OLEH :
KELOMPOK 7
1.1. Latar Belakang
Efusi cairan pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Rongga pleura
adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paruparu dan rongga dada,
diantara permukaan viseral dan parietal. Dalam keadaan normal, rongga pleura hanya
mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada
pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara
permukaan kedua pleura pada waktu pernafasan. Jenis cairan lainnya yang bisa
terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan
yang mengandung kolesterol tinggi (Price dan Lorraine, 2005).
Pada negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara
yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi
tuberkulosis. Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa
ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan
kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada
sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatic (Price dan Lorraine,
2005).
Berdasarkan hal tersebut, maka perlunya menegakkan diagnosa percobaan
pemeriksaan cairan pleura secara makroskopis, kimia dan mikroskopis untuk
mengetahui adanya kelainan patofisiologis cairan pleura, yang selengkapnya akan
dibahas pada pemeriksaan yang dilakukan pada percobaan kali ini.
1.2. Rumusan masalah
1. Bagaimana pemeriksaan cairan pleura secara makroskopis?
2. Bagaimana pemeriksaan cairan pleura secara kimia?
3. Bagaimana pemeriksaan cairan pleura secara mikroskopis?
4. Bagimana pemeriksaan cairan pleura secara mikrobiologi?
1.3. Tujuan
2.1 Definisi
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura
yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc
cairan. Efusi cairan pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau Efusi
pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang
berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran cairan pleura (Smeltzer, 2002).
Pada orang normal rongga pleura ini juga selalu ada cairannya yang berfungsi
untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan pleura parietalis, sehingga dengan
demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan
mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20
ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan
pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl (Bahar, 2001).
2.2 Anatomi dan Fisiologi Pleura
2.2.1. Anatomi Pleura
Pleura merupakan membran tipis yang terdiri atas dua lapisan yang berbeda, yaitu
pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru.
Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini, sebagai berikut :
1. Pleura Viseralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak
lebih dari 30 μm), di antara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Terdapat
endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit dibawah sel mesotelial. Struktur lapisan
tengah memiliki jaringan kolagen dan serat-serat elastik, sedangkan lapisan terbawah
tedapat jaringan interstisial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh
darah kapiler dari arteri pulmonalis dan brakialis serta kelenjar getah bening.
Keseluruhan jarigan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim
paru.
2. Pleura Parietalis
Lapisan pleura parietalis merupakan lapisan jaringan yang lebih tebal dan terdiri atas
sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam
jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan mammaria
interna, kelenjar getah bening, banyak reseptor saraf sensorik yang peka terhadap rasa
nyeri. Di tempat ini juga terdapat perbedaan temperature. Sistem pernafasan berasal
dari nervus interkostalis 4 dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada.
Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tetapi juga mudah
dilepaskan dari dinding dada di atasnya (Smeltzer, 2002).
2.3 Fisiologi
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan
pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks
dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling
melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang
lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura
parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Masing-
masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim yang berpori-pori,
dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial dapat terus menerus melaluinya untuk
masuk kedalam ruang pleura (Halim, 2001).
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada
selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura
viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya
ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura (Halim, 2001).
2.4. Etiologi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan cairan
dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau eksudat. Transudat hasil dari
ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan hidrostatik, sedangkan
eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun.
Dalam beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat
dan eksudat.
Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:
a. Transudat
Keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.
Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik
dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi
reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a. Gagal jantung kiri (terbanyak)
b. Sindrom nefrotik
c. Obstruksi vena cava superior
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk
melalui saluran getah bening) (Halim, 2001).
b. Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein
transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah
pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan
terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang
paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis
eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal
dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada
pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
b. Tumor pada pleura
c. Iinfark paru,
d. Karsinoma bronkogenik
e. Radiasi,
f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).
2.5 Pemeriksaan Cairan Pleura
2.5.1. Makroskopis Cairan Pleura
Pada pemeriksaan cairan pleura ini meliputi : jumlah, warna, kerjernihan, bau, berat
jenis, dan bekuan. Pada pemeriksaan ini akan membedakan yang tergolong cairan
transudat dan cairan eksudat.
Transudat terjadi sebagai akibat proses bukan radang oleh gangguan kesetimbangan
cairan badan (tekanan osmosis koloid, stasis dalam kapiler atau tekanan hidrostatik,
kerusakan endotel). Pemeriksaan cairan transudat ini yaitu transudat dengan ciri-ciri
transudat spesifik : cairan jernih, encer, kuning muda, berat jenis 1010 atau setidak-
tidaknya kurang dari 1018, tidak menyusun bekuan (tidak ada fibrinogen), kadar protein
kurang dari 2,5 g/dl, kadar glukosa kira-kira sama seperti dalam plasma darah, jumlah
sel, dan bersifat steril.
Eksudat berkaitan dengan salah satu proses peradangan. Pemeriksaan cairan eksudat
dengan ciri-ciri eksudat spesifik : keruh (berkeping-keping, purulent, mengandung
darah, chyloid), kental, warna bermacam-macam, berat jenis lebih dari 1018, sering ada
bekuan (oleh fibrinogen), kadar protein lebih dari 4,0 g/dl, kadar glukosa jauh kurang
dari kadar dalam plasma darah (Gandasoebrata, 2010).
2.4.2. Pemeriksaan Kimia Cairan Pleura
Pada pemeriksaan kimia cairan pleura meliputi kadar glukosa dan protein dalam cairan
itu. Cairan rongga dalam keadaan normal mempunyai susunan plasma darah tanpa
albumin dan globulin-globulin. Transudat mempunyai kadar glukosa sama seperti
plasma, sedangkan untuk cairan eksudat mengandung banyak leulkosit. Pada
pengujian protein dalam transudat yaitu fibrinogen dalam transudat kadarnya rendah
sekitar antara 300-400 mg/dl dan dalam eksudat kadar protein sekitar 4-6 g/dl atau
lebih tinggi (Gandasoebrata, 2010).
2.4.3. Pemeriksaan Mikroskopis Cairan Pleura
Pada pemeriksaan mikroskopis cairan pleura ini meliputi : menghitung jumlah leukosit
dan menghitung jenis sel. Pada pemeriksaan menghitung jumlah leukosit ini
menggunkan pengenceran seperti menghitung jumlah leukosit dalam darah. Bahan
pengenceran yang digunakan yaitu larutan NaCl 0,9%. Pada cairan transudat
mengandung sekitar kurang dari 500 sel/ul, jika semakin tinggi angka maka semakin
besarcairan tersebut disebut cairan eksudat.
Pada pemeriksaan menghitung jenis sel yaitu digunakan untuk membedakan dua
golongan jenis sel yaitu, golongan yang berinti satu yang disebut Limfosit, sedangkan
golongan sel polinuklear atau segmen. Perbandingan banyaknya sel dalam golongan-
golongan itu memberi petunjuk ke arah jenis yang menyebabkan eksudat. Jumlah sel
yang dihitung sekitar 100 sel (Gandasoebrata, 2010).
BAB III
PEMBAHASAN
Pra analitik
• Persiapan tes : tidak dibutuhkan persiapan khusus
• Persiapan sampel : cairan pengencer adalah larutan Turk dengan perbandingan 1 :
20, bila dengan cairan Turk menggumpal maka diencerkan dengan NaCl 0,9%
• Metode : Kamar hitung Improved Neubauer atau Fuchs Rosenthal.
• Prinsip : Jumlah sel lekosit dihitung berdasarkan pengenceran dalam larutan
pengencer dan jumlah sel dalam cairan dalam kamar hitung.
Analitik
• Cara
✓ Metode manual menggunakan kamar hitung masih merupakan metode pilihan
✓ Menggunakan kamar hitung Improved Neubauer
✓ Penghitungan dilakukan pada area 9 mm2 /9 kotak kamar hitung
✓ Pipet larutan Turk dengan pipet leukosit dari Thoma sampai tanda 1
✓ Pipet sampel sampai tanda 11 (pengenceran 10/9 kali)
✓ Campur 3 – 4 menit masukkan ke kamar hitung
✓ Lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran obyektif 10 kali
✓ Hitung jumlah leukosit di seluruh kamar hitung 3 mm x 3 mm, kedalaman 0,1 mm
✓ Misal diperoleh n sel, maka jumlah sel/mm3 = 1/0,9 x n 10/9 = 100/81 n
Pasca analitik Interpretasi hasil
• Jumlah leukosit 10.000 / mm3 dengan dominasi sel polimorfonuklear seringkali
karena infeksi piogenik
Pasca Analitik
Interpretasi Hasil : • Transudat : banyak ditemukan sel MN ( % limfosit) proses kronis. •
Eksudat : ditemukan sel PMN (% neutrofil segmen) proses akut. 2 P
Interpretasi hasil :
Mikroorganisme berwarna ungu : Gram +
Mikroorganisme berwarna merah : Gram –
Pewarnaan Ziehl-Nielsen
Pra analitik
➢Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
➢Persiapan sampel : sampel ditempatkan dalam tabung yang steril tanpa antikoagulan.
➢Prinsip tes : bakteri akan mengikat warna merah sesuai sifatnya
➢Prinsip : Pemanasan slide akan memudahkan penetrasi carbolfuchsin yang lebih
besar ke dalam dinding sel. Asam mikolat dan komplek wax merupakan dasar bahan
pencelup, yang tidak dapat luntur oleh proses dekolorisasi oleh asam lemah. Identifikasi
bakteri tahan asam
Analitik Cara kerja :
➢ Buatlah sediaan di atas kaca objek, keringkan pada suhu kamar dan panaskan di
atas api 3 – 4 menit. Dinginkan.
➢ Letakkan sediaan di atas rak pewarnaan.
➢ Preparat yang telah siap dicat dan digenangi dengan cat ZN – A, kemudian dipanasi
dengan lampu sampai menguap tetapi tidak mendidih. Bakteri yang tahan asam dan
yang tidak tahan asam akan berwarna merah. Tunggu selama 5 menit kemudian dicuci
dengan air.
➢ Kemudian preparat ditetesi dengan cat ZN – B. Bakteri yang tahan asam akan tetap
berwarna merah, sedangkan yang tidak tahan asam menjadi tidak berwarna. Setelah itu
preparat segera diangkat dan dicuci dengan air.
➢ Setelah preparat digenangi dengan ZN – C selama 2 menit. Bakteri yang tahan asam
tidak akan mengikat warna ZN – C, tetapi akan mengikat warna biru. Setelah itu
preparat dicuci dengan air dan dikeringkan dalam temperatur kamar.
➢ Keringkan dan lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x menggunakan
minyak emersi.
Nilai rujukan o Basil tahan asam → Basil terlihat berwarna merah. o Basil tidak tahan
asam → Basil berwarna biru Pasca analitik Interpretasi o Transudat → tidak ditemukan
basil tahan asam. o Eksudat → kadang ditemukan basil tahan asam
BAB IV
KESIMPULAN
· Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI
· Denny, Firdaus. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek : Bandar
Lampung.
· Gandasoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat
Agung.
· Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, Jilid II,
edisi ke-3, Gaya Baru.Jakarta.2001; 927-38
· Kurniawan, F. B. 2015. Kimia Klinik : Praktikum Analis Kesehatan. Jakarta : EGC.
· Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta : EGC.
· Smeltzer, C.S . 2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta : EGC