Fiqh Munakahat
Fiqh Munakahat
Dosen pengampu :
Disusun oleh
Kelompok :
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGRI ISLAM (UIN)
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021/2022
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah,segala puji atas kehadirat Allah SWT,atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya yang dianugerahkan kepada kita semua,terutama kepada kami sehingga dapat
menyusun makalah ini pada tepat waktu.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah fiqih
dengan judul “ Fiqih Munahakat dan Aurat.”
Penulis
Daftar isi
Kata pengantar
Daftar isi
BAB 1. PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Munakahat
B. Fiqih Ijab Qabul
C. Fiqih Wali
D. Fiqih Saksi
E. Fiqh Talaq
F. Fiqh Iddah
G. Fiqih Ruju’
A. Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan ditinjau dari hukum syariat merupakan akad yang menghalalkan
pergaulan sebagai suami istri (termasuk hubungan seksual) antara seorang laki-laki
dan seorang perempuanyang bukan mahram untuk memenuhi berbagai persyaratan
tertentu, dan menetapkan hak dan kewajiban masing-masing demi membangun
keluarga yang sehat secara lahir dan batin. Jika seseorang sudah dianggap mampu
untuk melaksanakan pernikahan maka sangat dianjurkan kepadanya agar segera
melakukannya karena itu akan mencegahnya dari perbuatan zina. Seperti halnya
firman Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 21 tentang anjuran
menikah :
ٍ َق لَ ُكم ِّم ْن َأنفُ ِس ُك ْم َأ ْز ٰ َوجًا لِّتَ ْس ُكنُ ٓو ۟ا ِإلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُكم َّم َو َّدةً َو َرحْ َمةً ۚ ِإ َّن فِى ٰ َذلِكَ َل َءا ٰي
ت لِّقَوْ ٍم َ ََو ِم ْن َءا ٰيَتِ ِٓۦه َأ ْن خَ ل
َيَتَفَ َّكرُون
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Budaya manusia tidak selalu sama antara satu tempat dengan tempat lainnya,
bahkan kebudayaan itu senantiasa berubah dari generasi ke generasi secara turun
temurun. Kalau ajaran islam benar-benar diyakini keuniversalnya, tentu
keberlakuannya tidak terikat oleh tempat dan waktu tertentu dari generasi ke generasi.
Hanya saja, Nabi saw yang diutus untuk membawa ajaran Islam itu harus dilihat
posisinya yang multidimensi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi pernikahan?
2. Bagaimana konsep pernikahan dalam islam?
3. Apa hukum dilakukannya pernikahan?
4. Apa saja syarat dan rukun pernikahan?
5. Apa hikmah pernikahan?
6. Apa saja larangan dalam pernikahan dalam Islam?
7. Bagaimana kafaah dalam munahakat?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Munakahat
Kata munakahat yang terdapat dalam bahasa arab yang berasal dari akat kata
na-ka-ha yang terdapat dalam bahasa Indonesia yang berarti pernikahan. Munakahat
atau pernikahan adalah ikatan lahir batin antara laki-laki dengan perempuan sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan adalah suatu cara yang Allah
tetapkan sebagai jalan bagi manusia yang beranak, berkembang biak, dan menjaga
kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya
yang positif dalam mewujudkan tujuan pernikahan. Selain itu, perkawinan adalah
sunatullah yang dengan sengaja diciptakan oleh Allah yang tujuannya untuk
melanjutkan keturunan dan tujuan-tujuan lainnya. Allah Swt berfirman :
Para ulama sepakat mendudukkan wali sebagai rukun dan syarat dalam akad
perkawinan terhadap mempelai yang masih kecil. Di karenakan mempelai
yang masih kecil tidak dapat melakukan akad dengan sendirinya dan oleh
karenanya akad tersebut dilakukan oleh walinya. Namun bagi perempuan yang
telah dewasa baik ia sudah janda atau masih perawan, ulama berbeda
pendapat.
Imam Abu Hanifah atau dikenal juga dengan Imam Hanafi mengatakan bahwa
seorang wanita boleh memilih sendiri suaminya dan boleh pula melakukan
aqad nikah sendiri, baik ia perawan (gadis) ataupun janda. Tidak seorangpun
yang mempunyai wewenang atas dirinya atau menentang pilihannya, dengan
syarat, orang yang dipilihnya itu se-kufu (sepadan) dengannya dan maharnya
tidak kurang dari mahar mitsil. Tetapi bila dia memilih seorang laki-laki yang
tidak se-kufu dengannya, maka walinya boleh menentangnya dan meminta
kepada qadhi untuk membatalkan aqad nikahnya. Kemudian apabila wanita
tersebut nikah dengan laki-laki dengan mahar kurang dari mahar mitsil, qadhi
boleh meminta membatalkan aqadnya bila mahar mitsil tersebut tidak
dipenuhi oleh suaminya.
Imam Malik berpendapat bahwa tidak ada nikah tanpa wali, dan wali menjadi
syarat sahnya nikah. Pendapat ini juga di anut dan dikemukakan oleh Imam
Syafi’i. Imam Syafi’i menambahkan bahwa wali merupakan salah satu rukun
dalam pernikahan, terpenuhinya rukun ini menjadi salah satu sebab sahnya
pernikahan, sebaliknya tidak adanya wali dalam pernikahan menyebabkan
pernikahan itu tidak sah.