Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
KELOMPOK 7 INDRALAYA :
• ALFIDDA SALSABILLA
• ALLECYA RIANI ALVEMY
• ERIN DAMAYANTI HUTABARAT
• NOVITRIA UTARY
• RESMA SEPTIANI
• SHOFI ROHMAWATI
A. Tujuan: Melihat dan mengetahui bentuk eritrosit pada tikus (Rattus rattus);
Kelinci
B. Alat Dan Bahan
Alat:
1) Objek glas
2) Mikroskop
Bahan:
1) NaCl fisiologis
2) Darah mencit
1
C. Prosedur Kerja:
1) Usaplah bagian yang akan diambil darahnya (tikus pada ekornya; kelinci
pada vena di telinganya) dengan kapas beralkohol 70% untuk menghindari
infeksi.
2) Teteskan darah yang keluar pada objek gelas, kemudian tambahkan NaCl
fisiologis (untuk mamalia 0,9%), aduk dan amati di bawah mikroskop.
3) Gambarlah bentuk eritrosit yang Anda lihat!
D. Pertanyaan
1) Apakah yang disebut formasi rouleoux?
Jawaban :
Formasi rouleaux merupakan bentukan eritrosit yang sering ditemukan
pada apusan darah tepi dengan berbagai penyebab, baik karena pembuatan
preparat, penyakit peradangan, sampai keganasan. Kedua bentukan ini perlu
dibedakan, karena jika ditemukan pada apusan darah tepi, memiliki peran yang
cukup penting dalam menunjang diagnosis dan mengarahkan pemeriksaan
lanjutan untuk suatu penyakit. Formasi rouleaux yang berat bisa memberikan
gambaran mirip dengan autoaglutinasi, sedangkan autoaglutinasi yang lemah
juga bisa memberikan gambaran mirip dengan formasi rouleaux. Formasi
rouleaux menggambarkan kelompok eritrosit yang membentuk tumpukan
seperti tumpukan koin yang dijatuhkan ke satu arah. Formasi rouleaux
mengindikasikan adanya hiperglobulinemia, yang juga bisa dipicu oleh albumin
yang rendah (tapi tidak menjadi penyebab).
2
konsentrasi protein plasma tinggi, dan karena mereka, ESR ( tingkat sedimentasi
eritrosit ) juga meningkat. Ini adalah indikator nonspesifik dari adanya penyakit.
LAMPIRAN
3
1.2 PENGARUH LARUTAN HIPOTONIK DAN HIPERTONIK
TERHADAP ERITROSIT
A. Tujuan: Melihat adanya krenasi maupun hemolisa pada eritrosit karena
pengaruh larutan hipotonik dan hipertonik
Bahan:
1) Darah kelinci/tikus/sapi
2) Antikoagulan.
3) Larutan NaCl 0,3%; 0,65%; 0,8%; 0,9%; 3%
4
4) Saponim
5) Urenum
C. Prosedur kerja:
1) Tampunglah darah kelinci sebanyak 30 cc pada tabung kaca yang sudah
diberi antikoagulan
2) Isilah tabung reaksi dengan, serangkaian larutan yang berbeda konsentrasinya
dengan volume yang sama (missal 5 ml). tambahkan pada masing-masing
tabung reaksi 5 tetes darah, kemudian tunggu sekitar 5 menit.
3) Miringkan perlahan-lahan tabung reaksi, agar darah tidak rusak karena
perlakuan fisik. Setelah homogen amati secara makroskopis dan
mikroskopis
4) Pengamatan secara makroskopis, meliputi warna, kebeningan
5) Pengamatan secara makroskopis, mengamati adanya krenasi atau hemolisa
pada eritrosit, dengan cara mengambil setetes larutan yang ada pada
masing-masing tabung rekasi, teteskan pada objek glas dan amatilah di
bawah mikroskop.
D. Pertanyaan:
1) Apa yang dimaksud dengan krenasi dan hemolisa?
Jawaban :
Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan nokta tidak normal di sekitar
pinggir sel setelah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik, karena kehilangan
air melalui osmosis. Secara etimologi, krenasi berasal dari bahasa Latin
crenatus.
5
Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke
dalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat
disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis ke dalam darah,
penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu,
pemanasan atau pendinginan, serta rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah.
Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan
larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan larutan) akan masuk ke
dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan
sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang
ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin
akan bebas ke dalam medium sekelilingnya.
Membran sel eritrosit seperti hanya membran sel lainnya tersusun atas lipid
bilyer, dan bersifat semipermeabel. Pada kondisi cairan hipertonis, maka air
akan berpindah dari dalam eritrosit ke luar sehingga eritrosit akan mengalami
penyusutan (krenasi). Sebaliknya pada kondisi larutan hipotonis, maka air akan
masuk ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit akan menggembung yang
kemudian pecah (lisis). Kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit dipengaruhi
oleh konsentrasi larutan (Syamsuri 2000).
Larutan hipertonik adalah larutan yang mengandung lebih banyak zat terlarut
daripada sel yang ditempatkan di dalamnya. Jika sel dengan konsentrasi NaCl
0,9% ditempatkan dalam larutan air dengan konsentrasi NaCl 10%, larutan
tersebut dikatakan hipertonik. Hiper berarti lebih banyak, yang berarti bahwa
larutan tempat sel ditempatkan mengandung lebih banyak zat terlarut daripada
6
larutan di dalam sel. Ketika larutan mengandung lebih banyak zat terlarut, ini
berarti mengandung lebih sedikit air. Larutan di luar sel adalah 10% NaCl, yang
berarti 90% air. Larutan di dalam sel adalah 0,9% NaCl, yang berarti 99,1% air.
Ingat, Larutannya mengalir dari konsentrasi air yang lebih tinggi ke konsentrasi
air yang lebih rendah. Ini untuk mengencerkan area konsentrasi zat terlarut yang
lebih tinggi, sehingga keseimbangan dapat dicapai. Karena larutan luar adalah
90% air sedangkan larutan dalam mengandung 99,1% air, air mengalir dari
bagian dalam sel ke larutan luar untuk mengencerkan area konsentrasi terlarut
tinggi. Karena itu, sel kehilangan air dan menyusut.
Jika larutan di luar sel memiliki lebih banyak zat terlarut daripada solusi di
dalam sel, solusinya adalah hipertonik. Jika larutan di dalam sel memiliki lebih
banyak zat terlarut daripada larutan di luar sel, larutannya adalah hipotonik. Jika
larutan di luar sel mengandung zat terlarut yang sama dengan larutan di dalam
sel, larutannya adalah isotonik.
Larutan hipotonik adalah larutan yang mengandung lebih sedikit zat terlarut
daripada sel yang ditempatkan di dalamnya. Jika sel dengan konsentrasi NaCl
ditempatkan dalam larutan air suling, yang merupakan air murni tanpa zat
terlarut, larutan di luar sel adalah 100% air dan 0% NaCl. Di dalam sel,
larutannya adalah 99,1% air dan 0,9% NaCl. Air, sekali lagi, bergerak dari
konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah untuk melarutkan
konsentrasi zat terlarut untuk mencapai kesetimbangan. Jadi air mengalir dari
larutan air suling ke bagian dalam sel untuk mengencerkan konsentrasi zat
terlarut di dalam sel. Akibatnya, sel membengkak dan kemungkinan meledak.
Oleh karena itu, menempatkan sel dengan zat terlarut dalam larutan air suling
akan menyebabkan pembengkakan dan kemungkinan pecahnya sel.
7
HASIL PERCOBAAN
2 0,65% Isotonis
8
3 0,8% Hipertonik
4 0,9% Normal
5 3 Hipertonik
LAMPIRAN
9
1.3. JUMLAH ERITROSIT DAN LEUKOSIT
A. Tujuan: Menghitung jumlah eritrosit dan leukosit pada kelinci.
B. Alat dan bahan
Alat:
1) Hemositometer
2) Mikroskop
3) Counter
4) Jarum Franke
Bahan:
1) Darah kelinci/tikus
2) Alkohol 70%
3) Larutan Hayem.
4) Larutan turk.
C. Prosedur Kerja:
1) Usaplah bagian yang akan diambil darahnya (kelinci, tikus) dengan kapas
beralkohol.
2) Setelah darah keluar tempelkan ujung pipet eritrosit (dengan tanda merah di
dalamnya) isaplah darah sampai angka 0,5. kemudian encerkan dengan
larutan Hayem sampai batas seratus satu, ikatkan pipa karet pada
pipetnyadan kocok perlahan-lahan dengan membentuk goyangan angka
delapan.
3) Sebelum darah diisikan pada bilik hitung, persiapkan terlebih dahulu bilik
hitung di bawah mikroskop yang mempunyai gambaran seperti berikut ini
(Gambar 5.1).
4) Untuk menghitung jumlah eritrosit digunakan kotak-kotak kecil di tengah.
Eritrosit dihitung dalam 80 kotak kecil.
5) Jumlah eritrosit/cc= Hasil yang diperoleh dikalikan dengan 106.
10
6) Untuk menghitung jumlah leukosit, tempelkan ujung pipet leukosit (yang
bertanda butiran putih pada pipetnya) isaplah darah sampai angka 0,5.
kemudian encerkan dengan larutan turk sampai angka 11. Ikatkan pipa
plastic pada pipetnya agar darah tidak keluar dan kocok perlahan-lahan
dengan putaran membentuk angka delapan sampai homogen.
7) Kotak yang digunakan untuk menghitung leukosit adalah kotak besar yang
ada pada kiri/kanan atas dan ujung kiri/kanan bawah. Hitunglah leukosit
sebanyak 4 x 16 kotak= 64 kotak (Gambar 5.2).
8) Jumlah Leukosit/ cc= jumlah leukosit dalam 64 ktak x 50.
D. Pertanyaan
1) Apa fungsinya larutan Hayem?
2) Apa bedanya pengenceran dalam penghitung eritrosit dan leukosit?
11
Bahan:
1) 0,9 N HCI; 2). Alkohol 70%.
C. Prosedur kerja:
1) Hemometer merupakan alat untuk mengukur kadar hemoglobin darah
dengan metode Sahli. Alat ini dilengkapi dengan larutan standard Hb,
pengaduk gelas dan tabung reaksi kecil, pipet penghisap dengan batasan
angka 1.
2) Isilah tabung sahli dengan 0,1 N HCI sampai batas angka 2.
3) Isaplah darah yang sudah keluar dengan pipet Sahli sampai batas angka 1,
kemudian masukkan ke dalam tabung Sahli meniup/ menghisap darahnya
agar darah yang ada dalam pipet bersih dan darah dapat masuk semuanya
ke dalam tabung Sahli.
4) Tunggu beberapa menit sampai terbentuk asam hematin, yaitu terjadinya
perubahan warna dari merah darah menjadi coklat.
5) Kemudian, tambahkan aquadest sedikit-demi sedikit samapai warnanya
sesuai dengan warna larutan standar. Bacalah angka pada permukaan atas
dari tabung Sahli, angka tersebut adalah kadar haemoglobin darah.
d. Pertanyaan:
1) Dimanakah terdapat haemoglobin?
Jawaban :
Hemoglobin merupakan protein yang sangat membantu di dalam darah.
Berada didalam eritrosit yang bertugas untuk mengangkut oksigen di dalam
tubuh.
Hemoglobin terdiri dari kandungan Fe (besi) dan rantai alfa, beta, gama dan
delta (polipeptida globin ). Nama hemoglobin yaitu berasal dari gabungan kata
‘heme’ dan ‘globin’. Yaitu ‘heme’ adalah gugus prostetik yang terdiri dari
atom besi,sedangkan globin adalah protein yang dipecah menjadi asam amino.
Jika dalamkeadaan tubuh hb mengalami penurunan, maka kondisi dalam
tubuh sangat beresiko untuk terjadi anemia karena kadar hemoglobin menurun
(Kiswari,2014).
12
2) Apa fungsi haemoglobin?
Fungsi dari hemoglobin yaitu mengantar oksigen dari paru-paru ke jaringan
tubuh, supaya dapat di ekskresikan ke dalam udara pernafasan, sitokrom,
dan
komponen lain pada sistem enzim pernafasan seperti sitokrom oksidase,
peroksidase dan katalase.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia fungsi Hb antara lain :
• Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan-
jaringan tubuh.
• Mengambil oksigen dari paru – paru kemudian di bawah ke seluruh
jaringan–jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
• Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil
metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetauhi apakah
seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketauhi dengan
pengukuran hb. Penurunan kadar Hb dari normal berarti kekurangan
darah yang disebut anemia
1.5. HEMATOKRIT/PCV
A. Tujuan:
Mengukur Nilai hematokrit darah kelinci.
13
1) Tabung mikrohematokrit ditempelkan pada noda darah yang keluar (karena
mikrokapiler maka darah dengan sendirinya dapat masuk ke dalam tabung.
2) Sumbat pada salah satu ujungnya dengan cristosel, agar tidak bocor pada
saat disentrifus.
3) Selanjutnya masukkan ke dalam sentrifus mikrohematokrit dalam kondisi
penempatan seimbang dan arahkan bagian pipa yang tersumbat oleh
cristosel menjauhi titik sentral. Tutup dan putarlah selama 15 menit dengan
kecepatan 1500 rpm.
4) Kemudian, keluarkan dari sentrifus dan bacalah kadarnya dengan
mikrohematokrit reader. Kadar hematokrit dinyatakan dalam vol.%
D. Pertanyaan:
1) Apa singkatan dari PCV?
2) Apa sebetulnya hematokrit itu?
C. Prosedur kerja
1). Denyut Nadi
b. Salah seorang dari pasangan harus menghitung jumlah denyut nadi yang
diambil per menit, sedangkan teman lainnya berperan sebagai orang coba.
Hitunglah frekuensi denyut nadi per menit dalam keadaan tubuh santai (istirahat),
setelah berlari-lari kecil kurang lebih 5 menit, dan setelah naik-turun tangga 3-5
menit.
14
c. Setiap anggota dari tim harus melakukan percobaan ini secara bergantian. Hasil
pengukuran percobaan harus dicatat dengan teliti dan lengkap dan ditabula-sikan.
d. Dalam menghitung denyut nadi diharapkan dua kali atau lebih dan dihitung
rata-ratanya.
15
kontraksi jantung membuat tekanan darah menjadi naik dan frekuensi
denyut nadi meningkat dan biasanya diikuti juga dengan peningkatan suhu
tubuh. Oleh karena itu pada saat pengukuran denyut nadi setelah berlari
beberapa menit, frekuensi denyut nadi akan lebih inggi dibandingkan saat
bernafas dengan santai. Karena peningkatan aktivitas fisik seperti berlari
menyebabkan kontraksi jantung mengalami peningkatan.
Bunyi jantung normal pada dasarnya dapat dibedakan menjadi bunyi jantung
pertama (S1) dan bunyi jantung kedua (S2). Bunyi jantung pertama (S1)
muncul akibat 2 penyebab yaitu: penutupan katub atrioventrikular (katub
mitral dan trikuspidalis) dan kontraksi otot-otot jantung. Bunyi jantung
kedua disebabkan dari penutupan katub semilunaris (katub aorta dan
pulmonal). Bunyi jantung pertama memiliki frekuensi yang lebih rendah dan
waktu yang sedikit lebih lama dibandingkan dengan bunyi jantung kedua.
Bunyi jantung kedua memiliki frekuensi nada yang lebih tinggi dan
memiliki intensitas yang maksimum di daerah aorta.
16
stetoskop digunakan untuk mendengarkan kembalinya denyut dalam lengan
bawah.
17
E. Hasil Percobaan
1). Denyut Nadi
18
3) Tekanan Darah
Objek Tekanan darah (mmHg)
Tekanan sistolik Tekanan diastolik
Alfidda Salsabilla 120 70
Allecya Riany A. 100 90
Erin Damayanti H. 130 90
Fitri Ayu Lestari 90 50
Novitria Utary 80 60
Resma Septiana 110 80
Shofi Rohmawati 110 90
LAMPIRAN
19
20