Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Pemeriksaan Cairan Pleura

OLEH :
KELOMPOK 7

Adiyat Tri Nugraha PO713203201004


Nur Fadhilah PO713203201028
Nur Syahrah Fahirah PO713203201030
Yurasmi A. Kadir PO713203201048

PRODI D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2021/2022
BAB I
PENDAHULUHAN

1.1.        Latar  Belakang
Efusi cairan pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Rongga pleura
adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paruparu dan rongga dada,
diantara permukaan viseral dan parietal. Dalam keadaan normal, rongga pleura hanya
mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada
pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara
permukaan kedua pleura pada waktu pernafasan. Jenis cairan lainnya yang bisa
terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan
yang mengandung kolesterol tinggi (Price dan Lorraine, 2005).
Pada negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-negara
yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi
tuberkulosis. Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa
ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan
kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada
sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatic (Price dan Lorraine,
2005).
Berdasarkan hal tersebut, maka perlunya menegakkan diagnosa percobaan
pemeriksaan cairan pleura secara makroskopis, kimia dan mikroskopis untuk
mengetahui adanya kelainan patofisiologis cairan pleura, yang selengkapnya akan
dibahas pada pemeriksaan yang dilakukan pada percobaan kali ini.
1.2.        Rumusan masalah
1.    Bagaimana pemeriksaan cairan pleura secara makroskopis?
2.    Bagaimana pemeriksaan cairan pleura secara kimia?
3.    Bagaimana pemeriksaan cairan pleura secara mikroskopis?
4. Bagimana pemeriksaan cairan pleura secara mikrobiologi?

1.3.        Tujuan

Tujuan Pemeriksaan Cairan Pleura


1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan cairan pleura secara makroskopis.
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan cairan pleura dengan kimia.
3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan cairan pleura secara mikroskopis
4. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan cairan pleura secara Mikrobiologi
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Definisi
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura
yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc
cairan. Efusi cairan pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura atau Efusi
pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang
berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran cairan pleura (Smeltzer, 2002).
Pada orang normal rongga pleura ini juga selalu ada cairannya yang berfungsi
untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan pleura parietalis, sehingga dengan
demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan
mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20
ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan
pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl (Bahar, 2001).
2.2  Anatomi dan Fisiologi Pleura
2.2.1. Anatomi Pleura
Pleura merupakan membran tipis yang terdiri atas dua lapisan yang berbeda, yaitu
pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru.
Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini, sebagai berikut :
1.     Pleura Viseralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak
lebih dari 30 μm), di antara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Terdapat
endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit dibawah sel mesotelial. Struktur lapisan
tengah memiliki jaringan kolagen dan serat-serat elastik, sedangkan lapisan terbawah
tedapat jaringan interstisial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh
darah kapiler dari arteri pulmonalis dan brakialis serta kelenjar getah bening.
Keseluruhan jarigan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim
paru.

2.    Pleura Parietalis
Lapisan pleura parietalis merupakan lapisan jaringan yang lebih tebal dan terdiri atas
sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam
jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan mammaria
interna, kelenjar getah bening, banyak reseptor saraf sensorik yang peka terhadap rasa
nyeri. Di tempat ini juga terdapat perbedaan temperature. Sistem pernafasan berasal
dari nervus interkostalis 4 dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada.
Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tetapi juga mudah
dilepaskan dari dinding dada di atasnya (Smeltzer, 2002).
2.3 Fisiologi
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan
pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks
dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling
melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang
lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura
parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Masing-
masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim yang berpori-pori,
dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial dapat terus menerus melaluinya untuk
masuk kedalam ruang pleura (Halim, 2001).
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada 
selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura
viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya
ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura (Halim, 2001).
2.4.    Etiologi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan cairan
dan kimiawi cairan menjadi  2 yaitu atas transudat atau eksudat. Transudat hasil dari
ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan hidrostatik, sedangkan
eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun.
Dalam beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat
dan eksudat.
Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:
a.  Transudat
            Keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.
Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik
dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi
reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
1.   Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2.   Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3.   Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
4.   Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a.   Gagal jantung kiri (terbanyak)
b.   Sindrom nefrotik
c.   Obstruksi vena cava superior
d.   Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk
melalui saluran getah bening) (Halim, 2001).
b.  Eksudat
          Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein
transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah
pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan
terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang
paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis
eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal
dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada
pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
a.   Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)
b.   Tumor pada pleura
c.   Iinfark paru,
d.   Karsinoma bronkogenik
e.   Radiasi,
f.    Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).
2.5 Pemeriksaan Cairan Pleura
2.5.1. Makroskopis Cairan Pleura
Pada pemeriksaan cairan pleura ini meliputi : jumlah, warna, kerjernihan, bau, berat
jenis, dan bekuan. Pada pemeriksaan ini akan membedakan yang tergolong cairan
transudat dan cairan eksudat.
Transudat terjadi sebagai akibat proses bukan radang oleh gangguan kesetimbangan
cairan badan (tekanan osmosis koloid, stasis dalam kapiler atau tekanan hidrostatik,
kerusakan endotel). Pemeriksaan cairan transudat ini yaitu transudat dengan ciri-ciri
transudat spesifik : cairan jernih, encer, kuning muda, berat jenis 1010 atau setidak-
tidaknya kurang dari 1018, tidak menyusun bekuan (tidak ada fibrinogen), kadar protein
kurang dari 2,5 g/dl, kadar glukosa kira-kira sama seperti dalam plasma darah, jumlah
sel, dan bersifat steril.  
Eksudat berkaitan dengan salah satu proses peradangan. Pemeriksaan cairan eksudat
dengan ciri-ciri eksudat spesifik : keruh (berkeping-keping, purulent, mengandung
darah, chyloid), kental, warna bermacam-macam, berat jenis lebih dari 1018, sering ada
bekuan (oleh fibrinogen), kadar protein lebih dari 4,0 g/dl, kadar glukosa jauh kurang
dari kadar dalam plasma darah (Gandasoebrata, 2010).
2.4.2. Pemeriksaan Kimia Cairan Pleura
Pada pemeriksaan kimia cairan pleura meliputi kadar glukosa dan protein dalam cairan
itu. Cairan rongga dalam keadaan normal mempunyai susunan plasma darah tanpa
albumin dan globulin-globulin. Transudat mempunyai kadar glukosa sama seperti
plasma, sedangkan untuk cairan eksudat mengandung banyak leulkosit. Pada
pengujian protein dalam transudat yaitu fibrinogen dalam transudat kadarnya rendah
sekitar antara 300-400 mg/dl dan dalam eksudat kadar protein sekitar 4-6 g/dl atau
lebih tinggi (Gandasoebrata, 2010).
2.4.3. Pemeriksaan Mikroskopis Cairan Pleura
Pada pemeriksaan mikroskopis cairan pleura ini meliputi : menghitung jumlah leukosit
dan menghitung jenis sel. Pada pemeriksaan menghitung jumlah leukosit ini
menggunkan pengenceran seperti menghitung jumlah leukosit dalam darah. Bahan
pengenceran yang digunakan yaitu larutan NaCl 0,9%. Pada cairan transudat
mengandung sekitar kurang dari 500 sel/ul, jika semakin tinggi angka maka semakin
besarcairan tersebut disebut cairan eksudat.
Pada pemeriksaan menghitung jenis sel yaitu digunakan untuk membedakan dua
golongan jenis sel yaitu, golongan yang berinti satu yang disebut Limfosit, sedangkan
golongan sel polinuklear atau segmen. Perbandingan banyaknya sel dalam golongan-
golongan itu memberi petunjuk ke arah jenis yang menyebabkan eksudat. Jumlah sel
yang dihitung sekitar 100 sel (Gandasoebrata, 2010).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Alat dan Bahan


Pemeriksaan Makroskopis Cairan Pleura
a.Alat
Peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan makroskopis cairan pleura ini
adalah : Gelas ukur
pipet tetes
refractometer
kertas pH universal dan gelas beaker.
b.Bahan
Bahan yang digunakan dalam pemeriksaan makroskopis cairan pleura ini adalah
sampel cairan pleura A1 dan B1.
Pemeriksaan Mikroskopis Cairan Pleura
a.Alat
Peralatan yang digunkan dalam pemeriksaan mikroskopis cairan pleura ini
adalah :
pipet thoma leukosit
bak pewarnaan
pipet tetes
kamar hitung
penutup kaca obyek
cover glass, dan mikroskop.
b.bahan
Bahan yang digunakan dalam pemeriksaan mikroskopis cairan pleura ini adalah
sampel cairan pleura A1 dan B1, larutan buffer pH 6,4 , larutan turk, larutan
giemsa, dan larutan metanol.
Pemeriksaan Kimia Cairan Pleura metode Rivalta dan Esbach
A.Alat
Peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan kimia cairan pleura ini adalah
gelas beaker
refractometer
pipet tetes
dan pipet pasteur.
b.Bahan
Bahan yang digunakan dalam pemeriksaan kimia cairan pleura ini adalah
asam asetat glasial
Aquadest, dan sampel cairan pleura A1 dan B1.
3.2. Prosedur Kerja
3.2.1 Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan makroskopis cairan pleura ini dilakukan dengan beberapa uji, yakni uji
volume, warna dan kejernihan, bau, berat jenis dan bekuan. Uji volume cairan pleura
dilakukan dengan cara menuangkan cairan pleura kedalam gelas ukur, kemudian dilihat
volume yang nampak pada gelas ukur pada meniskus bagian bawah sebagai nilai
ketepatan cairan pleura. Uji volume dilakukan untuk mengetahui banyaknya cairan
pleura menandakan tingkat kerusakan paru-paru.
          Selanjutnya, uji warna dan kejernihan cairan pleura dilakukan dengan
menuangkan cairan pleura ke dalam tabung reaksi, lalu diamati warna serta kejernihan
secara visual dengan latar belakang cahaya untuk melihat keruh atau tidaknya cairan
pleura. Uji warna dan kejernihan cairan pleura dilakukan untuk membedakan jenis efusi
pleura, yakni transudat atau eksudat.
          Pemeriksaan lanjutan ialah dilakukan uji bau pada cairan pleura dengan cara
sampel cairan pleura dituangan pada wadah terbuka, selanjutnya cairan didekatkan ke
arah hidung dengan cara dikibaskan dengan tangan ke arah hidung, tujuannya ialah
agar bau terkena angin dan bau dapat dirasakan denga indera penciuman. Uji bau
cairan pleura dilakukan untuk membedakan jenis efusi pleura, yakni transudat atau
eksudat (Gandasoebrata, 2010).
          Selanjutnya, dilakukan uji berat jenis cairan pleura dengan cara mengkalibrasi
refraktometer dengan aquades terlebih dahulu dengan BJ 1,000, tujuannya ialah untuk
menormalkan atau membersihkan debu serta memastikan bahwa refraktrometer dapat
digunakan dengan baik. Kemudian, dibersihkan dengan tisu secara (searah), hal ini
dilakukan untuk mengeringkan refraktometer dari aquades dan dilakukan searah sebab
agar tidak lecet pada bagian prisma refraktometer. Selanjutnya, diteteskan satu tetes
cairan pleura pada lensa refraktometer lalu ditutup dan dibaca skala pada cahaya
terang, garis berat jenis terdapat pada bagian kiri lensa. Kemudian diputar mikrometer
guna memperjelas angka yang terlihat setelah selesai dibersihkan dengan tisu.
Selanjutnya dilakukan uji bekuan pada cairan pleura pada pot sampel dan diperhatikan
terjadinya bekuan, adanya bekuan menunjukkan terjadinya eksudat.
Uji makroskopis selanjutnya ialah pemeriksaan Ph cairan pleura dilakukan dengan cara
memasukkan cairan pleura kedalam tabung reaksi dan dimasukkan pH universal
kedalam tabung reaksi serta dibandingkan dengan standar. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk mengindikasikan adanya kelainan pada cairan pleura (Kurniawan, 2014).
Prosedur punksi cairan pleura (Torakosentesis)
1. Penderita dimasukkan dalam ruang tindakan/ruang khusus untuk tindakan punksi
pleura.
2. Penderita didudukkan dengan posisi tegak atau bahunya disandarkan ke bantal atau
memeluk bantal dalam keadaan duduk, kemudian dilakukan perkusi dinding toraks
belakang untuk menentukan ketinggian cairan pleura dalam rongga pleura.
3. Tempat melakukan punksi ialah ruang interkostal 6,7 atau 8 (sela iga 8 biasanya
setinggi ujung skapula) pada linea aksilaris posterior.
4. Pada tempat punksi dilakukan desinfeksi dengan bahan desinfektan (alkohol 70%
dan betadine).
5. Dengan memakai sarung tangan steril, jarum (abbocath) ukuran 16 ditusukkan ke
dalam dinding toraks bagian belakang, kemudian cairan pleura diaspirasi sebanyak 50
cc dengan spoit steril, lalu dimasukkan ke dalam botol-botol yang bersih / steril dan
selanjutnya dikirim ke Laboratorium untuk dilakukan tes analisis cairan pleura.
Transudat dan eksudat tidak berbau khas kecuali pada pembusukan protein Infeksi
Kuman Anaerob dan E.Coli bau busuk eksudat Transudat cairan jernih, encer, kuning
muda.
Eksudat cairan jernih, keruh (mungkin purulen, mengandung darah, chyloid), dan lebih
kental.
Eksudat secara makroskopis mirip dengan transudat, tetapi seringkali menunjukkan
derajat kekeruhan yang lebih bervariasi dan sering membentuk bekuan apabila tanpa
antikoagulan heparin
  Prinsip Percobaan :
  - Volume           : volume eksudat dan transudat diukur dengan gelas ukur dan hasilnya
dibaca setinggi meniskus bawah
· Warna dan Kejernihan : menggambarkan warna cairan pleura dengan latar belakang
cahaya
· Bau                 : cairan dibau dengan indra penciuman (hidung)
· Berat Jenis      : pemeriksaan berat jenis transudat-eksudat harus segera   dilakukan
pengukuran sebelum terjadinya bekuan dan diukur dengan menggunakan refraktometer
· Bekuan           : bekuan tersusun dari fibrin dan hanya terdapat pada eksudat
· pH                   : pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan pH universal

3.2.2. Pemeriksaan Mikroskopis Cairan Pleura


Pemeriksaan Mikroskopis Cairan Pleura
          Pemeriksaan lanjutan ialah uji mikroskopis pada cairan pleura yakni, hitung
jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit. Hitung jumlah leukosit dilakukan untuk
mengetahui banyaknya leukosit pada cairan pleura yang mengindikasikan cairan
tersebut eksudat ataupun transudat. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengisi
pipet leukosit dengan cairan pleura terlebih dahulu, percobaan ini dilakukan dengan
menghisap cairan pleura dengan pipet thoma leukosit sampai tanda 0,5 lalu dihapus
kelebihan cairan pleura dengan tisu. Selanjutnya dimasukkan pipet kedalam larutan turk
hingga dengan 11, kemudian dikocok pipet selama 15 – 30 detik untuk
menghomogenkan larutan Turk dengan cairan pleura. Kemudian mengisi kamar hitung
dengan larutan tersebut dengan cara meletakkan kamar hitung yang bersih dengan
kaca penutup yang terpasang mendatar. Lalu, pipet dikocok selama 3 menit dan
dibuang cairan pada pipet leukosit 3 – 4 tetes, kemudian ujung pipet disentuhkan pada
permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup dan kamar hitung
dibiarkan selama 2 – 3 menit agar leukosit mengendap (Kurniawan, 2016).
          Pemeriksaan uji mikroskopis selanjutnya ialah pemeriksaan hitung jenis leukosit.
Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengetahui jenis sel leukosit dalam cairan
pleura sehingga dapat ditentukan jenis cairan tersebut (eksudat / transudat).
Pemeriksaan ini dilakukan mula – mula membuat sediaan apusan cairan pleura terlebih
dahulu dengan menyiapkan kaca objek yang bersih dan bebas lemak agar hasil apusan
tipis dan tidak berlubang – lubang serta memperjelas saat dilakukan pengamatan
(Gandasoebrata, 2010). Kemudian, diteteskan 1 tetes cairan pleura diatas kaca objek
dan dengan kaca objek lainnya dipegeng dengan kanan kanan diletakkan diatas cairan
pleura tersebut. Kemudian, menggeser kaca objek ke arah atas hingga menyebar
merata terbentuk hapusan cairan pleura yang tipis. Selanjutnya dilakukan pewarnaan
pada apusan cairan pleura tersebut, tujuannya adalah untuk memudahkan pengematan
bentuk morfologi jenis leukosit dan dapat dibedakan antara jenis yang satu dengan
yang lain. Pewarnaan dilakukan dengan dua mcam cat yakni cat Giemsa dan cat
Wright. Pewarnaan dengan cat Giemsa dilakukan pada sampel X dengan cara
meletakkan sediaan apusan darah sampel X yang telah kering diatas bak pewarnaan,
lalu diteteskan metanol hingga memenuhi seluruh apusan dan dibiarkan selama 5
menit. Penambahan metanol bertujuan untuk memfiksasi apusan cairan pleura dan
dilakukan hanya dalam waktu 5 menit sebab, terlalu lama waktu fiksasi akan
menyebabkan rusaknya sel – sel didalam cairan pleura.  Selanjutnya dibuang kelebihan
metanol pada bek permukaan dan diteteskan cat Giemsa pada apusan cairan pleura
selama 20 menit, tujuannya untuk memberikan warna pada sel – sel cairan pleura
sehingga dapat dibedakan dan dibiarkan selama 20 menit agar larutan cat Giemsa
dapat merasuk kedalam sel. Selanjutnya dibilas sisa – sisa cat Giemsa dengan
aquades untuk menghilangkan sisa – sisa cat pada apusan cairan pleura dan dibiarkan
mengering diudara sehingga dapat dilakukan pengamatan dibawah mikroskop
(Kurniawan, 2014). Pemeriksaan jenis sel leukosit pada sampel Y dilakukan dengan
pewarnaan cat Wright. Pewarnaan ini dilakukan dengan meneteskan sebanyak 20 tetes
cat Wright pada apusan cairan pleura yang telah dibuat sebelumnya. Kemudian,
dibiarkan selama 15 menit tujuannya agar cat Wright dalam meresap kedalam sel – sel
cairan pleura sehingga untuk memudahkan saat pengamatan. Selanjutnya diteteskan
larutan penyangga (buffer phospat) pH 6,4 sejumlah sama dengan tetesan Wright dan
dibiarkan selama 5 – 12 menit. Penambahan larutan penyangga bertujuan untuk
menjaga konsistensi bentuk sel pada cairan pleura sehingga tidak rusak dan mudah
saat pengamatan. Lalu, dibilas sediaan apusan darah yang telah dicat dengan aquades
untuk menghilangkan sisa – sisa cat pada apusan cairan pleura. Selanjutnya dibiarkan
mengering diudara sehingga dapat dilakukan pengamatan dibawah mikroskop
(Gandasoebrata, 2010).

1. Hitung Jumlah Sel Leukosit


Dihitung berdasarkan pengenceran dalam larutan Turk dan jumlah sel dalam cairan
pleura dalam kamar hitung Improved Neubauer
Perhitungan pada kamar hitung Improved Neubauer :
• Jumlah sel leukosit dalam 9 kotak : n
➢ Luas permukaan : 3mmx3mm = 9 mm2
➢ Volume : 0,1mm x 9mm2 = 0,9 mm3
• Jadi jumlah sel/mm3 : 10/9 x 10/9 x n sel = 100/81 x n sel

Pra analitik
• Persiapan tes : tidak dibutuhkan persiapan khusus
• Persiapan sampel : cairan pengencer adalah larutan Turk dengan perbandingan 1 :
20, bila dengan cairan Turk menggumpal maka diencerkan dengan NaCl 0,9%
• Metode : Kamar hitung Improved Neubauer atau Fuchs Rosenthal.
• Prinsip : Jumlah sel lekosit dihitung berdasarkan pengenceran dalam larutan
pengencer dan jumlah sel dalam cairan dalam kamar hitung.
Analitik
• Cara
✓ Metode manual menggunakan kamar hitung masih merupakan metode pilihan
✓ Menggunakan kamar hitung Improved Neubauer
✓ Penghitungan dilakukan pada area 9 mm2 /9 kotak kamar hitung
✓ Pipet larutan Turk dengan pipet leukosit dari Thoma sampai tanda 1
✓ Pipet sampel sampai tanda 11 (pengenceran 10/9 kali)
✓ Campur 3 – 4 menit masukkan ke kamar hitung
✓ Lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran obyektif 10 kali
✓ Hitung jumlah leukosit di seluruh kamar hitung 3 mm x 3 mm, kedalaman 0,1 mm
✓ Misal diperoleh n sel, maka jumlah sel/mm3 = 1/0,9 x n 10/9 = 100/81 n
Pasca analitik Interpretasi hasil
• Jumlah leukosit 10.000 / mm3 dengan dominasi sel polimorfonuklear seringkali
karena infeksi piogenik

2.    Menghitung Jenis Leukosit


• Membedakan 2 (dua) macam sel, yaitu sel • polimorfonuklear (PMN) atau neutrofil
segmen • dan sel mononuklear (MN) atau limfosit
Pra analitik
• Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus
• Persiapan sampel : sampel harus diperiksa paling lambat 1 jam setelah pengambilan
untuk mencegah degenerasi sel yang ada. Sampel dapat langsung dari cairan aspirasi
atau dari sedimen cairan pleura yang telah disentrifus (paling baik).
• Metode Giemsa atau Wright Stain
• Prinsip Prinsip : endapan cairan dibuat apusan, lalu diwarnai dengan pewarnaan
Giemsa/Wright, maka sel leukosit akan menyerap zat warna. Lalu dihitung jumlah sel
PMN (neutrofil segmen) dan sel MN (limfosit) dalam 100 sel leukosit, di bawah
mikroskop dengan pembesaran objektif 100x.
Analitik
Cara : Hapusan dibuat berdasarkan sifat cairan sediaan:
• jika cairan jernih, sehingga diperkirakan tidak mengandung banyak sel, sentrifuge 10-
15 ml bahan. Cairan atas dibuang dan sediment dicampur dengan beberapa tetes
serum penderita sendiri. Buatlah sediaan apus dari campuran itu.
• Jika cairan keruh sekali atau purulent, buatlah sediaan apus langsung memakai bahan
tsb. Jika terdapat bekuan dalam cairan, buatlah sediaan apusan dari bekuan tersebut.
• Melakukan pewarnaan pada sediaan hapusan yang telah dibuat dengan Giemsa atau
Wright.
• Lakukan hitung jenis sel

Pasca Analitik
Interpretasi Hasil : • Transudat : banyak ditemukan sel MN ( % limfosit) proses kronis. •
Eksudat : ditemukan sel PMN (% neutrofil segmen) proses akut. 2 P

3.3.3  Pemeriksaan Kimia Cairan Kimia


Uji Rivalta
Pra analitik Metode sederhana untuk pemeriksaan protein secara kualitatif.
➢ Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus
➢ Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus
➢ Prinsip : Seromucin yang terdapat dalam eksudat dan tidak terdapat dalam transudat
akan bereaksi dengan asam acetat encer membentuk kekeruhan yang nyata. Protein +
asam asetat → presipitasi
Analitik Cara kerja :
• masukkan 100 ml aquadest Kedalam becker glass 100 ml
• Tambahkan Reagen asam asetat glasial jenuh (96%) 3 tetes (pH 4-5, menggunakan
pH indikator) dan Aduk hingga homogen.
• Teteskan 1 tetes cairan yang diperiksa ke dalam campuran ini, teteskan kira-kira 1 cm
dari atas permukaan.
• Perhatikan tetesan tsb bercampur dan bereaksi dengan cairan yang mengandung
asam asetat. ada tiga kemungkinan :
• Tetesan bercampur dengan larutan asam asetat tanpa menimbulkan kekeruhan sama
sekali. Hasil test adalah negative.
• Tetesan menimbulkan kekeruhan yang sangat ringan serupa kabut halus. Hasil test
positive lemah.
• Tetesan menimbulkan kekeruhan yang nyata seperti kabut tebal atau dalam keadaan
ekstrem satu presipitat yang putih. hasil test positive
Pasca analitik
Interpretasi hasil :
• Transudat : menghilang Eksudat membentuk awan kemudian • : presipitasi putih
tenggelam (endapan) P              
3.2 Uji Protein metode Esbach
Pra Analitik
Persiapan pasien : pasien harus berpuasa 6 – 8 jam sebelum pengambilan sampel
➢ Persiapan sampel : serum tidak boleh hemolisis, cairan pleura disentrifus terlebih
dahulu
• Dilakukan dengan metode Biuret, kadar protein diukur dengan spektrofotometer
(Panjang gelombang 546 nm).
• Prinsip : protein yang terdapat dalam cairan pleura dengan penambahan ion tembaga
dalam larutan alkalis akan menyebabkan komplek warna (ungu).
Cu++ + Protein OH- complex Absorbans pada λ 546nm
Analitik
➢ Masukkan 50 μl sampel cairan pleura ke dalam tabung mikro, lalu letakkan dalam
rak sampel sesuai dengan nomor pemeriksaan.
➢ Tempatkan reagen pada rak reagen sesuai program tes protein.
➢ Masukkan nomor identitas penderita dan program tes.
➢ Pengukuran akan dilakukan secara otomatis.
➢ Hasil tes akan keluar pada print out Pasca analitik Interpretasi hasil :
➢ Bila kadar protein < 3 gr% → transudat.
➢ Bila kadar protein > 3 gr% → eksudat. Pemeriksaan LDH (Laktat Dehidrogenase)
Kadar LDH cairan pleura meningkat secara proporsional denga
Pemeriksaan LDH (Laktat Dehidrogenase)
Kadar LDH cairan pleura meningkat secara proporsional dengan derajat inflamasi yang
terjadi. Penentuan kadar LDH dapat dipakai untuk informasi tambahan dalam
membedakan transudat dan eksudat. Penurunan kadar LDH → perbaikan pada proses
inflamasi. Kadar LDH meningkat → inflamasi memburuk perlu dilakukan tindakan atau
pengobatan yang lebih agresif.
➢ LDH adalah salah satu enzim golongan oksireduktase yang mengkatalisis rangkaian
reaksi glikolisis, disintesis intrasel dan berfungsi di dalam sel ditempat terbentuknya.
➢ LDH banyak ditemukan pada miokardium, ginjal, hepar, otot skelet, dan eritrosit;
sedangkan dalam jumlah sedikit ditemukan pada paru, otot polos, dan otak.
Pra analitik
➢ Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus.
➢ Persiapan sampel : tidak ada persiapan khusus. ➢ Metode : Kinetik UV
Alat dan bahan :
➢ Pipet mikro 50 μl
➢ Tabung mikro
➢ Rak tabung
➢ Reagen 1 : NADH 0,22 mmol
➢ Reagen 2 : Tris 89 mmol, Pyruvate 1,8 mmol, Sodium Ch/Na Ch 222 mmol, Sodium
Azide <0,1%.
Prinsip test
Lactate + NAD+ pyruvate + NADH + H+
NADH akan mengoksidasi secara langsung dengan bantuan aktivasi LDH dan diukur
dengan fotometer.
Analitik Cara kerja : ▪ Masukkan 50 μl sampel ke dalam tabung mikro, lalu letakkan
dalam rak sampel sesuai nomor pemeriksaan. ▪ Tempatkan reagen pada rak reagen
sesuai program tes LDH. ▪ Masukkan nomor identitas penderita dan program tes. ▪
Pengukuran dilakukan secara otomatis. ▪ Hasil tes akan keluar pada print out ▪Nilai
rujukan : 100 – 190 IU Pasca analitik Interpretasi : o Transudat → < 200 IU o Eksudat
→ > 200 IU

3.3.4  Pemeriksaan Mikrobiologi Cairan Pleura


Pra analitik
Metode : Gram
Prinsip Bakteri gram (+) akan mengikat warna ungu dari carbol gentian violet dan akan
diperkuat oleh lugol sehingga pada saat pelunturan dengan alkohol 96 % warna ungu
tidak akan luntur, sedangkan gram (-) akan Luntur oleh alkohol dan mengambil warna
merah dari fuksin
Analitik Prosedur Kerja
➢ Setetes sampel yang telah disentrifuge dibuat hapusan diatas objek glass, dan
dikeringkan.
➢ warnai dengan karbol gentian violet selama 3 menit, dicuci
➢ teteskan lugol selama 1 menit, dicuci
➢ teteskan fuchsin selama 2 menit, dicuci dan dikeringkan
➢ periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x

Pasca analitik Transudat :


Tidak ditemukan bakteri Eksudat : Ditemukan bakteri

Interpretasi hasil :
Mikroorganisme berwarna ungu : Gram +
Mikroorganisme berwarna merah : Gram –
Pewarnaan Ziehl-Nielsen
Pra analitik
➢Persiapan pasien : tidak dibutuhkan persiapan khusus.
➢Persiapan sampel : sampel ditempatkan dalam tabung yang steril tanpa antikoagulan.
➢Prinsip tes : bakteri akan mengikat warna merah sesuai sifatnya
➢Prinsip : Pemanasan slide akan memudahkan penetrasi carbolfuchsin yang lebih
besar ke dalam dinding sel. Asam mikolat dan komplek wax merupakan dasar bahan
pencelup, yang tidak dapat luntur oleh proses dekolorisasi oleh asam lemah. Identifikasi
bakteri tahan asam
Analitik Cara kerja :
➢ Buatlah sediaan di atas kaca objek, keringkan pada suhu kamar dan panaskan di
atas api 3 – 4 menit. Dinginkan.
➢ Letakkan sediaan di atas rak pewarnaan.
➢ Preparat yang telah siap dicat dan digenangi dengan cat ZN – A, kemudian dipanasi
dengan lampu sampai menguap tetapi tidak mendidih. Bakteri yang tahan asam dan
yang tidak tahan asam akan berwarna merah. Tunggu selama 5 menit kemudian dicuci
dengan air.
➢ Kemudian preparat ditetesi dengan cat ZN – B. Bakteri yang tahan asam akan tetap
berwarna merah, sedangkan yang tidak tahan asam menjadi tidak berwarna. Setelah itu
preparat segera diangkat dan dicuci dengan air.
➢ Setelah preparat digenangi dengan ZN – C selama 2 menit. Bakteri yang tahan asam
tidak akan mengikat warna ZN – C, tetapi akan mengikat warna biru. Setelah itu
preparat dicuci dengan air dan dikeringkan dalam temperatur kamar.
➢ Keringkan dan lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x menggunakan
minyak emersi.
Nilai rujukan o Basil tahan asam → Basil terlihat berwarna merah. o Basil tidak tahan
asam → Basil berwarna biru Pasca analitik Interpretasi o Transudat → tidak ditemukan
basil tahan asam. o Eksudat → kadang ditemukan basil tahan asam

                                           
BAB IV
KESIMPULAN

Pemeriksaan cairan pleura merupakan pemeriksaan spesimen cairan yang terdapat


dalam rongga pleura dengan tujuan sebagai petunjuk penting mengenai penyebab
penimbunan cairan, menunjang diagnosis, memantau perjalanan penyakit, efektifitas
pengobatan dan komplikasi penyakit.
Anatomi dan Fisiologi Pleura Pleura merupakan membran tipis yang terdiri atas dua
lapisan yang berbeda, yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura
ini bersatu pada hillus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua
pleura ini
Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan dimana Keadaan normal cairan
pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudate dan  Eksudat merupakan cairan
yang terbentuk melalui membrane kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi
protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat.
DAFTAR PUSTAKA

·         Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI
·         Denny, Firdaus. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek : Bandar
Lampung.
·         Gandasoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat
Agung.
·         Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, Jilid II,
edisi ke-3, Gaya Baru.Jakarta.2001; 927-38
·         Kurniawan, F. B. 2015. Kimia Klinik : Praktikum Analis Kesehatan. Jakarta : EGC.
·         Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005.  Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta : EGC.
·         Smeltzer, C.S . 2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai