Prodi : MPI 5B
Bab : A.4
Pengertian kebijakan
Kebijaksanaan (policy) dapat dipahami sebagai aturan yang harus dan harus diikuti
secara non-diskriminatif, mengikat siapa pun yang memiliki kekayaan intelektual tersebut.
Sedangkan politik (kebijaksanaan) adalah pemberian kepemimpinan yang berbeda dari aturan
yang berlaku, yang dikenakan pada seseorang dengan alasan yang dapat diterima untuk tidak
menegakkan aturan yang ada.1
Istilah kebijakan pendidikan sering disama artikan dengan istilah rencana pendidikan
(educational plan), rencana induk pendidikan (education master plan), peraturan pendidikan
(educational regulation), kebijakan pendidikan (educational policy) dan istilah lain yang
mirip dengan istilah ini.2
Setiap negara pasti memiliki masalah pendidikan yang berbeda-beda, dengan tingkat
kesulitan yang berbeda-beda pula. Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa di dunia juga
menghadapai masalah pendidikan. Menurut Suryati Sudharto, masalah yang dihadapi bangsa
Indonesia mencakup lima pokok masalah4 yaitu:
Secara teori, kebijakan pendidikan terbentuk dari landasan ideologis yang lebih
empiris. Kajian ini menggunakan berbagai pendekatan yang sejalan dengan pemahaman
1
Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia; Proses, Produk, dan Masa Depannya,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 12-17
2
Bandingkan dengan istilah-istilah yang dipakai oleh Soebijanto dalam Perencanaan Pendidikan
(Yogyakarta: Kaliwangi1984), hlm 1-2
3
Arif Rohman, Kebijakan Pendidikan; Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi, (Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, 2012) hlm 86-87
4
Suryati Sidharto, Pembaharuan Pendidikan dan Latar Belakangnya, dalam Dirto Hadisusanto,
Pengantar Ilmu Pendidikan (Ypgyakarta: FIP IKIP Yogyakarta, 1995), hlm 200
teoritis yang dianut oleh masing-masing pengambil kebijakan. Dalam hal ini, dua pendekatan
digunakan untuk menganalisis kebijakan pendidikan, yaitu:
b. Man-Power Approach
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada pertimbangan yang matang untuk
menciptakan ketersediaan sumber daya manusia yang sesuai di masyarakat.
Pendekatan ManPower ini tidak melihat apakah ada kebutuhan dari masyarakat,
apakah suatu kebijakan pendidikan tertentu dibutuhkan oleh masyarakat, tetapi
yang terpenting berdasarkan pertimbangan yang wajar dan valid dari sudut
pandang pengambil kebijakan.
Biasanya, sebuah kebijakan melewati setidaknya dua tahap. Kedua fase tersebut adalah
perumusan kebijakan dan implementasi atau penerapan kebijakan.6 Dan bisa juga
ditambahkan satu lagi yaitu: tahapan pemetaan kebijakan. Setiap tahapan tersebut memiliki
proses yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.
B. Kebijakan Sistem
5
Arif Rohman, Kebijakan Pendidikan. Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi, (Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, 2012) hlm. 91
6
Oberlin Silalahi, Beberapa Aspek Kebijakan Negara (Yogyakarta: Liberty, 1989), hlm. 17
meningkatkan efisiensi manajemen, meningkatkan produktivitas atau meningkatkan
pelanggan. melayani.
Dasar kebijakan pendidikan adalah pedoman dan petunjuk bagi penanggung jawab
pendidikan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, landasan tersebut
sering dikaitkan dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku di suatu negara, yang
kemudian ditentukan dan ditetapkan oleh mereka yang berkuasa di wilayah itu. Kebijakan
yang dikembangkan dan ditetapkan oleh pemerintah khususnya di bidang pendidikan harus
dilandasi oleh landasan yang kuat bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, dengan
memperhatikan kebutuhan masyarakat secara seimbang dengan kebutuhan masyarakat. dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi.7
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional selanjutnya disingkat (UU Sidiknas No. 20 Th. 2003) Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan, membentuk kepribadian dan peradaban bangsa yang layak
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, guna mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab ,(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional).
Umiarso berpendapat bahwa otonomi pendidikan atau desentralisasi memiliki dua arti:
Pertama, reorganisasi sistem pendidikan nasional yang berpusat pada sistem yang
berorientasi pada sekitar yang menawarkan banyak kemungkinan inisiatif masyarakat lokal.
Kedua, otonomi pendidikan bukan berarti melepaskan segala kendala untuk membangun
negara kesatuan republik Indonesia, melainkan memperkuat landasan pendidikan di tingkat
lokal untuk membentuk masyarakat Indonesia yang bersatu berdasarkan pendidikan,
keragaman masyarakat. Dengan demikian, arti otonomi pendidikan adalah pendidikan
dikembalikan kepada stakeholder (masyarakat).
C. Perencanaan Sistem
Dalam merencanakan sistem, terdapat beberapa bagian atau departemen dengan tugas
dan fungsi masing-masing. Bagian-bagian yang dimaksud adalah sebagai berikut.
8
Franciscus Xaverius Wartoyo, TANGGUNG JAWAB HUKUM PEMERINTAH DALAM
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NASIONAL. Yustisia. Vol. 5 No. 1 Januari – April 2016
1. Planning staff (Tugas perencanaan karyawan) adalah melaksanakan perencanaan
sistem berdasarkan kebijakan sistem yang ditetapkan oleh manajemen. Dengan tidak
adanya personel tersebut, departemen pengembangan sistem dapat menggantikan
fungsi ini.
2. Departemen pengembangan sistem bertanggung jawab untuk mengembangkan sistem
sesuai dengan rencana yang dikembangkan oleh staf perencanaan. Jika layanan ini
tidak ada, fungsinya dapat digantikan oleh konsultan pengembangan sistem dari luar
perusahaan.
3. Tugas layanan pengolahan data adalah mengoperasikan sistem yang telah
dikembangkan oleh layanan pengembangan sistem. Jika layanan ini tidak ada, maka
harus dibuat atau dapat digabungkan dengan layanan akuntansi jika ruang lingkupnya
hanya menyangkut pemrosesan data akuntansi.9
Proses dari perencanaan sistem dibagi menjadi 3 proses utama, seperti berikut ini:
Untuk membuat perencanaan dibutuhkan penerapan SIM yang memerlukan semua data
yang disimpan dalam komputer. Ini menunjukkan bahwa data perlu dikumpulkan dan
disimpan secara sistematis. Selain itu, perencana organisasi harus memahami data. Semua
data di komputer diperoleh dari berbagai sumber yang nyata dan dapat diandalkan. Selain itu,
data yang memadai digunakan untuk mendukung tahapan pengembangan rencana bisnis.
Keuntungan perencanaan untuk sistem informasi terkomputerisasi adalah:
Perancangan perencanaan terdiri dari penemuan, pengembangan dan analisis arah dari
keputusan tindakan yang akan diambil. Ini memerlukan proses memahami masalah dan
menguji solusi alternatif untuk masalah yang akan dipilih. Oleh karena itu, desain
perencanaan dapat menawarkan banyak pilihan keputusan yang berbeda untuk dipilih.
Banyak tutorial perencanaan kegiatan mengharuskan kita untuk terlebih dahulu mencari tahu
masalah yang harus dipecahkan. Rumusan masalah manajemen harus didefinisikan dan
dirinci dalam bahasa yang dimengerti oleh spesialis komputer. Formula ini juga harus
divalidasi dengan mengembangkan kebutuhan yang lebih spesifik dan kemudian menguji
formula ini dengan manajer.
1. Rumusan masalah (problem statement) harus dapat dipahami oleh anggota yang
akan merancang dan mengimplementasikan SIM.
2. Input. Mencari data yang diperlukan yang diharapkan dapat bermanfaat untuk
disediakan kepada pengguna;
3. Output (hasil dari system) memberikan hasil pemindaian lengkap yang diperlukan
untuk menghasilkan informasi .
DAFTAR RUJUKAN
Agustin, Hamdi. (2019) Sistem Informasi Manajemen dalam Perspektif Islam. Depok:
PT. Grafindo Persada
11
Agustin, Hamdi. (2019) Sistem Informasi Manajemen dalam Perspektif Islam. Depok : PT. Grafindo Persada
Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia; Proses, Produk, dan Masa
Depannya, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 12-17
Bandingkan dengan istilah-istilah yang dipakai oleh Soebijanto dalam Perencanaan
Pendidikan (Yogyakarta: Kaliwangi1984), hlm 1-2
Arif Rohman, Kebijakan Pendidikan; Analisis Dinamika Formulasi dan
Implementasi, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012) hlm 86-87
Prasojo, lantip diat. (2013). Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. yogyakarta:
UNY Press 2013
Onong Uchjana Effendi. (1989). Sistem Informasi Manajemen. Bandung: Mandar
Maju.
Suryati Sidharto, Pembaharuan Pendidikan dan Latar Belakangnya, dalam Dirto
Hadisusanto, Pengantar Ilmu Pendidikan (Ypgyakarta: FIP IKIP Yogyakarta, 1995),
hlm 200
Arif Rohman, Kebijakan Pendidikan, Analisis Dinamika Formulasi dan
Implementasi, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012) hlm. 91
Oberlin Silalahi, Beberapa Aspek Kebijakan Negara (Yogyakarta: Liberty, 1989),
hlm.17
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan (Jakarta : Bumi Aksara., 2008), hlm. 44
Umiarso, Iman Gojali, (2010), Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan
Penerbit IRCiSoD.
Franciscus Xaverius Wartoyo, TANGGUNG JAWAB HUKUM PEMERINTAH
DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NASIONAL. Yustisia. Vol. 5 No. 1
Januari – April 2016