Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn.

A DENGAN STROKE
NON HEMORAGIK DI RUANG ANYELIR RSUD AMBARAWA
SEMARANG

Disusun oleh :
Erinda Safitri
(16100011)

Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Guna Bangsa Yogyakarta


2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK

A. Definisi

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang


cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,
progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000)

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan


trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

Maka dapat disimpulkan bahwa stroke non hemoragik adalah salah satu jenis
stroke yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik, dapat
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder serta menimbulkan kematian.

B. Klasifikasi
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan
proses patologik (kausal):
1.   Berdasarkan manifestasi klinis
a.    Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b.   Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c.    Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d.   Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

2.      Berdasarkan kausal
a.  Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang
besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar
trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya
gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh
tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein(LDL).
Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran
darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan
hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b.   Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat

ringannya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang

umum dijumpai pada penderita stroke non hemoragik yaitu:13

1. Gangguan Motorik

- Tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus)

- Penurunan kekuatan otot

- Gangguan gerak volunter


- Gangguan keseimbangan

- Gangguan koordinasi

- Gangguan ketahanan

2. Gangguan Sensorik

- Gangguan propioseptik

- Gangguan kinestetik

- Gangguan diskriminatif

3. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi

- Gangguan atensi

- Gangguan memori

- Gangguan inisiatif

- Gangguan daya perencanaan

- Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah

4. Gangguan Kemampuan Fungsional

- Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke

toilet dan berpakaian.

D. Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan


oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik
juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap
proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade
iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1.      Emboli

a.    Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada
intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.

b.   Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:

1)      Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan


dan bagian kiri atrium atau ventrikel.

2)      Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan


gangguan pada katup mitralis.

3)      Fibrilasi atrium

4)      Infarksio kordis akut

5)      Embolus yang berasal dari vena pulmonalis

6)      Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung


miksomatosus sistemik

c.    Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:

1)      Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis

2)      Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.

3)      Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun


dari right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,
katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3
persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di
antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.

2.      Thrombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah


besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan
terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan
trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.

Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle


sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).

E. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik

Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan jaringan
otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga mengganggu
pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.
Aliran darah dalam kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60 ml/100
gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 13001400 gram (+
2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan jumlah aliran darah
otak orang dewasa adalah + 800 ml/menit atau 20% dari seluruh curah jantung harus
beredar ke otak setiap menitnya. Pada keadaan demikian, kecepatan otak untuk
memetabolisme oksigen + 3,5 ml/100 gram otak/menit. Bila aliran darah otak turun
menjadi 20-25 ml/100 gram otak/menit akan terjadi kompensasi berupa peningkatan
ekstraksi oksigen ke jaringan otak sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat
dipertahankan.
Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidanya
akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90%
glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap. Hanya 10% yang diubah
menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob. Energi yang
dihasilkan oleh metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol Adenoain
trifosfat (ATP)/mol glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya dihasilkan 2
mol Atp/mol glukosa. Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuronneuron otak ini
digunakan untuk keperluan :
1. Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis, penyimpanan, transport dan
pelepasan neurotransmiter, serta mempertahankan respon elektrik.
2. Mempertahankan integritas sel membran dan konsentrasi ion di dalam/di
luar sel serta membuang produk toksik siklus biokimiawi molekuler.

Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan


patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami
trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan,
kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan
kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler,
sehingga kadar kalsium intraseluler akan meningkat melalui transpor glutamat, dan
akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran.

Glutamat merupakan eksitator utama asam amino di otak, bekerja melalui


aktivasi reseptor ionotropiknya. Reseptor-reseptor tersebut dapat dibedakan melalui
sifat farmakologi dan elektrofisiologinya: a-amino-3-hidroksi-5-metil-4-isosaksol-
propionic acid (AMPA), asam kainat, dan N-metil-D-aspartat (NMDA). Aktivasi
reseptor-reseptor tersebut akan menyebabkan terjadinya eksitasi neumoral dan
depolarisasi.19 Glutamat yang menstimulasi reseptor NMDA akan mengaktifkan
reseptor AMPA akan memproduksi superoksida.

Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang


terkait, yaitu :
1. Perubahan fisiologi pada aliran darah otak
2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemik.
F. Pathway Stroke Non Hemoragik
G. Faktor risiko stroke non hemoragik
Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan didasari
oleh berbagai macam faktor risiko. Ada faktor yang tidak dapat dimodifikasi, dapat
dimodifikasi dan masih dalam penelitian yaitu:

1. Tidak dapat dirubah :

- Usia
- Jenis kelamin
- Ras
- Genetik
2. Dapat dirubah :
- Hipertensi
- Merokok
- Diabetes
- Fibrilasi atrium
- Kelainan jantung
- Hiperlipidemia
- Terapi pengganti hormon
- Anemia sel sabit
- Nutrisi
- Obesitas
- Aktifitas fisik
3. Dalam penelitian lebih lanjut:
- Sindroma metabolik
- Penyalahgunaan zat
- Kontrasepsi oral
- Obstructive Sleep Apnea
- Migrain
- Hiper-homosisteinemia
- Hiperkoagulabilitas
- Inflamasi
- Infeksi

H. Komplikasi Stroke Non Hemoragik


1. Kenaikan tekanan darah ( tinggi)

2. Kadar gula darah (tinggi)

3. Gangguan jantung

4. Infeksi / sepsis

( gangguan ginjal dan hati )

( cairan , elektrolit asam dan basa

I. Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik


Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c.  Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d.  Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif

a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,


tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b.         Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
c.         Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d.        Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
c.         Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d.        Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

J. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
a. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel atau
menyebar ke permukaan otak.
b. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.

c. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau


malformasi vaskuler.

d. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung apakah terdapat


pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

b. Pemeriksaan darah rutin


c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah
dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah.

(Brunner & Suddarth, 2002)


K. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian
Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status, agama,
alamat, hubungan dengan pasien.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat kesehatan lalu
4) Riwayat kesehatan keluarga
c. c. Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien, meliputi:
1) Lokasi nyeri/region
Untuk menentukan lokasi nyeri yang apesifik, minta klien
menunjukkan area nyerinya. Apabila klien mengalami kesulitan,
pengkajian bisa dilakukan dengan menggunakan bagian tubuh dan
klien bisa menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri.
2) Intensitas nyeri/severity/scale
Skala nyeri menurut McGill (McGill Scale) mengukur intensitas nyeri
dengan menggunakan lima angka, yaitu 0 = tidak nyeri, 1 = nyeri
ringan, 2 = nyeri sedang, 3 = nyeri berat, 4 = nyeri sangat berat, dan 5
= nyeri hebat.

Sedangkan skala nyeri menurut Hayward tertera dalam tabel di bawah


ini.
Tabel II.A.1
Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Sangat nyeri, tetapi masih bisa
dikontrol dengan aktivitas yang
biasa dilakukan
10 Nyeri tidak tertahankan

Selain kedua skala di atas, ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker
Faces rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu
menyatakan intensitas nyerinya melalui angka. Ini termasuk anak-
anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang
mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.

0 1 2 3 4 5
Tidak Sedikit Sedikit Lebih Sangat Paling
sakit sakit lebih sakit sakit sakit
sakit

L. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

M. Rencana Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC Aktivitas


.
1. Nyeri akut - Tingkat Nyeri - Managemen a. Lakukan pengkajian nyeri
berhubung - Kontrol Nyeri nyeri secara komprehensif
an dengan KH : -Pemberian b. Ajarkan tehnik non
agen a. Pasien analgesik farmakologi
cidera mengidentifikasi c. Observasi reaksi non verbal
fisik karakteristik khusus dari ketidaknyamanan
nyeri d. Tentukan lokasi,
b. Pasien karakteristik, kualitas dan
mengungkapkan keparahan nyeri sebelum
pengurangan nyeri pengobatan
dalam jangka waktu e. Cek alergi obat
yang ditetapkan f. Cek intruksi dokter (dosis dan
c. Pasien obat)
menggunakan teknik g. Beri analgetik tepat waktu
pengendalian nyeri saat nyeri hebat
alternatif h. Monitor tanda-tanda vital

2. Hambatan - Joint Movement: Active Exercise a. Miringkan dan atur posisi


mobiliotas - Mobility Level therapy: pasien setiap 2 jam pada saat
fisik - Self care: ADLs ambulati pasien di tempat tidur.
berhubung - Transfer performance on Tentukan jadwal
an dengan KH: memiringkan badan untuk
nyeri a. Pasien meningkat pasien yang kebergantungan,
dalam aktivitas posisikan pada sisi tempat
b. Pasien mengerti tidur atau pantau frekuensi
tujuan dari memiringkan badan.
peningkatan b. Identifikasi tingkat fungsional
mobilitas dengan menggunakan skala
mobilitas fungsional.
Komunikasikan tingkat
ketrampilan pasien kepada
semua staf.
c.Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai
kemampuan.
d. Rujuk ke ahli terapi fisik
untuk pengembangan
program mobilitas.
e. Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi.
f. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan.

3. Gangguan - Anxiety reduction Sleep a. Observasi kualitas tidur


pola tidur - Comform level Enhance b. Jelaskan pentingnya tidur
berhubung - Pain level ment yang adekuat
an dengan - Sleep: Extent an pattern c. Ciptakan lingkungan yang
kecemasan KH: nyaman
ditandai a. Jumlah jam tidur d. Catat kebutuhan tidur
dengan dalam batas normal pasien setiap hari
gelisah 6-8 jam/hari e. Kolaborasi pemberian obat
b. Pola tidur, kualitas tidur
dalam batas normal

K. Pengkajian Keperawatan
d. Pengkajian
Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status, agama,
alamat, hubungan dengan pasien.
e. Riwayat kesehatan
5) Keluhan utama
6) Riwayat kesehatan sekarang
7) Riwayat kesehatan lalu
8) Riwayat kesehatan keluarga
f. c. Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien, meliputi:
3) Lokasi nyeri/region
Untuk menentukan lokasi nyeri yang apesifik, minta klien
menunjukkan area nyerinya. Apabila klien mengalami kesulitan,
pengkajian bisa dilakukan dengan menggunakan bagian tubuh dan
klien bisa menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri.
4) Intensitas nyeri/severity/scale
Skala nyeri menurut McGill (McGill Scale) mengukur intensitas nyeri
dengan menggunakan lima angka, yaitu 0 = tidak nyeri, 1 = nyeri
ringan, 2 = nyeri sedang, 3 = nyeri berat, 4 = nyeri sangat berat, dan 5
= nyeri hebat.

Sedangkan skala nyeri menurut Hayward tertera dalam tabel di bawah


ini.
Tabel II.A.1
Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Sangat nyeri, tetapi masih bisa
dikontrol dengan aktivitas yang
biasa dilakukan
10 Nyeri tidak tertahankan

Selain kedua skala di atas, ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker
Faces rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu
menyatakan intensitas nyerinya melalui angka. Ini termasuk anak-
anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang
mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.
0 1 2 3 4 5
Tidak Sedikit Sedikit Lebih Sangat Paling
sakit sakit lebih sakit sakit sakit
sakit

L. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik


2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

M. Rencana Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC Aktivitas


.
1. Nyeri akut Kontrol Nyeri -Managemen nyeri a.Lakukan pengkajian nyeri
berhubung d. mengidentifikasi -Pemberian secara komprehensif
an dengan karakteristik khusus analgesik b.Ajarkan tehnik non
agen nyeri farmakologi
cidera e. Mengajarkan c.Observasi reaksi non verbal
fisik pengurangan nyeri dari ketidaknyamanan
dalam jangka waktu d.Tentukan lokasi,
yang ditetapkan karakteristik, kualitas dan
f. Memberitahu teknik keparahan nyeri sebelum
pengendalian nyeri pengobatan
alternatif e. Cek alergi obat
f. Cek intruksi dokter (dosis
dan obat)
g. Beri analgetik tepat waktu
saat nyeri hebat
h. Monitor tanda-tanda vital
2. Hambatan KH: Managemen a.Monitor tanda-tanda vital
mobilitas Pergerakan Nyeri b. Mengkaji skala nyeri
fisik c. Pasien meningkat c. Memberikan informasi
berhubung dalam aktivitas mengenai nyeri
an dengan d. Pasien mengerti d.Identifikasi tingkat
nyeri tujuan dari fungsional dengan
peningkatan menggunakan skala
mobilitas mobilitas fungsional.
Komunikasikan tingkat
ketrampilan pasien
kepada semua staf.
e.Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi.
f.Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan jika
diperlukan.

N. DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000

Gloria. M. Bulecheck & Howard K. Buctcher.2016. Nursing Interventions Clasification.

Sue Moorhead & Maria Johnson. 2016. Nursing Outcome Clasification.

Anda mungkin juga menyukai