Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH EKOLOGI PERAIRAN

“HUBUNGAN FAKTOR KIMIA PERAIRAN TERHADAP


PERTUMBUHAN CORAL REEFS”

Dosen Pengampu : Dr. Ir. Eddiwan, M.Sc

Oleh :

Kelompok 1

Ketua : Randy Prayogi (2104134842)


Anggota : 1. Annisa Heryana (2104111584)
2. Ikhwan Fauzan (2104126063)
3. Natasya Debora Christiani Maatitawaer (2104126419)
4. Yusni Wardana (2104110918)

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaan-Nya
penulis mampu menyelesaikan penulisan laporan ringkasan jurnal dengan judul
“Hubungan Faktor Kimia Perairan Terhadap Coral Reefs”
Laporan ini penulis susun untuk memenuhi syarat pada mata kuliah Ekologi
Perairan dan penulis harap laporan ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis pribadi
maupun para peserta didik lainnya.
Dalam menyusun laporan ini pula, penulis berusaha sebaik mungkin untuk
mendapatkan sumber – sumber dan informasi yang terpercaya. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberi dukungan sehingga penulisan
laporan ini dapat terlaksana dengan baik.
Kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan laporan ini.

Pekanbaru, September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Isi

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Tujuan ........................................................................................................ 2

BAB II ISI

2.1 Pengertian Terumbu Karang ........................................................................ 3

2.2 Faktor Kimia yang Mempengaruhi Pertumbuhan Coral Reef ....................... 4

2.2.1 Dissolved Oxygen (DO) ..................................................................... 4

2.2.2 pH ..................................................................................................... 5

2.2.3 Kimia Karbonat ................................................................................. 6

2.2.4 Karbon Dioksida (CO2) ..................................................................... 7

2.2.5 Salinitas ............................................................................................. 8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 10

3.2 Saran ........................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang
membentang dari (95o – 141o) Bujur Timur, dan 6o Lintang Utara sampai10° Lintang
Selatan. Mempunyai sekitar 17.000 pulau besar dan kecil dengan garis pantai
sepanjang kurang lebih 80,791 km (Suharsono, 1998). Sumberdaya perairan pantai
yang dimiliki Indonesia merupakan yang terkaya dibandingkan dengan negara-negara
Asia Tenggara lainnya. Di perkirakan luas terumbu karang yang ada di perairan
Indonesia lebih dari 60.000 km2 , yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat
sampai ke perairan Kawasan Timur Indonesia (Coremap, 2008; Moosa dan Suharsono,
1997). Menurut Yarman (1997) dari 700 jenis karang yang terdapat di dunia, 400 jenis
di antaranya terdapat di perairan Indonesia. Dari jumlah jenis tersebut di atas beberapa
jenis di antaranya sudah termasuk kategori langka (endangered species). Terumbu
karangtermasuk dalam sumberdaya ikan yang mempunyai sifat dapat pulih kembali
(renewable) namun kemampuan untuk pulih kembali sangat terbatas. Di segi lain
sumberdaya terumbu karang sebagai salah satu sumberdaya yang bersifat open access
atau milik umum (common properties) yang dalam pemanfaatannya orang cenderung
berlomba - lomba untuk mengambil sebanyak - banyaknya, tanpa berpedoman pada
kaidah - kaidah pelestarian sumberdaya alam (Dahuri, 2004).
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem dengan keberagaman,
kompleksitas, dan produktivitas tinggi di muka bumi yang menjadi tempat
pembenihan, pembesaran, dan tempat mencari makan bagi biota laut lainya. Kondisi
karang di Indonesia pada tahun 2015 hanya memiliki 5% dengan kondisi sangat baik,
27,01% kondisi baik, 37,97% kondisi sedang, dan 30,02% dalam kondisi buruk.
Kerusakan ekosistem karang ini disebabkan oleh adanya perubahan kondisi
oseanografi baik secara alamiah ataupun antropogenik. Perubahan kualitas perairan
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi terumbu
karang. Pencemaran yang berasal dari daratan secara tidak langsung akan mengubah
kualitas perairan sehingga dapat merusak terumbu karang (Wibawa dan Luthfi, 2017).
Terumbu karang yang ada di perairan, pertumbuhannya sering kali disebabkan
oleh faktor lingkungan sekitar, terutama faktor kimia yang terdapat di perairan
tersebut. Terdapat beberapa faktor kimia yang menyebabkan pertumbuhan terumbu
karang menjadi lebih cepat, yaitu faktor suhu atau temperatur, salinitas, pH, DO
(Dissolved Oxygen), intensitas cahaya, nitrat dan fosfat. Selain faktor kimia yang
menyebabkan pertumbuhan terumbu karang, terdapat juga beberapa faktor kimia
ui88yang menjadi penghambat pertumbuhannya, antara lain pengasaman air laut yang
menyebabkan pemutihan dan kerugian pada produktivitas terumbu karang,
pencemaran air dari darat yang menyebabkan polusi perairan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah : Apa saja hubungan faktor kimia perairan terhadap
pertumbuhan Coral Reefs?.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mendapat informasi mengenai
hubungan faktor kimia perairan terhadap pertumbuhan Coral Reef agar menghasilkan
organisme yang baik dan berkualitas.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Terumbu Karang
Binatang karang adalah pembentuk utama ekosistem terumbu karang.
Binatang karang yang berukuran sangat kecil, disebut polip, yang dalam jumlah
ribuan membentuk koloni yang dikenal sebagai karang (karang batu atau karang
lunak). Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah
koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur
sebagai pembentuk utama terumbu, sedangkan Terumbu adalah batuan sedimen
kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel
pada batuan kapur tersebut.

Terumbu karang (Coral Reefs) adalah sekumpulan hewan karang yang


bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut dengan zooxanthellae.
Terumbu karang (Coral Reefs) termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas
Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua
subkelas yakni Hexacorallia “atau Zoantharia” dan Octocorallia, yang keduanya
dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi.

Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga.
Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang
dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang
sebagian besar dihasilkan koral. Di dalam terumbu karang, koral adalah insinyur
ekosistemnya. Sebagai hewan yang menghasilkan kapur untuk kerangka
tubuhnya,karang merupakan komponen yang terpenting dari ekosistem tersebut.
Jadi Terumbu karang (Coral Reefs) merupakan ekosistem
laut tropis yang terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22
0C), memiliki kadar CaCO3 (kalsium karbonat) tinggi, dan komunitasnya
didominasi berbagai jenis hewan karang keras (Guilcher, 1988).

Terumbu karang (Coral Reefs)merupakan organisme yang hidup di dasar


laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu adalah endapan-endapan masif
yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum
cnidaria, kelas anthozoa, ordo madreporia= scleractinia) dengan sedikit tambahan
dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium
karbonat, yang mana termasuk hermatypic coral atau jenis-jenis karang yang
mampu membuat kerangka bangunan atau kerangka karang dari kalsiumkarbonat
(Nybakken 1992).

2.2 Faktor Kimia Yang Memengaruhi Pertumbuhan Coral Reef

Dalam pertumbuhan suatu organisme, terutama dalam bahasan ini adalah


Coral Reefs biasanya tergantung oleh alam sekitar terutama parameter kualitas air.
Pengukuran parameter kualitas air dibagi berdasarkan 3 parameter yaitu,
parameter fisika, parameter kimia, dan parameter biologi. Faktor-faktor tersebut
dianggap mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Coral Reefs. Faktor
kimia yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan Coral
Reefs, diantaranya sebagai berikut;
2.2.1 Dissolved Oxygen (DO)
Dissolved Oxygen (DO) atau pelarutan oksigen memiliki peran dalam
pertumbuhan terumbu karang, Dissolved Oxygen merupakan jumlah kadar
oksigen yang terlarut dalam perairan yang kelimpahannya sangat
dipengaruhi oleh suhu, turbulensi, dan tekanan atmosfer. Air yang polusi
organik sangat tinggi memiliki sedikit oksigen terlarut. Kandungan oksigen
dipengaruhi oleh aktivitas metabolisme partikel karbon dalam reaksi kimia
dalam proses fotosintesis.
Raymonth (1963) menyatakan bahwa kecepatan masuknya oksigen
dari udara tergantung pada beberapa faktor antaralain kejenuhan air, suhu,
salinitas, serta pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang, dan
pasang surut.

Menurut Sutarna (1986) kelarutan oksigen pada badan air tergantung


pada seberapa besar proses pengadukan air permukaan, pakibat proses fisik
air laut seperti tiupan angin, keadaan arus, ombak, dan gelombang. Karang
dapat tumbuh pada kondisi DO dengan kadar di atas 3,5 ppm (mg/L).Jumlah
ion hidrogen dalam suatu larutan merupakan suatu tolok ukur keasaman.
Lebih banyak ion H+ berarti lebih asam suatu larutan dan lebih sedikit ion
H+ berarti lebih basa larutan tersebut, larutan yang bersifat basa banyak
mengandung ion OH- dan sedikit ion H+. Atkinson et al. (1995)
mengungkapkan bahwa terjadi pertumbuhan karang yang baik pada pH
yang rendah (7,6–8,3) dan nutrien yang tinggi.
2.2.2 pH

Variasi nilai derajat keasaman (pH) air laut dapat dijadikan sebagai
salah satu identifikasi kualitas air laut. Pada kisaran nilai pH tertentu dapat
diindikasikan terjadinya suatu perubahan dalam kualitas perairan. Menurut
Salm (1984), pH di suatu perairan yang normal berkisar antara 8,0-8,3. Nilai
pH dalam suatu perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya curah
hujan dan pengaruh dari daratan maupun proses oksidasi yang dapat
mengakibatkan rendahnya nilai pH (Edward dan Tarigan, 2003).
Penurunan pH (peningkatan keasaman) dapat mempengaruhi organisme
dengan cara yang melampaui kalsifikasi menurun atau kinerja metabolisme,
termasuk:
 Interaksi antar spesies selama tahap kehidupan yang berbeda
 Menggeser tekanan kompetitif (mis., Karang yang kalah bersaing)
 Perubahan dalam predasi, yang akan ikut berperan saat komunitas
merespons pengasaman
 Perubahan perilaku larva ikan (karena gangguan fungsi sensorik
pada ikan larva) dan mengurangi keberhasilan perekrutan

Pengasaman laut mengancam fungsi terumbu karang di seluruh dunia.


Pengasaman laut mengurangi saturasi ion karbonat, membuatnya lebih sulit
bagi organisme laut untuk menghasilkan CaCO3 bahwa mereka perlu
membentuk kerangka dan kerangka kerja mereka. Salah satu efek paling
penting dari peningkatan keasaman laut berkaitan dengan produksi kerang,
kerangka, dan pelat dari kalsium karbonat, suatu proses yang dikenal sebagai
kalsifikasi. Pengasaman menggeser kesetimbangan kimia karbonat dalam air
laut, mengurangi pH dan konsentrasi ion karbonat yang tersedia untuk karang
dan pengukur laut lainnya untuk digunakan untuk membangun kerangka
mereka. Ini mengurangi laju dan jumlah kalsifikasi di antara banyak
organisme laut yang membangun kerangka dan cangkang eksternal, mulai
dari plankton hingga kerang hingga karang pembentuk terumbu. Kondisi
yang semakin diasamkan akibat perubahan kimia karbonat air laut
diperkirakan akan mendorong penurunan kalsifikasi oleh organisme seperti
karang yang dapat mengakibatkan banyak terumbu yang berpotensi bergeser
ke pembubaran jaring alih-alih pengapuran jarring pada masa depan. Efek
dari perubahan kimia karbonat air laut pada organisme kalsifikasi cenderung
bervariasi antar taksa. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mekanisme
fisiologis pembentukan cangkang, tempat pengapuran, serta komposisi
mineralogi dan struktur kristal.Kimia karbonat lautan terus berkembang dari
waktu ke waktu geologis di respon terhadap perubahan reservoir karbon
lainnya. Karena permukaan laut berada dalam kesetimbangan termodinamika
dekat dengan atmosfer, kimia karbonat air laut dari lapisan campuran lautan
berubah dengan cepat di respon terhadap peningkatan CO.

Lingkungan fisik seperti salinitas, suhu, dan cahaya merupakan faktor


utama yang berkontribusi terhadap kelangsungan hidup, Perubahan suhu dan
salinitas mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan fotosintesis
terhadap terumbu karang. karang yang jika terpapar perubahan salinitas
menunjukkan daya tahan yang lebih tinggi daripada karang yang terpapar
perubahan suhu. Terumbu karang dapat terjadi di mana penguapan tinggi dan
curah hujan rendah dan masukan air tawar menghasilkan salinitas normal jauh
lebih tinggi daripada rata-rata dunia.tingkat pertumbuhan karangmenurun jika
salinitas berubah ± 2 psu dari tingkat normal. Dalam terumbu karang
hubungan simbiosis dengan zooxanthellae memberikan ukuran yang nyaman
dari tingkat beberapa tekanan lingkungan, termasuk salinitas. Salinitas
meningkat atau menurun dalam toleransi mematikan dapat menghasilkan
perubahan subletal dalam metabolisme terumbu karang.

2.2.3 Kimia Karbonat


Laut telah menyerap sekitar 50% karbon dioksida antropogenik (CO2)
yang telah dilepaskan ke atmosfer dari pembakaran bahan bakar fosil dan
produksi semen sejak awal revolusi industri [ Sabine et al. , 2004 ]. Hal ini
menyebabkan penurunan pH laut sebesar 0,1 unit, setara dengan 30%
peningkatan konsentrasi ion hidrogen ([H+]). pH permukaan laut
diperkirakan akan menurun lebih lanjut 0,3-0,5 unit abad ini [ Caldeira dan
Wickett , 2003 , 2005 ; McNeil dan Matear , 2007 ].
Secara lokal, kimia karbonat sebagian dikendalikan oleh proses
metabolisme yang terjadi pada benthos seperti kalsifikasi, pelarutan CaCO3,
produksi primer, dan respirasi ( Anthony et al., 2011 ; Kleypas et al., 2011 ).
Pada penelitian selanjutnya, menyatakan bahwa perubahan kimia karbonat
meningkat pada saat air surut ketika perairan datar terumbu diisolasi dari air
laut terbuka. Kenaikan [H+] menyebabkan penurunan konsentrasi ion
karbonat ([CO 3 2−]) dan dalam keadaan jenuh kalsium karbonat (CaCO 3 ),
yang dapat mengurangi kemampuan pengapur laut untuk menghasilkan
CaCO 3 [ Orr et al. , 2005 ]. sehingga perubahan kimia karbonat diperkuat
pada saat surut dan diencerkan pada saat pasang, di mana kondisi kimia
pasang tinggi sebagian besar mirip dengan air lepas pantai.

Pada penelitian laboratorium sebelumnya telah menunjukkan bahwa


kalsifikasi karang berkurang ketika karang terkena konsentrasi nutrisi yang
diperkaya di atas tingkat yang ditemukan secara alami di perairan
tropis/subtropis oligotrofik [ Ferrier - Pagès et al. , 2000 ; Marubini dan
Davies , 1996 ; Stambler dkk. , 1991 ]. Hal ini diyakini terjadi karena
pengayaan nutrisi menyebabkan peningkatan konsentrasi zooxanthellae, yang
pada gilirannya menyebabkan penurunan ketersediaan DIC untuk kalsifikasi
[ Langdon dan Atkinson , 2005 ; Stambler dkk. , 1991 di ]. Penelitian
selanjutnya mengatakan bahwa terdapatnya kandungan nitrat yang ada pada
rangka karang secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan terumbu
karang, dikarenakan pasokan nitrat yaitu nutrient utama yang digunakan
untuk berfotosintesis oleh zooxanthellae tetap tersedia.

2.2.4 CO2
Karbon Dioksida adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan Coral Reefs. Kadar karbon dioksida yang terdapat di perairan,
jika meningkat akan mempengaruhi perilaku dan meningkatkan aktivitas pada
Coral Reefs. Dalam peningkatan CO2 terdapat lateralisasi perilaku yaitu
ekspresi asimetri fungsional otak yang mempengaruhi otak Coral Reefs.
Konsentrasi karbon dioksida adalah 880 matm terhadap perilaku lateralisasi
Coral Reefs. Peningkatan CO2 ini memberikan efek agar ikan kontrol
individu berbelok ke kiri atautepat dengan frekuensi yang lebih besar dari
yang diharapkan oleh peluang. Lateralisasi meningkatkan kinerja dalam
sejumlah tugas kognitif dan perilaku anti-predator, namun ada kemungkinan
bahwa hilangnya lateralisasi dapat meningkatkan kerentanan larva ikan
hingga pemangsaan di masa akan datang laut dengan karbon dioksida (CO 2).
Konsentrasi karbon dioksida yang ada di atmosfer tetap di bawah 300
ppm pada masa 850.000 tahun yang lalu, kemudian diperkirakan akan
meningkat sebesar 500 ppm di tahun 2050 bahkan mendekati 1000 ppm pada
tahun 2100 jika aktivitas antropogenik emisi CO2 yang ada di bumi tidak
dikurangi secara drastis. Konsentrasi CO2 yang berada di perairan dangkal
sama halnya dengan peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer. Studi
menunjukkan bahwa, kadar CO2 akan meningkat di masa yang akan datang
dan memiliki pengaruh yang kuat dalam perkembangan mediasi penciuman
dan perkembangan otak Coral Reefs, menyebabkan terjadinya mereka tertarik
atau tidak responsif terhadap isyarat kimia yang biasanya mereka hindari.
Pada umur remaja yang terkena peningkatan CO2 akan menunjukkan
perubahan perilaku seperti, tingkat aktivitas yang lebih tinggi dan
peningkatan keberanian, dengan konsekuensi untuk kelangsungan hidup di
perairan. Peningkatan CO2 ini memiliki efek meningkatkan kinerja otak dan
kinerja kognitif Coral Reefs. Dalam hal peningkatan kinerja otak, dibuktikan
dengan kecenderungan memilih sisi kiri maupun kanan selama aktivitas
perilaku yang telah memberikan keuntungan dalam berbagai taksa hewan,
maupun makhluk hidup lainnya.
Kinerja tinggi ini dikaitkan dengan pemrosesan paralel yang lebih
efisien, terkemuka untuk efesiensi yang lebih besar dari kontrol saraf dan
lebih baik dari kinerja kognitif Coral Reefs yang mengalami lateralisasi
ketika berususan dengan banyak kinerja. Lateralisasi memiliki peran
mewakili pertukaran antara tinggi kinerja dalam tugas dan kemampuan untuk
berinteraksi dengan lingkungan sama baiknya terlepas dari proses stimulus.
Gangguan yang terjadi pada lateralisasi perilaku Coral Reefs yang diobati
dengan CO2 menjadi bukti bahwa peningkatan paparan kadar CO2 yang ada di
perairan menyebabkan disfungsi otak pada Coral Reefs dan akan
menyebabkan gangguan dalam kinerjanya. Tingkat CO2 di laut dangkal
diprediksi akan mengalami peningkatan pada akhir abad ini.

2.2.5 Salinitas

Salinitas penting untuk osmoregulasi dan proses fisiologis


lainnya yang diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme terumbu.
Terumbu karang dan terumbu karang dapat menghadapi berbagai
salinitas. Pertumbuhan karang besar dan perkembangan terumbu karang
terjadi di semua wilayah ini, yang terdiri dari kisaran penuh salinitas
permukaan untuk tiga samudra utama. Terumbu karang dapat terjadi di
mana penguapan tinggi dan curah hujan rendah dan masukan air tawar
menghasilkan salinitas normal jauh lebih tinggi daripada rata-rata dunia.
Pada tahun 1968, rekolonisasi pertama terumbu karang telah terjadi,
tetapi zoanthids menempati sebagian besar permukaan terbuka di tepi dan
dataran terumbu. Dalam terumbu karang hubungan simbiosis dengan
zooxanthellae memberikan ukuran yang nyaman dari tingkat beberapa
tekanan lingkungan, termasuk salinitas. Salinitas meningkat atau menurun
dalam toleransi mematikan dapat menghasilkan perubahan subletal dalam
metabolisme terumbu karang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terumbu karang adalah ekosistem laut tropis. Berbagai hewan dan
tumbuhan hidup di terumbu karang. Pertumbuhan karang tergantung pada
kondisi lingkungannya, yang pada dasarnya tidak selalu tetap karena adanya
gangguan yang berasal dari alam atau campur tangan manusia. pertumbuhan
terumbu karang variabilitas temporalnya harus diperhatikan.Tingkat
pertumbuhan karang mendekati tingkat tertinggi jika karang mendapat nutrisi
yang relatif tinggi.

Perubahan suhu dan salinitas mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan


hidup, dan fotosintesis terhadap terumbu karang. Karang yang terpapar
perubahan salinitas menunjukkan daya tahan yang lebih tinggi daripada karang
yang terpapar perubahan suhu. Salinitas meningkat atau menurun dalam
toleransi mematikan dapat menghasilkan perubahan subletal dalam metabolisme
terumbu karang. Selain itu, terdapatnya kandungan nitrat yang ada pada rangka
karang secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang,
dikarenakan pasokan nitrat yaitu nutrient utama yang digunakan untuk
berfotosintesis oleh zooxanthellae tetap tersedia. Kadar karbon dioksida yang
terdapat di perairan, jika meningkat akan mempengaruhi perilaku dan
meningkatkan aktivitas pada Coral Reefs.

3.2 Saran
Tim penyusun mengharapkan kepada kita semua, agar dapat memahami
materi diatas, sehingga dapat menjaga dan memahami faktor yang memengaruhi
pertumbuhan terumbu karang. Tim penyusun juga menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan. Oleh karna itu, untuk memperbaiki makalah tersebut
penulisan meminta kritik dan saran dari para pembaca. Atas perhatiannya yang
baik kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Ammar, Muhammed S. A. Mahmoud, Montaser A. (2006). Effect of Physico-


Chemical Factors and Human Impacts on Coral Distribution at Tobia Kebir
and Sharm El Loly, Red Sea-Egypt.

Anthony, K. R., & Hoegh-Guldberg, O. (2008). Ocean Acidification Causes


Bleaching and Productivity loss in Coral Reef Builders. PNAS , 105, 17442-
17446.
Ariel K. Pezner, T. A. (2021). Lateral, Vertical, and Temporal Variability of
Seawater Carbonate Chemistry at Hog Reef, Bermuda. Front. Mar. Sci.
Atkinson, M. J., & Marubini, F. (1999). Effects of Lowered pH and Elevated
Nitrate on Coral Calcification. Arizona .
Birkeland, C. (ed.) (2001). Life and Death of Coral Reefs. Chapman & Hall, New
York: 198-229.

Birkeland, C. (ed.) (2001). Life and Death of Coral Reefs. Chapman & Hall, New
York: 68-95.

Boaz Lazar, Y. L. (1991). Bioerosion of Coral Reefs-A Chemical Approach.


Limnology and Oceanography , 377-383.
C. A. Lantz, M. J. (2014). Dissolved inorganic carbon and total alkalinity of a
Hawaiian fringing reef: chemical techniques for monitoring the effects of
ocean acidification on coral reefs. 105-115.
Carpenter, R.C. Invertebrate Predators and Grazers. (2001). Dalam:

Chisholm, J. R. (1998). Anomalies in Coral Reef Community Metabolism and


Their Potential Importance in the Reef CO2 Source-Sink Debate.
Population Biology , 95, 6566-6569.
Chris Langdon, T. T. (2000). Effect of calcium carbonate saturation state on the
calcification rate of an experimental coral reef. Global Biogeochemical
cycles , 525-700.
Chris, J. A. (2006). Coral Reefs and Changing Seawater Carbonate Chemistry.
Crow, Gerald L. (1995). Coral Growth in High-Nutrient, low-pH Seawater : a
Case Study of Corals Cultured at The Waikiki Aquarium, Honolulu,
Hawaii.

D’Angelo, Cecillia, Wiedenmann, Jong. (2014). Impacts of Nutrient Enrichment


on Coral Reefs : New Perspectives and Implications for Coastal
Management and Reef Survival.
Domenici, P. (2011). Elevated Carbon Dioxide Affects Behavioural Lateralization
in Coral Reef Fish. Biology Letters , 0591, 78-81.
Fabricius, E. K. (2005). Effect of Terrestrial Runoff on the Ecology of Corals and
Coral Reefs: Review and Synthesis. Marine Pollution Buletin, 50(2), 125-
146.
Fabricius, E. K. (2011). Losers and Winners in Coral Reefs Acclimatized to
Elevated Carbon Dioxide Concentrations. Nature Climate Change, 1(3), 165-
169.
Fichez, Renaud dkk. (2004). A Review of Selected Indicators of Particle,
Nutrient, and Metal Inputs in Coral Reef Lagoon System.

Glynn, P.W. (2001). bioerosion and coral-Reef Growth: A Dinamic Balance.

Gregg, AK dkk. (2013). Biological Oxygen Demand Optode Analysis of Coral


Reef – Associated Microbial Communities Exposed to Algal Exudates.

Guldberg, O. H. (1998). Climate Change, Coral Bleaching and the Future of the
World's Coral Reef. Marine and Freshwater Research, 50(8), 839-866.
Hoegh, G. O. (2007). Coral Reefs Under Rapid Climate Change and Ocean
Acidification. Science, 318(5857), 1737-1742.
Hughes, T. (2003). Cliamte Change, Human Impacts, and the Resilience of Coral
Reef. Science, 301(5653), 929-933.
Hughes, T. (2010). Rising to the Challenge of Substaining Coral Reef Resilience.
Trends in Ecology Evolution, 25(11), 633-642.
Hughes, T. (2018). Global Warming Transforms Coral Reef Assemblages.
Nature, 556(7702), 492-496.
Lee, L. J. (2015). The Health Study of Seagrass and Coral Reef by Underwater
Hyperspectral Imager. Internasional Geoscience and Remote Sensing
Symphosium, 3521-3523.
Haas, A. F. (2014). Effects of Reduced Dissolved Oxygen Concentrations on
physiology and fluorescene of hermatypic corals and benthic algae. PeerJ ,
15.

Hukubun, Wiwien Gaby dkk. (2016). The Influences of Physical and Chemical
Factors to Coral Reef Ecosystem on Coastal Waters Village Eri, Outer
Ambon Bay.

Impact of ocean acidifation in naturally variable coral reef flat


ecosystems2012journal of Geophysical Resaearch: Oceans 117
Jimenez, Carlos. Cortes, Jorge. (2012). Impact of Upwelling Events On The Sea
Water Carbonate and Dissolved Oxygen Concentration in The Gulf of
Papagayo (Culebra Bay), Costa Rica : Implications for Coral Reefs.

Joan A. Kleypas, R. W.-P. (1999). Geochemical Consequences of Increased


Atmospheric Carbon Dioxide on Coral Reefs. 118-120.
Johannes, R,E dkk. (1983). Laitudinal Limits of Coral Reef Growth.

Kahng, Samuel dkk. (2014). “Dissolved inorganic carbon and total alkalinity of a
Hawaiian fringing reef: Chemical techniques for monitoring the effects of
ocean acidification on coral reefs”

Kleypas, Joan A dkk. (1999). “Geochemical Consequences of Increased


Atmospheric Carbon Dioxide on Coral Reefs” hal 118

Kleypas, Joan A. and Chris. (2006). “Coral Reefs and Changing Seawater
Carbonate Chemistry”.

Limno dkk. (1990). “Bioerosion of coral reefs-A chemical approach” hal 377.

Limnol, Oceanogr. (1979). Effects of Elevated Nitrogen and Phosphorus on Coral


Reef Growth.

Loya, Y. (1991). Bioerosion of Coral Reefs-A Chemical Approach. Limnol


Oceanogr , 377-383.
Marubini, F., & Aceves, H. (2000). Effect of Calcium Carbonate Saturation State
on the Calcification Rate of an Experimental Coral Reef. Global
Biogeochemical Cycles , 14 (No. 2), 639-654.
N, J. A.-P. (1999). Geochemical Consequences of Increased Atmospheric Carbon
Dioxide on Coral Reefs. 118-120.
Òscar Guadayol, N. J. (2014). Patterns in Temporal Variability of Temperature,
Oxygen and pH along an Environmental Gradient in a Coral Reef.
Oxenford, Hazel A and Valle. (2016). ”Transient turbid water mass reduces
temperature-induced coral bleaching and mortality in Barbados”.

Pandolfi, M. J. (2003). Global Trajectories of the Long-Term Decline of Coral


Reef Ecosystems. Science, 301(5635), 955-958.
Pandolfi, M. J. (2011). Projecting Coral Reef Futures Under Global Warming
and Ocean Acidification. Science, 333(6041), 418-422.
Pezner, Ariel K. dkk, (2021) “Lateral, Vertical, and Temporal Variability of
Seawater Carbonate Chemistry at Hog Reef, Bermuda” Vol 8.

PloS, S. U. (2014). Coral Reefs on the Edge? Carbon Chemistry on Inshore Reefs
of the Great Barrier Reef.
Renegar, D. A. (2005). Effect of Nutrient Enrichment and Elevated CO2 Partial
Pressure on Growth Rate of Atlantic scleractinian coral Acropora
cervicornis. Marine Ecology Progress Series , 293, 69-76.
Seveso, D., & Montano, S. (2016). Exploring the Effect of Salinity Changes on
the Levels of Hsp60 in the tropical coral Seriotopora caliendrum. Marine
Environmental Research , 90, 96-103.
Szmant, Alina M. (2002). Nutrient Enrichment on Coral reef : Is It a Major Cause
of Coral reef Decline?.

Thomas Pichler, J. V. (1999). Natural Input of Arsenic into a Coral-Reef


Ecosystem by Hydrothermal Fluids and Its Removal by Fe(III)
Oxyhydroxides. Environ. Sci. Technol , 1373–1378.
Uthicke, sven dkk. (2014). “Coral Reefs on the Edge? Carbon Chemistry on
Inshore Reefs of the Great Barrier Reef”.

Vecsei, A., & Berger, W. H. (2004). Increase of Atmospheric CO2 During


Deglaciation: Contraints on the Coral Reef Hypothesis from Patterns of
Deposition. Global Biogeochemical Cycles , 18, 189-202.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai