Anda di halaman 1dari 14

ANTI HISTAMIN SEDATIF PADA DERMATOLOGI

REFERAT

Preseptor :

dr. Arif Effendi Sp.KK

OLEH :
ANNISA MUJAHIDAH
LISTYA DINI PUTRI
NUR ALAM FIRDAUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT


KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat
masuknya suatu zat asing.  Zat asing yang dinamakan alergen tersebut masuk
ke dalam tubuh melalui saluran nafas (inhalan) seperti debu, tungau, serbuk
bunga, dan debu. Alergen juga dapat masuk melalui saluran percernaan
(ingestan) seperti susu, telur, kacang-kacangan dan seafood. Di samping itu
juga dikenal alergen kontaktan yang menempel pada kulit seperti komestik
dan perhiasan. Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau
kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan dengan membuat antibodi yang
disebut Imunoglobulin E. Imunoglobulin E tersebut kemudian menempel pada
sel mast. 
Sering kali kita mengalami alergi, misal alergi kulit yang menjadi  merah,
gatal dan bengkak sampai alergi yang  membuat sesak nafas. Ketika jari kita
tertusuk  jarum atau kita terluka, kita langsung  merasakan sakit atau nyeri.
Nyeri ini terasa juga saat kita sakit gigi atau penyebab-penyebab lain.
Penyebab demikian  adanya  senyawa/zat dalam tubuh  kita (senyawa
endogen)  yang disebut dengan autokoid.  Autokoid adalah zat yang dihasilkan
oleh sel tertentu dalam tubuh yang dapat  menimbulkan suatu efek fisiologis
baik dalam keadaan normal maupun patologik. Adapun jenis-jenis autokoid
antara lain Histamin dan serotonin.
Histamin adalah senyawa yang  terlibat dalam respon  imunitas lokal,
selain itu senyawa ini juga berperan sebagai neurotransmitter di susunan saraf 
pusat dan mengatur fungsi fisiologis di lambung. Sebenarnya histamin sendiri
terdapat di hampir  semua jaringan  tubuh  manusia dalam  jumlah kecil .
Konsentrasi terbesar terdapat di kulit,, paru-paru dan mukosa gastrointestinal. 
Histamin dibentuk oleh histidin dengan bantuan enzim histidine
decarboxylase (HDC). Selanjutnya histamin yang terbentuk akan diinaktivasi
dan disimpan dalam granul mast cell dan basofil (sel darah putih).
Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin hanya menghilangkan gejala
alergi dan menghindari serangan yang lebih besar di masa mendatang, tidak
menyembuhkan alergi. Jika penderita kontak lagi dengan alergen, maka alergi
akan muncul kembali. Oleh karena itu, yang terbaik untuk mengatasi alergi
adalah dengan menghindari kontak dengan alergen, menjaga kebersihan diri
dan lingkungan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta menjauhi stress.
Efek samping dari antihistamin secara umum adalah mengantuk, mulut kering,
gangguan saluran cerna, gangguan urin dan terkadang iritasi. Banyak sekali
obat yang dapat meyebabkan efek mengantuk karena obat tersebut menekan
susunan saraf pusat. Maka sering kita melihat pada kemasan obat bahwa kita
dilarang mengendalikan kendaraan setelah minum obat tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

I. HISTAMIN
A. Pengertian Histamin
Histamin adalah zat kimia yang terdapat secara alami dalam
jaringan tubuh yang dengan dosis kecil dan memiliki kerja yang nyata dan
bergam pada otot, kapiler darah serta sekresi lambung. (Sue Hinchliff,
Kamus keperawatan edisi 17 , hal. 209).
Ada juga menyebutkan Histamin adalah amina biogenik terlibat
dalam respon imun lokal serta mengatur fungsi fisiologis di usus dan
bertindak sebagai neurotransmiter.
Histamin sendiri merupakan senyawa yang terlibat dalam respon
imunitas lokal, selain itu senyawa ini juga berperan sebagai
neurotransmitter di susunan saraf pusat dan mengatur fungsi fisiologis di
lambung.
Ada juga berpendapat Histamin merupakan mediator kimia turunan
asam amino histidin, banyak terdapat di paru-paru, kulit dan saluran cerna.
Zat ini disekresikan saat terjadi luka, saat alergi yang dipengaruhi antibody
IgE atau tanpa IgE. Efek yang ditimbulkan antara lain dilatasi (pelebaran)
pembuluh darah, tekanan darah turun, meningkatnya permeabilitas kapiler,
efek gatal, konstriksi bronkus dan peningkatan asam lambung.
Histamin berperan terhadap berbagai proses fisiologis yaitu
mediator kimia yang dikeluarkan pada alergi seperti asma, urtikaria dan
anafilaksis. Penderita yang sensitif terhadap histamin atau yang mudah
terkena alergi karena jumlah enzim yang dapat merusak histamin ditubuh
lebih rendah dari normal. Histamin dibentuk oleh histidin dengan bantuan
enzim histidine decarboxylase (HDC). Selanjutnya histamin yang
terbentuk akan diinaktivasi dan disimpan dalam granul mast cell dan
basofil (sel darah putih).
B. Pelepasan histamine terjadi akibat :
1. Rusaknya sel
Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang
dengan cepat atau sedang dalam proses perbaikan, misalnya luka
2. Senyawa kimia
Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic,sehingga akan
melepaskan histamine dari sel mast dan basofil. Contohnya adalah
enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.
3. Reaksi hipersensitivitas
Pada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin
dan diamin oksidase sehingga histamine tidak mencapai reseptor
Histamin. Sedangkan pada penderita yang sensitif terhadap histamine
atau mudah terkena alergi jumlah enzim- enzim tersebut lebih rendah
daripada keadaan normal.
4. Sebab lain
Proses fisik seperti mekanik, thermal, atau radiasi cukup untuk
merusak sel terutama sel mast yang akan melepaskan histamin.
C. Reseptor Histamin
a. Reseptor H1
Paling banyak berperan dalam alergi namun bisa juga vasodilatasi dan
bronkokonstriksi (asma) sedangkan lokasinya  terdapat di otak,
bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem
kardiovaskuler, adrenal medula, sel endothelial.
b. Reseptor H2
Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam
lambung Cara kerjanya adalah dengan mengikat reseptor H2 pada
membran sel parietal dan mencegah histamin menstimulasi sekresi
asam lambung.
Obat antagonis H2: cimetidine, ranitidine, famotidine
c. Reseptor H3
Terdapat di sistem syaraf, mengatur produksi dan pelepasan histamin
pada susunan saraf pusat. Tidak seperti antagonis H1 yang
menimbulkan efek sedatif, antagonis H3 menyebabkan efek stimulant
dan nootropic dan sedang diteliti sebagai obat Alzheimer.
Obat: Imetit, Immepip, clobenpropit, lodoproxyfan
d. Reseptor H4
Dijumpai pada sel-sel inflammatory (eusinofil, neutrofil,
mononukleosit). diduga terlibat dalam alergi bersinergi dengan
reseptor H1 Masih merupakan target baru obat anti inflamasi alergi
karena dengan penghambatan reseptor H4 maka dapat mengobati
alergi dan asma (sama dengan reseptor H1).
D. Fungsi Histamin Secara Umum
1. Sebagai neurotransmitter
2. Kontrol neuroendokrin
3. Regulasi kardiovaskuler (terkait kemampuan vasodilatator)
4. Pengaturan suhu
5. Berperan pada sekresi asam lambung
6. Berperan dalam reaksi alergi / anafilaksis

II. ANTI ALERGI


A. Definisi Antihistamin
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing
pada reseptor H-1, H-2 dan H-3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi
antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek
histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat
mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan
menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.
Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel
mast yang dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi antigen IgE.
Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan
digunakan pada pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler yang
mendasari efek tersebut belum diketahui hingga saat ini.
B. Berdasarkan hambatan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu :
a. Antagonis H-1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejalal
akibat reaksi alergi
b. Antagonis H-2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung
pada pengobatan penderita pada tukak lambung
c. Antagonis H-3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan,
masih dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam
pengaturan kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental

Antagonis reseptor H-1 adalah senyawa yang secara kompetitif


menghambat histamin pada reseptor H-1 dan telah digunakan secara klinis
dalam beberapa tahun. Beberapa tersedia untuk dijual bebas, baik sebagai
tunggal maupun di dalam formulasi kombinasi seperti pil flu dan pil untuk
membantu tidur.
Antagonis H-1 sering disebut antihistamin klasik atau antihistamin H-
1. antagonis H-1 menghambat efek histamin dengan cara antagonisme
kompetitif yang reversibel pada reseptor H-1. Mereka mempunyai
kemampuan yang diabaikan pada reseptor H-2 dan kecil pada reseptor H-
3, contohnya : induksi kontraksi yang disebabkan histamin pada otot polos
bronkioler ataupun saluran cerna dapat dihambat secara lengkap oleh
agen-agen tersebut, tetapi efek pada sekresi asam lambung dan jantung
tidak termodifikasi. Antagonis H-1 dibagi menjadi agen generasi pertama
dan generasi kedua.
Antagonis H-1 generasi pertama mempunyai efek sedatif yang relatif
kuat, karena agen generasi pertama lebih mempunyai sifat menghambat
reseptor autonom. Sedangkan antagonis H-1 generasi kedua kurang
bersifat sedatif disebabkan distribusinya yang tidak lengkap dalam sistem
saraf pusat.
Antagonis H-1 generasi pertama mempunyai banyak efek yang tidak
berhubungan dengan penghambatan terhadap efek histamin. Sejumlah
besar efek tersebut diduga dihasilkan dari kesamaan struktur umumnya
dengan struktur obat yang mempunyai efek pada kolinoseptor muskarinik,
adrenoreseptor-α, serotonin dan situs reseptor anestetika lokal. Beberapa
dari efek tersebut mempunyai nilai terapeutik dan beberapa lainnya tidak
dikehendaki

Efek yang tidak disebabkan oleh penghambatan reseptor histamin :


1. Efek sedasi
Efek umum dari antagonis H-1 generasi pertama adalah efek sedasi.
Tetapi intensitas efek tersebut bervariasi. Efeknya cukup besar pada
beberapa agen membuatnya sebagai bantuan tidur dan tidak cocok
digunakan di siang hari. Efek tersebut menyerupai beberapa obat
antimuskarinik.

2. Efek antimual dan antimuntah


Beberapa antagonis H-1 generasi pertama mempunyai aktivitas mampu
mencegah terjadinya motion sickness. Contoh obatnya : Doxylamine.

3. Kerja antikolinoreseptor
Banyak agen dari generasi pertama mempunyai efek seperti atropin
yang bermakna pada muskarinik perifer.

4. Kerja penghambatan adrenoreseptor


Efek penghambatan reseptor alfa dapat dibuktikan pada beberapa
antagonis H-1, namun penghambatan terhadap reseptor beta tidak
terjadi. Penghambatan terhadap reseptor alfa tersebut dapat
menyebabkan hipotensi ortostatik. Contoh obatnya adalah
Promethazine.

5. Kerja penghambatan serotonin


Efek penghambatan terhadap reseptor serotonin dapat dibuktikan pada
agen antagonis H-1 generasi pertama. Contoh obat : Cyproheptadine.

6. Efek parkinsonisme
Hal ini karena kemampuan agen antagonis H-1 generasi pertama
mempunyai efek antikolinergik.
Contoh obat antagonis H-1 generasi pertama dan mekanismenya
adalah :
a. Doxylamine
Doxylamine berkompetisi dengan histamin untuk menempati
reseptor histamin 1, mengeblok kemoreseptor, mengurangi
stimulasi vestibular dan menekan fungsi labyrinthine melalui
aktivitas kolinergik pusatnya.
b. Clemastine
Clemastine berkompetisi dengan histamin untuk menempati
reseptor histamin 1 pada efektor di saluran pencernaan, pembuluh
darah, dan saluran pernapasan.

7. Antagonis histamin 1 generasi 2


Pada reaksi alergi, alergen (semacam antigen) berinteraksi dan
membentuk ikatan silang dengan permukaan dari antibodi IgE pada sel
mast dan basofil. Ketika terjadi kompleks sel mast antibodi-antigen,
akan memacu terjadinya degranulasi dan pelepasan histamin (dan
mediator lainnya) dari dalam sel mast maupun basofil. Setelah
dilepaskan,histamin dapat bereaksi (menimbulkan efek) pada jaringan
yang terdapat reseptor histamin.
Proses release histamin tidak terjadi secara langsung, melainkan
diawali dengan transduksi signal. Proses transduksi signal adalah
proses masuknya signal ke dalam sel sehingga membuat sel bereaksi
dan menimbulkan efek. Ketika alergen masuk pertama kali ke dalam
tubuh, TH -2 limfosit akan mengeluarkan IL-4, IL-4 menghasilkan
signal yang merangsang B-sel (suatu sel limfosit) untuk menghasilkan
antibodi IgE. Ketika alergen menyerang untuk yang kedua kalinya, IgE
berikatan dengan alergen dan dibawa menuju sel mast. Pada sel mast
kompleks IgE-alergen akan terikat pada reseptor Fcε(Epsilon-C
reseptor). Ikatan ini akan menghasilkan signal ke dalam sel yang akan
mengaktifkan enzim fosfolipase. Fosfolipase akan mengubah
phosphatidylinositol 4,5-bisphosphate (PIP 2 ) menjadi inositol 1,4,5-
triphosphate (IP3) yang akan memobilisasi Ca2+ dari organel
penyimpan dalam sel mast. Ca2+ merupakan second messenger bagi
terjadinya kontraksi otot atau sel. Second messenger inilah yang
memacu proses degranulasi sel mast sehingga histamin akan terlepas.
Histamin bereaksi pada reseptor H-1, dapat menyebabkan pruritus
(gatal-gatal), vasodilatasi, hipotensi, wajah memerah, pusing,
takikardia, bronkokonstriksi, menaikkan permeabilitas vaskular, rasa
sakit dan lain-lain. Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari
asan amino histidin. Histamin terdapat dalam sel mast dan leukosit
basofil dalam bentuk tidak aktif secara biologik dan disimpan terikat
dalam heparin dan protein basa. Histamin akan dibebaskan pada reaksi
hipersensitivitas pada rusaknya sel dan akibat senyawa kimia.
Antihistamin adalah obat yang mampu mengusir histamin secara
kompetitif dari reseptornya sehingga mampu meniadakan histamin.
Reseptor H-1 disebut juga metabotropik G-protein coupled
reseptor. G-protein yang terdapat dalam reseptor H-1 menghasilkan
fosfolipase dan fosfatidylinositol. Kedua senyawa inilah yang
bertindak sebagai penunjuk jalan histamine sampai ke reseptor H-1.
Pelepasan histamin dapat diinduksi oleh produksi enzim prostaglandin
sintase. Sebagai akibatnya terjadi pelepasan histamine yang berlebihan
sehingga menyebabkan vasodilatasi karena histamine menginduksi
endotel vaskuler yang menghasilkan cGMP di otot polos. cGMP inilah
yang menyebabkan vasodilatasi. Efek ini dapat dihilangkan dengan
adanya antagonis histamin H-1 dimana mekanisme kerjanya bersifat
inhibitor kompetitif terhadap reseptor-reseptor histamin.
Antagonis histamin H-1 terdiri dari 3 generasi : generasi 1,generasi
2 dan generasi 3. Perbedaan antara generasi 1 dan generasi 2 terletak
pada efek samping yang ditimbulkan, generasi 1 menimbulkan efek
sedatif sedangkan generasi 2 pada umumnya non sedatif karena
generasi 2 pada umumnya tidak dapat menembus blood brain
barrier (bersifat lipofobik dan bulky), sehingga tidak mempengaruhi
sistem saraf pusat. Selain itu, antihistamin H-1 generasi 2 bersifat
spesifik karena hanya terikat pada reseptor H-1. Beberapa obat
generasi 2 dapat menghambat pelepasan mediator histamin oleh sel
mast. Obat antihistamin H-1 generasi 2 tidak bias digolongkan
berdasarkan struktur kimianya karena meskipun memiliki struktur
kimia dasar yang sama, obat tersebut masih memiliki gugus fungsional
tambahan yang berbeda. Contoh : sterfenadine, aztemizole, nuratadine,
ketotifen, levokaloastin, mempunyai cincin piperidin tetapi tidak dapat
dimasukkan dalam satu golongan karena mempunyai gugus fungsional
tambahan yang berbeda. Efek samping antagonis histamin H-1 G2 :

 Allergic – photosensitivity, anaphylactic shock, drug rash, dermatitis


 Central nervous system* – somnolence / drowsiness, headache
fatigue, sedation
 Respiratory** – dry mouth, nose and throat (cetirizine, loratadine)
 Gastrointestinal** – nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine,
fexofenadine

Obat-obat antagonis histamin H-1 G2 :


a. Cetirizine (Zyrtex)
Cetirizine HCl merupakan antagonis reseptor H-1. Nama kimianya
adalah (±) – [2-[4-[(4-chlorophenyl)phenylmethyl]-1-piperazinyl]
ethoxy]acetic acid. Rumus empirisnya adalah C12 H25 C4 N2 O3. 2HCl
dan Bmnya 461,82. Cetirizine dapat menurunkan jumlah histamin
dengan mengurangi jumlah produksi prostaglandin dan menghambat
migrasi basofil yang diinduksi oleh antigen.

Indikasi : seasonal allergic rhinitis (karena pollen, rumput). Perennial


allergic rhinitis (karena debu, bulu binatang, dan jamur). Chronic
urticaria.
Efek samping : anoreksia, tachycardia, migraine, konstipasi, dehidrasi.

b. Fexofenadine
Fexofenadine HCl (paten: Allegra dan Telfast) adalah suatu obat
antihistamin yang digunakan untuk pengobatan demam dan gejala
alergi yang mirip lainnya. Obat ini merupakan obat alternatif dari
terfenadine yang memiliki kontra indikasi yang serius. Fexofenadine
seperti antagonis H1 generasi 2 dan 3 lainnya, tidak dapat melewati
blood brain barrier dan kurang menyebabkan efek sedative
dibandingkan dengan obat generasi 1. kerja dari obat ini adalah sebagai
antagonis dari reseptor H1.

Indikasi : seasonal allergic rhinitis, chronic idiopathic urticaria.


Efek samping : dizziness, back pain, cough, stomach discomfort, pain
in extremity.
Kontraindikasi : pada pasien dengan hipersensitifitas dengan
fexofenadine dan beberapa aksus lainnya yang jarang terjadi
menyebabkan angiodema, sesak nafas, kemerahan pada kulit dan
anafilaksis.

Terdapat obat-obat generasi dua yang dapat mengakibatkan cardiotoxic


seperti astemizole. Obat astemizole dapat berikatan dengan potassium
(K) channel, yang merupakan reglator potensial membrane sel. Ikatan
ini dapat menyebabkan terganggunya fungsi potassium channel
menyebabkan Long QT Syndrome. Long DT Syndrome merupakan
perpanjangan dari QT interval. Apabila QT interval panjang, secara
otomatis ritme jantung akan menurun, disebut juga dengan
bradycardia. Bradycardia akan menyebabkan kurngnya supply oksigen
dalam tubuh dan juga penyumbatan aliran darah (heart block).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Histamin adalah zat kimia yang terdapat secara alami dalam jaringan
tubuh yang dengan dosis kecil dan memiliki kerja yang nyata dan bergam
pada otot, kapiler darah serta sekresi lambung. (Sue Hinchliff, Kamus
keperawatan edisi 17 , hal. 209).  Reseptor histamin dalam tubuh ada
H1,H2,H3 dan H4. H1 dalam sel-sel otot brankhial , H2 di dalam sel lambung
yang mengsekresikan asam lambung.
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada
reseptor H-1, H-2 dan H-3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen
antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang
sudah terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Biworo, A. 2008. Antiserotonin. http://farmakologi.files.wordpress.com/2008


/05/antiserotonin-2008.ppt [diakses tanggal 7 November 2012]

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Penerbit EGC.

Irawan, H. 2009. Mengenal Obat-obat Anti Alergi. http://heryirawan.blogspot.


com/2009_03_01_archive.html [diakses tanggal 7 November 2012]

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokeran Universitas


Sriwijaya. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi 2. Jakarta.
Penerbit EGC.

Tjay, T. H. & Rahardja, K. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta: PT Elex Media


Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai