Anda di halaman 1dari 16

MAQÂṢID SYARÎ’AH UPAYA MEMBENTUK PERATURAN DAERAH:

PENDEKATAN SISTEM PERSPEKTIF JASSER AUDA

Mahfudz Junaedi
Fakultas Syari’ah dan Hukum UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo
mahfudzjunaedi@unsiq.ac.id

ABSTRAK
Islam sebagai agama yang memberi rahmat atau kebaikan bagi seluruh alam,
sebagai muslim segala prilaku manusia harus mendasatkan pada Islam termasuk
dalam masalah hukum. Konteks wilayah, daerah atau lokalitas dalam memahami
hukum Islam perlu dilibatkan sehingga tujuan pembentukan hukum dapat tercapai
yaitu untuk kemaslahatan bersama. Memahami hukum Islam dengan pendekatan
maqâṣid syarî’ah dapat memberikan kontribusi pembentukan Perda sebagai bagian
hukum guna menyelesaikan masalah-masalah kontemporer, dan khususnya dalam
pembangunan hukum di Indonesia. Pembentukan hukum sebagai produk legislasi
daerah harus memberikan tujuan untuk kemaslahatan baik berskala makro maupun
mikro sesuai kearifan lokal daerah yakni peraturan daerah yang berkeadilan dan
berkeadaban dalam rangka menuju keterbukaan dan pembaruan diri sebagaimana
diharapkan hukum Islam melalui mekanisme pendekatan sistem pemikiran Jasser
Auda. Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan analisis deskriptif
analisis yang menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti dalam mengelaborasi
teori sistem Jasser Auda mengenai aktualisasi prinsip-prinsip maqâṣid syarî’ah
dalam pembentukan Peaturan daerah sebagai objek penelitian.. Berdasarkan hasil
analisis, maka peran aktual maqâṣid syarî’ah melalui pendekatan sistem dalam
pembentukan Perda harus mampu menyeleksi dan mengakomodasi ‘urf (tradisi atau adat
kebiasaan) dengan mempertimbangkan nilai-nilai ajaran agama Islam yang bersifat
universal, sehingga efektifitas maqashid syariah (tujuan hukum) itu tercapai demi
kemaslahatan masyrakat dalam mengokohkan keberagaman.

Kata kunci : Maqâṣid syarî’ah, peraturan daerah, Jasser Auda

A. PENDAHULUAN tetap menjaga nilai-nilai ketauhidan.


Umat Islam tengah menghadapi Dalam rangka menjaga ketertiban dalam
perubahan dan dinamika kontemporer berprilaku sebagai warga negara, maka
yang sangat komplek, sehingga dimenasi eksistensi peraturan daerah merupakan
kemanusiaan sering kurang bagian yang tidak terpisahkan dari
mendapatkan perhatian, lebih-lebih desentralisasi yang turut mempengaruhi
dalam tuntutan pembaruan ijtihad. daerah guna mengatur dan mengurus
Sebagai warga negara dan sekaligus daerahnya masing-masing melalui
umat Islam, dalam mengekspresikan pembentukan Perda sebagai sarana
ajaran agama dalam realitas kehidupan menampung kondisi khusus daerah. Di
kontemporer sangat dibutuhkan untuk samping melaksanakan tugas
Vol. III No. 02, November 2017

pembantuan dari peraturan perundang- bahwa Perda Syariah tidak diperlukan


undangan diatasnya. Ciri khas masing- mengingat Indonesia bukan sebagai
masing daerah atau kondisi khusus wilayah atau negara yang memeiliki
daerah menjadi perhatian penting dalam agama tunggal, dan akan menciptakan
pembentukan Perda seringkali diskriminasi terhadap hak-hak
menimbulkan euforia dan sebagai perempuan dan membatasi kebebasan,
bentuk keunikan keberagamannya yang sehingga mengancam keamanan
lebih menonjolkan simbol-simbol perempuan (Erwin Nur Rif’ah, 2013:4).
keagamaan dan identitas lokal Tujuan dalam membentuk Perda harus
masyarakat di daerah. Hal tersebut perlu berlaku secara umum termasuk isi materi
didorong pada pemimpin daerah yang muatannya tidak boleh menimbulkan
memiliki basis Islam yang kuat untuk sikap diskriminatif terhadap orang
menerbitkan Perda bermuatan agama minoritas. Apabila diperhatikan atas
atau lebih dikenal dengan Perda Syariah perdebatan-perdebatan formalisasi
dengan tidak meninggalkan kearifan syariat Islam dalam pembentukan
lokal. Peraturan Daerah tidak pernah kunjung
Konsekuensi dilaksanakannya Perda selesai, dan bahkan menimbulkan
Syariah dibeberapa daerah seringkali kegelisahan karena prinsip
juga menimbulkan perdebatan diantara kemaslahatan, keadilan dan
pendukung Perda Syariah dan pihak kesejahteraan tidak ditemukan dalam
yang kontra terhadap Perda Syariah. Perda Syariah tersebut dikarenakan
Pendukung Perda Syariah menyatakan interpretasi sebagian kalangan bahwa
bahwa Perda Syariah akan membuat materi muatannya tidak ada yang
orang lebih merasa aman sebagai bagian bersinggungan dengan kondisi riil
pelaksanaan nilai-nilai religius, masyarakat. Perda Syariah yang tidak
menghormati dan melindungi hak atas menyentuk pada kondisi objektif dan
keberagaman dan kesetaraan antara laki- realitas kearifan lokal masyarakat
laki dan perempuan (Erwin Nur Rif’ah, dikawatirkan akan mengancam ideologi
2013:4). Perda Syariah telah menjadi Pancasila, di mana nilai-nilai yang
bagian dari aspirasi masyarakat daerah terkandung di dalamnya digali dan
yang menjadi identitas lokal dan merupakan tradisi dan budaya yang
kearifan lokal yang telah tumbuh dan sudah mengakar di masyarakat
mengakar pada suatu daerah. Pada sisi Indonesia. Pembuatan Perda-Perda di
lain, pihak yang kontra menganggap beberapa daerah tentang kewajiban

184 Maqâṣid Syarî’ah


Vol. III No. 02, November 2017

mngenakan jilbab, Pelarangan dideskripsikan melalui struktur yang


Pelacuran, Perda Minuman Keras, dan multidimensional untuk melakukan
lain-lain perlu dikaji ulang sehingga reformasi dan modernisasi dalam hukum
perda disamping sebagai regulasi untuk Islam dengan merepresentasikan
mengatur ketertiban dan keamanan pandangan-pandangan dan klasifikasi-
masyarakat, malah kontra produktif klasifikasi yang valid, dimana tingkatan
dengan realitas masyarakat yang telah keniscayaan, ruang lingkup aturan-aturan,
memiliki budaya tradisi yang baik dan ruang lingkup orang dan tingkatan
dianut di masyarakat. universalitas, seluruhnya adalah dimensi-
Berdasarkan permasalahan di atas, dimensi valid (Jasser Auda, 2015:40).
artikel ini akan berusaha menjawab Sistem hukum Islam yang holistik
pertanyaan mengenai bagaimana peran memandang entitas apapun sebagai satu
maqâṣid syarî’ah dalam upaya kesatuan sistem yang terdiri dari sejumlah
membentuk Peraturan Daerah dengan sub-sistem. Ada sejumlah fitur sistem
pendekatan sistem Jasser Auda dalam yang dapat mempengaruhi analisis sebuah
menghadapi fenomena Perda Syariah di sistem terhadap komponen-komponen
beberapa daerah di Indonesia. Penelitian subsistemnya dan juga menetapkan
ini dimaksudkan untuk memahami hukum bagaimana subsistem-subsistem ini
Islam, khususnya maqâṣid syarî’ah dalam berinteraksi satu sama lain maupun
memberikan kontribusinya pada berinteraksi dengan lingkungan luar.
pembangunan hukum di Indonesia, Pengumpulan data yang digunakan
khususnya Peraturan Daerah yang dalam penulisan artikel ini dilakukan
bertujuan untuk memberikan rasa melalui studi pustaka atau studi literatur
keadilan, keseteraan dan berkeadaban yang menjadikan bahan pustaka sebagai
sebagai warga negara Indonesia yang sumber (data) utama yang bersifat
memiliki latar belakang budaya, tradisi teoritis. Makalah ini akan berusaha
dan adat istiadat yang beragam. memaparkan bangunan pemikiran
Maqâṣid syarî’ah sebagai metode tentang peran Maqashid Syariah dalam
dengan pendekatan sistem pemikiran pembentukan Peraturam Daerah melalui
Jasser Auda yang diharapkan dapat pendekatan teori sistem Jasser Auda,
memainkan peranan aktual dan masalah- Data yang digunakan oleh peneliti adalah
masalah kontemporer menuju keterbukaan kajian pustaka dari buku-buku, jurnal
dan pembaruan diri yang diharapkan ataupun literatur lain yang terkait dengan
hukum Islam. Maqâṣid syarî’ah permasalahan penulisan makalah.

Maqâṣid Syarî’ah 185


Vol. III No. 02, November 2017

Sedangkan dalam membahas dan Menurut Jasser Auda, Maqâṣid


menelaah data, penulis menggunakan syarî’ah adalah prinsip-prinsip yang
metode deskriptif analisis yang mencakup hikmah-hikmah dibalik
menguraikan secara lengkap, teratur dan hukum dan sekumpulan maksud
teliti dalam mengelaborasi teori sistem ilahiah serta konsep-konsep moral
Jasser Auda mengenai aktualisasi yang menjadi dasar hukum Islam,
prinsip-prinsip maqâṣid syariah dalam seperti keadilan, martabat manusia,
pembentukan Peaturan daerah sebagai kehendak bebas, kemurahan hati,
objek penelitian. kemudahan, dan kerjasama
masyarakat (Faisol, 2012: 43). Hal
tersebut nantinya akan menjadi tujuan-
B. HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN
tujuan baik yang ingin dicapai oleh
1. Maqâṣid Syarî’ah dan Sistem
Hukum Holistik Post-Modern hukum-hukum Islam dengan
a. Maqâṣid Syarî’ah membuka sarana menuju kebaikan
Terma Maqâṣid berasal dari atau menutup sarana menuju
Bahasa Arab yang merupakan bentuk keburukan.
jamak kata maqṣad yang bermakna Jasser Auda mempresentasikan
maksud, sasaran, prinsip, niat, tujuan, maqâṣid syarî’ah dalam sistem (fitur)
tujuan akhir (Mohammad al-Tahir kebermaksudan (purposefulness)

dalam Jasser Auda, 2007:32). untuk mengukur efektivitas dan


elemen hukum Islam berdasarkan
Sedangkan, syariah sebagai hukum-
tingkat pencapaian maqâṣid,
hukum Allah yang mengikat atau
sebagaimana dikemukakan oleh
mengelilingi para mukallaf, baik
Gharajedangi dikutip oleh Auda
perbuatan-perbuatan, perkataan-
(2007: 32) yang menilai suatu sistem
perkataan, maupun i’tiqad-i’tiqad-nya
sebagai sistem yang serba bermaksud
secara keseluruhan terkandung (memiliki fitur kebermaksudan) jika:
didalamnya (Abu Ishaq Al-Syatibi (1) sistem itu mencapai hasil
2019). Dengan menggabungkan (outcome) yang sama dengan cara-
kedua kata diatas, maqâṣid syarî’ah cara yang berbeda pada lingkungan
dari segi bahasa berarti maksud atau yang sama dan (2) mencapai hasil
tujuan yang disyariatkan hukum Islam. yang berbeda-beda pada lingkungan
Sehingga, yang menjadi bahasan utama di yang sama atau pada lingkungan yang
dalamnya adalah hikmat dan ilat berbeda-beda pula. Dalam konteks
ditetapkannya suatu hukum. tulisan ini, sistem kebermaksudan

186 Maqâṣid Syarî’ah


Vol. III No. 02, November 2017

dapat menghasilkan produk hukum right (hak-hak) menunjukkan bahwa


daerah yang responsif dan riil dalam konsepsi-konsepsi kontemporer
penerapan asas desentralisasi di diyakini dapat memperbaiki kekurangan
negara hukum Pancasila yang pada konsep maqâṣid klasik terutama
berdasarkan pada sistem hierarki ketika mengahadapi isu-isu masa kini
peraturan perundang-undangan. dibandingkan konsepsi klasik, seperti
Otonomi yang riil tersebut bisa Ibn Asyur yang memprioritaskan
dilakukan sepanjang produk-produk maqâṣid sosial di atas maqâṣid
hukum tersebut mempresentasikan individual, Rasyid Ridla memasukkan
hak-hak dan kepentingan masyarakat reformasi dan hak-hak asasi masyarakat
lokal sebagaimana maksud yang ke dalam teori maqâṣid-nya. Taha al-
hendak dicapai maqâṣid Alwani mengintrodusir maqâṣid sebagai
kontemporer, yakni kemaslahatan pengembangan peradaban di muka
publik melalui pembangunan dan bumi dalam teorinya. Maqâṣid secara
pengembangan SDM (Sumber Daya universal berbasis pada Al-Qur’an,
Manusia) serta penguatan HAM sebagaimana yang digagas oleh Yusuf
(Hak-hak Asasi Manusia). Konsep ini al-Qardawi bertujuan guna membangun
memberikan perhatian khusus pada keluarga dan bangsa yang baik.
perluasan dan reinterpretasi ide-ide yang Jasser Auda lebih menekankan
mengutamakan pada kemaslahatan dan konsep pembangunan sumberdaya
maqâṣid serta menilainya sebagai manusia (human development) sebagai
komponen-komponen dan reformasi tema utama bagi kemaslahatan publik
fundamental dalam hukum Islam untuk merealisasikan hukum Islam
dengan menyatakan bahwa hukum itu yang lebih komprehensif karena
berubah seiring dengan perubahan realisasi maqâṣid dapat diukur secara
waktu dan tempat atau
empiris dengan mengambil manfaat
mempertimbangkan faktor waktu dan
dari Human Development Index (HDI)
tempat dalam ijtihad modern (Auda,
dan Human Development Targets yang
2015: 233).
nantinya dirujukkan kepada maqâṣid
Pergeseran paradigma teori
syarî’ah yang lain (Jasser Auda,
maqâṣid lama yang berorientasi pada
protection (perlindungan) dan 2015:60). Namun, ide-ide maqâṣid

preservation (penjagaan, pelestarian) kontemporer sebagaimana yang telah


menuju teori maqâṣid kontemporer diuraikan di atas, ternyata belum dapat
yang lebih menekankan development mendobrak kerangka berpikir manusia
(pembangunan, pengembangan) dan modern yang berbasis hukum sebab

Maqâṣid Syarî’ah 187


Vol. III No. 02, November 2017

akibat, kausalitas realitas dalam karena melihat sistem sebagai


kehidupan nyata, sehingga belum serangkaian unit-unit yang saling
dapat memainkan peranannya secara berinteraksi. Demikian juga,
actual, maupun metodologi untuk karakteristik khusus dari fitur sistem
ijtihad hukum Islam kontemporer. menurut Maturana dan Varela yang
Oleh sebab itu, modernis hukum Islam mengusulkan makhluk hidup untuk
memperkenalkan prinsip holistik- melestarikan atau memperbarui diri
integral melalui tafsir tematik (Auda, sendiri, sehingga menjadi sebuah
2015: 260). sistem yang otonom namum
Dalam konteks tulisan ini, prinsip indenpendensinya sebagian besar
holisme menuntut penyatuan hukum mengarah ke dalam dengan tujuan
dengan moralitas dan spiritualitas tunggal memelihara otonominya
dalam satu pendekatan yang holistik. (Mohammad al-Tahir dalam Jasser
Hal ini berarti, pembentukan Peraturan Auda, 2007:76). Kasus dalam proses
Daerah (Perda) yang berbasis pembaruan dan reproduksi diri
maslahah (maqâṣid) dan selaras diadopsi oleh Luhmann yang
dengan hukum Islam itu bersandarkan menempatkan hukum sebagai sistem
pada keseimbangan dan kenyamanan sosial agar hukum dapat merespons
terhadap manusia sebagai subjek pada bagian lingkungannya yang
hukum yang sistemik dan integratif. diseleksi melalui norma-normanya

b. Pendekatan Holistic System dan mengubah dirinya melalui


terhadap Hukum Islam komunikasi yang terhubung secara
Istilah sistem berasal dari bahasa internal, sehingga memelihara
Yunani systema, yang berarti otonominya sendiri (at-Tahir dalam
keseluruhan yang tersusun dari Auda, 2007: 76).
bagian-bagian atau komposisi (Lorens Namun, ide pembaruan diri
Bagus, 1996:1015). Definisi umum sebagaimana dikemukakan diatas
sistem adalah serangkaian interaksi tidak dapat diterapkan pada hukum
unit-unit atau elemen-elemen yang Islam, karena pembaruan (tajdid)
membentuk sebuah keseluruhan muncul dari keterbukaan hukum dan
terintegrasi yang dirancang untuk interaksi hukum dengan lingkungan
melaksanakan beberapa fungsi (at- luar, bukan dari aktivitas internal yang
Tahir dalam Auda, 2007:75). Definisi diarahkan ke dalam.. Oleh karena itu,
tersebut masih dianggap sederhana untuk memperbaiki keterbatasan-

188 Maqâṣid Syarî’ah


Vol. III No. 02, November 2017

keterbatasan tersebut maka Jasser dengan argumen bahwa alam semesta


Auda menerapkan teori hukum Islam bukanlah sebuah mesin yang bergerak
dengan membangun seperangkat serba pasti (sebagaimana pandangan

kategori (Auda, 2015: 321), yakni kalangan modernis), atau ciptaan yang
tidak dapat diketahui sama sekali
watak kognitif sistem (cognitive
(sebagaimana pandangan postmodernis).
nature of systems), kemenyeluruhan
Kompleksitas alam semesta tidak bisa
(wholeness), keterbukaan (openness),
dijelaskan hanya melalui sebab-akibat
hierarki yang saling mempengaruhi
saja maupun irasionalitas non-
(interrelated hierarchy), multi-
logosentris. Problem dunia
dimensionalitas (multidimensionality)
kontemporer tidak dapat hanya
dan kebermaksudan (purposefulness). diselesaikan baik oleh perkembangan
Dari beberapa kategori tersebut, fitur teknologi yang melesat maju maupun
kebermaksudan (purposefulness) beberapa bentuk nihilism (Jasser
dapat menjangkau fitur-fitur sistem Auda, 2015:64). Oleh karena itu,
hukum Islam yang lain. filsafat sistem merupakan sebuah
Filsafat sistem muncul pada filsafat postmodernisme yang
paruh kedua abad ke-20 M sebagai mengkritik modernisme dengan cara
anti-tesis terhadap filsafat modern yang berbeda dengan teori postmodern
dan postmodern. Filsafat modern yang berkiblat pada Eropa (non-
yang menganggap bahwa seluruh logosentris). Tetapi, menurut filsafat

pengalaman manusia bisa dianalisis sistem, pendekatan yang dapat

dengan logika sebab-akibat dan digunakan untuk mengkritik


modernisme maupun posmodernisme
menempatkan manusia sebagai pusat
adalah melalui konsep-kosep dari teori
alam yang berdiri sendiri tanpa
sistem, seperti keutuhan,
pemeliharaan tuhan, sedangkan
multidimensi, keterbukaan dan
filsafat postmodernisme berupaya
berorientasi pada maqâsid, yang akan
mendekonstruksi teori-teori mapan
dimanfaatkan untuk memperbarui
yang sudah dibangun oleh era
argumen-argumen teologis Islam.
modern yang selama ini baku,
standart, dan tidak dapat diganggu c. Pembentukan Peraturan Daerah
gugart dipertanyakan kembali oleh Menurut Burkhardt Krems
post modernisme. (dalam Attamimi: 317), pembentukan
Kedua tesis dan pandangan peraturan perundang-undangan
tersebut ditolak oleh filsafat sistem meliputi dua hal pokok, yaitu kegiatan

Maqâṣid Syarî’ah 189


Vol. III No. 02, November 2017

pembentukan isi peraturan di satu penjabaran lebih lanjut dari peraturan


pihak dan kegiatan yang menyangkut perundang-undangan nasional tetapi
pemenuhan bentuk peraturan, metode sebagai sarana hukum dalam
pembentukan peraturan, dan proses memperhatikan ciri khas masing-
serta prosedur pembentukan masing daerah dan kepentingan atau
peraturan dilain pihak. Dua kegiatan aspirasi masyarakat lokal.
tersebut harus memenuhi persyaratan- d. Postmodernisme Dalam Hukum
persyaratannya sendiri-sendiri, apabila (Critical Legal Studies)
peraturan perundang-undangan Postmodernisme adalah kekuatan
hendak berlaku sebagimana mestinya, atau proses intelektual, politik dan
baik secara yuridis, secara politis, kultural yang kontemporer, yang
maupun secara sosiologis. Oleh bertujuan mendekonstruksi dan
karena itu, menurut Krems, memformat ulang banyak tradisi-
pembentukan peraturan perundang- tradisi artistik, kultural dan intelektual
undangan merupakan kegiatan konvensional (V Taylor and C.
interdisipliner atau multidisipliner. Winquist, dalam Jasser Auda,
Dalam konteks tulisan ini, peraturan 2015:235). Salah satunya adalah Studi
perundang-undangan yang dimaksud Legal Kritis (CLS) yang merupakan
adalah Peraturan Daerah sebagai suatu gerakan bahwa hukum tidak
sebagai produk “secondary terpisahkan dari politik. Mereka
legislation”, sedangkan “primary mengkritisi cara hakim dalam
legislation” adalah undang-undang. mempraktekkan hukum yang
Hal ini karena Peraturan Daerah itu berorientasi pada asas-asas dan teori-
merupakan bentuk “delegated teori hukum. Bagi aktivis dan filsuf
legislation” sebagai peraturan CLS, pembentukan hukum yang
pelaksana undang-undang dilakukan oleh hakim dalam
(subordinate legislation) (Jimly memeriksa dan memutus kasus hukum
Asshiddiqie, 2012:72). Meskipun sangat dipengaruhi oleh faktor non
demikian, terdapat karakteristik Perda hukum, seperti pandangan hidup
yang tidak dimiliki oleh peraturan pribadi, situasi politik dan kepentingan
perundang-undangan lainnya, yakni sosial. Dengan demikian, mereka
Perda sebagai sarana penampung menolak hukum itu obyektif, otonom
kondisi khusus di daerah, artinya dan netral karena dalam penyelesaian
fungsi Perda yang tidak hanya sebagai kasus atau perkara itu cenderung

190 Maqâṣid Syarî’ah


Vol. III No. 02, November 2017

mengeneralisasikan terma-terma yang pembentukan Perda, khususnya


termarginalkan seperti diskursus polemik Perda bernuansa syariah di
tentang kejahatan, gender, ras dan beberapa daerah yang tiada henti
lain-lain. dijadikan perdebatan mengenai
Oleh sebab itu, Unger kemaslahatannya.
mengatakan, pembentukan hukum Jasser Auda merupakan pembaru
senantiasa mengandalkan interaksi hukum Islam kontemporer dengan
dan negosiasi antar berbagai mengusung konsep maqâṣid syariah
kelompok masyarakat, sehingga melalui pendekatan sistem dengan
hukum tak terpisahkan dari politik dan menghubungkan fitur-fitur mulai dari
berbagai norma non-hukum lainnya, konsep sistem syari’ah, fikih, Urf,
seperti kepentingan ekonomi, ras, Qonun dalam workview ilmu
gender, atau politik (Johan Setiawan pengetahuan yang mempresentasikan
dan Ajat Sudrajat, 2018:33). Kalangan masing-masing fitur dalam dua
postmodern mendekonstruksinya perspektif yakni teori sistem dan teologi
melalui gerakan pluralisme hukum, Islam. Teori sistem, ini diharapkan
sebab gerakan pluralisme hukum mampu membangun konklusi-konklusi
memungkinkan berbagai norma dan filsafat sistem untuk memperbarui
aturan yang secara “tradisional” tidak argumen-argumen teologi Islam,
dikategorikan sebagai “hukum sehingga sebuah bukti terbaru tentang
negara” ambil bagian dalam kesempurnaan Tuhan pada ciptaan-Nya
penyelesaian kasus. Bahkan berbagai lebih tepat dilandaskan pada pendekatan
norma dan aturan non-hukum tersebut sistem, dibandingkan dengan argumen
turut mengubah norma hukum (Amin kausalitas terdahulu (Jasser Auda,
Abdullah dalam Johan Setiawan dan 2015:64). Hal ini dikarenakan kerangka
Ajat Sudrajat, 2018:40). berpikir yang berorientasi pada
kausalitas dengan memainkan peran
2. Pembentukan Perda dalam
Perspektif Sistem Jasser Auda logika dan supremasi sains telah gagal
Pendekatan sistem dalam tulisan dalam mewujudkan nilai-nilai keadilan
ini merupakan pendekatan yang yang berimplikasi terhadap determinasi
digunakan untuk memberikan suatu dan mengeneralisir persoalan. Oleh
kontribusi dan peranan aktual karena itu, pendekatan sistem yang
maqâṣid syariah dalam menyelesaikan disarankan Jasser Auda meliputi sebagai
fenomena - fenomena terkait berikut:

Maqâṣid Syarî’ah 191


Vol. III No. 02, November 2017

1. Watak Kognitif Sistem Hukum penafsiran atau pandangan dunia


Islam. seorang fakih. Keputusan hukum yang
Menurut teori sistem terdapat dinilai dan dipahami oleh ahli fikih
keterkaitan antara konsepsi dan realitas sebagai penilaian terhadap kebenaran
tanpa mengharuskan adanya identitas yang paling mungkin atau dikenal
(konsepsi sama dengan realitas) dengan al-musawwibah. Pendekatan
maupun dualitas (konsepsi sama sekali sistem inilah yang kemudian dapat
tidak ada hubungannya dengan realitas) membedakan hukum berdasarkan atau
(Jasser Auda, 2015:86). Dari korelasi pengetahuan Allah, dengan hukum
tersebut, maka muncullah kerangka berdasarkan pengetahuan hukum
konseptual dari kognisi fakih yang dalam pemikiran manusia. Sehingga,
berupaya untuk berijtihad dalam pengetahuan hukum (fikih) digeser
menyingkap makna yang tersembunyi dari bidang pengetahuan ilahiah
dibalik nash dan impilikasi praktisnya. menuju bidang kognisi manusia
Namun, ijtihad yang demikian ini tidak terhadap pengetahuan ilahiah.
boleh dianggap sebagai manifestasi
Dalam konteks pembentukan
literal dari perwujudan perintah tuhan
Peraturan Daerah dari sudut pandang
tetapi merupakan pemahaman para
maqâṣid syariah, maka fikih secara
fakih yang berusaha memahami nash
praktis harus mampu mengakomodasi
melalui asumsi-asumsi. Meskipun
urf (kebiasaan) yang memenuhi
implikasi dari pemahaman fakih itu
persyaratan maqâṣid, dan dapat
berbeda-beda dalam menafsirkan nash,
dikatakan bahwa eksistensi maqâṣid
akan tetapi menurut Musawibah bahwa
disini adalah menyeleksi urf dengan
pendapat-pendapat hukum yang
mempertimbangkan nilai-nilai ajaran
berbeda, berapa pun kadar
kontradiksinya, semuanya adalah Islam yang bersifat universal. Fikih

ungkapan-ungkapan yang sah (valid) dan urf harus sama-sama berkontribusi

dan seluruhnya benar (sawab) (Jasser terhadap Peraturan Daerah, dan dapat

Auda, 2015:254). Hal inilah yang memberikan keleluasaan bagi

membuat hukum sebagai kebenaran pembentuk Perda untuk mengkonversi


yang paling mungkin berdasarkan urf (kebiasaan) dan hukum-hukum
asumsi-asumsi yang ada pada diri para fikih menjadi peraturan-peraturan
fakih dan dikenal dengan fikih. yang otonom, riil dan sesuai dengan
konstruksi konseptual yang muncul kebutuhan masyarakat. Dari sistem
dalam kognisi fakih ini tunduk pada tersebut perlu ada penggalian dan

192 Maqâṣid Syarî’ah


Vol. III No. 02, November 2017

pemaknaan kembali dalam pendekatan tafsir tematik. Pelaksanaan


mensinergikan urf dan hukum fikih, perda syariah tentang kewajiban
tidak sekedar apa yang tertuang atau mengenakan jilbab apabila dilihat
menyalin (copy paste) ke dalam dalam konteks peran maqashid,
Peraturan Daerah itu sendiri. Artinya, khususnya prinsip holisme maka
harus ada prinsip-prinsip universalitas pendekatan tafsir yang digunakan
di dalamnya. masih bersifat parsial. Hal ini
2. Kemenyeluruhan Sistem Hukum dikarenakan tertuju pada golongan
Islam
identitas mayoritas terbesar dalam
Pendekatan holistik atau
suatu daerah sehingga standart ukuran
menyeluruh merupakan suatu teori
moralitas yang paling sahih ditentukan
sistem yang menganalisis penjelasan
oleh faktor-faktor spiritual dalam
fenomena secara keseluruhan, tidak
agama yang dominan disuatu daerah
hanya berpikir parsial sebab akibat
masyarakat. Oleh karena itu,
tetapi relasi sebab-akibat itu
diperlukan sejumlah metode pada
berhubungan menghasilkan
berbagai tingkatan dan menuntut
keterpaduan dalam sistem yang
penyatuan hukum dengan moralitas
holistik. Hal tersebut tentunya akan
dan spiritualitas dalam satu pendekatan
berimplikasi pada pengembangan
yang holistic (Al-Turabi, dalam Jasser
paradigma sebab-akibat menuju
Auda, 2015: 260).
paradigma yang lebih holistik atau
3. Keterbukaan Sistem Hukum Islam
pendekatan penyatuan. Orientasi
Sistem hukum Islam adalah sistem
terhadap paradigma holistik tentu
yang terbuka yang memberikan
tidak mengenyampingkan hukum
fleksibilitas dalam menghadapi
hukum tunggal dan parsial akan tetapi
perubahan kondisi masa kini yang
adanya sinergitas menyebabkan
begitu cepat melalui mekanisme
kaidah hukum yang parsial akan
berinteraksi dengan lingkungan luar.
mendukung kaidah-kaidah holistik
Keterbukaan dan pembaruan diri yang
yang merupakan maqâṣid hukum
diharapkan dalam hukum Islam adalah
yang harus diterapkan.
sebagai berikut:
Prinsip holisme sebagaimana
a) Memperbarui hukum dengan kultur
dikemukakan di atas dapat berperan kognitif
dalam usulan pembaruan kontemporer Dalam memperbarui hukum,
Peraturan Daerah misalkan melalui perluasan ide urf dari sudut pandang

Maqâṣid Syarî’ah 193


Vol. III No. 02, November 2017

ide pandangan dunia (worldview) materi muatan Perda supaya secara


merupakan mekanisme usulan yang positif memiliki daya guna pada
dapat digunakan oleh para fakih masyarakat. Sehingga tidak asal itu
untuk menuju universalitas maksud menjadi ciri khas daerah tersebut
hukum Islam. Hal tersebut tetapi juga membawa nilai-nilai
dikarenakan pandangan dunia universalnya misalnya adat dikreasi
dibentuk oleh segala sesuatu untuk mengokohkan bangunan
disekitar kita mulai dari agama, keberagaman atau pluralitas,
konsep diri, geografi dan lingkungan, toleransi beragama, penghormatan
hingga politik, masyarakat, ekonomi pada perempuan, penghargaan pada
dan Bahasa (Al-Turabi, dalam Jasser difabel dan sebagainya.
Auda, 2015: 263). Dengan demikian, Dalam rangka mempercepat
kultur kognitif mempresentasikan pembangunan dan kesejahteraan
kultur dalam pengertian yang luas masyarakat Indonesia (Noor
dan berkaitan dengan interaksi dunia Harisuddin, 23 Januari 2017).
luar sebagai realitas dalam rangka Dengan demikian, menurut Jasser
untuk mengakomodasi perubahan- Auda, keseimbangan dalam
perubahan dari adat kebiasaan baku memahami pandangan dunia
bangsa Arab. Meskipun demikian, dengan memasukkan fikih realitas
uruf yang dipresentasikan oleh akan mengurangi literalisme
seorang fakih adalah sesuai dengan hukum Islam dan konsistensi dalam
pandangan dunianya yang sahih area spiritual ibadah harus
sepanjang tidak bertentangan dengan disinergikan dengan maqâṣid sosial
prinsip-prinsip dasar maqâṣid lainnya yang juga bernilai ibadah.
syariah. b) Memperbarui hukum melalui
Hal tersebut dapat dimaknai bahwa keterbukaan filosofis
setiap ‘urf itu seharusnya Memelihara keterbukaan
mengandung dimensi kemaslahatan terhadap pengetahuan manusia
yang tercermin melalui ajakan melalui filsafat hukum Islam
tauhid, etika, moralitas, konstruk menjadi komponen yang penting
sosial dan sebagainya. Demikian dalam pengembangan hukum
juga dalam pembentukan Perda, maupun pengetahuan Islam, secara
maka setidaknya diperlukan materi umum. Jasser Auda dalam hal ini
muatan uruf yang relevan dengan banyak mengadopsi keterbukaan
zaman sekarang sebagai substansi Ibn Rusyd terhadap seluruh

194 Maqâṣid Syarî’ah


Vol. III No. 02, November 2017

investigasi filosofis dan Auda, 2015:91).. Sehingga, dapat


memperluas keterbukaan pada dikatakan sistem hukum Islam sangat
teori-teori usul fikih itu sendiri. dipengaruhi oleh ideologi yang
Dalam pemikiran Ibn Rusyd sangat berkembang dari hasil pemikiran
terbuka dalam pengetahuan seorang fakih. Dalam hal ini, seorang
manusia. Keterbukaan itu tentu fakih lebih mempertimbangkan
dapat diwujudkan melalui dalil sebuah konteks tertentu dalam
mengenai manfaat penalaran menghadapi permasalahan sosial,
filosofis yang berdasarkan akal misalnya konteks ekonomi, politik,
sehat tanpa mempedulikan agama budaya atau lingkungan). Pendekatan
pembawanya. Apabila terjadi sistem Jasser Auda lebih pada konteks
kontradiksi yang tampak antara yang melingkupi alam pikiran
penalaran sehat dan nash adalah seorang fakih yang dipengaruhi oleh
dengan melakukan reinterpretasi kondisi eksternalya. Demikian juga
atas nash, sejauh yang halnya dengan pembentukan materi
diperbolehkan bahasa,agar selaras muatan Peraturan Daerah yang
dengan konklusi nalar (Ibn Rusyd, mempresentasikan konteks suatu
dalam Auda, 2015: 274). daerah (local wisdom) yang

4. Hierarki Saling Mempengaruhi dipengaruhi lingkungannya dengan


Sistem Hukum Islam tidak terjebak pada teks saja atau
Sebuah sistem itu terbentuk dari pendapat tertentu, sehingga maqâṣid
sub-sub sistem yang menunjukkan syariah dapat diwujudkan.
hubungan interrelasi untuk mencapai
5. Multidimensi Sistem Hukum
tujuan yang dimaksud. Sub-sub sistem Islam
itu sendiri merupakan metode Hukum Islam adalah sebuah
kategorisasi berbasis konsep-konsep sistem yang memiliki berbagai
yang integratif dan sitematis, sehingga dimensi, sehingga terhadap dilema
sebuah analisis dalam hukum Islam dalil-dalil yang bertentangan atau
tidak akan berhenti pada hasil berselisih maka tidak mesti dalil-dalil
hierarki struktur pohon, melainkan tersebut berada dalam situasi dan
juga diperluas untuk menganalisis kondisi kebuntuan yang tidak dapat
hubungan saling mempengaruhi antara dipecahkan. Yang terjadi dalam kasus
subkonsep-subkonsep yang telah ini adalah bukan pertentangan antar
dihasilkan (Ibn Rusyd, dalam Jasser dalil tetapi bagaimana cara berpikir

Maqâṣid Syarî’ah 195


Vol. III No. 02, November 2017

yang kehilangan konteksnya dan tidak maksud-maksud yang diinginkan


terkoneksi dengan hidup keseharian. sesuai dengan situasi dan kondisi
Oleh karena itu, diperlukan metode lingkungannya, sehingga tujuan
konsiliasi dengan memfungsikan penetapan hukum Islam lebih
konsep multi-dimensionalitas dalam berorientasi kepada kemaslahatan
memecahkan persoalan di atas. masyarakat disekitarnya.

Pendekatan maqâṣid menjadi urgen Kemaslahatan masyarakat

dan sangat diperlukan dalam merupakan tujuan akhir dari

pembentukan Peraturan Daerah pembentukan peraturan daerah yang

sebagai perangkat legal melalui salah satunya dapat dicapai melalui


mekanisme pandangan baru terhadap
pemahaman konteks yang
uruf berdasarkan maqâṣid hukum
mempertimbangkan urf berdasarkan
Islam. Mempertimbangkan uruf
universalitas hukum Islam yang akan
merupakan langkah penting bagi
menyajikan fleksibilitas dalam
hukum Islam untuk menjadi hukum
menghadapi perdebatan-perdebatan
universal, hal ini dikarenakan
materi muatan Perda yang sempit
Indonesia sebagai negara yang tidak
ritual dan perlu dipertanyakan
berdasarkan agama dan akhirnya
relevansinya di era kontemporer.
berimplikasi pada pemahaman agama
6. Maqâṣid Sistem Hukum Islam sebagai nilai etis dalam kehidupan
Menurut Jasser Auda, Maqâṣid publik. Berpedoman pada nilai-nilai
Syariah sebagai prinsip mendasar dan etika, maka diperlukan prinsip-prinsip
metodologi fundamental dalam maqâṣid yang diterima oleh semua
analisis berbasis system (Jasser Auda, umat manusia di bumi manapun
2015:98). Metodologi analisis sistem sepanjang masa. Oleh karena itu,
yang menjangkau fitur-fitur sistem
sebagaimana ditulis oleh Ibn Asyur
hukum Islam yang lain adalah
(dalam Auda, 2015: 313) yang menulis
fitur kebermaksudan (maqâṣid/
bahwa:
purposefulness) yang tidak bersifat
“…hukum Islam tidak menyibukkan
mekanik tetapi beragam dalam meraih diri dengan menentukan apa jenis
tujuan akhir. Beragam disini dapat pakaian, rumah atau kendaraan
orang seharusnya….Selaras
dipahami bahwa kebermaksudan itu dengan itu, kita dapat menetapkan
memproduksi hasil yang berbeda di bahwa kebudayaan dan adat
istiadat masyarakat tertentu tidak
lingkungan yang sama sepanjang boleh dibebankan kepada orang
hasil-hasil yang berbeda itu meraih lain sebagai legislasi, bahkan tidak

196 Maqâṣid Syarî’ah


Vol. III No. 02, November 2017

juga kepada individu dalam menjadi sarana untuk menata


masyarakat yang memproduksi
hubungan (korelasi) antara realitas
kebudayaan dan adat istiadat
tersebut…” yang dilandasi oleh prinsip kausalitas
Berpangkal uraian diatas, maupun non-kausalitas dengan
berdasarkan maksud universalitas membangun seperangkat kategori,
hukum Islam, maka dalam yaitu watak kognitif sistem (cognitive
pembentukan Perda diperlukan nature of systems), kemenyuluruhan

interpretasi untuk memaknai suatu (wholeness), keterbukaan (openness),

aturan-aturan melalui pemahaman hierarki yang saling mempengaruhi

konteks kebudayaan yang (interrelated hierarchy), multi-


dimensionalitas (multidimensionality)
melatarbelakanginya, sehingga aturan
dan kebermaksudan. Bagian terakhir
tersebut dapat dipahami dengan
ini adalah inti metodologi analisis
terwujudnya integrasi nilai-nilai
sistem yang menjangkau kategori-
moralitas dan spiritual dalam materi
kategori sistem hukum Islam lainnya
muatan Perda tersebut, bukan hanya
dan merupakan pengikat dikalangan
sekedar memahaminya sebagai
seluruh fitur sistem lainnya.
norna-norma semata. bagi Jasser
2. Mempertimbangkan materi muatan urf
Auda, metode yang berhubungan
yang memiliki pandangan dunia
dengan uruf ini memperkaya fitur
(world view) berdasarkan
‘Maqâṣid’ dalam hukum terakhir ini
kemaslahatan (maqâṣid /
Islam (Ibn Asyur dalam Jasser Auda,
purposefulness) dalam pembentukan
2015:313).
Perda merupakan langkah positif
untuk mengakomodasi uruf sebagai
C. SIMPULAN
mekanisme yang memiliki daya guna
Berdasarkan pembahasan di atas,
pada masyarakat, mengurangi
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
literalisme hukum Islam dan akan
berikut, yaitu:
menjadi ciri khas daerah tersebut
1. Peran dan kontribusi maqâṣid syarî’ah
untuk mengokohkan keberagaman.[]
dalam pembentukan Peraturan Daerah
yang berkeadilan dan berkeadaban
dapat dipahami melalui mekanisme ***
pendekatan sistem Jasser Auda yang

Maqâṣid Syarî’ah 197


Vol. III No. 02, November 2017

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. 2012. Perihal Nur Rif’ah, Erwin. 2013. Contesting


Undang-Undang. Jakarta: Rajawali Perda Sharia and Women’s Security
Pers. Cet. 3. In Indonesia. Jurnal al-A’dalah, Vol.
Auda, Jasser. 2007. Maqashid Al- 16. No. 1.
Shariah as Philosophy Of Islamic Harisuddin, Noor. Wacana Adat
Law: A Systems Approach. London: Progresif.
The International Institute of Islamic https://www.arrahmah.co.id/guru-
Thought. Cet. III. besar-iain-jember-wacanakan-adat-
____________. 2015. Membumikan progresif.html, diakses 23 Januari
Hukum Islam Melalui Maqâṣid 2017.
Syariah. Yogyakarta: PT. Mizan Ishaq Abu Al-Syatibi dalam
Pustaka. Cet.I. http://etheses.uin-malang.ac.id.pdf,
Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. diakses pada 13 Februari 2017.
Jakarta: PT. Gramedia. Cet. I. Setiawan, Johan dan Sudrajat Ajat. 2018.
Faisol, Muhammad. 2012. Pendekatan Pemikiran Postmodernisme dan
Sistem Jasser Auda Terhadap Pandangannya Terhadap Ilmu
Hukum Islam: Ke Arah Fiqh Post- Pengetahuan. Jurnal Filsafat, Vol.
Postmodernisme. Kalam (Jurnal 28. No. 1. Program Pascasarjana
Studi Agama dan Pemikiran Islam), Universitas Negeri Yogyakarta.
Vol. 6. No. 1. Juni.

198 Maqâṣid Syarî’ah

Anda mungkin juga menyukai