Anda di halaman 1dari 6

1.

Prevalensi dan Klasifikasi

Prevalensi:

Endometriosis dapat terjadi pada semua ras di dunia akan tetapi angkanya lebih tinggi
pada orang Asia (Speroff dkk, 2015). Hal ini didukung dengan penelitian Yen (2019)
menyatakan prevalensi endometriosis pada orang Barat sekitar 5-10%, sedangkan
pada orang Asia prevalensinya sekitar 15% (Soraya, 2019). Prevalensi endometriosis
pada populasi umum perempuan usia reproduktif bervariasi antara 20-50%,
Sedangkan prevalensi endometriosis pada wanita usia subur sekitar 2-10%
(HIFERI,2013). Angka kejadian endometriosis di Indonesia belum dapat diperkirakan
karena belum terdapat studi epidemiologi namun dari data di beberapa rumah sakit di
Indonesia, angka endometriosis berkisar 13,6- 69,5% (Soraya, 2019). Diperkirakan
angka kejadian endometriosis akan terus meningkat setiap tahunnya (Speroff dkk,
2015).

Klasifikasi: Asosiasi ASRM (American Society of Reproductive Medicine)


mengklasifikasikan endometriosis menurut tipe, lokasi, ukuran dan kedalaman lesi,
tampilan, penyebaran penyakit dan perlengketan. Penggunaan klasifikasi
endometriosis dilakukan dengan skoring yang kemudian total nilainya berkaitan
dengan derajat endometriosis. Ada empat klasifikasi yaitu: stadium I (penyakit
minimal) nilai 1-5, stadium II (penyakit ringan) nilai 6-15, stadium III (penyakit
sedang) nilai 16-40, dan stadium IV (penyakit berat) nilai >40. Klasifikasi bedah ini
didasarkan pada tingkat adhesi dan ukuran lesi.

2. Etiologi dan faktor risiko

Dalan Prasetyani, 2020 penyebab terjadinya endometriosis sampai saat ini masih
belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa teori telah dikemukakan dan
dipercaya sebagai mekanisme dasar endometriosis. Beberapa teori tersebut antara
lain:
1) Teori Menstruasi Retrograde (Sampson, 1927): Terjadi refluks (darah menstruasi
mengalir balik) melalui saluran tuba ke dalam rongga pelvis->implantasi pada
permukaan peritoneum dan merangsang metaplasia peritoneum-> angiogenesis. Teori
ini tidak dapat menjelaskan keadaan endometriosis di luar pelvis

2) Teori Imunologik dan Genetik: gangguan pada imunitas penderita endometriosis


karena kegagalan dalam sistem pengumpulan dan pembuangan zat-zat sisa saat
menstruasi oleh makrofag dan fungsi sel NK yang menurun pada endometriosis

3) Teori Metaplasia (Robert Meyer): terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel
yang berasal dari sel epitel selomik pluripoten dapat mempertahankan hidupnya di
daerah pelvis, sehingga terbentuk jaringan endometriosis.

4) Teori Emboli Limfatik dan Vascular: Teori ini dapat menjelaskan mekanisme
terjadinya endometriosis di daerah luar pelvis. Daerah retroperitoneal memiliki
banyak sirkulasi limfatik.

Faktor risiko kejadian endometriosis yaitu:

● Genetik atau keturunan


● Wanita usia produktif 15-49 tahun
● Siklus menstruasi kurang dari 28 hari
● Menarche lebih awal
● Lama menstruasi
● riwayat IBS (Mukti, 2014)

3. Manifestasi Klinis
● Gejala endometriosis beragam tetapi mencakup dismenore (kram dan nyeri
pinggul saat haid), dispareunia (rasa nyeri saat melakukan hubungan intim),
dan ketidaknyamanan atau nyeri panggul.
● Diskezia (nyeri saat defekasi) dan nyeri dapat menyebar ke punggung atau
tungkai.
● Gangguan defekasi, baik diare maupun konstipasi yang dapat terjadi selama
masa haid.
● Dapat terjadi infertilitas.
● Dapat terjadi depresi yang disebabkan oleh ketidakmampuan bekerja karena
nyeri serta kesulitan dalam hubungan personal dapat terjadi

4. Patofisiologi dan pathways

Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat


mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa
gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium
biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar
estrogen dan progesteron dalam tubuh.

Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan


menyebabkan mikoroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mkroorganisme tersebut akan
menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun menurun yang
menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan
peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.

Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen


endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba
falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu,
ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenai endometriosis.

Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel
endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan
menuju ke bagian tubuh lainnya.

Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat


dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka
pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga
mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan
progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini akan menjadi
nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic.

Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan


menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan
darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan
pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah
permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan
hubungan seks.

Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di uterus
menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba fallopii
menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus
menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada
endometriosis.
Pathway:
5. Penatalaksanaan Endometriosis
Penatalaksanaan didasarkan pada keparahan dan untuk mengatasi nyeri,
perburukan, dan mencegah atau mengurangi infertilitas.
- Obat untuk menginterupsi daur haid dan menghentikan poliferasi dan sekresi sel
ekstrauterus, diantaranya:
> Pil KB, mengurangi aliran haid dan kram
> Obat anti inflamasi non steroid (NSAID), mengurangi kram dan agonis hormon
pelepas gonadotropin atau agonis androgen untuk menghambat pelepasan LH daan FSH
sehingga mencegah ovulasi dan haid.
- Progesteron, dapat menginduksi anovulasi dan keadaan hipoestrogen, selanjutnya
akan menyebabkan desidualisasi serta atrofi endometrium eutopik dan juga ektopik.
- Danazol, merupakan derivat 17-etiniltestosteron dan bekerja dengan cara
menghambat lonjakan LH dan steroidogenesis serta meningkatkan kadar free testosteron.
- Analog GnrH, pemberian agonis GnRH akan menginduksi amenore dan atrofi
endometrium ektopik secara progresif. Sedangkan pemberian Antagonis GnRH akan
menduduki reseptor GnRH di hipofisis secara kompetisi dan selanjutnya akan langsung
bekerja menekan produksi gonadotropin sehingga segera tercapai kondisi hipoestrogen.
- Aromatase inhibitor, untuk mengatasi nyeri endometriosis yaitu dengan cara menekan
ekspresi enzim aromatase P450 yang berfungsi sebagai kalatalisator konversi androgen
menjadi estrogen.
- Terapi bedah konservatif termasuk bedah laser untuk menghilangkan jaringan
endometrium yang tampak tertanam. (Dilakukan apabila sudah tidak ada keinginan memiliki
anak).
- Terapi bedah radikal, termasuk pengangkatan uterus, tuba fallopi, dan ovarium yang
dapat dilakukan apabila nyeri tidak tertahankan dan sangat mengganggu penderita.
(Dilakukan apabila masih ada pertimbangan untuk memiliki anak).

Daftar Pustaka

ASRM. Revised American Society for Reproductive Medicine classification of


endometriosis: 1996. Fertil Steril. 1997;67:817–21

Brunner dan Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC. ; 2013

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Hendarto, Hendy. 2015. Endometriosis: Dari Aspek Teori sampai Penanganan Klinis.
Surabaya: Airlangga University Press.

Mukti, P. (2014). Faktor Risiko Kejadian Endometriosis. Unnes Journal of Public Health,
3(3), 1–10.
Prasetyani, D. A. (2020). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Endometriosis
Pada Wanita Usia Subur Di Rskia Sadewa Yogyakarta, 9–35.

Soraya, A. (2019). ENDOMETRIOSIS DI RSUP DR . MOHAMMAD. Universitas


Sriwijaya, 13–22.

Anda mungkin juga menyukai