Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PNC

Dosen Pembimbing :

Nur Chasanah, S.Kp., M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO 2022/2023
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Alah Swt. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya-
Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah “Perawatan Perineum Post Partum” ini
dalam waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang
benderang. Dengan adanya penulisan makalah ini semoga dapat membantu dalam
pembelajaran kita dan bisa menyelesaikan masalah-masalah, yang khususnya dalam ruang
lingkup ilmu keperawatan.
Penulis menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai hasil yang
sempurna. Oleh karena itu, kritikan dan saran sangat diharapkan yang bersifat membangun
demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini dapat
membantu pembaca dalam mengupas imajinasi mengenai hal-hal yang masih belum
diungkapkan dalam membahas Perawatan Perineum Post Partum.

Mojokerto, Januari 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan dampak yang dapat
meluas keberbagai aspek kehidupan dan menjadi salah satu parameter kemajuan bangsa
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Infeksi masih menyumbangkan angka
kematian ibu pada masa nifas jika infeksi tidak tertangani akan menimbulkan komplikasi
seperti infeksi pada kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir, infeksi ini tidak bisa
dibiarkan karena menyebabkan kematian pada ibu nifas.
Masa Nifas (puerpurium) adalah masa dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Salah satu infeksi yang terjadi pada masa nifas
adalah infeksi pada luka jahitan, perawatan luka bekas jahitan penting dilakukan karena
luka bekas jahitan jalan lahir ini bila tidak dirawat dapat menjadi pintu masuk kuman dan
menimbulkan infeksi, ibu menjadi panas, luka basah dan jahitan terbuka, bahkan ada
yang mengeluarkan bau busuk dari jalan lahir (vagina). Karenanya penting dilakukan
perawatan luka perineum agar tidak terjadi infeksi, komplikasi bahkan kematian ibu post
partum.
Oleh karena itu kami membuat makalah yang berjudul "Perawatan Perineum Post
Partum” agar dapat mengetahui cara perawatan luka perineum sehingga dapat
memberikan asuhan yang tepat pada ibu nifas agar tidak terjadi infeksi, komplikasi
bahkan kematian ibu post partum.

Perkembangan dan pertumbuhan bayi dan anak sangat dipengaruhi oleh


ibu. Sejak masa kehamilan janin menerima nutrisi dari ibu melalui plasenta.pada
masa bayi didalam tubuh ibu secara alami telah disediakan makanan yang
dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan selanjutnya berupa ASI.Banyak
ahli sepakat ASI lebih unggul daripada susu formula atau susu sapi. Pada abad ke-19
beberapa studi kedokteran yang dilakukan di Eropa menunjukkan angka kematian
dan kesakitan bayi - bayi yang diberikan ASI ternyata lebih rendah daripada yg
diberisusu formula.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari perawatan perineum?
2. Apa tujuan dilakukan perawatan perineum?
3. Bagaimana lingkup perawatan luka perineum?
4. Kapan waktu yang tepat untuk perawatan luka perineum?
5. Bagaimana penatalaksanaan luka perineum?

1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui cara perawatan luka perineum sehingga dapat memberikan


asuhan yang tepat pada ibu nifas agar tidak terjadi infeksi, komplikasi bahkan
kematian ibu post partum.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari perawatan perineum.
b. Untuk mengetahui tujuan dilakukan perawatan perineum.
c. Untuk mengetahui lingkup perawatan luka perineum.
d. Untuk mengetahui waktu yang tepat untuk perawatan luka perineum.
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan luka perineum.
BAB II
PEMBAHASAN

PERAWATAN PERINEUM

2.1 PENGERTIAN

Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia (biologis,


psikologis, sosial dan spiritual) dalam rentang sakit sampai dengan sehat (Aziz, 2004).
Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva dan anus
(Danis, 2000). Post Partum adalah selang waktu antara kelahiran placenta sampai dengan
kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil (Mochtar, 2002). Perawatan
perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang
dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai
dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil.

2.2 TUJUAN PERAWATAN PERINEUM

Tujuan dilakukannya perawatan perineum adalah:


a. Untuk mencegah terjadinya infeksi di daerah vulva, perineum, maupun di dalam
uterus karena saat persalinan vulva merupakan pintu gerbang masuknya kuman-
kuman. Bila daerah vulva dan perineum tidak bersih, mudah terjadi infeksi pada
jahitan perineum saluran vagina dan uterus.
b. Untuk penyembuhan luka perineum (jahitan perineum).
c. Untuk kebersihan perineum dan vulva.
d. Memberikan rasa nyaman pasien.

2.3 BENTUK LUKA PERINEUM


Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu :
1. Rupture
Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan
secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses
persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit
dilakukan penjahitan. (Hamilton, 2002).
2. Episiotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar
muara vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi (Eisenberg, A.,
1996).
Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada perineum dan vagina yang
sedang dalam keadaan meregang. Tindakan ini dilakukan jika perineum diperkirakan
akan robek teregang oleh kepala janin, harus dilakukan infiltrasi perineum dengan
anestasi lokal, kecuali bila pasien sudah diberi anestasi epiderual. Insisi episiotomi
dapat dilakukan di garis tengah atau mediolateral. Insisi garis tengah mempunyai
keuntungan karena tidak banyak pembuluh darah besar dijumpai disini dan daerah ini
lebih mudah diperbaiki (Jones Derek, 2002).
Tipe episotomi dan rupture yang sering dijumpai dalam proses persalinan yaitu :
1. Episiotomi medial
2. Episiotomi mediolateral
Sedangkan rupture meliputi
1. Tuberositas ischii
2. Arteri pudenda interna
3. Arteri rektalis inferior

2.4 LINGKUP PERAWATAN


Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan infeksi organ-organ
reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva
yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung
lochea (pembalut) (Feerer, 2001).
Sedangkan menurut Hamilton (2002), lingkup perawatan perineum adalah:
1. Mencegah kontaminasi dari rektum
2. Menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma
3. Membersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau.

2.5 WAKTU PERAWATAN

Menurut Feerer (2001), waktu perawatan perineum adalah:


1. Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka
maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung
pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian
pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
2. Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni pada
rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu
diperlukan pembersihan perineum.
3. Setelah buang air besar.
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar
anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang
letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum
secara keseluruhan.

2.6 INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI

1. Indikasi
Pada ibu nifas yang memiliki jahitan pada perineum (episiotomi) atau pada
wanita yang tidak bisa melakukannya sendiri.
2. Kontra indikasi
Pada wanita yang mengalami menstruasi.
2.7 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN PERINEUM
1. Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses
penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan sangat
membutuhkan protein.
2. Obat-obatan
a. Steroid : Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan menggangu respon
inflamasi normal.
b. Antikoagulan : Dapat menyebabkan hemoragi.
c. Antibiotik spektrum luas / spesifik : Efektif bila diberikan segera sebelum
pembedahan untuk patolagi spesifik atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan
setelah luka ditutup, tidak efektif karena koagulasi intrvaskular.
3. Keturunan
Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan dirinya dalam
penyembuhan luka. Salah satu sifat genetik yang mempengaruhi adalah kemampuan
dalam sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah
meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-kalori.
4. Sarana prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam perawatan
perineum akan sangat mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya
kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptik.
5. Budaya dan Keyakinan
Budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya
kebiasaan tarak telur, ikan dan daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu
yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan luka.

2.8 PENATALAKSANAAN

1. Persiapan
a. Tempat
Jaga privasi klien dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman, cuci
tangan.
b. Pasien
 Mengucapkan salam dengan ramah
 Melakukan pendekatan klien dengan memberikan penjelasan tindakan yang
akan dilakukan
c. Alat steril
 Kapas/kassa steril
 Pinset
 Sarung tangan
d. Alat non steril
 Perlak dan pengalas
 Pispot
 Bengkok
e. Bahan
 Botol cebok berisi air hangat
 Celana dalam dan pembalut
2. Prosedur
 Memakai sarung tangan
 Mengganti selimut mandi
 Memposisikan pasien dorsal recumbent
 Memasang perlak dan melepaskan pakaian dalam klien (memasukkan softek ke
dalam plastik)
 Memasang pispot dan meminta klien BAK
 Mengguyur vulva dengan air bersih menggunakan tangan kanan (tangan kiri
membuka vulva)
 Mengambil pispot, menutupnya dan meletakkan di tempat yang aman
 Menggunaan kapas basah untuk membersihkan vulva
 Membersihkan labia mayora kanan dan kiri bergantian dari atas ke bawah
dengan sekali usapan
 Membersihan labia minora kanan dan kiri bergantian dari atas ke bawah dengan
sekali usapan
 Membersihan meatus (vestibulum sampai anus) dengan sekali usapan
 Mengobservasi luka jahitan (REEDA)
 Mengangkat perlak dan pengalas
 Memakaikan celana dalam dan pembalut
 Melepaskan sarung tangan

Parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil perawatan adalah:


a. Perineum tidak lembab
b. Posisi pembalut tepat
c. Ibu merasa nyaman

2.9 MANFAAT DARI PERAWATAN PERINEUM


Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal berikut
ini :
1. Mengurangi resiko infeksi
Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan
bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
2. Mencegah terjadinya komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun
pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih
maupun infeksi pada jalan lahir.
3. Menghindari kematian ibu post partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post
partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah (Suwiyoga, 2004).
Manajemen Laktasi dan Teknik Menyusui

2.10 PENGERTIAN MANAJEMEN LAKTASI

Manajemen laktasi adalah suatu upaya agar proses laktasi atau menyusui dapat berjalan dengan lancar dan baik.
Manajemen laktasi meliputi perawatan payudara, praktek menyusui yang benar, serta dikenalinya masalah laktasi dan
cara mengatasinya.

2.11 PERAWATAN PAYUDARA


Pada masa kehamilan, payudara akan mengalami perubahan seperti pembesaran payudara, terasa lebih kencang
dan padat, sering kali bunda merasa sakit atau nyeri. Daerah aerola tampak menojol dan berwarna lebih gelap.
Pemilihan bra juga penting agar dapat menopang perkembangan payudara , lebih baik hindari bra berkawat dan pilih
bra menyusui. Hal penting lain dalam perawatan payudara adalah breast care. Menjaga kebersihan sehari - hari terutama
membersihkan daerah puting dan aerola dengan baby oil sehingga bebas dari kotoran yang menyumbat. Hindari
membersihkan daerah puting menggunakan sabun, karena akan membuat payudara kering dan kaku akibat hilangnya
'pelumas' yang dihasilkan kelenjar Montgomery.

2.12 PROSES MENYUSUI

Masa laktasi adalah periode sesudah bayi lahir saat ASI terbentuk dan dikeluarkan. Lama masa laktasi
tergantung motivasi dan kemampuan penerapan manajemen laktasi. Disadari atau tidak, motivasi bunda untuk
menyusui menentukan keberhasilan proses menyusui seperti positive thinking bahwa bunda dapat memberikan ASI
kepada bayi. Apabila bayi sehat dan ASI belum keluar selama 2-3 hari, bunda tidak perlu kuatir karena bayi cukup
menghisap kolostrum yang dihasilkan payudara.
Dianjurkan hanya memberikan ASI saja pada bayi hingga umur 6 bulan Setelah 6 bulan, secara bertahap bunda
dapat memberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun.

2.13 PRODUKSI ASI

ASI (Air Susu Ibu) merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara wanita melalui proses
laktasi. ASI terdiri dari berbagai komponen gizi dan non gizi. Komposisi ASI tidak sama selama periode menyusui,
pada akhir menyusui kadar lemak 4-5 kali dan kadar protein 1,5 kali lebih tinggi daripada awal menyusui. Juga terjadi
variasi dari hari ke hari selama periode laktasi. Keberhasilan laktasi dipengaruhi oleh kondisi sebelum dan saat
kehamilan. Kondisi sebelum kehamilan ditentukan oleh perkembangan payudara saat lahir dan saat pubertas. Pada saat
kehamilan yaitu trimester II payudara mengalami pembesaran karena pertumbuhan dan difrensiasi dari lobuloalveolar
dan sel epitel payudara. Pada saat pembesaran payudara ini hormon prolaktin dan laktogen placenta aktif bekerja yang
berperan dalam produksi ASI

Sekresi ASI diatur oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin menghasilkan ASI dalam alveolar
dan bekerjanya prolaktin ini dipengaruhi oleh lama dan frekuensi pengisapan ( suckling). Hormon oksitosin
disekresi oleh kelenjar pituitary sebagai respon adanya suckling yang akan menstimulasi sel-sel mioepitel
untuk mengeluarkan ( ejection) ASI. Hal ini dikenal dengan milk ejection reflex atau let down reflex yaitu
mengalirnya ASI dari simpanan alveoli ke lacteal sinuses sehingga dapat dihisap bayi melaluiputingsusu.

Terdapat tiga bentuk ASI dengan karakteristik dan komposisi berbeda yaitu kolostrum, ASI transisi,
dan ASI matang (mature). Kolostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan
(4-7 hari) yang berbeda karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150 - 300
ml/hari. ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari) dimana kadar lemak dan laktosa
lebih tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah.

ASI matang adalah ASI yang dihasilkan 3 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu
300 - 850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi. Volume ASI pada tahun pertama adalah 400
- 700 ml/24 jam, tahun kedua 200 -

400 ml/24 jam, dan sesudahnya 200 ml/24 jam. Dinegara industri rata-rata volume ASI pada bayi dibawah
usia 6 bulan adalah 750 gr/hari dengan kisaran 450 - 1200 gr/hari (ACC/SCN, 1991). Pada studi Nasution.A (2003)
volume ASI bayi usia 4 bulan adalah 500 - 800 gr/hari, bayi usia 5 bulan adalah 400 - 600 gr/hari, dan bayi usia 6 bulan
adalah 350 - 500 gr/hari.

Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung pada stimulasi pada kelenjar payudara
terutama pada minggu pertama laktasi.

Ada dua cara untuk mengukur produksi ASI yaitu penimbangan berat badan bayi sebelum dan setelah
menyusui; dan pengosongan payudara. Kurva berat badan bayi merupakan cara termudah untuk menentukan
cukup tidaknya produksi ASI (Packard, 1982). Dilihat dari sumber zat gizi dalam ASI maka ada 3 sumber zat
gizi dalam ASI yaitu : 1) disintesis dalam sel secretory payudara dari precursor yang ada di plasma; 2)
disintesis oleh sel-sel lainnya dalam payudara; 3) ditransfer secara langsung dari plasma ke ASI (Butte, 1988).
Protein, karbohidrat, dan lemak berasal dari sintesis dalam kelenjar payudara dan transfer dari plasma ke ASI,
sedangkan vitamin dan mineral berasal dari transfer plasma ke ASI. Semua fenomena fisiologi dan biokimia
yang mempengaruhi komposisi plasma dapat juga mempengaruhi komposisi ASI. Komposisi ASI dapat
dimodifikasi oleh hormon yang mempengaruhi sintesis dalam kelenjar payudara (Vaughan, 1999).

Aspek gizi ibu yang dapat berdampak terhadap komposisi ASI adalah intik pangan aktual, cadangan
gizi, dan gangguan dalam penggunaan zat gizi. Perubahan status gizi ibu yang mengubah komposisi ASI dapat
berdampak positif, netral, atau negatif terhadap bayi yang disusui. Bila asupan gizi ibu berkurang tetapi kadar
zat gizi dalam ASI dan volume ASI tidak berubah maka zat gizi untuk sintesis ASI diambil dari cadangan ibu
atau jaringan ibu. Komposisi ASI tidak konstan dan beberapa faktor fisiologi dan faktor non fisiologi berperan
secara langsung dan tidak langsung. Faktor fisiologi meliputi umur penyusuan, waktu penyusuan, status gizi
ibu, penyakit akut, dan pil kontrasepsi. Faktor non fisiologi meliputi aspek lingkungan, konsumsi rokok dan
alkohol (Matheson, 1989).

2.14 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI ASI


a. Frekuensi Penyusuan
Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bahwa produksi ASI akan optimal dengan
pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan
dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusu (Hopkinson et al, 1988 dalam ACC/SCN, 1991).
Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10
±3 kali perhari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang
cukup (de Carvalho, et al, 1982 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini direkomendasikan
penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini
berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.

b. Berat Lahir
Prentice (1984) mengamati hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan
kekuatan untuk mengisap, frekuensi, dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi
pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang
mengakibatkan perbedaan intik yang besar dibanding bayi yang mendapat formula. De Carvalho (1982)
menemukan hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi dan lama menyusui selama 14 hari
pertama setelah lahir. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih
rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr). Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah
ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan
mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.
c. Umur Kehamilan saat Melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intik ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur
(umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif
sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan
mengisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi
organ.

d. Umur dan Paritas


Umur dan paritas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan produksi ASI yang diukur sebagai
intik bayi terhadap ASI. Lipsman et al (1985) dalam ACC/SCN (1991) menemukan bahwa pada ibu
menyusui usia remaja dengan gizi baik, intik ASI mencukupi berdasarkan pengukuran pertumbuhan 22
bayi dari 25 bayi. Pada ibu yang melahirkan lebih dari satu kali, produksi ASI pada hari keempat setelah
melahirkan lebih tinggi dibanding ibu yang melahirkan pertama kali (Zuppa et al, 1989 dalam ACC/SCN,
1991), meskipun oleh Butte et al (1984) dan Dewey et al (1986) dalam ACC/SCN, (1991) secara statistik
tidak terdapat hubungan nyata antara paritas dengan intik ASI oleh bayi pada ibu yang gizi baik.
e. Stres dan Penyakit Akut
Ibu yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga mempengaruhi produksi ASI karena
menghambat pengeluaran ASI. Pengeluaran ASI akan berlangsung baik pada ibu yang merasa rileks dan
nyaman. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji dampak dari berbagai tipe stres ibu khususnya
kecemasan dan tekanan darah terhadap produksi ASI. Penyakit infeksi baik yang kronik maupun akut
yang mengganggu proses laktasi dapat mempengaruhi produksi ASI.
f. Konsumsi Rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk
produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat
pelepasan oksitosin. Studi Lyon,(1983); Matheson, (1989) menunjukkan adanya hubungan antara
merokok dan penyapihan dini meskipun volume ASI tidak diukur secara langsung. Meskipun demikian
pada studi ini dilaporkan bahwa prevalensi ibu perokok yang masih menyusui 6-12 minggu setelah
melahirkan lebih sedikit daripada ibu yang tidak perokok dari kelompok sosial ekonomi sama, dan bayi
dari ibu perokok mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Anderson et al (1982) mengemukakan
bahwa ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokok/hari mempunyai prolaktin 30-50% lebih rendah pada
hari pertama dan hari ke 21 setelah melahirkan dibanding dengan yang tidak merokok.
g. Konsumsi Alkohol
Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu merasa lebih rileks sehingga
membantu proses pengeluaran ASI namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin.
Kontraksi rahim saat penyusuan merupakan indikator produksi oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg
berat badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62% dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg
mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari normal (Matheson, 1989).
h. Pil Kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan volume dan
durasi ASI (Koetsawang, 1987 dan Lonerdal, 1986 dalam ACC/SCN, 1991), sebaliknya bila pil hanya
mengandung progestin maka tidak ada dampak terhadap volume ASI (WHO Task Force on Oral
Contraceptives, 1988 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini WHO merekomendasikan pil
progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan pil kontrasepsi.

2.15 REFLEKS-REFLEKS MENYUSUI PADA IBU DAN BAYI


Pada saat menyusui akan terjadi beberapa refleks pada ibu an bayi yang penting pengaruhnya terhadap
kelancaran menyusui.
Refelks yang terjadi pada ibu yaitu rangsangan yang terjadi sewaktu bayi menghisap putting susu diantaranya:
a. Refleks Prolaktin (rangsangan ke otak untuk mengeluarkan hormon prolaktin), hormon ini akan
merangsang sel-sel kelenjar payudara untuk memproduksi ASI. makin sering bayi menghisap,
makinbanyak prolaktin yang lepas makin banyak pula ASI yang diproduksi. maka cara yang terbaik
mendapatkan ASI dalam jumlah banyak adalh menyusui bayi sesering mungkin atau setidaknya
menempelkan putting susu ibu pada mulut bayi untuk bisa dihisap bayinya.
b. Refleks Oksitosin (rangsangan ke otak untuk mengeluarkan hormon oksitosin), hormon ini akan memacu
sel-sel otot yang mengelilingi jaringan kelenjar susu dan saluranya unutk berkontraksi, sehingga memeras
air susu keluar menuju putting susu. ibu perlu mewaspadai bahwa tekanan karena kontraksi otot ini
kadang-kadang begitu kuat sehingga air susu keluar dari putting menyembur, ini bisa membuat bayi
tersedak.Refleks oksitosin dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, dan sensasi ibu. biasanya perasaan ibu bisa
merangsang pengeluaran ASI secara refleks, tetapi kadang-kadang juga menghambatnya. perasaan yang
bisa menghentikan refleks oksitosin misalnya, khawatir, sedih, atau takut akan sesuatu. ibu kesakitan pada
saat menyusui atau merasa malu. refleks ini bisa muncul pada saat sang ibu mendengar bayinya menangis,
melihat foto bayinya atau sedang teringat pada bayinya berada jauh. manfaaat refleks oksitosin lainya
adalah membantu lepasnya plasenta dari rahim ibu dan
menghentikan perdarahan persalinan.
Refleks yang terjadi pada bayi diantaranya:
a. Rooting Refleks, bila bayi baru lahir disentuh pipinya, dia akan menoleh kearah sentuhan. bila
bibirnya dirangsang atau disentuh dia akan membuka mulut dan berusaha mencari putting untuk
menyusu.
b. Sucking Refleks, atau refleks menghisap. refleks ini terjadi bila ada sesuatu yang merangsang langit-
langit dalam mulut bayi. jika putting susu menyentuh langit- langit belakang mulut bayi terjadi
refleks menghisap dan terjadi tekanan terhadap daerah aerola oleh gusi, lidah, serta langit-langit,
sehingga isi sinus laktiferus (tempat penampungan ASI pada payudara) diperas keluar kedalam
rongga mulut bayi.
c. Refleks Menelan, bila ada cairan didalam rongga mulut terjadi refleks menelan.

2.16 MANFAAT MENYUSUI

a. Manfaat bagi bayi:


1. Komposisi sesuai kebutuhan . Air susu setiap spesies makhluk hidup yang menyusui itu berbeda-
beda sesuai dengan laju pertumbuhan dan kebiasaan menyusu anaknya. Jadi, ASI memang dirancang
sedemikan rupa untuk bayi manusia.
2. Kalori dari ASI memenuhi kebutuhan bayi sampai usia enam bulan . Dengan manajemen laktasi yang
baik, produksi ASI cukup sebagai makanan tunggal untuk pertumbuhan bayi normal sampai usia
enam bulan.

3. ASI mengandung zat pelindung . Antibodi (zat kekebalan tubuh) yang terkandung dalam ASI akan
memberikan perlindungan alami bagi bayi baru lahir. Antibodi dalam ASI ini belum bisa ditiru pada
susu formula.
4. Perkembangan psikomotorik lebih cepat . Berdasarkan penelitian, bayi yang mendapat ASI bisa
berjalan dua bulan lebih cepat bila dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula
5. Menunjang perkembangan kognitif . Daya ingat dan kemampuan bahasa bayi yang mendapat ASI
lebih tinggi bila dibandingkan bayi yang diberi susu formula.
6. Menunjang perkembangan penglihatan . Hal ini antara lain karena ASI mengandung asam lemak
omega 3.
7. Memperkuat ikatan batin ibu-anak . Rasa aman dalam diri bayi akan tumbuh saat ia berada dalam
dekapan ibunya. Ia menikmati sentuhan kulit yang lembut dan mendengar bunyi jantung sang ibu
seperti yang telah dikenalnya selama dalam kehamilan.

8. Dasar untuk perkembangan emosi yang hangat . Melalui proses menyusui, anak akan belajar berbagi
dan memberikan kasih sayang pada orang-orang di sekitarnya.
9. Dasar untuk perkembangan kepribadian yang percaya diri . Terjalinnya komunikasi langsung antara
ibu dan bayinya selama proses menyusui akan meningkatkan kelekatan di antara mereka. Rasa lekat
dan percaya bahwa ada seseorang yang selalu ada apabila dibutuhkan lambat laun akan berkembang
menjadi percaya pada diri sendiri.

b. Manfaat bagi ibu:


1. Mencegah perdarahan pasca persalinan dan mempercepat kembalinya rahim ke bentuk semula . Hal
ini karena hormon progesteron yang merangsang kontraksi otot-otot di saluran ASI sehingga ASI
terperah keluar juga akan merangsang kontraksi rahim. Jadi, susuilah bayi segera setelah lahir, agar
tidak terjadi perdarahan pasca persalinan dan proses pengerutan rahim berlangsung lebih cepat.
2. Mencegah anemia defisiensi zat besi . Bila perdarahan pasca persalinan tidak terjadi atau berhenti
lebih cepat, maka risiko kekurangan darah yang menyebabkan anemia pada ibu akan berkurang.
3. Mempercepat ibu kembali ke berat sebelum hamil . Dengan menyusui, cadangan lemak dalam tubuh
ibu yang memang disiapkan sebagai sumber energi selama kehamilan untuk digunakan sebagai
energi pembentuk ASI akan menyusut. Penurunan berat badan ibu pun akan terjadi lebih cepat.
4. Menunda kesuburan . Pemberian ASI dapat digunakan sebagai cara mencegah kehamilan. Namun,
ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu: bayi belum diberi makanan lain; bayi belum berusia enam
bulan; dan ibu belum haid.
5. Menimbulkan perasaan dibutuhkan . Rasa bangga dan bahagia karena dapat memberikan sesuatu dari
dirinya demi kebaikan bayinya akan memperkuat hubungan batin antara ibu dan bayinya.

6. Mengurangi kemungkinan kanker payudara dan ovarium . Penelitian membuktikan bahwa ibu yang
memberikan ASI secara eksklusif memiliki risiko terkena kanker payudara dan kanker ovarium 25%
lebih kecil bila dibandingkan ibu yang tidak menyusui secara eksklusif.

c. Manfaat bagi keluarga:


1. Mudah pemberian . ASI selalu tersedia dalam suhu yang sesuai, dan dapat diberikan kapan saja saat
bayi merasa lapar.
2. Mengurangi biaya rumah tangga . ASI tidak perlu dibeli, seperti halnya susu formula. Uang untuk
membeli susu bisa dialihkan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga yang lain.
3. Mengurangi biaya pengobatan . Bayi yang mendapat ASI jarang sakit, sehingga dapat menghemat
biaya untuk berobat.

d. Manfaat bagi negara:


1. Penghematan untuk subsidi anak sakit dan pemakaian obat-obatan . Angka kematian dan kesakitan
bayi yang mendapat ASI akan berkurang. Selain itu, dengan tertundanya masa suibur ibu,
penggunaan obat/alat KB dapat dihemat untuk beberapa bulan.
2. Penghematan devisa untuk pembelian susu formula dan perlengkapan menyusu . Pemerintah dapat
menghemat biaya pengeluaran untuk membeli susu formula, botol, dot, dan bahan bakar minyak/gas
yang diperlukan dalam mempersiapkan air panas untuk membuat susu formula.
3. Mengurangi polusi . Pemberian ASI tidak akan menyebabkan terjadinya tumpukan kaleng/karton
susu dan pencemaran udara.
4. Mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas . Anak yang jarang sakit dan tumbuh-
kembang dengan optimal akan tumbuh menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan
berpotensi sebagai SDM yang berkualitas.

2.17 TEKNIK MENYUSUI YANG BENAR

a) Pengertian Teknik Menyusui Yang Benar

Teknik Menyusui Yang Benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan
posisi ibu dan bayi dengan benar (Perinasia, 1994).

b) Pembentukan dan Persiapan ASI

Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan. Pada kehamilan, payudara semakin
padat karena retensi air, lemak serta berkembangnya

kelenjar-kelenjar payudara yang dirasakan tegang dan sakit. Bersamaan dengan membesarnya kehamilan,
perkembangan dan persiapan untuk memberikan ASI makin tampak. Payudara makin besar, puting susu
makin menonjol, pembuluh darah makin tampak, dan aerola mamae makin menghitam.

Persiapan memperlancar pengeluaran ASI dilaksanakan dengan jalan :

1. Membersihkan puting susu dengan air atau minyak, sehingga epitel yang lepastidak menumpuk.

2. Puting susu ditarik-tarik setiap mandi, sehingga menonjol untuk memudahkan isapan bayi.
3. Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu atau dengan jalan operasi.

c) Posisi dan perlekatan menyusui

Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyususi yang tergolong biasa dilakukan
adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring.

1. Posisi menyusui sambil berdiri yang benar

Gambar 1.

2. Posisi menyusui sambil duduk yang benar


Gambar 2.

3. Posisi menyusui sambil rebahan yang benar

Gambar 3.
Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti ibu pasca operasi sesar. Bayi diletakkan
disamping kepala ibu dengan posisi kaki diatas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara sepertimemegang bola
bila disusui bersamaan, dipayudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan diatas dada
ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, dengan posisi ini bayi tidak tersedak.

4. Posisi menyusui balita pada kondisi normal

Gambar 4

5. Posisi menyusui bayi baru lahir yang benar di ruang perawatan


Gambar 5.

6. Posisi menyusui bayi baru lahir yang benar di rumah

Gambar 6

7. Posisi menyusui bayi bila ASI penuh

Gambar 7

8. Posisi menyusui bayi kembar secara bersamaan


Gambar 8.

d) Langkah-langkah menyusui yang benar


1. Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan disekitar putting, duduk dan berbaring
dengan santai.

Gambar 9. Cara meletakan bayi

Gambar 10. Cara memegang payudara


2. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya
saja, kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting
susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyetuh bibir bayi ke puting susunya dan menunggu sampai mulut
bayi terbuka lebar.

Gambar 11. Cara merangsang mulut bayi

3. Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa sehingga bibir bawah bayi terletak di bawah puting
susu.Cara melekatkan mulut bayi dengan benar yaitu dagu menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka
lebar dan bibir bawah bayi

membuka lebar.

Gambar 12. Perlekatan benar


Gambar 13. Perlekatan salah

e) Cara pengamatan teknik menyusui yang benar

Menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet, ASI tidak
keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Apabila bayi telah
menyusui dengan benar maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut :

1. Bayi tampak tenang.


2. Badan bayi menempel pada perut ibu.

3. Mulut bayi terbuka lebar.


4. Dagu bayi menmpel pada payudara ibu.
5. Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk.
6. Bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan.
7. Puting susu tidak terasa nyeri.
8. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
9. Kepala bayi agak menengadah.
Gambar 14. Teknik menyusui yang benar

f) Lama dan frekuensi menyusui


Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwal, sehingga tindakan menyusui bayi dilakukan di setiap saat
bayi membutuhkan, karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi
menangis bukan karena sebab lain (kencing, kepanasan/kedinginan atau sekedar ingin didekap) atau ibu sudah
merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI
dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya, bayi tidak memiliki pola yang teratur

dalam menyusui dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1 2 minggu kemudian.

Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada
rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui tanpa jadwal, sesuai kebutuhan bayi akan mencegah
timbulnya masalah menyusui. Ibu yang bekerja dianjurkan agar lebih sering menyusui pada malam hari. Bila
sering disusukan pada malam hari akan memicu produksi ASI.

Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara maka sebaiknya setiap kali menyusui harus
dengan kedua payudara. Pesankan kepada ibu agar berusaha menyusui sampai payudara terasa kosong, agar
produksi ASI menjadi lebih
baik. Setiap kali menyusui, dimulai dengan payudara yang terakhir disusukan. Selama masa menyusui
sebaiknya ibu menggunakan kutang (BH) yang dapat menyangga payudara, tetapi tidak terlalu ketat.

Gambar 15. Kutang (BH) yang baik untuk ibu menyusui


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Infeksi masih merupakan salah satu penyebab kematian ibu pascapersalinan. Maka
itu perawatan luka perineum yang benar perlu di perhatikan. Langkah awal untuk
melakukan pencegahan adalah melakukan pencegahan dasar dengan cara mencuci tangan
setiap akan melakukan tindakan serta tetap menjaga kebersihan daerah luka. Infeksi yang
terjadi pascapersalinan sering berasal dari lingkungan. Perawatan luka perineum
sangatlah penting untuk menghindari terjadinya infeksi guna menurunkan angka
kematian ibu pascapersalian.

Manajemen laktasi adalah suatu upaya agar proses laktasi atau menyusui dapat berjalan
dengan lancar dan baik. Manajemen laktasi meliputi perawatan payudara, praktek menyusui
yang benar, serta dikenalinya masalah laktasi dan cara mengatasinya
3.2 SARAN

Perawatan luka perineum merupakan tindakan kesehatan yang di tujukan pada ibu
nifas yang mengalami ruptur saat persalinan. Aplikasi dalam perawatan sangat
dibutuhkan keterampilan, pengetahuan serta prosedur kerja yang benar. Maka dari itu ini
dibutuhkan kerja sama antar keluarga dan tenaga medis agar dapat berjalan lancar.
Maka dari itu bagi tenaga medis, keterampilan untuk merawat luka perineum
benar-benar dimiliki untuk mengurangi resiko infeksi. Serta bagi ibu ataupun keluarga
yang masih belum memahami tentang perawatn luka perineum dapat mengaplikasikan isi
makalah ini sehingga dalam aplikasi perawatan sesuai dengan prinsip kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Ladewig,Praticia W,dkk.2006.Buku Saku Asuhan Ibu & Bayi Baru Lahir.Jakarta:EGC.

Stright, Barbara R.2004.Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir.Jakarta:EGC.

WHO.2003.Perawatan Ibu dan Bayi.Jakarta:EGC.

Danuatmaja,Bonny dkk.2003.40 Hari Pasca Persalinan.Jakarta:Puspa Swara.

Wheeler,Linda.2004.Asuhan Perinatal&Pascapartum.Jakarta:EGC

Roesli,U.2005.Petunjuk Praktis Menyusui. Jakarta : Trubus Agriwidya

Roesli,U.2000. Mengenal ASI eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya

http://creasoft.wordpress.com/category/keperawatankesehatanmasyarakatkebidanan/mana
jemen- laktasi/

http://makalah-asuhan-kebidanan.blogspot.com/2010/10/manaiemen-laktasi.html

Anda mungkin juga menyukai