Anda di halaman 1dari 16

A.

ETIOLOGI
B. MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi tiga tipe :
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas
3. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (Mansjoer, et al,
2007)

C. PATOFISIOLOGI
nyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga
bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras . Pada beberapa penderita, makan dapat
memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi.

D. PATHWAY

Ulkus lambung, perubahan pola makan, penyakit acid


reflux,obat-obatan inflamatory

Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional

Stres Nikotin & Alkohol

Merangsang saraf simpati Respon mukosa lambung


N. Ke-V (Nervus Vagus)

Vasodilatasi mukosa gaster Eksfeliasi


(Pengelupasan)
↑ Produksi HCL di
Lambung

HCL kontak dengan


mukosa gaster ansietas
Mual

Perubahan pada
status kesehatan
Muntah Nyeri

hipovolemia Nyeri akut Defisit


pengetahuan

Defisit nutrisi

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik
lainnya seperti antara lain pankreasitis kronis, DM. Pada dispepsia biasanya hasil
laboratorium dalam batas normal.
2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi helicobacter
pylori.
3. Endoskopi
a. CLO (Rapid urea test)
b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
F. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan
dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi
dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal
beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasida 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasida akan generalisir
sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH) 3,
Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus menerus, sifatnya hanya
simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu
lebih lama, juga berkhasiat sebagai absorben sehingga bersifat nontoksik, namun
dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2
antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).
Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya
memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan
sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective),
yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas
(SCBA).
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional
dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam
lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).
7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti - depresi dan cemas)
Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang
muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin,
2005).

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

A. Biodata

a. Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama,


pekerjaan, pendidikan, alamat.

b. Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,


pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.
B. Keluhan Utama

Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian samping dada depan
epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan, kembung, rasa kenyang

C. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stress psikologis, riwayat minum-
minuman beralkohol

D. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit saluran
pencernaan

E. Pola aktivitas

Pola makan yaitu kebiasaan maakn yang tidak teratur, makan makanan yang
merangsang selaput mukosa lambung, berat badan sebelum dan sesudah sakit.

F. Aspek Psikososial

Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya masalah


interpersonalyang bisa menyebabkan stress

G. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene
1. Data sistemik
a. Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan,
pengecap/penghidu, peraba, dan lain-lain
b. Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata, alis,
kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon cahaya,
danlain-lain.
c. Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas,
dan lain-lain.
d. Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung,
kekuatan, pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.
e. Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi
tempat, orientasi orang, dan lain-lain.
f. Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir,
mual dan tenggorokan, kemampuan mengunyah, kemampuan menelan,
perut, kolon dan rektum, rectal toucher, dan lain-lain.
g. Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan dan cara jalan,
kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot kaki,
akral, fraktur, dan lain-lain.
h. Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, dan
lain-lain.
i. Sistem reproduksi: infertil, masalah menstruasi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung
b. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak
setelah makan atau anoreksia.
c. hipovolemia berhubungan dengan adanya mual, muntah
d. ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
3. Rencana Keperawatan
Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan
No Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut epigastrik SLKI: SIKI :
berhubungan dengan iritasi
   Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
pada mukosa lambung
Penyebab : keperawatan selama 3 x 24 Observasi
1. Agen pencedra fisiologis
jam diharapkan nyeri pada 1) Identifikasi lokasi,
(mis. Inflamasi iskemia,
pasien berkurang dengan karakteristik, durasi,
neoplasma)
kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas
2. Agenpencedera kimiawi (mis.
Terbakar, bahan kimia iritan)
Tingkat Nyeri nyeri

3. Agen pencedera fisik (mis. 1. Nyeri berkurang dengan 2) Identifikasi skala nyeri
Abses, amputasi, prosedur skala 2 3) Identifikasi respon nyeri
operasi, taruma, dll) 2. Pasien tidak mengeluh nonverbal
nyeri 4) Identifikasi factor yang
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : mengeluh nyeri 3. Pasien tampak tenang memperingan dan
Objektif 4. Pasien dapat tidur dengan memperberat nyeri
1) Tampak meringis
tenang 5) Identifikasi pengetahuan dan
2) Bersikap proaktif (mis.
5. Frekuensi nadi dalam keyakinan tentang nyeri
waspada, posisi menghindari
batas normal (60-100 6) Identifikasi budaya terhadap
nyeri)
3) Gelisah x/menit) respon nyeri
4) Frekuensi nadi meningkat 6. Tekanan darah dalam 7) Identifikasi pengaruh nyeri
5) Sulit tidur batas normal (90/60 terhadap kualitas hidup
Gejala dan tanda minor mmHg – 120/80 mmHg) pasien
Subjektif : -
7. RR dalam batas normal 8) Monitor efek samping
Objektif
1) Tekanan darah meningkat (16-20 x/menit) penggunaan analgetik
2) Pola nafas berubah Kontrol Nyeri 9) Monitor keberhasilan terapi
3) Nafsu makan berubah 1. Melaporkan bahwa nyeri komplementer yang sudah
4) Proses berpikir terganggu
berkurang dengan diberikan
5) Menarik diri
menggunakan manajemen
6) Berfokus pada diri sendiri nyeri Terapeutik
7) diaforesisi 2. Mampu mengenali nyeri 1) Fasilitasi istirahat tidur
(skala, intensitas, 2) Kontrol lingkungan yang
frekuensi dan tanda nyeri) memperberat nyeri ( missal:
Status Kenyamanan suhu ruangan, pencahayaan
1. Menyatakan rasa nyaman dan kebisingan).
setelah nyeri berkurang 3) Beri teknik non farmakologis
untuk meredakan nyeri
(aromaterapi, terapi pijat,
hypnosis, biofeedback, teknik
imajinasi terbimbimbing,
teknik tarik napas dalam dan
kompres hangat/ dingin)
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
4) Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Defisit nutrisi kurang dari SLKI SIKI
kebutuhan berhubungan keperawatan 3x24 jam MANAJEMEN NUTRISI
dengan rasa tidak enak diharapkan status nutrisi Observasi:
setelah makan atau anoreksia. membaik dengan Kriteria 1. Identifikasi status nutrisi
Hasil : 2. Identifikasi alergi dan
PENYEBAB
1. Porsi makan yang intoleransi makanan
1) Ketidakmampuan dihabiskan meningkat 3. Identifikasi makanan yang
menelan makanan 2. mual muntah berkurang disukai
2) Ketidakmampuan 3. Frekuensi makan membaik 4. Identifikasi kebutuhan kalori
mencerna makanan 4. Nafsu makan membaik dan jenis nutrient
3) Ketidakmampuan 5. Identifikasi perlunya
mengabsorbsi nutrien penggunaan selang
4) Peningkatan kebutuhan nasogastrik
metabolisme 6. Monitor asupan makanan
5) Faktor ekonomi (mis. 7. Monitor berat badan
finansial tidak 8. Monitor hasil pemeriksaan
mencukupi) laboratorium
6) Faktor psikologis (mis. Terapeutik
stres, keengganan untuk 1. Lakukan oral hygiene
makan) sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
PROMOSI BERAT BADAN
Observasi:
1. Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
2. Monitor adanya mual dan
muntah
3. Monitor jumlah kalorimyang
dikomsumsi sehari-hari
4. Monitor berat badan
5. Monitor albumin, limfosit, dan
elektrolit serum
Terapeutik
1. Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu
2. Sediakan makan yang tepat
sesuai kondisi pasien( mis.
Makanan dengan tekstur
halus, makanan yang
diblander, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau
Gastrostomi, total perenteral
nutritition sesui indikasi)
3. Hidangkan makan secara
menarik
4. Berikan suplemen, jika perlu
5. Berikan pujian pada pasien
atau keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
1. Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namuntetap
terjangkau
2. Jelaskan peningkatan asupan
kalori yang dibutuhkan

3. Hipovolemia berhubungan SLKI Manajemen hypovolemia


dengan adanya mual, Setelah diberikan intervensi
muntah selama 3x24 jam maka status Observasi
Penyebab : cairan membaik, dengan 1) Periksa tanda dan gejala
1) Kehilangan cairan aktif kriteria hasil : hypovolemia (mis. Frekuensi
2) Kegagalan mekanisme 1) Kekuatan nadi nadi meningkat, nadi terba
regulasi meningkat lemah, tekanan darah
3) Peningkatan 2) Turgor kulit meningkat menurun, tekanan nadi
permiabelitas kapiler 3) Ortopnea menurun menyempit, turgor kulit
4) Kekurangan intake 4) Dyspnea menurun menurun, membrane mukosa
cairan 5) Frekuensi nadi kering, volume urin
5) Evaporasi membaik menurun, hematocrit
Gejala dan tanda 6) Tekanan darah meningkat, haus, lemah)
Mayor membaik 2) Monitor intake dan output
Subjektif (tidak tersedia) 7) Tekanan nadi membaik cairan
Objektif 8) Membrane mukosa Terapeutik
1) Frekuensi nadi membaik 1) Hitung kebutuhan cairan
meningkat 9) Kadar hb membaik 2) Berikan posisi mified
2) Nadi teraba lemah 10) Kadar ht membaik tredelenburg
3) Tekanan darah menurun 11) Intake cairan membaik 3) Berikan asupan cairan oral
4) Tekanan darah Edukasi
menyempit 1) Anjurkan memperbanyak
5) Turgor kulit menurun asupan cairan oral
6) Membrane mukosa 2) Anjurkan menghindari
kering perubahan posisi mendadak
7) Volume urin menurun Kolaborasi
 Hematocrit meningkat 1) Kolaborasi pemberian
Minor cairan IV isotonis (mis.
Subjektif NaCl, RL)
1) Merasa lemah 2) Kolaborasi pemberiancairan
IV hipotonis (mis. Glukosa
2) Mengeluh haus 2,5%, NaCl 0,4%)
Objektif 3) Kolaborasi pemberian
1) Pengisian vena cairan koloid (mis.
menurun Albumin, plasmanate
2) Status mental berubah 4) Kolaborasi pemberian
3) Suhu tubuh meningkat produk darah
4) Konsentrasi urine Manajemen syok hypovolemia
meningkat Observasi
5) Berat badan turun tiba- 1) Monitor status
tiba kardiopulmogonal (frekuensi
Kondisi klinis terkait dan kekuatan nadi, frekuensi
1) Penyakit adison nafas, TD, MAP)
2) Trauma (pendarahan) 2) Monitor status oksigenasi
3) Luka bakar (oksimetri nadi, AGD)
4) AIDS 3) Monitor status cairan
5) Penyakit crohn (masukan dan haluaran,
6) Muntah turgor kulit, CRT)
7) Diare 4) Periksa tingkat kesadarajndan
8) Colitis ulseratif respon pupil
9) Hipoalbuminemia 5) Periksa seluruh permukaan
tubuh terhadap adanya DOTS
(deformity/ deformitas, open
wound/luka terbuka,
tenderness/nyeri tekan,
swelling/bengkak
Terapeutik
1) Pertahankan jalan nafas
paten
2) Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
3) Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika perlu
4) Lakukan penekanan
langsung (direct pressure)
pada perdarahan eksternal
5) Berikan posisi syok
(modified tredelenberg)
6) Pasang jalur IV berukuran
besar (mis. 14 atau 16)
7) Pasang kateter urine untuk
menilai produksi urine
8) Pasang selang nasogastric
untuk dekompresi lambung
9) Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap
dan elektrolit
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 1-2 L pada
dewasa
1) Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 20
mL/kgBB pada anak
4. Ansietas berhubungan SLKI Reduksi ansietas
dengan status kesehatannya Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda ansietas
keperawatan selama 3x24 jam 2. Ciptakan suasana terapeutik
diharapakan kecemasan untuk menumbuhkan
menurun atau pasien dapat kepercayaan
tenang dengan kriteria : 3. Pahami situasi yang membuat
Tingkat ansietas ansietas
1. Menyingkirkan tanda 4. Diskusikan perencanaan
kecemasaan. realistis tentang peristiwa yang
2. Tidak terdapat perilaku akan datang
gelisah 5. Anjurkan mengungkapkan
3. Frekuensi napas menurun perasaan dan persepsi
4. Frekuensi nadi menurun 6. Anjurkan keluarga untuk selalu
5. Menurunkan stimulasi disamping dan mendukung
lingkungan ketika cemas. pasien
6. Menggunakan teknik 7. Latih teknik relaksasi
relaksasi untuk
menurunkan cemas.
7. Konsentrasi membaik
8. Pola tidur membaik
Dukungan sosial
1. Bantuan yang ditawarkan
oleh oranglain meningkat

1. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana/intervensi
keperawatan oleh perawat terhadap pasien.

2. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC
Doengoes. E. M, et al.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Hadi, S.1995. Gastroenterologi Edisi 4. Bandung: Alumni

Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi
2015 – 2017 Edisi 10. EGC : Jakarta

Manjoer, A, et al.2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: Medik

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W.1999.

Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius

Price & Wilson.1994. Patofisiologi, Edisi 4, Jakarta: EGC

Suryono Slamet, et al.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta: FKUI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai