenaga rakyat Indonesia yang menimbulkan kebencian rakyat. Selain itu
Daendels melakukan kesalahan dengan menjual tanah pemerintahan kepada para
pengusaha swasta. Akibatnya pada tahun 1811 Daendels di tarik kembali ke
Belanda dan di gantikan oleh Jansens.
b. Kebijakan Pemerintahan Pada Masa JANSENS
Gubernur Jenderal Jansens ternyata seorang Gubernur Jenderal yang
lemah, buktinya ketika Inggris menyerang Jansens terpaksa harus
menyerah dan menandatangani perjanjian Kapitulasi Tuntang 17
Desember 1811.
Isi perjanjian Kapitulasi Tuntang adalah :
1) Seluruh militer Belanda menjadi tawanan Inggris.
2) Utang pemerintahan Belanda tidak di akui Inggris.
3) Indonesia harus diserahkan kepada Inggris.
Kekalahan Jansens disebabkan oleh :
1) Tidak terjalinnya hubungan kerjasama dengan raja-raja di
Indonesia.
2) Angkatan perang warisan Daendels kurang kuat.
3) Jansens kurang cakap memimpin pemerintahan.

c. Kebijakan Pemerintahan pada Masa RAFFLES


Dengan penandatangan Kapitulasi Tuntang tanggal 17 Desember
1811, Belanda harus menyerahkan Indonesia kepada Inggris di bawah
pimpinan Stamoford Raffles yang berkedudukan di Batavia.
Raffles menerapkan kebijakan-kebijakan antara lain :
1) Membagi pulau Jawa menjadi 16 karesidenan.
2) Melarang perdagangan budak.
3) Menghapus segala bentuk penyerahan wajib semasa Daendels.
4) Menghapus peran Bupati sebagai pemungut pajak.
5) Memberlakukan sistem sewa tanah (Landrent).
Akan tetapi sistem pajak sewa tanah (Landrent) pada masa Raffles
mengalami kegagalan, sebab :
1) Sulit menentukan jumlah pajak yang harus di bayar.
2) Tidak ada dukungan dari para Bupati.
3) Pajak sewa tanah harus dibayar dengan uang, padahal rakyat belum
mengenal sistem peredaran uang.
Pemerintahan Raffles berakhir tahun 1816 dikarenakan berdasar
perjanjian London yang di tandatangani Inggris dan Belanda tahun 1814,
Inggris harus menyerahkan kembali tanah jajahan yang di rebut dari Belanda
termasuk Indonesia. Pada tanggal 19 Agustus 1816 Inggris di wakili John
Fendell dan pihak Belanda di wakili oleh Boyskes, Elout dan Van Der
Cappelen.
Dalam pemerintahannya yang singkat Raffles juga berjasa, yaitu :
1) Menyusun buku History of Java.
2) Menemukan Bunga Rafflesia.
3) Merintis terbentuknya Kebun Raya Bogor.

d. Sistem Tanam Paksa di Indonesia


Abad ke-19 pemerintahan Belanda mengalami kesulitan keuangan
yang disebabkan oleh :
1) Banyaknya hutang luar negeri yang di tanggung pemerintahan
Belanda.
2) Banyaknya biaya yang dikeluarkan pemerintahan Belanda untuk perang
melawan rakyat Indonesia dan pemberontakan rakyat Belgia yang ingin
memerdekaan diri dari Belanda.
Untuk mengatasinya Van Den Bosch mengusulkan pelaksanaan
sistem tanam paksa / Cultur Stelsel di Indonesia. Dalam pelaksanaan
tanam paksa telah diatur beberapa pokok ketentuan , akan tetapi dalam
pelaksanaan sistem tanam paksa menyimpang dari aturan yang telah
ditetapkan. Penyimpangan itu disebabkan oleh adanya Culture Proceten
yang diberlakukan pemerintah Belanda. Culture Proceten adalah hadiah /
persen bagi setiap pegawai tanam paksa yang dapat menyetorkan hasil
tanaman melebihi ketentuan yang telah ditetapkan. Hal tersebut
mengakibatkan para pegawai tanam paksa berusaha memaksa dan
memeras rakyat.

Pelaksanaan sistem tanam paksa menimbulkan akibat yaitu :


1) Bagi Indonesia , menimbulkan penderitaan , kelaparan, kemiskinan
bagi rakyat Indonesia terutama di daerah Demak, Grobogan dan Cirebon.
2) Bagi Belanda, sistem tanam paksa menyebabkan pemerintahan
Belanda mengalami Surplus keuangan.
Pelaksanaan sistem tanam yang menimbulkan penderitaan rakyat
Indonesia mendapat kritik keras dari tokoh Liberal dan Humanis Belanda.
Tokoh-tokoh penentang sistem tanam paksa adalah :
1) Douwes Dekker dengan nama samaran Empu Tantuli yang
melukiskan penderitaan rakyat Indonesia akibat sistem tanam paksa.
2) Frans Van der Putte yang menentang sistem tanam paksa dengan
menulis buku berjudul Suiker Contraction. Bersama dengan Baron Van
Hoevel berjuang menghapus sistem tanam paksa melalui parlemen
Belanda.
Adanya kritikan-kritikan terhadap pelaksanaan sistem tanam paksa
akhirnya mendorong pemerintahan Belanda menghapus sistem tanam paksa
secara resmi tahun 1870.

e. Kebijakan Pelaksanaan Politik Pintu Terbuka


Sistem tanam paksa secara resmi dihapus tahun 1870 sejak saat
itu perekonomian Hindia-Belanda memasuki zaman liberal. Menurut kaum
liberal kehidupan perekonomian dan pihak swasta bebas melakukan
tindakan ekonomi.
Pada tahun 1870 politik pintu terbuka/politik colonial liberal
diberlakukan di Indonesia yang di tandai dengan keluarnya undang-
undang Agraria (Agrasche Wet) tahun 1870.
Tujuan dikeluarkan undang-undang Agraria adalah :
1) Memberikan kesempatan kepada para pengusaha swasta asing untuk
menyewa tanah dari rakyat Indonesia.
2) Melindungi hak milik petani pribumi atas tanahnya dari penguasaan
orang asing.
Pokok-pokok aturan dalam Undang-undang Agraria adalah :
1) Gubernur Jenderal tidak boleh menjual tanah pemerintah, tanah tersebut
dapat disewakan paling lama 75 tahun.
2) Gubernur Jenderal tidak boleh mengambil tanah yang dibuka rakyat.
3) Tanah milik pemerintah antara lain hutan yang belum dibuka, tanah yang
berada diluar wilayah milik desa, tanah milik adat.
4) Tanah milik penduduk antara lain semua sawah, ladang dan sejenisnya
yang dimiliki oleh penduduk desa, boleh disewa pihak swasta jangka panjang
waktu 5 sampai 20 tahun.
Dengan adanya politik pintu terbuka tersebut berarti bangsa Indonesia
terbuka untuk penanaman modal asing. Pelaksanaan politik pintu terbuka di
Indonesia menimbulkan akibat atau dampak yang luas antara lain :
1) Tanah perkebunan semakin tambah luas.
2) Rakyat terutama di pulau Jawa hidup dalam kemiskinan dan penderitaan.
3) Usaha kerajinan rakyat terdesak oleh barang-barang impor.
4) Rakyat pedesaan mulai mengenal arti pentingnya peredaraan uang.
5) Modal swasta asing mulai ditanam di Indonesia.

G. Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Pemerintah Hindia-Belanda


a. Perang Pattimura / Perang Maluku (1817)
Sebab terjadinya perang Maluku adalah :
1) Penindasan Belanda terhadap rakyat Maluku.
2) Kegelisahan Rakyat Maluku terhadap Belanda yang diduga membebani
rakyat dengan berbagi pihak.
3) Pendudukan Belanda atas benteng Duurtstede di Saparua.
Dalam perjuangan Pattimura yang dikenal dengan Thomas Maltuallessy
dibantu Thomas Pattiwael, Anthonie Rheboak, Said Parintah, Latumahina dan
Christina Martha Tiahahu. Akan tetapi perjuangan Pattimura mengalami kegagalan.
Tertangkapnya para pemimpin perjuangan rakyat Maluku perlawanan menjadi
melemah dan akhirnya dapat dikuasai oleh Belanda.
b. Perang Diponegoro (1825-1830)
Sebab-sebab umum terjadinya perang Diponegoro melawan pemerintah
kolonial Belanda antara lain :
1) Belanda turut campur dalam urusan keratin.
2) Penderitaan rakyat akibat perlakuan pemerintahaan kolonial Belanda
yang sewenang-wenang.
3) Kebencian kalangan istana karena Belanda semakin mempersempit
wilayah kerajaan.
4) Kekecewaan kaum ulama terhadap sikap orang-orang Belanda yang
merendahkan.
Adapun penyebab khusus terjadinya perang Diponegoro adalah pemasangan
tonggak-tonggak untuk membuat jalan yang melalui makan leluhur Pangeran
Diponegoro di Tegalrejo tanpa ijin lebih dahulu.
Dalam perjuangan Pangeran Diponegoro antara lain dibantu Kyai Mojo,
Sentot Prawirodirjo dan Noto Projo menggunakan siasat gerilya.
Untuk menghadapi perang Diponegoro Belanda menerapkan sistem benteng stelsel,
dengan tujuan adalah :
1) Mempersempit ruang gerak Pangeran Diponegoro.
2) Memecah belah pasukan Diponegoro.
3) Menekan pertahanan Diponegoro agar cepat menyerah.
Adanya benteng stelsel menyebabkan kedudukan Pangeran Diponegoro
menjadi terdesak. Tokoh-tokoh pemimpin pasukan Diponegoro satu-persatu
ditangkap Belanda. Bahkan Pangeran Diponegoro juga ditangkap Belanda dalam
perundingan tanggal 18 Maret 1830, Pangeran Diponegoro kemudian diasingkan di
Makassar hingga wafat tanggal 8 Januari 1855.
c. Perang Paderi (1821-1837)
Penyebab perang Paderi di Minangkabau Sumatera Barat adalah :
1) Pertentangan antara kaum Adat dan kaum Paderi yang berusaha
menegakkan agama Islam dari tindakan-tindakan yang menyimpang dari
ajaran Islam.
2) Belanda turut campur dalam pertentangan kaum Adat dan kaum Paderi
dengan cara membantu kaum Adat.
d. Perang Bali (1846-1863)
Penyebab terjadinya Perang Bali melawan pemerintah Belanda adalah :
1) Belanda menuntut kerajaan-kerajaan di Bali mengakui kekuasaan
pemerintah kolonial Belanda
2) Belanda menolak Hukum Tawan Karang ,yaitu hak raja-raja Bali
merampas semua kapal asing yang terdampar di wilayah kerajaanya
3) Kerajaan-kerajaan di Bali menolak tunduk kepada pemerintah Belanda
e. Perang Banjar (1859-1863)
Penyebab terjadinya perang Banjar melawan kolonial Belanda adalah :
1) Penangkapan Prabu Anom yang terkenal menentang VOC
2) Belanda campur tangan dalam urusan kerajaan Banjar dengan
mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai raja Banjar menggantikan Sultan
Adam.
Perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda dipimpin oleh Pangeran Antasari
dan Pangeran Hidayat yang dibantu Kyai Demang Leman,Haji Buyasin,dan Haji
Nasrun. Akan tetapi perlawanan rakyat Banjar semakin lemah setelah tokoh-tokoh
pemimpin Banjar ditangkap Belanda. Akibatnya Banjar menjadi wilayah kekuasaan
Belanda.
f. Perang Aceh (1873-1904)
Penyebab terjadinya perang Aceh melawan pemerintah kolonial Belanda adalah :
1) Belanda menuntut Aceh mengakui kekuasaan pemerintah Kolonial
Hindia-Belanda.
2) Belanda turut campur dalam urusan luar negeri Aceh.
Ditandatanganinya Traktat Sumatera tahun 1871 yang memberikan
kebebasan Belanda memperluas kekuasaan ke Sumatera termasuk Aceh.
Pemimpin perjuangan melawan Belanda antara lain : Teuku Umar, Teuku Cik Di
Tiro, Panglima Polim, Cut Nyak Dien dan Cut Meutia.
Meskipun perang sudah berlangsung lama Belanda belum sepenuhnya
menguasai Aceh. Oleh karena itu Belanda mengirim Dr. Snouck Hurgronje untuk
meneliti kehidupan sosial budaya Aceh, Dr. Snouck Hurgronje dalam bukunya De
Atjeher menyarankan kepada pemerintah Belanda harus melakukan serangan
besar-besaran dalam menghadapi perang Aceh.
Pada tahun 1899 pasukan Belanda (Pasukan Marsose) yang dipimpin kolonel
Van Heutz menyerang Aceh secara besar-besaran sehingga para pemimpin Aceh
satu-persatu gugur dan tertangkap. Akhirnya Sultan Muhammad Daud Syah dipaksa
menandatangani perjanjian tersebut Aceh harus tunduk pada pemerintahan Kolonial
Hindia-Belanda.
g. Gerakan Protes Petani
Perjuangan rakyat Indonesia melawan Kolonial Belanda tidak hanya
dilakukan dalam bentuk perang, tetapi juga dalam bentuk gerakan protes petani.
Gerakan protes petani adalah gerakan yang dilakukan para petani sebagai
ungkapan protes kebijakan pemerintah kolonial.
Faktor-faktor pendorong timbulnya gerakan protes petani antara lain :
1) Kebencian para petani,adanya pemberlakuan berbagai pajak yang
memberatkan.
2) Para pengusaha bertindak sewenang-wenang.
3) Adanya praktek penindasan dan perbudakan.
4) Adanya keyakinan datangnya ratu adil yang akan membebaskan mereka.
Gerakan protes petani, misalnya :
1) Di Ciamis 1886 dipimpin oleh Mohammad Idris.
2) Di Condet 1912 dipimpin oleh Entong Gendut.
3) Di Surabaya 1916 dipimpin oleh Sadikin.

H. Berakhirnya Pemerintahaan Hindia-Belanda


Sejarah panjang masa berakhirnya pemerintahan Hindia-Belanda sebenarnya
telah mulai muncul karena diberlakukannya Politik Etis, Dengan dilakukannya Politik
Etis tersebut justru mengancam kedudukan pemerintahan Hindia-Belanda karena
Politik Etis dapat menghadirkan lahirnya golongan terpelajar. Golongan terpelajar
inilah yang mempelopori lahirnya Pergerakan Nasional, gerakan-gerakan anti
penjajahan banyak bermunculan pada masa ini. Dimulai dari masa pembentukan
(1908-1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam dan Indische Partij,
masa radikal/nonkooperasi (1920-1930) berdiri organisasi seperti Partai Komunis
Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI) dan Partai Nasional Indonesia (PNI)
serta pada masa moderat/kooperasi (1930-1942) berdiri organisasi seperti Parindra,
Partindo, dan GAPI. Di samping itu juga berdiri organisasi keagamaan, organisasi
pemuda, dan organisasi perempuan.
Pihak Hindia-Belanda mulai menjalankan tingkat penindasan baru untuk
menanggapi perkembangan tersebut. Dalam masalah politik, gerakan anti
penjajahan melanjutkan langkah-langkah yang tidak menghasilkan apa-apa.
Pemerintahan Hindia-Belanda memasuki tahapan yang paling menindas dan paling
konservatif dalam sejarahnya pada abad XX.
Tanda-tanda runtuhnya pemerintahan Hindia-Belanda semakin menguat ketika
berkobar Perang Dunia II di Eropa yang ditandai dengan penyerbuan Jerman atas
Polandia pada tanggal 1 September 1939, kemudian Jerman yang pada saat itu
dipimpin oleh Hitler menyerbu negeri Belanda pada tanggal 10 Mei 1940 yang
menyebabkan pemerintah Belanda lari ke pengasingan ke London. Pada bulan
September 1940, Pakta tiga pihak mengesahkan persekutuan Jepang-Jerman Italia.
Perancis dikalahkan oleh Jerman pada bulan Juni 1940. Pada bulan September,
pemerintah Perancis di Vichy yang bekerja sama dengan pihak Jerman
memperbolehkan Jepang membangun pangkalan-pangkalan militer di Indo-Cina
yang merupakan jajahan Perancis. Pada saat itu pemimpin-pemimpin Jepang mulai
terang-terangan tentang “pembebasan” Indonesia. Di Den Haag sebelum jatuhnya
negeri Belanda dan di Batavia sesudah itu, Jepang mendesak agar Belanda
memperbolehkan memasuki Indonesia seperti mereka diperbolehkan di Indo-Cina,
tetapi perundingan-perundingan itu akhirnya mengalami kegagalan pada bulan Juni
1941 dan pada bulan Juli balatentara Jepang di Indo-Cina diperkuat. Bulan Oktober
1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe sebagai Perdana Menteri.
Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki
melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka
melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus,
apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi
setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan,
baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.
Kini peperangan di Asia sudah diambang pintu. Admiral Isoroku Yamamoto,
Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat
berani yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar.
Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut
pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah
ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta
2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11
kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur dan pada akhirnya pada
tanggal 8 Desember 1941 (7 Desember di Hawaii), Jepang menyerang basis perang
Amerika Serikat di Pearl Harbour, mereka juga menyerang Hongkong, Filipina dan
Malaysia yang dilakukan oleh kekuatan kedua yaitu sisa kekuatan Angkatan Laut
yang mereka miliki yang mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan atau
Filipina dan Malaysia tersebut yang kemudian penyerangan itu akan dilanjutkan ke
Jawa.
Karena penyerangan itu pulalah negeri Belanda mengikuti jejak sekutu-sekutunya
menyatakan perang terhadap Jepang. Pada tanggal 10 Januari 1942 penyerbuan
Jepang ke Indonesia dimulai. Pada tanggal 15 Februari, pangkalan Inggris di
Singapura juga menyerah. Pada akhir bulan Februari tepatnya tanggal 27 Februari
1942 balatentara Jepang berhasil menghancurkan armada gabungan Belanda,
Inggris, Australia dan Amerika dalam pertempuran di laut Jawa. Tanggal 28 Februari
1942, Tentara ke 16 di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mendarat
di tiga tempat di Jawa Banten, Eretan Wetan dan Kragan dan segera menggempur
pertahanan tentara Belanda. Setelah merebut Pangkalan Udara Kalijati, Letnan
Jenderal Imamura membuat markasnya di sana. Imamura memberikan ultimatum
kepada Belanda, bahwa apabila tidak menyerah, maka tentara Jepang akan
menghancurkan tentara Belanda.
Kemudian pada 8 Maret 1942, pihak Belanda di Jawa menyerah dan
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer ditawan
oleh pihak Jepang. Dengan demikian, bukan saja de facto, melainkan juga de jure,
seluruh wilayah bekas Hindia Belanda sejak itu berada di bawah kekuasaan dan
administrasi Jepang. Dan pada saat itulah kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia
berakhir.
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Belanda datang pertama kali ke Indonesia pada tahun 1596-1811, dan
yang kedua kalinya pada tahun 1814-1904. Tujuan kedatangan Belanda ke
Indonesia adalah untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di
Indonesia. Dan untuk melancarkan usahanya, Belanda menempuh beberapa
cara yaitu membentuk VOC pada tahun 1902 dan membentuk pemerintahan
kolonial Hindia-Belanda. Setelah masa penjajahan itu usai, Belanda
meninggalkan kebudayaan dan kebijakan-kebijakan yang sebagian masih di
pakai oleh Indonesia.
Indonesia pada masa pemerintahan Hindia-Belanda abad XIX sudah
mengalami berbagai pergantian Gubernur Jenderal tetapi yang paling
menyengsarakan rakyat yaitu pada masa Gubjen, Rafles, Daendels, Van den
Bosch, dan van Hogendrop. Yang menerapkan system tanam paksa,
penyerahan wajib hasil pertanian, penyewaan tanah kepada rakyat,
penyewaan desa pada pihak swasta dan pembuatan jalan dari Anyer sampai
Panarukan.

2. Analisa
Indonesia pernah merasakan dijajah oleh negara lain, seperti Portugis
dan Inggris. Akan tetapi penjajahan itu tidak begitu lama. Baru setelah itu
bangsa Indonesia mulai dijajah kembali oleh bangsa barat yaitu Belanda yang
kurang lebih selama 300 tahun lamanya. Pada awalnya Belanda hanya ingin
melakukan perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Akan tetapi melihat
kondisi Indonesia yang begitu kaya akan rempah-rempah VOC berniat
melakukan monopoli perdagangan. VOC merupakan persatuan dari berbagai
perseroan dan disahkan dengan suatu piagam yang memberi hak khusus
untuk berdagang, berlayar dan memegang kekuasaan. Jadi pada saat
pemerintahan Hindia-Belanda, masyarakat sangat tertindas karena adanya
sistem tanam paksa dan kerja rodi dan pemerintahan yang hanya
menguntungkan pemerintahan Belanda, tidak memperhatikan rakyat
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai