Anda di halaman 1dari 8

Nama : Zahrotul Ma’unnah

Prodi : MPI 5B

Makul : Sistem Informasi Manajemen

Bab : A.4

Kebijakan dan Perencanaan Sistem

Sebelum sistem informasi dikembangkan, biasanya diawali dengan kebijakan dan


rencana pengembangan sistem. Tanpa perencanaan sistem yang tepat, pengembangan sistem
tidak akan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan oleh organisasi. Manajemen puncak
(top management) sangat berpengaruh terhadap kebijakan pengembangan sistem. Dukungan
manajemen senior merupakan elemen yang sangat penting dalam perencanaan kebijakan dan
sistem. Kebijakan Sistem adalah dukungan manajemen terkemuka dan dasar untuk
perencanaan sistem. Perencanaan sistem merupakan pedoman untuk melakukan
pengembangan sistem.

Pengertian kebijakan

Kebijaksanaan (policy) dapat dipahami sebagai aturan yang harus dan harus diikuti
secara non-diskriminatif, mengikat siapa pun yang memiliki kekayaan intelektual tersebut.
Sedangkan politik (kebijaksanaan) adalah pemberian kepemimpinan yang berbeda dari aturan
yang berlaku, yang dikenakan pada seseorang dengan alasan yang dapat diterima untuk tidak
menegakkan aturan yang ada.1

Kebijakan pendidikan Islam (Islamic education policy) dapat dipahami sebagai


seperangkat aturan yang dirumuskan melalui proses pengambilan keputusan pejabat
(pemerintah) mengenai pendidikan Islam untuk mencapai tujuan tertentu.

A. Proses Perumusan Kebijakan Pendidikan

Istilah kebijakan pendidikan sering disama artikan dengan istilah rencana pendidikan
(educational plan), rencana induk pendidikan (education master plan), peraturan pendidikan
(educational regulation), kebijakan pendidikan (educational policy) dan istilah lain yang
mirip dengan istilah ini.2

Kebijakan biasanya diadopsi dan diputuskan dalam konteks masalah. Masalah


biasanya muncul ketika ada deskripsi antara dunia ideal (das solen) dan dunia nyata (das
sein). Pada saat yang sama, implementasi kebijakan pendidikan adalah untuk mempersempit
kesenjangan (deskripsi) atau mendekatkan dunia ideal dengan dunia nyata.3

Setiap negara pasti memiliki masalah pendidikan yang berbeda-beda, dengan tingkat
kesulitan yang berbeda-beda pula. Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa di dunia juga
menghadapai masalah pendidikan. Menurut Suryati Sudharto, masalah yang dihadapi bangsa
Indonesia mencakup lima pokok masalah4 yaitu:

a) Masalah pemerataan Pendidikan


b) Masalah daya tampung Pendidikan
c) Masalah relevansi Pendidikan
d) Masalah kualitas Pendidikan
e) Masalah efisiensi dan efektifitas Pendidikan.

Secara teori, kebijakan pendidikan terbentuk dari landasan ideologis yang lebih
empiris. Kajian ini menggunakan berbagai pendekatan yang sejalan dengan pemahaman

1
Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia; Proses, Produk, dan Masa Depannya,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 12-17
2
Bandingkan dengan istilah-istilah yang dipakai oleh Soebijanto dalam Perencanaan Pendidikan
(Yogyakarta: Kaliwangi1984), hlm 1-2
3
Arif Rohman, Kebijakan Pendidikan; Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi, (Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, 2012) hlm 86-87
4
Suryati Sidharto, Pembaharuan Pendidikan dan Latar Belakangnya, dalam Dirto Hadisusanto,
Pengantar Ilmu Pendidikan (Ypgyakarta: FIP IKIP Yogyakarta, 1995), hlm 200
teoritis yang dianut oleh masing-masing pengambil kebijakan. Dalam hal ini, dua pendekatan
digunakan untuk menganalisis kebijakan pendidikan, yaitu:

a. Social Demand Approach


Social demand approach adalah pendekatan dalam merumuskan kebijakan
pendidikan berdasarkan aspirasi, kebutuhan, dan kepentingan masyarakat yang
berbeda..5 Dalam pendekatan jenis ini, pengambil keputusan politik akan terlebih
dahulu memahami dan menemukan aspirasi masyarakat sebelum merumuskan
kebijakan pendidikan yang akan mereka tangani.

b. Man-Power Approach
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada pertimbangan yang matang untuk
menciptakan ketersediaan sumber daya manusia yang sesuai di masyarakat.
Pendekatan ManPower ini tidak melihat apakah ada kebutuhan dari masyarakat,
apakah suatu kebijakan pendidikan tertentu dibutuhkan oleh masyarakat, tetapi
yang terpenting berdasarkan pertimbangan yang wajar dan valid dari sudut
pandang pengambil kebijakan.

Biasanya, sebuah kebijakan melewati setidaknya dua tahap. Kedua fase tersebut adalah
perumusan kebijakan dan implementasi atau penerapan kebijakan.6 Dan bisa juga
ditambahkan satu lagi yaitu: tahapan pemetaan kebijakan. Setiap tahapan tersebut memiliki
proses yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.

Sebuah kebijakan pendidikan dirancang dan dibangun untuk kemudian


diimplementasikan, ternyata tidak terjadi begitu saja. Kebijakan yang dirumuskan secara
cermat, terutama yang berkaitan dengan isu-isu penting atau isu-isu makro, hampir pasti
didasarkan pada beberapa pemahaman teoritis. Selama proses perumusan, pembuat kebijakan
telah mempertimbangkan dengan cermat.

B. Kebijakan Sistem

Kebijakan pengembangan sistem informasi diarahkan oleh manajemen puncak karena


manajemen ingin menangkap peluang yang ada yang tidak tersedia untuk sistem lama atau
karena sistem lama memiliki banyak kelemahan yang perlu diperbaiki, seperti untuk

5
Arif Rohman, Kebijakan Pendidikan. Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi, (Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, 2012) hlm. 91
6
Oberlin Silalahi, Beberapa Aspek Kebijakan Negara (Yogyakarta: Liberty, 1989), hlm. 17
meningkatkan efisiensi manajemen, meningkatkan produktivitas atau meningkatkan
pelanggan. melayani.

Dasar kebijakan pendidikan adalah pedoman dan petunjuk bagi penanggung jawab
pendidikan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, landasan tersebut
sering dikaitkan dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku di suatu negara, yang
kemudian ditentukan dan ditetapkan oleh mereka yang berkuasa di wilayah itu. Kebijakan
yang dikembangkan dan ditetapkan oleh pemerintah khususnya di bidang pendidikan harus
dilandasi oleh landasan yang kuat bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, dengan
memperhatikan kebutuhan masyarakat secara seimbang dengan kebutuhan masyarakat. dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi.7
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional selanjutnya disingkat (UU Sidiknas No. 20 Th. 2003) Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan, membentuk kepribadian dan peradaban bangsa yang layak
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, guna mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab ,(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional).

Kehadiran Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2013 (UU


SPN No20/2003) tentang konsep tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan sistem
pendidikan nasional dirumuskan Pasal 5 ayat (1) “setiap warga negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, Pasal 6 ayat (1) “setiap warga negara
yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”, Pasal
11 ayat (1) “pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan
serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi”, Pasal 11 ayat (2) “pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya anggaran guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun”, Pasal 34 ayat (2) “pemerintah dan pemerintah
daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal jenjang pendidikan tanpa biaya”,
Pasal 49 ayat (1) “dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada sektor
pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBN)”; ayat
7
Agustino. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. (Bandung: Alfabeta)
(2) “gaji guru dan dosen yang diangkat oleh pemerintah dialokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara.”8

Dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan, pemerintah daerah sebagai pemegang


kekuasaan tertinggi di daerah memiliki kekuasaan untuk mengatur, mengurus, membimbing,
dan mengawasi. Oleh karena itu, komitmen pemerintah daerah dalam pelaksanaan
desentralisasi pendidikan menjadi sangat penting. Pemerintah daerah diharapkan dapat
menciptakan strategi dan inovasi dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan di daerahnya
masing-masing. Pemerintah daerah mengetahui dan memahami apa yang perlu dilakukan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah mereka.

Umiarso berpendapat bahwa otonomi pendidikan atau desentralisasi memiliki dua arti:
Pertama, reorganisasi sistem pendidikan nasional yang berpusat pada sistem yang
berorientasi pada sekitar yang menawarkan banyak kemungkinan inisiatif masyarakat lokal.
Kedua, otonomi pendidikan bukan berarti melepaskan segala kendala untuk membangun
negara kesatuan republik Indonesia, melainkan memperkuat landasan pendidikan di tingkat
lokal untuk membentuk masyarakat Indonesia yang bersatu berdasarkan pendidikan,
keragaman masyarakat. Dengan demikian, arti otonomi pendidikan adalah pendidikan
dikembalikan kepada stakeholder (masyarakat).

C. Perencanaan Sistem

Setelah manajemen puncak telah menetapkan kebijakan pengembangan sistem


informasi, itu harus direncanakan dengan hati-hati terlebih dahulu sebelum mengembangkan
sistem itu. Perencanaan sistem ini meliputi perkiraan kebutuhan fisik, manusia, dan finansial
yang diperlukan untuk mendukung pengembangan sistem ini, serta mendukung
pengoperasiannya setelah implementasi. Perencanaan sistem dapat mencakup perencanaan
jangka pendek dan perencanaan jangka panjang. Perencanaan jangka pendek meliputi periode
1 sampai 2 tahun. Perencanaan jangka panjang melingkupi periode sampai dengan 5 tahun.
Karena perkembangan teknologi komputer yang sangat cepat, maka perencanaan
pengembangan sistem informasi untuk periode lebih dari 5 tahun sudah tidak tepat lagi.

Dalam merencanakan sistem, terdapat beberapa bagian atau departemen dengan tugas
dan fungsi masing-masing. Bagian-bagian yang dimaksud adalah sebagai berikut.

8
Franciscus Xaverius Wartoyo, TANGGUNG JAWAB HUKUM PEMERINTAH DALAM
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NASIONAL. Yustisia. Vol. 5 No. 1 Januari – April 2016
1. Planning staff (Tugas perencanaan karyawan) adalah melaksanakan perencanaan
sistem berdasarkan kebijakan sistem yang ditetapkan oleh manajemen. Dengan tidak
adanya personel tersebut, departemen pengembangan sistem dapat menggantikan
fungsi ini.
2. Departemen pengembangan sistem bertanggung jawab untuk mengembangkan sistem
sesuai dengan rencana yang dikembangkan oleh staf perencanaan. Jika layanan ini
tidak ada, fungsinya dapat digantikan oleh konsultan pengembangan sistem dari luar
perusahaan.
3. Tugas layanan pengolahan data adalah mengoperasikan sistem yang telah
dikembangkan oleh layanan pengembangan sistem. Jika layanan ini tidak ada, maka
harus dibuat atau dapat digabungkan dengan layanan akuntansi jika ruang lingkupnya
hanya menyangkut pemrosesan data akuntansi.9

D. Proses Perencanaan Sistem

Proses dari perencanaan sistem dibagi menjadi 3 proses utama, seperti berikut ini:

1. Merencanakan proyek-proyek sistem yang dilakukan oleh staf perencana sistem.


2. Menentukan proyek-proyek sistem yang akan dikembangkan dan dilakukan oleh
komite pengarah.
3. Mendefinisikan proyek-proyek sistem yang akan dikembangkan dan dilakukan oleh
analis sistem. 10

E. Langkah-langkah dalam Perencanaan

Untuk membuat perencanaan dibutuhkan penerapan SIM yang memerlukan semua data
yang disimpan dalam komputer. Ini menunjukkan bahwa data perlu dikumpulkan dan
disimpan secara sistematis. Selain itu, perencana organisasi harus memahami data. Semua
data di komputer diperoleh dari berbagai sumber yang nyata dan dapat diandalkan. Selain itu,
data yang memadai digunakan untuk mendukung tahapan pengembangan rencana bisnis.
Keuntungan perencanaan untuk sistem informasi terkomputerisasi adalah:

1. Meningkatkan komunikasi antara manajer, pemakai dan pembuat


9
Prasojo, lantip diat. (2013). Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. yogyakarta: UNY Press 2013
10
Prasojo, lantip diat. (2013). Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. yogyakarta: UNY Press 2013
2. Meningkatkan efektivitas penggunaan sumber daya organisasi
3. Mendukung komunikasi untuk pertanggungjawaban kegiatan yang dilakukan oleh
individu maupun departemen
4. Mendukung proses evaluasi
5. Memungkinkan para manajer untuk mengelola pembangunan sistem jangka panjang.

Perancangan perencanaan terdiri dari penemuan, pengembangan dan analisis arah dari
keputusan tindakan yang akan diambil. Ini memerlukan proses memahami masalah dan
menguji solusi alternatif untuk masalah yang akan dipilih. Oleh karena itu, desain
perencanaan dapat menawarkan banyak pilihan keputusan yang berbeda untuk dipilih.
Banyak tutorial perencanaan kegiatan mengharuskan kita untuk terlebih dahulu mencari tahu
masalah yang harus dipecahkan. Rumusan masalah manajemen harus didefinisikan dan
dirinci dalam bahasa yang dimengerti oleh spesialis komputer. Formula ini juga harus
divalidasi dengan mengembangkan kebutuhan yang lebih spesifik dan kemudian menguji
formula ini dengan manajer.

Langkah-langkah pokok berikut perlu diambil: 11

1. Rumusan masalah (problem statement) harus dapat dipahami oleh anggota yang
akan merancang dan mengimplementasikan SIM.
2. Input. Mencari data yang diperlukan yang diharapkan dapat bermanfaat untuk
disediakan kepada pengguna;
3. Output (hasil dari system) memberikan hasil pemindaian lengkap yang diperlukan
untuk menghasilkan informasi .

DAFTAR RUJUKAN

 Agustin, Hamdi. (2019) Sistem Informasi Manajemen dalam Perspektif Islam. Depok:
PT. Grafindo Persada

11
Agustin, Hamdi. (2019) Sistem Informasi Manajemen dalam Perspektif Islam. Depok : PT. Grafindo Persada
 Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia; Proses, Produk, dan Masa
Depannya, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 12-17
 Bandingkan dengan istilah-istilah yang dipakai oleh Soebijanto dalam Perencanaan
Pendidikan (Yogyakarta: Kaliwangi1984), hlm 1-2
 Arif Rohman, Kebijakan Pendidikan; Analisis Dinamika Formulasi dan
Implementasi, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012) hlm 86-87
 Prasojo, lantip diat. (2013). Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. yogyakarta:
UNY Press 2013
 Onong Uchjana Effendi. (1989). Sistem Informasi Manajemen. Bandung: Mandar
Maju.
 Suryati Sidharto, Pembaharuan Pendidikan dan Latar Belakangnya, dalam Dirto
Hadisusanto, Pengantar Ilmu Pendidikan (Ypgyakarta: FIP IKIP Yogyakarta, 1995),
hlm 200
 Arif Rohman, Kebijakan Pendidikan, Analisis Dinamika Formulasi dan
Implementasi, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012) hlm. 91
 Oberlin Silalahi, Beberapa Aspek Kebijakan Negara (Yogyakarta: Liberty, 1989),
hlm.17
 Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan (Jakarta : Bumi Aksara., 2008), hlm. 44
 Umiarso, Iman Gojali, (2010), Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan
Penerbit IRCiSoD.
 Franciscus Xaverius Wartoyo, TANGGUNG JAWAB HUKUM PEMERINTAH
DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NASIONAL. Yustisia. Vol. 5 No. 1
Januari – April 2016

Anda mungkin juga menyukai