Anda di halaman 1dari 7

1. Mengapa kita boleh melakukan perjanjian kredit? Dasar hukumnya apa?

Mengapa
boleh dan mengapa bisa? Padahal dalam BW tidak diatur
Jawab :
Rumusan dan pengertian tentang perjanjian kredit belum secara eksplisit
tercantum dalam perundang-undangan. Pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan tidak mengatur secara khusus tentang perjanjian kredit. Untuk
mengetahui bagaimana bentuk perjanjiannya, perlu menengok kembali apa yang
dimaksud dengan kredit dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998, kredit diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Berdasarkan pengertian tersebut, perjanjian kredit dapat diartikan sebagai perjanjian
pinjam-meminjam antara bank sebagai kreditor dengan pihak lain sebagai debitor
yang mewajibkan debitor untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.
Istilah “perjanjian kredit” memang tidak tegas dinyatakan dalam peraturan
perundang-undangan, namun berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia
No.03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970 yang ditujukan kepada segenap
Bank Devisa saat itu, pemberian kredit diinstruksikan harus dibuat dengan surat
perjanjian kredit sehingga perjanjian pemberian kredit tersebut sampai saat ini
disebut Perjanjian Kredit.
Mariam Danus Badrulzaman menyatakan bahwa: Dari rumusan yang terdapat
didalam Undang-Undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan
bahwa dasar perjanjian kredit adalah Perjanjian pinjam meminjam di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754. Perjanjian pinjam-meminjam ini juga
mengandung makna yang luas yaitu obyeknya adalah benda yang menghabis jika
verbruiklening termasuk didalamnnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam-
meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan
kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang
meminjamkannya. Karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang
bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahaan”
uang oleh bank kepada nasabah.
Namun Djuhaendah Hasan berpendapat lain, yaitu bahwa perjanjian kredit
tidak tepat dikuasai oleh ketentuan Bab XIII Buku III KUHPerdata, sebab antara
perjanjian pinjam-meminjam dengan perjanjian kredit terdapat beberapa perbedaan,
antara lain:
a. Perjanjian kredit selalu bertujuan dan tujuan tersebut biasanya berkaitan
dengan program pembangunan, biasanya dalam pemberian kredit sudah
ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima, sedangkan dalam
perjanjian pinjam-meminjam tidak ada ketentuan tersebut dan debitor dapat
menggunakan uanganya secara bebas.
b. Dalam perjanjian kredit sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank
atau lembaga pembiayaan dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu,
sedangkan dalam perjanjian pinjam-meminjam pemberian pinjaman dapat oleh
individu.
c. Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian
pinjam-meminjam. Bagi perjanjian meminjam berlaku ketentuan umum dari
Buku III dan Bab XIII buku III KUHPerdata. Sedangkan bagi perjanjian kredit
akan berlaku ketentuan UUD 1945, ketentuan bidang ekonomi dalam GBHN,
ketentuan umum KUHPerdata, UU Nomor 10 Tahun 1998, Paket kebijaksanaan
Pemerintah dalam Bidang Ekonomi terutama bidang perbankan, Surat Edaran
Bank Indonesia (SEBI) dan sebagainya.
d. Pada perjanjian kredit telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman
itu harus disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil, sedangkan dalam
perjanjian pinjam-meminjam hanya berupa bunga saja dan bunga inipun baru
ada apabila diperjanjikan.
e. Pada Perjanjian Kredit bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan
debitor akan pengembalian kredit yang diformulasikan dalam bentuk jaminan
baik materiil maupun immateriil, sedangkan dalam perjanjian pinjam-
meminjam jaminan merupakan pengamanan bagi kepastian pelunasan hutang
dan ini pun baru ada apabila diperjanjikan, dan jaminan itu hanya merupakan
jaminan secara fisik atau materiil saja.
Dapat disimpulkan bahwa, perjanjian kredit memiliki perbedaaan
dengan perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam Bab XIII Buku III
KUHPerdata, baik dari pengertian, subyek pemberi kredit, pengaturan, tujuan
dan jaminannya. Akan tetapi dengan perbedaan tersebut tidaklah dapat
dilepaskan dari akarnya, yaitu perjanjian pinjam-meminjam, tetapi mengalami
perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.

2. Apa yang menjadi alasan/pertimbangan bank memberikan kredit kepada si A?


Dokumen dan syarat-syarat apa saja yang diberikan kepada si A oleh bank
Jawab :
Dapat dikatakan bahwa kreditor dalam hubungan perkreditan dengan debitor
mempunyai suatu kepercayaan, bahwa debitor dalam waktu dan dengan syarat-syarat
yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan atau membayar kembali kredit
yang bersangkutan. Dengan demikian, dasar dari pada kredit adalah kepercayaan.
Di dalam ketentuan Pasal 8 UU Perbankan mengandung prinsip kehati-hatian
dimana dinyatakan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah, Bank Umum Wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas ikhtikad dan kemampuan serta kesanggupan debitor untuk melunasi
hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut,
sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap
watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitor.
Dalam praktiknya, bentuk dan isi perjanjian kredit yang ada pada saat ini
memiliki perbedaan antara satu bank dengan bank yang lainnya. Namun dengan
demikian pada dasarnya suatu perjanjian kredit harus memenuhi 6 (enam) syarat
minimal, yaitu (1) jumlah hutang; (2) besarnya bunga; (3) waktu pelunasan; (4) cara-
cara pembayaran; (5) klausula opeisbaarheid; dan (6) barang jaminan.
Prinsip ini telah 2 diatur dalam peraturan perbankan di Indonesia yaitu dalam
3Pasal 2 UU Perbankan. Dalam pelaksanaan 1 prinsip kehati-hatian dalam pemberian
kredit kepada nasabah, bank melakukan suatu analisis kredit secara mendalam dalam
pemberian kredit dengan memintakan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh
calon penerima kredit. Analisis ini sebagai salah satu pelaksanaan prinsip kehati-
hatian, dari Persyaratan kredit terdiri dari beberapa prinsip yang menjadi pedoman
bank yaitu prisip 5C :
1) Character
Karakter dari calon debitor merupakan salah satu faktor yang harus
dipertimbangkan dan merupakan unsur terpenting sebelum memutuskan
memberikan kredit kepadanya. Dalam hal ini bank meyakini benar calon
debitornya memiliki reputasi baik artinya selalu memenuhi janjinya dan
berlakuan baik.
2) Capital
Bank harus meneliti modal calon debitor selain besarnya juga strukturnya.
Hal ini diperlukan untuk mengukur tingkat rasio likuiditasnya dan
solvabilitasnya. Rasio ini berkaitan dengan pemberian kredit untuk jangka
pendeknya atau jangka panjang.
3) Capacity
Bank harus mengetahui secara pasti atas kemampuan calon debitor dengan
melakukan analisis usahanya dari waktu ke waktu. Apabila diperkirakan
tidak mampu, bank dapat menolak permohonan dari calon debitor.
4) Condition of Economy
Kondisi ekonomi ini perlu menjadi sorotan bagi bank karena akan berdampak
baik secara positif atau negatif terhadap usaha calon debitor.
5) Collateral
Jaminan yang diberikan oleh calon debitor akan diikat suatu hak atas jaminan
sesuai dengan jenis jaminan yang diserahkan. Dalam praktik perbankan,
jaminan merupakan langkah terakhir bila debitor tidak dapat melaksanakan
kewajibannya lagi.
- Prosedur Pemberian Kredit/ dokumen yg harus dipenuhi debitur ( si A )
Sebelumnya pihak bank memberikan penjelasan kepada calon debitur yaitu mengenai
prosedur pemberian kredit dari bank tersebut. Nasabah BPR sebelum menerima kredit
perlu memahami syarat-syarat yang ditentukan oleh Bank. Syarat untuk jenis masing-
masing nasabah berbeda, dengan ketentuannya sebagai berikut:
1. Untuk umum ( perorangan ), pengusaha Yang dapat dijadikan Borg / jaminan
sebagai berikut :
a. KTP suami dan istri,
b. Kartu Keluarga ( KK ),
c. KTP penjamin suami istri jika jaminan bukan atas nama calon debitur yang
bersangkutan,
d. Sertifikat tanah,
e. Sertifikat Deposito atau Tabungan,
f. BPKB Kendaraan.

2. Untuk Pegawai Negeri Sipil Yang dapat dijadikan Borg / jaminan sebagai berikut :
a. Kartu Pegawai,
b. Kartu Taspen,
c. SK Calon Pegawai,
d. SK Pegawai Negeri,
e. Sertifikat tanah atau BPKB Kendaraan.

3. Untuk TNI / POLRI


a. ASABRI,
b. SKEP,
c. SK terakhir,
d. Sertifikat tanah atau BPKB Kendaraan

Syarat-syarat memperoleh kredit:


1. Apabila permohonan kredit karyawan/pegawai dan berpenghasilan tetap syaratnya
mengisi permohonan pengajuan kredit yang dilengkapi dengan fotocopi KTP
(suami istri) KK, surat nikah, slip gaji, rekening listrik dan telepon. Apabila
agunan yang diberikan kendaraan maka dilengkapi Fotocopi BKPN, STNK,
BPKB, gesekan No rangka dan No Mesin
2. Apabila agunan berupa sertifikat dilengkapi fotocopi KTP (suami istri), KK,
Sertifikat, rekening listrik, PBB terakhir, KTP pemilik jaminan (suami istri)
Daftar gaji (bila karyawan tetap atau PNS)
3. Apabila yang mengajukan wiraswasta disamping persyaratan sama diatas
ditambah aktivitas keuangan usaha berupa Neraca, R/L, Omzet serta rekening
bank yang dimiliki untuk mendukung aktivitas keuangan tersebut.
Pelaksanaan Perjanjian Kredit Modal Kerja antara pihak Bank dengan pihak nasabah
dilakukan setelah nasabah melakukan tahapan-tahapan dan ketentuan yang sudah
diatur oleh pihak bank. Tahapan-tahapan sebelum terjadinya pelaksanaan Perjanjian
Kredit Modal Kerja, sebagai berikut:
1. Permohonan kredit Setiap berkas permohonan kredit dari nasabah terdiri dari:
a. Surat-surat permohonan nasabah yang ditandatangani secara lengkap dan sah.
b. Daftar lampiran lainnya yang diperlukan menurut jenis fasilitas kredit. Permohonan
dinyatakan lengkap bila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk
pengajuan permohonan menurut jenis kreditnya. Selama permohonan kredit sedang
dalam proses, maka berkas-berkas permohonan dipelihara dalam berkas permohonan.

4. Pemeriksaan dan analisis


Yang dimaksud dengan pemeriksaan kredit adalah pekerjaan yang meliputi:
Pemeriksaan atau penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal
yang dikemukakan nasabah dan informasi lainnya yang diperoleh. Yang dimaksud
dengan analisis kredit adalah pekerjaan yang meliputi: Mempersiapkan pekerjaan-
pekerjaan penguraian dari segala aspek, baik keuangan maupun nonkeuangan
untuk mengetahui kemungkinan dapat/tidak dapat dipertimbangkan suatu
permohonan kredit.
5. Keputusan persetujuan
Persetujuan atas permohonan kredit disampaikan kepada pemohon secara tertulis
(surat penegasan). Surat penegasan tersebut mencantumkan syarat-syarat, antara
lain: Maksimum atau limit fasilitas kredit, jangka waktu berlakunya fasilitas
kredit, bentuk pinjaman, tujuan penggunaan kredit secara jelas, suku bunga,
provisi kredit dan keharusan menandatangani surat perjanjian kredit.
Apabila surat perjanjian kredit telah ditandatangani, maka surat penegasan ini
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari surat perjanjian kredit.
Surat penegasan tersebut dibuat minimal dalam lima: asli dan lembar kedua
(duplikat) dikirim kepada nasabah, lembar kedua (duplikat) setelah ditandatangani
nasabah dikembalikan kepada bank sebagai tanda perstujuan atas syarat-syarat
penyedian fasilitas kredit, lembar kedua tersebut setelah diterima kembali dari
nasabah, kemudian disimpan pada berkas khusus (map warkat-warkat kredit),
lembar ketiga dikirim sebagai tembusan untuk direksi, bersama-sama dengan
perjanjian kredit dan salinan akte pengikatan jaminan, lembar keempat untuk
berkas surat menurut seri, dan lembar kelima untuk berkas per nasabah yang
merupakan arsip harian bagian kredit.

- Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan


Pada umumnya dalam rangka mengamankan pemberian kreditnya, bank menuntut
nasabah debitor untuk memberikan jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan
pemberian kredit bank tersebut pada hakikatnya berfungsi untuk menjamin
kepastian akan pelunasan utang debitor bila debitor cidera janji atau dinyatakan
pailit. Dalam melakukan pemberian kredit kepada calon debitur selalu mensyaratkan
agar calon debitur menyerahkan suatu jaminan. Adapun mengenai prosedur
pembuatan perjanjian pemberian kredit dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan dari
debitur.
1. Tahap Pembuatan Perjanjian Akad Kredit
Setelah permohonan kredit dan calon debitur memeperoleh keputusan dari pejabat
yang berwenang maka bagian administrasi kredit menyampaikan keputusan
persetujuan kredit kepada colon debitur secara tertulis dengan Surat Pengakuan
Pemberian Kredit (SPPK) dengan mencantumkan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut : a. Jumlah kerdit yang disetujui ; b. Bunga dan provisi ; c. Jangka waktu ;
d. Jaminan dan pengikatannya ; e. Asuransi ; f. Persyaratan-persyaratan oleh calon
yang harus dipenui sebelum dilaksanakan penandatanganan akad kredit atau
sebelum kredit di cairkan; g. Dan lain-lain.
Selanjutnya calon debitur wajib menyerahkan dokumen barang sebagai jaminan
kepada BPR. Dokomen/ barang jaminan tersebut dilakukan pengikatan oleh
bagian hukum diperiksa kebenarannya/ keasliannya serta kelengkapannya, hal ini
dimaksud untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan yang dapat menimbulkan
kerugian kelak di belakang hari. Pemeriksaan tersebut bisa juga dilakukan melalui
jasa pihak-pihak yang asli dibidang masing-masing atau pihak yang berwenang.
Untuk jaminan maka harus diperiksa adalah sebagai berikut :
a. Status hukum / kepemilikan jaminan ;
b. Nama yang tercantum dalam sertifikat ;
c. Apakah ada persetujuan suami / istri ;
d. Tanggal jatuh tempo sertifikat ;
e. Apakah jaminan tersebut bebas sengkata dan atau beban hak tanggungan ;
f. Surat IMB, apabila jumlahnya lebih dari 5 juta ;
g. Apakah PBB telah dilunasi ;
h. Cek keaslian sertifikat pada kantor BPN setempat ;
i. Apakah ada surat pernyataan notaris BPR (developer apabila surat-surat masih
dalam pengurusan, apabila jumlah pinjamannyalebih dari 5 juta.

Setalah proses administrasi di atas selesai kemudian dilanjutkan dengan


pembuatan akad kredit. Akad kredit tersebut bisa dibuat dalam bentuk akad
otentik dengan melalui notaris atau akad dibawah tangan dengan menggunakan
formulir yang telah disediakan / standar. Akad kredit dimaksud diatas
ditandatangani oleh :
a. Debitur, dengan ketentuan :
1) Tidak dalam keadaan blanko
2) Diatas materai sesuai dengan ketentuan
3) Tanda tangan dicocokkan dengan KTP
4) Tidak boleh dikuasakan pada pihak lain.

b. Pengurus BPR yang dilakukan secara sign antara lain :


1) Ketua dan wakil ketua, atau
2) Ketua dan kepala bidang kredit, atau
3) Wakil ketua dan kepala bidang kredit.

Anda mungkin juga menyukai