Dosen Pembimbing :
MOJOKERTO 2022/2023
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Alah Swt. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya-
Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah “Perawatan Perineum Post Partum” ini
dalam waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang
benderang. Dengan adanya penulisan makalah ini semoga dapat membantu dalam
pembelajaran kita dan bisa menyelesaikan masalah-masalah, yang khususnya dalam ruang
lingkup ilmu keperawatan.
Penulis menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai hasil yang
sempurna. Oleh karena itu, kritikan dan saran sangat diharapkan yang bersifat membangun
demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini dapat
membantu pembaca dalam mengupas imajinasi mengenai hal-hal yang masih belum
diungkapkan dalam membahas Perawatan Perineum Post Partum.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan dampak yang dapat
meluas keberbagai aspek kehidupan dan menjadi salah satu parameter kemajuan bangsa
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Infeksi masih menyumbangkan angka
kematian ibu pada masa nifas jika infeksi tidak tertangani akan menimbulkan komplikasi
seperti infeksi pada kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir, infeksi ini tidak bisa
dibiarkan karena menyebabkan kematian pada ibu nifas.
Masa Nifas (puerpurium) adalah masa dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Salah satu infeksi yang terjadi pada masa nifas
adalah infeksi pada luka jahitan, perawatan luka bekas jahitan penting dilakukan karena
luka bekas jahitan jalan lahir ini bila tidak dirawat dapat menjadi pintu masuk kuman dan
menimbulkan infeksi, ibu menjadi panas, luka basah dan jahitan terbuka, bahkan ada
yang mengeluarkan bau busuk dari jalan lahir (vagina). Karenanya penting dilakukan
perawatan luka perineum agar tidak terjadi infeksi, komplikasi bahkan kematian ibu post
partum.
Oleh karena itu kami membuat makalah yang berjudul "Perawatan Perineum Post
Partum” agar dapat mengetahui cara perawatan luka perineum sehingga dapat
memberikan asuhan yang tepat pada ibu nifas agar tidak terjadi infeksi, komplikasi
bahkan kematian ibu post partum.
1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari perawatan perineum.
b. Untuk mengetahui tujuan dilakukan perawatan perineum.
c. Untuk mengetahui lingkup perawatan luka perineum.
d. Untuk mengetahui waktu yang tepat untuk perawatan luka perineum.
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan luka perineum.
BAB II
PEMBAHASAN
PERAWATAN PERINEUM
2.1 PENGERTIAN
1. Indikasi
Pada ibu nifas yang memiliki jahitan pada perineum (episiotomi) atau pada
wanita yang tidak bisa melakukannya sendiri.
2. Kontra indikasi
Pada wanita yang mengalami menstruasi.
2.7 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN PERINEUM
1. Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses
penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan sangat
membutuhkan protein.
2. Obat-obatan
a. Steroid : Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan menggangu respon
inflamasi normal.
b. Antikoagulan : Dapat menyebabkan hemoragi.
c. Antibiotik spektrum luas / spesifik : Efektif bila diberikan segera sebelum
pembedahan untuk patolagi spesifik atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan
setelah luka ditutup, tidak efektif karena koagulasi intrvaskular.
3. Keturunan
Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan dirinya dalam
penyembuhan luka. Salah satu sifat genetik yang mempengaruhi adalah kemampuan
dalam sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah
meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-kalori.
4. Sarana prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam perawatan
perineum akan sangat mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya
kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptik.
5. Budaya dan Keyakinan
Budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya
kebiasaan tarak telur, ikan dan daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu
yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan luka.
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Persiapan
a. Tempat
Jaga privasi klien dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman, cuci
tangan.
b. Pasien
Mengucapkan salam dengan ramah
Melakukan pendekatan klien dengan memberikan penjelasan tindakan yang
akan dilakukan
c. Alat steril
Kapas/kassa steril
Pinset
Sarung tangan
d. Alat non steril
Perlak dan pengalas
Pispot
Bengkok
e. Bahan
Botol cebok berisi air hangat
Celana dalam dan pembalut
2. Prosedur
Memakai sarung tangan
Mengganti selimut mandi
Memposisikan pasien dorsal recumbent
Memasang perlak dan melepaskan pakaian dalam klien (memasukkan softek ke
dalam plastik)
Memasang pispot dan meminta klien BAK
Mengguyur vulva dengan air bersih menggunakan tangan kanan (tangan kiri
membuka vulva)
Mengambil pispot, menutupnya dan meletakkan di tempat yang aman
Menggunaan kapas basah untuk membersihkan vulva
Membersihkan labia mayora kanan dan kiri bergantian dari atas ke bawah
dengan sekali usapan
Membersihan labia minora kanan dan kiri bergantian dari atas ke bawah dengan
sekali usapan
Membersihan meatus (vestibulum sampai anus) dengan sekali usapan
Mengobservasi luka jahitan (REEDA)
Mengangkat perlak dan pengalas
Memakaikan celana dalam dan pembalut
Melepaskan sarung tangan
Manajemen laktasi adalah suatu upaya agar proses laktasi atau menyusui dapat berjalan dengan lancar dan baik.
Manajemen laktasi meliputi perawatan payudara, praktek menyusui yang benar, serta dikenalinya masalah laktasi dan
cara mengatasinya.
Masa laktasi adalah periode sesudah bayi lahir saat ASI terbentuk dan dikeluarkan. Lama masa laktasi
tergantung motivasi dan kemampuan penerapan manajemen laktasi. Disadari atau tidak, motivasi bunda untuk
menyusui menentukan keberhasilan proses menyusui seperti positive thinking bahwa bunda dapat memberikan ASI
kepada bayi. Apabila bayi sehat dan ASI belum keluar selama 2-3 hari, bunda tidak perlu kuatir karena bayi cukup
menghisap kolostrum yang dihasilkan payudara.
Dianjurkan hanya memberikan ASI saja pada bayi hingga umur 6 bulan Setelah 6 bulan, secara bertahap bunda
dapat memberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun.
ASI (Air Susu Ibu) merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara wanita melalui proses
laktasi. ASI terdiri dari berbagai komponen gizi dan non gizi. Komposisi ASI tidak sama selama periode menyusui,
pada akhir menyusui kadar lemak 4-5 kali dan kadar protein 1,5 kali lebih tinggi daripada awal menyusui. Juga terjadi
variasi dari hari ke hari selama periode laktasi. Keberhasilan laktasi dipengaruhi oleh kondisi sebelum dan saat
kehamilan. Kondisi sebelum kehamilan ditentukan oleh perkembangan payudara saat lahir dan saat pubertas. Pada saat
kehamilan yaitu trimester II payudara mengalami pembesaran karena pertumbuhan dan difrensiasi dari lobuloalveolar
dan sel epitel payudara. Pada saat pembesaran payudara ini hormon prolaktin dan laktogen placenta aktif bekerja yang
berperan dalam produksi ASI
Sekresi ASI diatur oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin menghasilkan ASI dalam alveolar
dan bekerjanya prolaktin ini dipengaruhi oleh lama dan frekuensi pengisapan ( suckling). Hormon oksitosin
disekresi oleh kelenjar pituitary sebagai respon adanya suckling yang akan menstimulasi sel-sel mioepitel
untuk mengeluarkan ( ejection) ASI. Hal ini dikenal dengan milk ejection reflex atau let down reflex yaitu
mengalirnya ASI dari simpanan alveoli ke lacteal sinuses sehingga dapat dihisap bayi melaluiputingsusu.
Terdapat tiga bentuk ASI dengan karakteristik dan komposisi berbeda yaitu kolostrum, ASI transisi,
dan ASI matang (mature). Kolostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan
(4-7 hari) yang berbeda karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150 - 300
ml/hari. ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari) dimana kadar lemak dan laktosa
lebih tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah.
ASI matang adalah ASI yang dihasilkan 3 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu
300 - 850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi. Volume ASI pada tahun pertama adalah 400
- 700 ml/24 jam, tahun kedua 200 -
400 ml/24 jam, dan sesudahnya 200 ml/24 jam. Dinegara industri rata-rata volume ASI pada bayi dibawah
usia 6 bulan adalah 750 gr/hari dengan kisaran 450 - 1200 gr/hari (ACC/SCN, 1991). Pada studi Nasution.A (2003)
volume ASI bayi usia 4 bulan adalah 500 - 800 gr/hari, bayi usia 5 bulan adalah 400 - 600 gr/hari, dan bayi usia 6 bulan
adalah 350 - 500 gr/hari.
Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung pada stimulasi pada kelenjar payudara
terutama pada minggu pertama laktasi.
Ada dua cara untuk mengukur produksi ASI yaitu penimbangan berat badan bayi sebelum dan setelah
menyusui; dan pengosongan payudara. Kurva berat badan bayi merupakan cara termudah untuk menentukan
cukup tidaknya produksi ASI (Packard, 1982). Dilihat dari sumber zat gizi dalam ASI maka ada 3 sumber zat
gizi dalam ASI yaitu : 1) disintesis dalam sel secretory payudara dari precursor yang ada di plasma; 2)
disintesis oleh sel-sel lainnya dalam payudara; 3) ditransfer secara langsung dari plasma ke ASI (Butte, 1988).
Protein, karbohidrat, dan lemak berasal dari sintesis dalam kelenjar payudara dan transfer dari plasma ke ASI,
sedangkan vitamin dan mineral berasal dari transfer plasma ke ASI. Semua fenomena fisiologi dan biokimia
yang mempengaruhi komposisi plasma dapat juga mempengaruhi komposisi ASI. Komposisi ASI dapat
dimodifikasi oleh hormon yang mempengaruhi sintesis dalam kelenjar payudara (Vaughan, 1999).
Aspek gizi ibu yang dapat berdampak terhadap komposisi ASI adalah intik pangan aktual, cadangan
gizi, dan gangguan dalam penggunaan zat gizi. Perubahan status gizi ibu yang mengubah komposisi ASI dapat
berdampak positif, netral, atau negatif terhadap bayi yang disusui. Bila asupan gizi ibu berkurang tetapi kadar
zat gizi dalam ASI dan volume ASI tidak berubah maka zat gizi untuk sintesis ASI diambil dari cadangan ibu
atau jaringan ibu. Komposisi ASI tidak konstan dan beberapa faktor fisiologi dan faktor non fisiologi berperan
secara langsung dan tidak langsung. Faktor fisiologi meliputi umur penyusuan, waktu penyusuan, status gizi
ibu, penyakit akut, dan pil kontrasepsi. Faktor non fisiologi meliputi aspek lingkungan, konsumsi rokok dan
alkohol (Matheson, 1989).
b. Berat Lahir
Prentice (1984) mengamati hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan
kekuatan untuk mengisap, frekuensi, dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi
pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang
mengakibatkan perbedaan intik yang besar dibanding bayi yang mendapat formula. De Carvalho (1982)
menemukan hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi dan lama menyusui selama 14 hari
pertama setelah lahir. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih
rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr). Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah
ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan
mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.
c. Umur Kehamilan saat Melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intik ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur
(umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif
sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan
mengisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi
organ.
3. ASI mengandung zat pelindung . Antibodi (zat kekebalan tubuh) yang terkandung dalam ASI akan
memberikan perlindungan alami bagi bayi baru lahir. Antibodi dalam ASI ini belum bisa ditiru pada
susu formula.
4. Perkembangan psikomotorik lebih cepat . Berdasarkan penelitian, bayi yang mendapat ASI bisa
berjalan dua bulan lebih cepat bila dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula
5. Menunjang perkembangan kognitif . Daya ingat dan kemampuan bahasa bayi yang mendapat ASI
lebih tinggi bila dibandingkan bayi yang diberi susu formula.
6. Menunjang perkembangan penglihatan . Hal ini antara lain karena ASI mengandung asam lemak
omega 3.
7. Memperkuat ikatan batin ibu-anak . Rasa aman dalam diri bayi akan tumbuh saat ia berada dalam
dekapan ibunya. Ia menikmati sentuhan kulit yang lembut dan mendengar bunyi jantung sang ibu
seperti yang telah dikenalnya selama dalam kehamilan.
8. Dasar untuk perkembangan emosi yang hangat . Melalui proses menyusui, anak akan belajar berbagi
dan memberikan kasih sayang pada orang-orang di sekitarnya.
9. Dasar untuk perkembangan kepribadian yang percaya diri . Terjalinnya komunikasi langsung antara
ibu dan bayinya selama proses menyusui akan meningkatkan kelekatan di antara mereka. Rasa lekat
dan percaya bahwa ada seseorang yang selalu ada apabila dibutuhkan lambat laun akan berkembang
menjadi percaya pada diri sendiri.
6. Mengurangi kemungkinan kanker payudara dan ovarium . Penelitian membuktikan bahwa ibu yang
memberikan ASI secara eksklusif memiliki risiko terkena kanker payudara dan kanker ovarium 25%
lebih kecil bila dibandingkan ibu yang tidak menyusui secara eksklusif.
Teknik Menyusui Yang Benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan
posisi ibu dan bayi dengan benar (Perinasia, 1994).
Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan. Pada kehamilan, payudara semakin
padat karena retensi air, lemak serta berkembangnya
kelenjar-kelenjar payudara yang dirasakan tegang dan sakit. Bersamaan dengan membesarnya kehamilan,
perkembangan dan persiapan untuk memberikan ASI makin tampak. Payudara makin besar, puting susu
makin menonjol, pembuluh darah makin tampak, dan aerola mamae makin menghitam.
1. Membersihkan puting susu dengan air atau minyak, sehingga epitel yang lepastidak menumpuk.
2. Puting susu ditarik-tarik setiap mandi, sehingga menonjol untuk memudahkan isapan bayi.
3. Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu atau dengan jalan operasi.
Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyususi yang tergolong biasa dilakukan
adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring.
Gambar 1.
Gambar 3.
Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti ibu pasca operasi sesar. Bayi diletakkan
disamping kepala ibu dengan posisi kaki diatas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara sepertimemegang bola
bila disusui bersamaan, dipayudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan diatas dada
ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, dengan posisi ini bayi tidak tersedak.
Gambar 4
Gambar 6
Gambar 7
3. Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa sehingga bibir bawah bayi terletak di bawah puting
susu.Cara melekatkan mulut bayi dengan benar yaitu dagu menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka
lebar dan bibir bawah bayi
membuka lebar.
Menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet, ASI tidak
keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Apabila bayi telah
menyusui dengan benar maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut :
dalam menyusui dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1 2 minggu kemudian.
Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada
rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui tanpa jadwal, sesuai kebutuhan bayi akan mencegah
timbulnya masalah menyusui. Ibu yang bekerja dianjurkan agar lebih sering menyusui pada malam hari. Bila
sering disusukan pada malam hari akan memicu produksi ASI.
Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara maka sebaiknya setiap kali menyusui harus
dengan kedua payudara. Pesankan kepada ibu agar berusaha menyusui sampai payudara terasa kosong, agar
produksi ASI menjadi lebih
baik. Setiap kali menyusui, dimulai dengan payudara yang terakhir disusukan. Selama masa menyusui
sebaiknya ibu menggunakan kutang (BH) yang dapat menyangga payudara, tetapi tidak terlalu ketat.
3.1 KESIMPULAN
Infeksi masih merupakan salah satu penyebab kematian ibu pascapersalinan. Maka
itu perawatan luka perineum yang benar perlu di perhatikan. Langkah awal untuk
melakukan pencegahan adalah melakukan pencegahan dasar dengan cara mencuci tangan
setiap akan melakukan tindakan serta tetap menjaga kebersihan daerah luka. Infeksi yang
terjadi pascapersalinan sering berasal dari lingkungan. Perawatan luka perineum
sangatlah penting untuk menghindari terjadinya infeksi guna menurunkan angka
kematian ibu pascapersalian.
Manajemen laktasi adalah suatu upaya agar proses laktasi atau menyusui dapat berjalan
dengan lancar dan baik. Manajemen laktasi meliputi perawatan payudara, praktek menyusui
yang benar, serta dikenalinya masalah laktasi dan cara mengatasinya
3.2 SARAN
Perawatan luka perineum merupakan tindakan kesehatan yang di tujukan pada ibu
nifas yang mengalami ruptur saat persalinan. Aplikasi dalam perawatan sangat
dibutuhkan keterampilan, pengetahuan serta prosedur kerja yang benar. Maka dari itu ini
dibutuhkan kerja sama antar keluarga dan tenaga medis agar dapat berjalan lancar.
Maka dari itu bagi tenaga medis, keterampilan untuk merawat luka perineum
benar-benar dimiliki untuk mengurangi resiko infeksi. Serta bagi ibu ataupun keluarga
yang masih belum memahami tentang perawatn luka perineum dapat mengaplikasikan isi
makalah ini sehingga dalam aplikasi perawatan sesuai dengan prinsip kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Wheeler,Linda.2004.Asuhan Perinatal&Pascapartum.Jakarta:EGC
http://creasoft.wordpress.com/category/keperawatankesehatanmasyarakatkebidanan/mana
jemen- laktasi/
http://makalah-asuhan-kebidanan.blogspot.com/2010/10/manaiemen-laktasi.html