Anda di halaman 1dari 9

RISALAH JENAZAH

A. MUQODDIMAH.

Segala puji bagi Alloh yang telah memberikan karunia Nya kepada ummat manusia agar supaya
manusia mensyukurinya.

Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shollallohu
‘Alaihi Wasallam, demikian juga kepada keluarga dan sahabat – sahabatnya serta para
pengikut-pengikutnya yang masih istiqomah dengan ajaran-ajarannya.

Alloh Ta’ala berfirman :

    


   
    
   
    
   

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.
barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia Telah beruntung. kehidupan
dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.

(QS. Ali Imron 3:185)

Wahai saudara yang menyadari akan arti kehidupan. Mati adalah sesuatu yang pasti bagi kita,
tentunya kita menginginkan agar mayat kita diurus dengan benar sesuai dengan ajaran Rosul
Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. Nah….! Kalau kita menginginkan agar mayat kita diurus orang
lain, maka hendaknya kita juga harus bisa mengurus jenazah, bagaimana cara mempersiapkan
pemandian bagi jenazah, memandikannya, mengkafaninya, mensholatkan, sampai kita
menguburkannya.

B. MEMANDIKAN JENAZAH.

Rasulullah Saw bersabda :

“Dari Siti Aisyah Ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda : “Barang siapa yang memandikan
mayat sambil dia menyempurnakan segala amanahnya, tidak mempergunjingkan segala keaiban
yang ada pada diri si mayat itu, dia (yang memandikan) itu bersih dari dosa laksana seorang anak
yang baru dilahirkan oleh ibunya”. (Kemudian) Rasulullah bersabda pula : “Akan lebih utama
yang memandikan itu adalah kerabatnya, kalau dia bias; tetapi kalau dia tidak bias, siapa saja
yang dipandang ahlinya, teliti dan ahli amanah”. ( HR. Ahmad, Nail 4 :27) 1.
Cara memandikan jenazah adalah sebagai berikut :

1. Menyiramkan air pada badan jenazah yang sebelah kanan, dilanjutkan ke anggota badan
yang biasa dibasuh ketika wudlu, seperti wajah, tangan, kepala, telinga, telapak kaki, tetapi
tiak berarti mayat itu diwudlui, sebab ia dia sudah terlepas dari kewajiban shalat.
Kemudian basuhlah seluruh badannya.

Rasulullah Saw bersabda :

“Dari Ummu “Athiyah, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda : “Memandikan mayat itu
mulailah dari sebelah kanan dan anggota-anggota wudlu” (HR. al-Bukhori, at-Tirmidzi :
990, dan Ibnu Majah : 1459)2

2. Memandikan jenazah itu hendaknya dengan rata, tiga kali, lima kali atau berapa kali saja
kalau dipandang masih belum bersih. Airnya dicampur dengan daun bidara atau semacam
sabun, atau memakai kapur agar tidak licin. Setelah itu gunakan kapur barus yang
dicampur dengan sedikit air dan dioleskan (dibalurkan) sampai rata ke seluruh badannya.
Dan setelah itu dilanjutkan dengan mengkafaninya.

Rasulullah Saw bersabda :

“Dari Ummu ‘Athiyah Ra, dia berkata : Rasulullah Saw pernah masuk kepada kami,
yaitu ketika putrinya (Ummu ‘Athiyah) meninggal dunia, Rasulullah Saw bersabda :
“Mandikanlah tiga kali, atau lima kali, atau lebih dari itu kalu sekiranya perlu, yaitu
dengan air dan daun bidara (semacam sabun), dan yang terakhir memakai kafur, atau
yang sebanding dengan itu. Jika telah selesai beritahukanlah saya ! Setelah
selesaidimandikan, kami memberitahukan belaiau Saw, kemudian beliau Saw
memberikan sarungnya, sambil berkata : Nah…, bungkuslah mayat ini dengan sarung
ini!” (HR. al-Bukhori 1 : 218, Muslim : 467, at-Tirmidzi : 99)3.

Imam malik berkata : “Dalam memandikan mayat, menurut pendapat saya tidak ada batas
ketentuannya, demikian pula tidak ada ketentuan yang tertentu, tetapi pokoknya, badan
mayat itu dibersihkan dengan sebaik-baiknya sampai bersih”. (HR. Tirmidzi).

3. Dalam memandikan jenazah hendaklah aurat si mayat tetap tertutup, jadi tutuplah tubuh si
mayat dengan kain, kemudian siramkan air di atas kain tersebut dan gosoklah tubuh si
mayat dengan kedua tangan tetap di atas kain tersebut.

Rasulullah Saw bersabda :

“Dari Ali Ra, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “Janganlah kalian


memperlihatkan pahamu, juga jangan melihat paha yang hidup atau paha mayat”. (HR.
abu Daud : 3139)4.

Para sahabat ketika memandikan jenazah Rasulullah Saw, mayat beliau Saw masih
memakai qamis, dan beliau dimandikan dengan qamis sebagai penutup aurat beliau Saw,
sedang para sahabat menyiramkan air dan menggosok-gosok tubuh beliau di atas qamis
tersebut5

4. Jika si mayat adalah perempuan hamil, maka cara memandikannya adalah sebagai berikut :
siramlah mayat tersebut dengan air, dahulukan anggota wudlu, dimulai dari sebelah kanan,
setelah itu mulailah dengan mengusap-usap bagian perutnya tanpa digoyang-goyangkan.

Rasulullah Saw bersabda :

“Ummu Sulaim berkata, Rasulullah Saw bersabda : “Jika seorang perempuan meninggal
dunia, kalau mereka hendak memandikannya, dahulukanlah perutnya, kemudian usaplah
dengan perlahan-lahan, jika jenazah itu tidak hamil, tetapi jika ia hamil, maka janganlah
digoyang-goyangkan.” (al-Kholal).6

Setelah selesai dimandikan jangan lupa, rambutnya diuntai tiga (taucang) kemudian di
luruskan (dirumbai) ke belakang (tidak digulung). Sebagaimana yang telah dilakukan
oleh Ummu ‘Athiyah, dia berkata : “Kami menyisir rambut mayat wanita itu dengan tiga
untaian rambut (taucang tiga).” (HR. Abu Daud : 3142, Ibnu Majah : 1455)7; “Kami
menguntai rambutnya dengan tiga untaian kemudian diluruskan (dirumbai) kebelakang
(tidak digulung). (HR. Muttafaqun Alaih) 8.

5. Jika si mayat adalah bayi yang sudah berumur 120 hari (dalam kandungan), maka cara
memandikannya adalah sebagaimana memandikan mayat orang dewasa.

Imam Syafi’I berkata : “Sesungguhnya hanya yang dimandikan itu (bagi bayi yang
keguguran) yang sudah berumur empat bulan, sebab pada 40 hari yang berikutnya
(sudah) ditulis rizqinya, ajalnya. Sedang kejadian itu hanya terjadi pada yag hidup. (Nail
Authar 4 : 40)9.

6. Jika mayat tersebut meninggal di medan juang sabilillah (syahid), maka tidak dimandikan,
akan tetapi langusung dikubur beserta darah-darahnya dan kain pakainnya sebagai
kafannya. Hanya saja benda-benda seperti baju besi, ikat pinggang, atau pakaian yang
biasa dipakai ketika perang seperti topi baja hendaknya dilepaskan dari tubuh si mayat.

Rasulullah Saw bersabda :

“Dari Ibnu Abbas Ra, dia berkata, Rasulullah Saw telah memerintahkan terhadap orang
yang gugur di medan Uhud, agar dilepaskan darinya besi dan kulit-kulit yang ada pada
mayat itu, dan kemudian dikuburkn beserta darah-darah dan pakaian-pakaian mereka”.
(HR. Abu Daud : 3134, Ibnu Majah : 1515) 10.

Dalam keterangan yang lain dijelaskan agar mereka dikuburkan beserta darah-darah dan
pakaian mereka, tidak dimandikan dan tidak pula dikafani atau dimandikan11.
C. MENGKAFANI JENAZAH

Membungkus/mengkafani mayat hukumnya adalah wajib, adapun bila kain kafan tidak ada
(darurat) apapun dapat digunakan sebagai pengganti kain kafan, seperti rumput dan yang lainnya.

Rasulullah Saw bersabda :

“Dari Khobbab bin Arats, bahwa Mus’ab bin Umair gugur dalam perang Uhud. Dia tidak
meninggalkan apa-apa kecuali sepotong baju. Bila kami membungkus kepalanya, terlihat
kakinya, dan bila kakinya terbungkus, kepalanya terlihat. Kemudian Rasulullah Saw memerintah
kami agar menutupi kepalanya (dengan baju itu) , serta memerintah (kami) menutupi kakinya
dengan rumput hijau yang harum baunya (idkhar)”. (HR. al-Jama’ah kecuali Ibnu Majah)12.

Kain kafan yang digunakan untuk mengkafani mayat hendaknya berwarna putih, Rasulullah Saw
bersabda :

“Dari Ibnu Abbas Ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda : “Pakailah pakaianmu yang
berwarna putih, sebab ia adalah sebaik-baik pakaianmu, dan kafanilah mayatmu dengan kain
itu”. (HR. at-Tirmidzi : 994, an-Nasa’i 4 : 34)13.

Disamping itu pula agar lebih sempurna hendaknya si mayat dibungkus dengan kain kafan yang
paling baik, Rasulullah Saw bersabda :

“Dari Abi Qatadah Ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda : “Jika kamu diserahi mengurus
mayat saudaramu, maka hendaklah memilih kain kafan yang (paling) baik”. (HR. Ibnu Majah :
1487, at-Tirmidzi : 995)14.

Tidak pula ada masalah jika mayat yang akan dikafani diberi wewangian atau kapur barus15

Adapun cara membungkus mayat yang praktis adalah sebagai berikut :

Belilah kain putih sepanjang 12 meter kemudian dipotong menjadi 6 lembar bagian (kira-kira
2 meter atau sepanjang tubuh si mayat). Bisa juga keenam kain tersebut dijahit dan dijadikan
tiga lembar. Jangan lupa buatlah tali dari kain tersebut sebanyak 4 utas tali, tali untuk daerah
siku agar lebih panjnag sedikit.

Setelah itu hamparkan tikar, kemudian rentangkan tali di atasnya, satu tali untuk ujung
kepala, satu tali untuk bagian tangan (siku), satu tali untuk bagian kaki (lutut), dan satu tali
lagi untuk ujung kaki. Kemudian hamparkan kain kafan sebanyak tiga lapis, tidak memakai
cawat, atau baju, atau kerudung, tapi tiga lapis kain sudah cukup memadai.

Mayat yang telah dimandikan dan diolesi secara merata dengan kamper diletakkan di atas
kain kafan tadi. Tidak ada salahnya jika pada tempat-tempat yang sekiranya anggota badan
dapat beradu, dilapisi dengan kapas, maksudnya agar tidak lecet bila beradu. Setelah itu
kafanilah mayat itu dengan rapi, tariklah ujung masing-masing kain kafan itu, agar kain
kafan itu tidak mengendur.

Setelah itu, kain kafan yang telah dipasang dengan tali tadi diikatkan pada bagian sebelah kiri
si mayat, supaya tidak sulit untuk membukanya kembali. Setelah diikat tidak adal salahnya
bila diberi minyak wangi, kemudian letakkan mayat tersebut dengan wajahnya menghadap ke
kiblat, caranya diganjal dengan bantal kecil. Kemudian tutupilah dengan kain, misalnya kain
batik, dan siaplah sekarang mayat itu untuk dishalatkan.

Perlu diketahui bahwa kainkafan untuk perempuan, tidak ada halangannya mempergunakan
lima lapis kain, sebagaimana Rasulullah Saw telah mengkafani putrinya.

D. MEN-SHALATI JENAZAH

Rasulullah Saw bersabda :

“Dari ibnu Abbas Ra, dia berkata, saya pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda : “Tidak ada
satupun seorang muslim yang mninggal dunia, kemudian dia berdiri shalat atas jenazah tersebut
empat puluh laki-laki, yang mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, kecuali Allah
akan mengabulkan permohonan (doa) mereka bagi jenazah tersebut”. (HR. Ahmad : 209,
Muslim 1 : 290, Abu Daud 3 : 675) 16.

Tata cara shalat jenazah :

1. Wudlu sebelum shalat jenazah

“Sesungguhnya Abdullah bin Umar berkata : “Tidak sah seseorang yang shalat jenazah,
kecuali dia berwudlu terlebih dahulu”. (HR. Malik, al-Muwatha’ 1 : 229) 17.

2. Shalat jenazah dilakukan sebanyak empat rakaat, Rasulullah Saw bersabda :

“Dari Jabir Ra, bahwa beliau Saw pernah shalat jenazah bagi Ash-hamah , maka beliau
Saw takbir 4 rakaat”. (HR. al-Bukhori 1 : 231)18.

3. Mengangkat tangan pada setiap takbir.

“Dari Ibnu Abbas Ra, bahwasannya belaiu selalu mengangkat kedua tanganya pada setiap
takbir shalat jenazah. (HR. Said bin Manshur)19

4. Membaca Surat al-Fatihah setelah takbir pertama.

“Dari Thalhah bin Abdullah bin “Auf, katanya : “saya pernah shalat jenazah di be;akang
Ibnu Abbas, dia membaca al-Fatihah (setelah takbir pertama), katanya pula : “agar kalian
mengerti bahwa sesungguhnya hal itu adalah sunnah Rasulullah Saw”. (HR. al-Bukhori 1
: 231)20
5. Membaca shalawat atas nabi setelah takbir kedua.

“Dari Abi Umamah bin Sahl, dia pernah diberitahukan oleh salah seorang sahabat
Rasulullah Saw, bahwa sunnah di dalam shalat jenazah, yaitu di kala Imam takbir (takbir
petama) terus membaca al-Fatihah dengan bacaan sirr (perlahan-lahan), kemudian
membaca shalawat atas Nabi Saw dan membaca doa (bagi si mayat) setelah takbir –takbir
yang lainnya (kedua-ketiga-keempat). Dan tidak membaca apa-apa lagi selain yang tadi,
kemudian membaca salam dengan perlahan-lahan dalam dirinya”. (HR. asy-Syafi’I
dalam musnadnya)21

6. Membaca doa setelah takbir ketiga dan keempat.

Doa yang di baca pada shalat jenazah boleh dibaca setelah takbir ketiga saja, bolah juga
ditambakan dengan doa lain setelah takbir keempat. Bila doa hanya dibaca pada takbir
ketiga saja, maka setelah takbir keempat langsung salam.

Adapun doa yang dibaca pada shalat jenazah di antaranya adalah sebagaimana sabda
Rasulullah Saw :

“Dari “Auf binMalik, katanya, dia mendengar Rasulullah Saw pada shalat jenazah
membaca doa : “Ya Allah ! Ampunilah mayat ini, berilah rahmat baginya, maafkanlah
dia, muliakanlah kedatangannya, luaskanlah tempat masuknya, basuhlah dia dengan air
pengampunanmu, bersiohkanlah dosa-dosanya sebagaimana bersihnya pakaian putih dari
kotoran, gantilah tempatnya dengan yng lebih baik dari tempat yang pernah dia tempati
dahulu, gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik dari keluarga yang pernah
dia miliki dahulu, dan gantilah pasangan hidupnya dengan yang lebih baik dari yang
dahulu, peliharalah dia dari siksa kubur”. ‘Auf berkata: “Mendengar doa Rasulullah Saw
tersebut, sampai-smpai saya ingin segera meninggal dan didoakan dengan doa yang
dibaca oleh Rasulullah tersebut”. (HR. Muslim : 477, an-Nasa’I 3 : 75)22

Dan masih banyak riwayat laian tentang doa yang dibaca pada shalat jenazah.

7. Mengakhiri shalat jenazah dengan mengucapkan salam sebagaimana pada shalat biasa.

E. MENGANTARKAN JENAZAH DAN MENGUBURKANNYA

Rasulullah Saw bersabda :

“Dari Abu Hurairah Ra, dari nabi Saw bersabda : “Barang siapa yang men-shalati jenazah, tetapi
tidak mengantarkannya ke kuburan, mka baginya kebaikan (pahala) satu qirat, dan bila ia
mengantarkannya, maka baginya kebaikan (pahala) dua qirat”. (HR. al-Bukhori 1 : 227)23.

Apabila kita melihat jenazah, dan kita tidak bermaksud mengiringinya ke kuburan hendaklah kita
berdiri sampai ia melewati kita.24
Adapun tata zara mengiringi jenazah adalah sebagai berikut :

1. Mengiringi/mengantarkan jenazah boleh di depan25 atau dibelakang, sebelah kanan atau


sebelah kirijenazah26.
2. Perempuan tiak perlu mengantar jenazah ke kuburan27
3. Mengantar jenazah tidak boleh ribut28
4. Tidak duduk sebelum jenazah dikuburkan29

Adapun cara menguburkan jenazah adalah sebagaiberikut :

1. Menyiapkan liang kubur dan liang lahad (lubang galian di dalam liang kubur yang digali
sepanjang liang kubur, di bagian tengah atau di tepi liang kubur sebagai tempay
mayat),liang lahad agak diluaskan pada bagian kaki dan kepala. Membuat liang lahad
merupakan sebuah keutamaan saja, bukan kewajiban. Diriwayatkan bahwa : “Dari ‘Amir
bin Sa’ad, sesungguhnya Sa’ad bin Abi Waqash ketika dia sakit keras sampai dia
meninggalnya pernah berkata : “Buatlah liang lahad yang agak dalam, dan tancapkanlah
bata di atas pusaraku, sebagaimana yang pernah dilakukan atas pusara Rasulullah Saw”.
(HR. Muslim : 487)30

“Rasulullah Saw berwashiat kepada penggali kubur agar diluaskan lahad itu sebelah
kepalanya dan kakinya.” (HR. Abu Daud, Ahmad) 31

2. Memasukan jenazah mulai dari kaki kuburan, “Dari Abu Ishaq, dia berkata : “Harits telah
berwashiat (berpesan) agar Abdullah menyalatkannya, kemudian dia menyalatkannya, lalu
memasukan ke dalam kuburan dari arah kaki kuburan:, dan dia (Abdullah bin Yaziid)
berkata : “Beginilah dari sunnah Rasulullah Saw”. (HR. Abu Daud : 3211) 32
3. Orang yang turun/masuk ke dalam adalah orang yang laki-laki yang malamnya tidak
bercmpur dengan istrinya. “Dari Anas Ra, dia berkata : “Kami telah menyaksikan
penguburan putrid Rasulullah Saw (Ummu Kultsum, istrinya Utsman bin Affan),
RAsulullah ketika itu duduk di tepi kuburan, kata Anas, terlihat kedua matanya berlinang
air mata, kemudian Rasulullah Saw bersabda : “Coba siapa di antara kalian yang tadi
malam tidak mencampuri istrinya?”, “Aku”, kata Abu Thalhah, Sabda Rasulullah : “Coba
turun!”, Kemudian Abu Thalhah turun ke kuburan untuk mengubur jenazah itu”. (HR.
al-Bukhori 1 : 223, Ahmad : 126) 33.
4. Membaca doa ketika memasukan jenazah ke kuburan, yaitu :

‫بســـــــــــــــم هللا وعلي ملـــــــــــــــــــة رسوهلل‬

Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa : “Dari Ibnu Umar Ra, dari Rasulullah Saw,
katanya : “Bila mayat diletakkan ke liang lahad (kubur) beliau membaca : “Bismillahi wa
‘alaa millati Rasulillah”, (HR. Al-Khamsah kecuali an-Nasa’i, Nail : 4 : 86) 34.

5. Berdoa memohon ampunan untuk jenazah kepada Allah samabil menghadap ke kuburan 35.
Cara praktis menguburkan jenazah :

Masuklah tiga orang ke dalam kuburan, kemudian usunglah (pusaran) dan masukan ke dalam
kuburan mulai dari arah kaki kuburan, bila jenazah masih tertutup bukalah perlahan-lahan,
lalu angkatlah sedikit dan miringkanlah ke arah kuburan dan diterima oleh orang yang di
dalam kuburan sambil membaca “BISMILLAHI WA ‘ALAA MILLATI RASULILLAH”,
setelah itu masukkan kedua kakinya terleboih dahulu dibarengi dengan memasukan
badannya, miring menghadap kiblat, jika ditakutkan akan berguling, bantulah dengan
bantalan tanah, setelah itu tutuplah dengan kayu atau bambu yang diletakkan miring,
kemudian tutuplah dengan tanah galian dengan perlahan-lahan hingga memenuhi liang kubur
dicukupkan hanya setinggi satu jengkal saja.

Jika dikhawatirkan penggunaan kayu atau bambu tidak mampu menahan desakan tanah dan
akan menyebabkan jenazah terendam air, maka tidak ada halangan untuk menggunakan peti.

Larangan-larangan pada kuburan :

1. Menembok dan meninggikan kuburan36.


2. Menginjak dan duduk di atas kuburan37.
3. Membuat bangunan di atas kuburan38
4. Mengubur jenazah di depan masjid.
5. Menulisi kuburan (pada nisannya)39.

F. PENUTUP

Demikianlah makalah ini kami susun, mudah-mudahan ada sedikit guna dan manfaat bagi kita
semua, amien.

1 KHE. Abdullah., Risalah Jenazah, CV. Harfa Utama, Bandung, 1987, hlm. 19.
2 Idem, hlm. 20.
3 Idem, hlm. 22.
4 Idem. Hal 25.
5 Idem, hlm. 25, HR. Abu Daud : 3141.
6 Idem. hlm. 23.
7 Idem, hlm. 24.
8 Ibid
9 Idem. hlm. 26-27.
10 Idem, hlm. 27.
11 Ibid, HR. al-Bukhori 1 : 232, Abu Daud : 3138, Ibnu Majah : 1514.
12 Idem, hlm. 29.
13 Ibid.
14 Idem, hlm. 30.
15 Idem, hlm. 31, HR. Al-Baihaqi 3 : 405.
16 Idem, hlm. 33.
17 Ibid.
18 Idem, hlm. 34.
19 Idem, hlm. 38.
20 Idem, hlm. 34.
21 Idem, hlm. 35.
22 Idem, hlm. 41.
23 Idem, hlm. 50.
24 Ibid, HR. al-Bukhori 1 : 227
25 Idem, hlm.51, HR. al-Khamsah
26 Ibid, HR. Ibnu Majah, Abu Daud, an-Nasa’I, al-Hakim, Nail 4 : 78
27 Idem, hlm. 52, HRal-Bukhori 1 : 221, Abu Daud :3151
28 Idem, hlm. 53, HR. ath-Thabrani
29 Idem, hlm. 52, HR. al-Bukhori 1 : 228
30 Idem, hlm. 57.
31 Ibid
32 Idem, hlm. 55.
33 Idem, hlm. 54..
34 Idem, hlm. 56.
35 Idem, hlm. 58, HR. Abu Daud : 3221
36 Idem, hlm. 62, HR. At-Tirmidzi : 1052, HR. An-Nasa’i 4 : 86
37 Ibid
38 Ibid
39 Ibid, HR. At-Tirmidzi : 1052, HR. An-Nasa’i 4 : 86

Anda mungkin juga menyukai