Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIKUM IKLAM KERJA

Laporan ini dibuat sebagai syarat


Dalam Matakuliah Praktikum Lingkungan Fisik
Program Studi Kesehatan Lingkungan

OLEH
Nama : Irene Pramesti Diningrum
Nim : 10031381924068
Kelompok : 09/ Sembilan
Dosen : Dini Arista Putri, S.Si., M.PH
Mona Lestari, S.K.M., M.K.K.K
Inoy Trisnaini, S.K.M., M.KL
Asisten : Arifqah Dhiya Ul-Haq

LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan kerja dan kesehatan kerja adalah upaya untuk menjamin dan menjaga kesehatan serta
keutuhan jasmani dan rohani para tenaga kerja khusunya manusia, untuk menuju masyarakat yang adil
dan makmur. Keselamatan kerja dan kesehatan kerja termasuk salah satu program pemeliharaan yang ada
di perusahaan. Pelaksanaan program keselamatan kerja dan kesehatan kerja bagi karyawan sangatlah
penting karena bertujuan untuk menciptakan sistem keselamatan dan kesatuan kerja dengan melibatkan
unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mengurangi
kecelakaan. Masalah keselamatan kerja kesehatan dan kerja bukan hanya semata–mata tanggung jawab
pemerintah saja melainkan tanggung jawab semua pihak yaitu pengusaha, tenaga kerja dan masyarakat
(Mangkunegara, 2009).
Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi.
Salah satu konsekuensi dari perkembangan industri yang sangat pesat dan persaingan yang ketat antar
perusahaan di Indonesia sekarang ini adalah tertantangnya proses produksi kerja dalam perusahaan
supaya terus menerus berproduksi selama 24 jam. Dengan demikian diharapkan ada peningkatan kualitas
serta kuantitas produksi untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Dalam menjalankan kegiatan
produksi dan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, diperlukan pula perlindungan terhadap
tenaga kerja. Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek yang cukup luas yaitu perlindungan keselamatan,
kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral
bangsa. Perlindungan tersebut bertujuan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan
derajat kesehatan para pekerja (Adi dkk., 2013).
Salah satu faktor penentu keselamatan kerja dan kesehatan kerja para pekerja adalah iklim kerja.
Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu
radiasi yang dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh. Manusia adalah mahluk homeotherm dan
mampu mempertahankan suhu inti tubuh yang relatif konstan walau terpapar suhu lingkungan yang
bervariasi luas. Suhu inti tubuh berfluktuasi sekitar 37ºC, sedangkan suhu bagian luar tubuh misalnya
kulit lebih dingin dan bervariasi tergantung kondisi lingkungan.

1
Tergantung macam pekerjaan yang dilakukan, antara 80- 90% energi kimia yang dihasilkan dalam
rangka memasok daya untuk menggerakkan tubuh, berubah menjadi energi panas yang dapat
meningkatkan suhu tubuh sampai lebih dari 40ºC. Sebaliknya bila ia tidak aktif dan iklim adalah dingin,
maka tubuh tidak membentuk panas untuk mencegah menurunnya suhu inti tubuh dan suhu inti tubuh
dapat menurun sampai lebih rendah dari 35ºC dan terjadilah kondisi yang disebut hipotermia. Dalam
lingkungan iklim kerja panas jika tubuh tidak melepaskan panas, maka temperatur tubuh akan meningkat
1ºC setiap jam. Panas tubuh dihasilkan oleh metabolisme sel, mengubah energi kimia dari makanan yang
dicerna ke bentuk energi lain, terutama energi panas. Karena proses metabolisme ini berlangsung terus-
menerus, walaupun tidak konstan, tubuh harus melepaskan energi panas pada kecepatan tertentu agar
tidak terjadi penumpukan panas yang menyebabkan peningkatan temperature (Aisyah, 2016).
Iklim kerja yang panas atau tekanan panas dapat menyebabkan beban tambahan pada sirkulasi darah.
Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang berat di lingkungan yang panas, maka darah akan mendapat
beban tambahan karena harus membawa oksigen ke bagian otot yang sedang bekerja. Disamping itu
harus membawa panas dari dalam tubuh ke permukaan kulit. Hal demikian juga merupakan beban
tambahan bagi jantung yang harus memompa darah lebih banyak lagi. Akibat dari pekerjaan ini, maka
frekuensi denyut nadipun akan lebih banyak lagi atau meningkat. Peningkatan denyut nadi akan
menyebabkan munculnya keluhan subjektif pada pekerja, sehingga dapat mengurangi performansi
pekerja (Haditia, 2012), dalam penelitiannya mengenai analisis pengaruh suhu tinggi lingkungan dan
beban kerja terhadap konsentrasi kerja juga menyatakan bahwa konsentrasi pekerja yang
direpresentasikan melalui uji inspeksi visual secara signifikan dipengaruhi oleh faktor suhu lingkungan
serta menyatakan bahwa faktor suhu dan beban kerja berkontribusi sebagai penyebab kecelakaan kerja.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh (Fahri & Pasha, 2010), mengenai
kebisingan dan tekanan panas dengan perasaan kelelahan kerja pada tenaga kerja, menyatakan bahwa
tekanan panas merupakan salah satu faktor terjadinya perasaan kelelahan kerja yang dirasakan oleh
tenaga kerja. Selain itu, pengaruh tekanan panas juga berdampak bagi kesehatan pekerja. Salah satunya
adalah terjadinya kristalisasi urin pada pekerja yaitu berupa kristalisasi urin kalsium oksalat.
Menurut ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berkaitan dengan temperatur tempat kerja,
yaitu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja untuk temperatur tempat kerja, Ditetapkan : Nilai Ambang Batas
(NAB) untuk iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan
panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya
meliputi tekanan panas dan dingin.
2
Tekanan yang dapat dihadapi oleh tenaga kerja dalam pekerjaan sehari-hari yang tidak mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan untuk waktu kerja terus menerus tidak melebihi dari 8 (delapan) jam
sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu. NAB terendah untuk ruang kerja adalah 25°C untuk beban
kerja yang berat dan NAB tertinggi adalah 32,2°C untuk beban kerja yang ringan, tergantung pada beban
kerja dan pengaturan waktu kerja (Permenaker, 2018). Di Indonesia salah satu faktor yang menonjol
sebagai penyebab gangguan kesehatan pekerja adalah lingkungan kerja yang panas.
Lingkungan kerja dengan suhu yang tinggi dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja seperti heat
cramps,heat exhaustion,heat stroke dan miliaria. Heat cramps dialami dalam lingkungan yang suhunya
tinggi,sebagai akibat bertambahnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium (Na) dari
tubuh,dan sebagai akibat dari minum banyak air tapi tidak diberi garam untuk mengganti garam natrium
yang hilang. Heat cramps mengakibatkan kejang otot pada tubuh dan perut yang sakit. Disamping kejang
tersebut terdapat pula gejala yang biasa terjadi pada heat stress yaitu pingsan, kelemahan dan muntah.
Heat exhaustion biasanya ditandai dengan penderita berkeringat banyak, suhu tubuh normal atau
subnormal, tekanan darah menurun dan denyut nadi bergerak lebih cepat. Selain itu panas dapat
menyebabkan terjadinya dilatasi pembuluh darah perifer, sehingga keseimbangan peredaran darah akan
terganggu (Telan, 2012).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa iklim kerja sangat mempengaruhi produktivitas tenaga
kerja sebab dengan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan kondusif sesuai dengan standar yang
berlaku maka dapat menghasilkan barang atau jasa yang baik dan juga sangat menguntungkan bagi tenaga
kerja agar terhindar dari kecelakaan dan bahaya dari pekerjaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu
diketahui tingkat tekanan panas dari pengukuran suhu basah dan bola (ISBB), pengukuran kecepatan
angina (Anemometer), dan pengukuran kelembapan udara (Higrometer).

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Diketahuinya cara mengoperasikan alat ukur iklim kerja dengan menggunakan heat stress monitor,
hygrometer, dan anemometer.
2. Diketahuinya nilai ISBB, kecepatan angin dan kelembaban udara pada tempat kerja dan
membandingkannya dengan standar.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Definisi Iklim Kerja


Peraturan Menteri ketenagakerjaan republik indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, Iklim Kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh Tenaga Kerja
sebagai akibat pekerjaannya meliputi tekanan panas dan dingin. Iklim kerja merupakan salah satu faktor
fisik yang berpotensi menimbulkan potensi bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
terhadap tenaga kerja bila berada pada kondisi yang ekstrim panas dan dingin dengan kadar yang
melebihi nilai ambang batas (NAB), yang diperkenankan menurut standar kesehatan (Tarwaka, 2008).
Kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim meliputi panas dan dingin yang berada di luar
batas standar kesehatan dapat menyebabkan meningkatnya pengeluaran cairan tubuh melalui keringat
sehingga bisa terjadi dehidrasi dan gangguan kesehatan lainnya yang lebih berat. Persoalan tentang
bagaimana menentukan bahwa kondisi temperatur lingkungan adalah ekstri menjadi penting, mengingat
kemampuan manusia untuk beradaptasi sangat bervariasi dandipengaruhi oleh banyak faktor. Namun
demikian secara umum kita dapat menentukan batas kemampuan manusia untuk beradaptasi dengan
temperatur lingkungan pada kondisi yang ekstrim dengan menentukan rentang toleransi terhadap
temperatur lingkungan (Suma’mur, 2009).
Iklim kerja adalah keadaan lingkungan kerja yang diukur dari perpaduan antara suhu udaha (suhu basah
dan suhu kering), kelembapan udara, kecepatan aliran udara, dan radiasi (Sirajuddin, 2019). Iklim kerja
adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi yang
dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh. Dalam lingkungan iklim kerja panas jika tubuh tidak
melepaskan panas, maka temperatur tubuh akan meningkat 1oC setiap jam. Panas tubuh dihasilkan oleh
metabolisme sel, mengubah energi kimia dari makanan yang dicerna ke bentuk energi lain, terutama
energi panas. Karena proses metabolisme ini berlangsung terusmenerus, walaupun tidak konstan, tubuh
harus melepaskan energi panas pada kecepatan tertentu agar tidak terjadi penumpukan panas yang
menyebabkan peningkatan temperatur (Adi, dkk., 2013).

4
Berdasarkan penjelasan di atas kelompok 3 menyimpulkan bahwa , iklim kerja adalah kombinasi dari
suhu udara, kelembapan udara, kecepatan angin dan suhu radiasi yang sumbernya dari tubuh yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja, akibat dari suhu dingin dan suhu panas yang
ekstrim yang tidak dapat di terima oleh tubuh.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Jenis-Jenis Iklim Kerja


Dalam setiap lingkungan kerja, semua tenaga kerja akan menghadapi tekanan lingkungan. Tekanan
lingkungan tersebut dapat berasal dari kimia, fisik, biologis, dan psikis. Tekanan lingkungan kerja fisik
khususnya lingkungan kerja panas memegang peranan yang penting, oleh sebab itu lingkungan kerja
harus diciptakan senyaman mungkin supaya didapatkan efisiensi kerja dan meningkatkan produktivitas.
Lingkungan kerja yang nyaman dapat dilihat dari kondisi iklim di tempat kerja yang sesuai. Iklim kerja di
tempat kerja mempengaruhi kondisi tenaga kerjanya.
1. Iklim Kerja Panas
Seorang tenaga kerja memiliki beban kerja dan memiliki karakteristik individu seperti: usia, jenis
kelamin, masa kerja, intake cairan, status gizi dan kebiasaan merokok. Besarnya respons fisiologis tenaga
kerja terhadap tekanan panas dapat dicegah atau dikurangi dengan melakukan upaya pengendalian baik
secara teknis administratif maupun penggunaan alat pelindung diri sehingga penyakit akibat kerja dapat
dicegah dan produktivitas kerja tetap optimal. Paparan panas dapat diukur dengan menggunakan iklim
kerja yang merupakan kombinasi dari suhu udara, kelembaban, suhu radiasi dan kecepatan udara yang
dapat diukur dengan menggunakan ISBB. Makin besar nilai ISBB makin besar pula panas yang diterima
tenaga kerja. Tenaga kerja yang menerima iklim kerja panas tersebut akan memberikan respon fisiologis
antara lain perbedaan suhu tubuh, denyut nadi dan tekanan darah. Peningkatan suhu tubuh > 38°C akan
mengakibatkan kejadian heat strain (Adinigsih, 2013).
Temperatur yang terlalu panas dapat menimbulkan efek fisiologis pada tubuh seperti meningkatnya
kelelahan, efisiensi kerja fisik dan mental menurun, denyut jantung dan tekanan darah meningkat,
aktivitas organ-organ pencernaan menurun, suhu tubuh meningkat dan produksi keringat bertambah.
Sebaliknya temperatur yang terlalu dingin mengurangi daya atensi, mengurangi efisiensi, keluhan kaku
atau kurang koordinasi otot dan ketidaktenangan yang berpengaruh negatif terutama pada kerja mental.
Dengan demikian penyimpangan dari batas kenyamanan suhu baik diatas maupun dibawah nyaman akan
berdampak buruk pada produktivitas kerja. Temperatur yang dianjurkan di tempat kerja yaitu sekitar 24-
26°C (suhu dingin) dan kelembaban 65%-95%.

5
Suhu tersebut merupakan suhu nikmat di Indonesia (Suma’mur dalam Tarwaka dkk, 2004). Melakukan
pekerjaan dengan suhu lingkungan yang tinggi akan mempengaruhi hasil kerja tenaga kerja dan dapat
mengganggu kenyamanan dalam melakukan pekerjaan.
Dalam lingkungan iklim kerja panas jika tubuh tidak melepaskan panas, maka temperatur tubuh akan
meningkat 1°C setiap jam. Panas tubuh dihasilkan oleh metabolisme sel, mengubah energi kimia dari
makanan yang dicerna ke bentuk energi lain, terutama energi panas. Karena proses metabolisme ini
berlangsung terusmenerus, walaupun tidak konstan, tubuh harus melepaskan energi panas pada kecepatan
tertentu agar tidak terjadi penumpukan panas yang menyebabkan peningkatan temperatur. Sebaliknya bila
ia tidak aktif dan iklim adalah dingin, maka tubuh tidak membentuk panas untuk mencegah menurunnya
suhu inti tubuh dan suhu inti tubuh dapat menurun sampai lebih rendah dari 35oC dan terjadilah kondisi
yang disebut hipotermia.
Salah satu efek tekanan panas pada pekerja adalah kelelahan. Kelelahan adalah suatu mekanisme
perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat sistem aktifitas
(bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi
yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan
penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, dkk., 2004). Dalam keadaan normal tiap
anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha
rnempertahankan keadaan normal dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi diluar tubuh, tetapi untuk menyesuaikan diri tersebut
ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika
perubahan temperatur luar tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin dari
keadaan tubuh normal. Suhu udara dianggap nikmat bagi orang Indonesia adalah sekitar 24° C sampai
26°C.
Suhu tinggi dapat mengakibatkan heatcramps, heat exhaustion dan heatstroke. Heat exhaustion
biasanya terjadi oleh karena cuaca yang sangat panas, terutama bagi mereka yang belum beraklimatisasi
terhadap udara panas. Penderita biasanya berkeringat banyak, sedangkan suhu badan normal atau
subnormal. Tekanan darah menurun dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya. Pekerja yang terpapar
panas akan merasa lelah dan lemah.

6
Menurut Adi dkk (2013), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan
kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam
industri. Pembebanan otot secara statis pun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon
dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive). Selain itu,
karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan,
sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup.
Salah satu efek tekanan panas pada pekerja adalah kelelahan. Kelelahan adalah suatu mekanisme
perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan syaraf pusat terdapat sistem aktifitas
(bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi
yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan
penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka dkk, 2004).
Dalam keadaan normal tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang berbeda. Tubuh
manusia selalu berusaha rnempertahankan keadaan normal dengan suatu sistem tubuh yang sempurna
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh, tetapi untuk
menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia dapat menyesuaikan dirinya
dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35%
untuk kondisi dingin dari keadaan tubuh normal.
Suhu udara dianggap nikmat bagi orang Indonesia adalah sekitar 24°C sampai 26°C. Suhu tinggi
dapat mengakibatkan heat cramps, heat exhaustion, dan heat stroke. Heat exhaustion biasanya terjadi oleh
karena cuaca yang sangat panas, terutama bagi mereka yang belum beraklimatisasi terhadap udara panas.
Penderita biasanya berkeringat banyak, sedangkan suhu badan normal atau subnormal. Tekanan darah
menurun dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya. Pekerja yang terpapar panas akan merasa lelah dan
lemah.
Menurut Adi dkk (2013), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan
kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam
industri. Pembebanan otot secara statispun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon
dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive). Selain itu,
karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan,
sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup.

7
Iklim kerja dapat menimbulkan proses perpindahan panas. Perpindahan panas dapat terjadi dengan cara
seperti di bawah ini (Suma’mur, 2014):
a. Konduksi ialah perpindahan panas antara tubuh dan benda-benda sekitar melalui sentuhan atau kontak
langsung.
b. Konveksi adalah pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan melalui kontak udata dengan tubuh.
c. Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas tergantung suhu benda-
benda disekitarnya. Tubuh menerima atau kehilangan panas melalui mekanisme radiasi.
d. Kehilangan panas melalui penguapan dapat terjadi melalui keringat yang dikeluarkan oleh tubuh pada
saat melakukan pekerjaan dengan penguapan di permukaan kulit.
Pencegahan terhadap panas supaya tidak menimbulkan gangguan pada tubuh meliputi: air minum,
garam, makanan, istirahat, tidur dan pakaian (Depkes RI dalam Muffichatum, 2006). Dengan uraian
sebagai berikut:
a. Air minum
Air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dalam lingkungan panas. Air diperlukan
untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat berkeringat dan pengeluaran urin.
b. Garam (NaCl)
Pada keluaran keringat yang banyak, perlu menambah pemberian garam, akan tetapi tidak boleh
berlebihan karena dapat menimbulkan haus dan mual.
c. Makanan
Sesudah makan, sebagian besar darah mengalir kedaerah usus untuk menyerap hasil pencernaan.
d. Tidur atau istirahat
Untuk menghindari efek kelelahan setelah aktivitas fisik yang berat yang dilakukan pada lingkungan
kerja yang panas, tubuh memerlukan istirahat yang cukup dan tidur sekitar 7 jam sehari.
e. Pakaian
Pakaian melindungi permukaan tubuh terhadap radiasi sinar matahari, tetapi juga merupakan
penghambat terjadinya konveksi antara kulit dengan aliran udara. Untuk mendapatkan efek yang
menguntungkan, baju yang pakai harus cukup longgarterutama bagian leher, ujung lengan, ujung celana,
dan sebagainya.

8
2. Iklim Kerja Dingin
Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi effisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi
otot. Sedangkan pengaruh suhu ruangan sangat rendah terhadap kesehatan dapat mengakibatkan penyakit
yang terkenal yang disebut dengan Chilblains, trench foot dan frostbite. Pencegahan terhadap gangguan
kesehatan akibat iklim kerja suhu dingin dilakukan melalui seleksi pekerja yang fit dan penggunaan
pakaian pelindung yang baik. Disamping itu, pemeriksaan kesehatan perlu juga dilakukan secara periodik
(Budiono, 2008).

2.3 Tinjauan Umum Tentang Sumber Iklim Kerja


Menurut Suma’mur (2014), terdapat tiga sumber panas pada lingkungan kerja, yaitu:
1. Iklim kerja setempat
Keadaan udara di tempat kerja, ditentukan oleh faktor-faktor keadaan antara lain suhu udara,
penerangan, kecepatan gerakan udara dan sebagainya. 
2. Proses produksi dan mesin
Mesin mengeluarkan panas secara nyata sehingga lingkungan kerja menjadi panas.
3. Kerja otot
Tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan memerlukan energi yang diperlukan dalam proses oksidasi
untuk menghasilkan energi berupa panas.
Sedangkan menurut Wahyuni (2008), terdapat beberapa sumber tempat kerja dengan iklim yang
panas, yaitu:
1. Proses produksi yang menggunakan panas, seperti: peleburan, pengeringan, pemanasan. 
2. Tempat kerja yang terkena langsung matahari, seperti : pekerjaan jalan raya, bongkar muat barang
pelabuhan, nelayan dan petani. 
3. Tempat kerja dengan ventilasi kurang memadai.

9
2.4 Tinjauan Umum Tentang Dampak Iklim Kerja Terhadap Kesehatan
Salah satu kondisi yang disebabkan oleh iklim kerja yang terlalu tinggi adalah apa yang dinamakan
dengan heat stress (tekanan panas). Tekanan panas adalah keseluruhan beban panas yang diterima tubuh
yang merupakan kombinasi dari kerja fisik, faktor lingkungan (suhu udara, tekanan uap air, pergerakan
udara, perubahan panas radiasi) dan faktor pakaian. Tekanan panas akan berdampak pada terjadinya
(Putra, 2011) :
a. Dehidrasi yaitu penguapan yang berlebihan akan mengurangi volume darah dan pada tingkat awal
aliran darah akan menurun dan otak akan kekurangan oksigen.
b. Heat Rash merupakan gejala awal dari yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat tekanan panas.
Penyakit ini berkaitan dengan panas, kondisi lembab dimana keringat tidak mampu menguap dari kulit
dan pakaian. Penyakit ini mungkin terjadi pada sebgaian kecil area kulit atau bagian tubuh. Meskipun
telah diobati pada area yang sakit produksi keringat tidak akan kembali normal untuk 4 sampai 6 minggu
c. Heat Fatigue merupakan gangguan pada kemampuan motorik dalam kondisi panas. Gerakan tubuh
menjadi lambat, kirang waspada terhadap tugas.
d. Heat Cramps merupakan kekejangan otot yang diikuti penurunan sodium klorida dalam darah sampai
di bawah tingkat kritis. Dapat terjadi sendiri atau bersama dengan kelelahan panas, kekejangan timbul
secara mendadak.
e. Heat Exhaustion merupakan penyakit yang diakibatkan oleh berkurangnya cairan tubuh atau volume
darah. Kondisi ini terjadi jika jumlah air yang dikeluarkan seperti keringat melebihi dari air yang
diminum selama terkena panas. Gejalanya adalah keringat sangat banyak, kulit pucat, lemah, pening,
mual, pernapasan pendek dan cepat, pusing dan pingsan. Suhu tubuh antara (37°C – 40°C).
f. Heat Syncope merupakan keadaan kolaps atau kehilangan kesadaran selama penajanan panas dan
tanpa kenaikan suhu tubuh atau penghentian keringat.
g. Heat Stroke merupakan penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang terkait dengan
pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab. Penyakit ini dapat menyebabkan koma dan kematian.
2.5 Tinjauan Umum Tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja
Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor bahaya di Tempat Kerja
sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima Tenaga
Kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu
tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.

10

2.6 Nilai Ambang Batas (NAB) Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
Nilai Ambang Batas (NAB) iklim lingkungan kerja merupakan batas pajanan iklim lingkungan kerja
atau pajanan panas (heat stress) yang tidak boleh dilampaui selama 8 jam kerja per hari sebagaimana
tercantum pada
Tabel 2.1 NAB iklim lingkungan kerja dinyatakan dalam derajat Celsius Indeks Suhu Basah dan
Bola (oC ISBB)
Alokasi Waktu Kerja NAB (oC ISBB)
dan Istirahat Ringan Sedang Berat Sangat Berat
75-100% 31,0 28,0 - -
50-75% 31,0 29,0 27,5 -
25-50% 32,0 30,0 29,0 28,0
0-25% 32,0 31,5 30,0 30,0
Sumber: Permenaker, No. 5 Tahun 2018
Catatan:
1. ISBB atau dikenal juga dengan istilah WBGT (Wet Bulb Globe Temperature) merupakan indikator
iklim lingkungan kerja
2. ISBB luar ruangan = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,2 Suhu Bola + 0,1 Suhu Kering
3. ISBB dalam ruangan = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,3 Suhu Bola
(*) tidak diperbolehkan karena alasan dampak fisiologis
NAB iklim lingkungan kerja ditentukan berdasarkan alokasi waktu kerja dan istirahat dalam satu
siklus kerja (8 jam per hari) sertarata-rata laju metabolik pekerja. Kategori laju metabolik, yang dihitung
berdasarkan rata-rata laju metabolik pekerja, tercantum pada Tabel 2.2

11
Tabel 2.2 Kategori Laju Metabolik dan Contoh Aktivitas
Kategori Laju Metabolik (W)** Contoh Aktivitas
Istirahat 11 (100-125)*** Duduk
Duduk sambil melakukan
pekerjaan ringan dengan tangan,
atau dengan tangan dan lengan,
Ringan 180 (125 – 235)*** dan mengemudi. Berdiri sambil
melakukan pekerjaan ringan
dengan lengan dan sesekali
berjalan.
Melakukan pekerjaan sedang:
dengan tangan dan lengan, dengan
lengan dan kaki, dengan lengan
Sedang 300 (235 – 360)***
dan pinggang, atau mendorong
atau menarik beban yang ringan.
Berjalan biasa
Melakukan pekerjaan intensif:
dengan lengan dan pinggang,
membawa benda, menggali,
Berat 415 (360 – 465)***
menggergaji secara manual,
mendorong atau menarik benda
yang berat, dan berjalan cepat.
Melakukan pekerjaan sangat
Sangat Berat 520 (> 465)*** intensif dengan kecepatan
maksimal.
Sumber: Permenkes, No. 70 Tahun 2016
Catatan:
(**) Dihitung menggunakan estimasi dengan standar berat badan 70 kg. Untuk menghitung laju
metabolik dengan berat badan yang lain, dilakukan dengan mengalikan hasil estimasi laju metabolik
dengan rasio antara berat badan aktual pekerja dengan 70 kg.
(***) Mengacu pada ISO 8996 Tahun 2004.
12
Hasil pengukuran iklim lingkungan kerja harus dikoreksi dengan nilai koreksi pakaian kerja
sebagaimana tercantum pada Tabel 2.3. Nilai yang telah dikoreksi dibandingkan dengan nilai NAB pada
Tabel 2.1
Tabel 2.3. Nilai Koreksi Pakaian Kerja
Nilai koreksi yang ditambahkan pada
Jenis Pakaian Kerja
hasil pengukuran ISBB (oC)
Pakaian kerja biasa (kemeja dan celana
0
panjang)
Coveralss 0
Pakaian kerja dua lapis +3
Coveralls dari bahan SMS polypropylene +0,5

Coveralls dari bahan polyolefin +1


Coveralls anti uap (penggunaan terbatas) +11
Sumber: Permenkes, No. 70 Tahun 2016
Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) untuk di luar ruangan dengan panas radiasi: dan Indeks Suhu
Basah dan Bola (ISBB) untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas radiasi :
Catatan :
1. Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kilo kalori/jam
2. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan kurang dari 350 Kilo
kalori/jam
3. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang dari 500 Kilo kalori/jam.
4.
2.7 Tinjauan Umum Tentang Hirarki Pengendalian
Pada kegiatan pengkajian risiko (risk assessment), hirarki pengendalian (hierarchy of control)
merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan. Pemilihan hirarki pengendalian memberikan manfaat
secara efektifitas dan efesiensi sehingga risiko menurun dan menjadi risiko yang bias diterima
(acceptable risk) bagi suatu organisasi/perusahaan. Secara efektifitas, hirarki control pertama diyakini
memberikan efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan hierarki yang kedua. Hierarki pengendalian ini
memiliki dua dasar pemikiran dalam menurunkan risiko yaitu melalui menurunkan probabilitas
kecelakaan atau paparan serta menurunkan tingkat keparahan suatu kecelakaan atau paparan (Djatmiko,
2016). Pengendalian yang dapat dilakukan mengacu pada hirarki pengedalian, yaitu :
13
1. Eliminasi
Hierarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada saat desain, tujuannya adalah
untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan suatu system karena adanya
kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak
hanya mengandalkan perilaku pekerja dalam menghindari risiko, namun demikian, penghapusan benar-
benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis. Contohnya yaitu :
a. Menghilangkan sumber-sumber yang menyebabkan iklim melewati NAB
b. Menutup area kerja yang bersuhu tinggi.
2. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun peralatan dari
yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan bahaya dan risiko
minimal melalui desain system ataupun desain ulang. Contohnya yaitu :
a. Mengganti mesin yang menghasilkan tekanan panas dengan mesin yang lebih rendah menghasilkan
tekanan panas.
b. Pengaturan system kerja di area yang bertekanan tinggi.
c. Mengubah aliran atau jalur kerja agar pekerja tidak berada di area kerja dengan suhu yang tinggi.
3. Pengendalian Teknik (Engineering Control)
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja serta untuk mencegah
terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan.
Contohnya yaitu :
a. Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan benda-benda yang panas.
b. Mengurangipanas metabolik tubuh.
c. Mengurangi bertambahnya panas konveksi, seperti kipas angin untuk meningkatkan kecepatan gerak
udara diruang kerja yang panas.
d. Mengurangi kelembapan.
4. Pengendalian Administratif (Administrative Control)
Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang akan melakukan pekerjaan, dengan
dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup
untuk menyelesaikan pekerjaan secara aman.
a. Adanya standar operasi baku (SOP)
b. Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek tetapi sering dan rotasi
pekerja yang memadai.

14
c. Penyediaan air minum yang cukup.
5. Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment)
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan hal yang paling tidak efektif dalam
pengendalian bahaya dan APD hanya berfungsi untuk mengurangi risiko dari dampak bahaya. Karena
sifatnya hanya mengurangi, perlu dihindari ketergantungan hanya mengandalkan alat pelindung diri
dalam menyelesaikan setiap pekerjaan. Contohnya yaitu :
a. Kacamata dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dekat dengan benda-benda yang sangat panas.
b. Untuk bekerja ditempat kerja yang panas dan lembap, perlu disediakan baju yang tipis dan berwarna
tenang hingga pengeluaran panas tubuh dengan proses evaporasi keringat menjadi lebih efisien.

15
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Lokasi dan Waktu Praktikum

Praktikum pengukuran iklim kerja ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sriwijya

3.2Alat dan Bahan


1. Alat

a. The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214, terdiri dari 3 termometer:

1) Termometer Bola/Globe Bulb Temperature

2) Termometer Kering/Dry Bulb Temperature

3) Termometer Basah/Wet Bulb Temperature

2. Bahan
a. Demineralizer
b. Aquades

3.3 Prinsip Kerja

1. The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214

The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214 terdiri dari tiga termometer yaitu, Termometer

Bola/Globe Bulb Temperature yang berfungsi untuk mengukur panas radiasi, Termometer

Kering/Dry Bulb Temperature berfungsi untuk mengukur suhu kering, dan Termometer

Basah/Wet Bulb Temperature untuk mengukur suhu basah. Heat Stress Monitor terdiri dari

beberapa komponen yaitu, tombol select untuk mengganti satuan OC atau OF, tombol function

untuk mengatur pengukuran di dalam atau di luar dan melihat nilai WB, DB, GB dan WBGT.

2. Hygrometer Lutron LM-8000 / Humidity Precission Meter

Hygrometer dengan tipe Lutron LM-8000 adalah alat yang digunakan untuk mengukur

kelembaban atau Relatif Humidity (RH). Hygrometer terdiri dari beberapa komponen yaitu,

16
display yang berukuran 59mm x 34 mm yang berfungsi untuk menampilkan hasil, tombol

power untuk menyalakan alat, tombol max/min untuk merekam nilai maximum dan minimum,

tombol function untuk mengatur satuan, serta alat sensor.

3. Anemometer Lutron LM-8000

Anemometer terdiri dari beberapa komponen yaitu, display yang berukuran 59 mm x 34

mm yang berfungsi untuk menampilkan hasil, tombol power untuk menyalakan alat, tombol

max/min untuk merekam nilai maximum dan minimum, tombol function untuk mengatur satuan,

serta kincir yang dapat berputar jika terkena angin.

3.4 Prosedur Kerja

1. The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214

a. Ketiga termometer dipasang ke alat sesuai dengan pot antena masing-masing.

b. Sumbu pada termometer suhu basah dibasahi dengan meneteskan aquades (dengan

campuran Demineralizer) secukupnya. Jagalah agar termometer tetap basah selama

melakukan pengukuran.

c. Tombol Power dinyalakan.

d. Tombol select ditekan untuk menentukan derajat yang ingin digunakan (dalam praktikum

ini, kami menggunakan satuan⁰C)

e. Untuk mengukur ISBB dalam ruangan, tombol view ditekan sampai muncul kode WBGT

in pada monitor, lalu ditunggu selama tiga menit lalu nilai WBGT pada monitor dicatat.

f. Untuk mengukur suhu basah, tombol view ditekan sampai muncul kode WB in pada

monitor, lalu ditunggu selama tiga menit lalu nilai WB pada monitor dicatat.

g. Untuk mengukur suhu bola, tombol view ditekan sampai muncul kode GT pada monitor

kemudian ditunggu selama tiga menit lalu nilai GT pada monitor dicatat.

17
h. Untuk mengukur ISBB di luar ruangan, tombol view ditekan sampai muncul kode WBGT

out pada monitor, lalu ditunggu selama tiga menit lalu nilai WBGT pada monitor dicatat.

i. Untuk pengukuran suhu basah dan suhu bola, sama dengan pengukuran suhu basah dan

suhu bola di dalam ruangan.

j. Khusus untuk pengukuran di luar ruangan, juga dihitung suhu kering (DB), caranya tombol

view ditekan sampai muncul kode DB pada monitor lalu ditunggu selama tiga menit lalu

nilai DB pada monitor dicatat.

2. Hygrometer Lutron LM-8000

a. Sensor dihubungkan ke alat.

b. Alat diarahkan di dekat sumber seperti dibawah AC dan dibawah sinar matahari untuk luar

ruangan.

c. Tombol power ditekan.

d. Tombol rec atau max/min ditekan untuk merekam dan tunggu hingga tiga menit.

e. Setelah tiga menit tombol max ditekan untuk melihat nilai maximum.

f. Tombol max/min ditekan dan tunggu hingga tiga menit untuk melihat nilai minimum.

g. Perhatikan angka yang muncul pada display kemudian dicatat hasilnya.

3. Anemometer Lutron LM-8000

a. Alat diarahkan ke sumber ngina seperti di bawah AC dan dibawah sinar matahari untuk

luar ruangan.

b. Tombol Power ditekan

c. Tombol rec atau max/min ditekan untuk merekam dan tunggu hingga tiga menit.

d. Setelah tiga menit tombol max ditekan untuk melihat nilai maximum.

e. Tombol max/min ditekan dan tunggu hingga tiga menit untuk melihat nilai minimum.

f. Perhatikan angka yang muncul pada display kemudian dicatat hasilnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Adi, D., dkk., 2013. Hubungan Antara Iklim Kerja, Asupan Gizi Sebelum Bekerja, Dan Beban Kerja
Terhadap Tingkat Kelelahan Pada Pekerja Shift Pagi Bagian PackingPt.X, Kabupaten Kendal.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2 (2).

Adiningsih, R., 2013. Faktor yang mempengaruhi kejadian heat strain pada tenaga kerja yang terpapar
panas di PT. Aneka Boga Makmur. Thesis, Universitas Airlangga.

Aisyah, RP., 2016. Analisis Pengaruh Temperatur Lingkungan, Berat Badan Dan Tingkat Beban Kerja
Terhadap Denyut Nadi Pekerja Ground Handling Bandara. Jurnal TeknikIndustri. Vol. 11 No. 1.

Budiono, Sugeng. 2008. BungaRampaiHigiene Perusahaan Ergonomi. Surakarta: PT. Tri Tunggal Tata
Fajar.

Djatmiko, RD., 2016. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta : Deepublish.

Fahri, S & Pasha, E., 2010. Kebisingan dan Tekanan Panas Dengan perasaan Kelelahan pada Tenaga
Kerja Bagian Drilling Pertamina EP Jambi. Jurnal Politeknik Kesehatan Jambi.

Haditia, IP., 2012. Analisis Pengaruh Suhu Tinggi Lingkungan dan Beban Kerja Terhadap Konsentrasi
Pekerja. Program Sarjana Teknik Industri Fakultas Teknik Tahun 2012 (SKRIPSI).

Istoqomah, dkk., 2013. Faktor Dominan Yang Berpengaruh Terhadap Munculnya Keluhan Subjektif
Akibat Tekanan Panas pada Tenaga Kerja di PT. Iglas (Persero) Tahun 2013. The Indonesian
Journal of Occupational Safety and Health Vol. 2, No. 2 hal. 175–184

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika Di TempatKerja, 2011. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
RI

Mangkunegara, Anwar Prabu., 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung :Remaja Rosda karya.

19
Muflichatun. 2006. Hubungan Antara Tekanan Panas, Denyut Nadi Dan. Produktivitas Kerja Pada
Pekerja Pandai Besi Paguyuban Wesi Aji. Donorejo Batang. Skripsi, Digilab Univesitas Negeri
Semarang.

Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan
Industri.Jakarta : Depnakertrans RI.

Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor PER.
13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta:
Depnakertrans RI.

Sirajuddin, S., dkk., 2019. Penuntun Praktikum Dasar Kesehatan Masyarakat. Makassar:FKM UNHAS.

Suma'mur, PK. 2014. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: Sagung Seto.

Tarwaka, dkk., 2004.Ergonomi untuk. Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta:

UNIBA PRESS

Telan, Albina Bare., 2012. Pengaruh Tekanan Panas Terhadap Perubahan Tekanan Darah dan Denyut
Nadi Pada Tenaga Kerja Industri pandai besi didesa hadipolo Kecamatan Jekulo Kabupaten
Kudus Jawa Tengah. Program Pascasarjana

Putra, Dian Tri. 2011. Hubungan Antara Kebisingan, Iklim Kerja Dan Sikap Tubuh Saat Bekerja
Terhadap Kelelahan Kerja pada Pekerja Di Industri Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda.
[Online] http://www.scribd.com/mobile/documents/57888492/download?
commit=Download+Now&secret_password

Wahyuni, Sri. 2008. Pengaruh kompensasi, kemampuan dan lingkungan kerja terhadap prestasi kerja
karyawan pada PT. DUWA ATMI MUDA Kudus.

Wulandari, J. & Ernawati, M. 2017. Efek Iklim Kerja Panas Pada Respon Fisiologis Tenaga Kerja di

Ruang Terbatas. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. [Online] IJOSH Vol 6

No 2

20
DAFTAR ISI

Daftar isi......................................................................................................................................... i
Bab I Pendahuluan.........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakanng.......................................................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum.....................................................................................................................3
Bab II Tinjauan Pustaka.................................................................................................................4
2.1 Tinjauan Umum Tentang Definisi Iklim Kerja.........................................................................4
2.2 Tinjauan Umum Tentang Jenis-Jenis Iklim Kerja.....................................................................5
2.3 Tinjuan Umum Tentang Sumber Iklim Kerja...........................................................................9
2.4 Tinjauan Umum Tentang Dampak Iklim Kerja Terhadap Kesehatan.......................................10
2.5 Tinjauan Umum Tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja..........................................10
2.6 Nilai Ambang Batas (NAB) Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)...........................................11
2.7 Tinjauan Umum Tentang Hirarki Pengendalian.......................................................................13
Bab III Metode Praktikum..............................................................................................................16
3.1 Lokasi dan Waktu Praktikum...................................................................................................16
3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................................................16
3.3 Prinsip Kerja.............................................................................................................................16
3.4 Prosedur Kerja..........................................................................................................................17
Daftar Pustaka................................................................................................................................19

Anda mungkin juga menyukai