Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ZAKAT BIJI-BIJIAN DAN BUAH-BUAHAN

Mata kuliah : Fiqh Zakat

Dosen Pengampu:

RIDWAN, S.HI, MH

Kelompok 5 :

M. Habibi Rahmat [ 12020116781 ]

M. Nursal Kurniawan [ 12020115770 ]

Maulia Sekar Wardani [ 12020125772 ]

PARODI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zakat merupakan ibadah yang terpenting dan merupakan kewajiban seorang


muslim. Seperti yang dijelaskan dalamsurat AL-BAQARAH : 277 “ Sesunguhnya
orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, mendirikan shalat dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”.

Bahkan pada masa khalifah Abu Bakar As- Shiddiq orang- orang yang
enggan berzakat diperangi sampai mereka mau berzakat. Itu karena kewajiban
berzakat sama dengan kewajiban mendirikan shalat. Hal ini menunjukkan bahwa
zakat dan shalat mempunyai hubungan yang sangat erat dalam hal keutamaannya
ibadah. Zakat juga salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat islam, dan untuk
kesejahteraan umat sesuai dengan syariat yang berlaku.

Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib atas setiap muslim yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu.Selain itu juga kita harus mengetahui definisi zakat
dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam berzakat.

B. Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa Dasar Hukum Zakat Biji-bijian dan Buah-buahan?

2. Biji-bijian dan Buah-buahan Apa saja yang wajib di zakati?

3. Berapakah Nishab atau Nasab Zakat Biji-bijian dan Buah-buahan?

4. Berapakah Kadar zakat hasil pertanian ( Biji-bijian dan Buah-buahan)?

5. Kapan zakat hasil pertanian dikeluarkan?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum Zakat Biji-bijian dan Buah-buahan

Dalil wajibnya zakat pertanian

Hasil pertanian wajib dikenai zakat. Beberapa dalil yang mendukung hal ini adalah:

ِ ْ‫ت َما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّما َأ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِمنَ اَأْلر‬


‫ض‬ ِ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا َأ ْنفِقُوا ِم ْن طَيِّبَا‬

“Hai orang orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu.” (QS. Al Baqarah: 267). Kata “‫ ” ِم ْن‬di sini menunjukkan sebagian, artinya tidak
semua hasil bumi itu dizakati.

‫ت َوالنَّ ْخ َل َوال َّزرْ َع ُم ْختَلِفًا ُأ ُكلُهُ َوال َّز ْيتُونَ َوالرُّ َّمانَ ُمتَ َشابِهًا َو َغي َْر‬
ٍ ‫ت َو َغ ْي َر َم ْعرُو َشا‬ ٍ ‫َوهُ َو الَّ ِذي َأ ْن َشَأ َجنَّا‬
ٍ ‫ت َم ْعرُو َشا‬
‫صا ِد ِه‬َ ‫ُمتَ َشابِ ٍه ُكلُوا ِم ْن ثَ َم ِر ِه ِإ َذا َأ ْث َم َر َوَآتُوا َحقَّهُ يَوْ َم َح‬

“Dan Dialah yang menjadikan kebun kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun
dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya
di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin).” (QS. Al
An’am: 141).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ٌ‫ص َدقَة‬ ٍ ‫س َأوْ ُس‬


َ ‫ق‬ َ ‫َولَي‬
ِ ‫ْس فِي َما ُدونَ َخ ْم‬

“Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.”

Dalil-dalil ini menunjukkan wajibnya zakat hasil pertanian yang dipanen dari
muka bumi, namun tidak semuanya terkena zakat dan tidak semua jenis terkena zakat.
Akan tetapi, yang dikenai adalah jenis tertentu dengan kadar tertentu.
B. Biji-bijian dam Buah-buahan yang wajib di zakati

Para ulama sepakat bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati ada empat
macam, yaitu: sya’ir (gandum kasar), hinthoh (gandum halus), kurma dan kismis
(anggur kering).
Dari Abu Burdah, bahwa Abu Musa Al-Asy’ari dan Mu’adz bin Jabal
radhiallahu ‘anhuma pernah diutus ke Yaman untuk mengajarkan perkara agama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka agar tidak mengambil zakat
pertanian kecuali dari empat jenis tanaman: hinthah (gandum halus), sya’ir (gandum
kasar), kurma, dan zabib (kismis).1
Dari Al Harits dari Ali, beliau mengatakan, “Zakat (pertanian) hanya untuk
empat komoditi: Burr (gandum halus), jika tidak ada maka kurma, jika tidak ada
kurma maka zabib (kismis), jika tidak ada zabib maka sya’ir (gandum kasar).”2.
Kedua, jumhur (mayoritas) ulama meluaskan zakat hasil pertanian ini pada tanaman
lain yang memiliki ‘illah (sebab hukum) yang sama. Jumhur ulama berselisih
pandangan mengenai ‘illah (sebab) zakat hasil pertanian.

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada segala
sesuatu yang ditanam baik hubub (biji-bijian), tsimar (buah-buahan) dan sayur-
sayuran. Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu
ada pada tanaman yang merupakan kebutuhan pokok dan dapat disimpan. Imam
Ahmad berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat
disimpan dan ditakar. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada
pada tanaman yang dapat disimpan.3. Tiga pendapat terakhir ini dinilai lebih kuat.

Sedangkan pendapat Abu Hanifah adalah pendapat yang lemah dengan alasan
beberapa dalil berikut, dari Mu’adz, ia menulis surat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan bertanya mengenai sayur-sayuran (apakah dikenai zakat). Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sayur-sayuran tidaklah dikenai zakat.” 4.
Hadits ini menunjukkan bahwa sayuran tidak dikenai kewajiban zakat.

1
[HR. Hakim 2: 32 dan Baihaqi 4: 125. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani]

2
[HR. Ibn Abi Syaibah, no. 10024]

3
[ Fiqh Sunnah, 1: 325-326 dan Al Wajiz Al Muqorin, hal. 57-58]

4
[HR. Tirmidzi no. 638. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih]
Pendapat Imam Syafi’i lebih dicenderungi karena hadits-hadits yang telah
disebutkan di atas memiliki ‘illah (sebab hukum) yang dapat ditarik di mana gandum,
kurma dan kismis adalah makanan pokok di masa silam –karena menjadi suatu
kebutuhan primer dan makanan tersebut bisa disimpan. Sehingga hal ini dapat
diqiyaskan atau dianalogikan pada padi, gandum, jagung, sagu dan singkong yang
memiliki ‘illah yang sama.5

C. Nishab Zakat

Nishab zakat pertanian adalah 5 wasaq. Demikian pendapat jumhur (mayoritas)


ulama, berbeda dengan pendapat Abu Hanifah. Dalil yang mendukung pendapat
jumhur adalah hadits, “Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq".6

1 wasaq = 60 sho’, 1 sho’ = 4 mud.

Nishob zakat pertanian = 5 wasaq x 60 sho’/wasaq = 300 sho’ x 4 mud = 1200 mud.

Ukuran mud adalah ukuran dua telapak tangan penuh dari pria sedang. Lalu
bagaimana konversi nishob zakat ini ke timbangan (kg)?

Perlu dipahami bahwa sho’ adalah ukuran untuk takaran. Sebagian ulama
menyatakan bahwa satu sho’ kira-kira sama dengan 2,4 kg.7 Syaikh Ibnu Baz
menyatakan, 1 sho’ kira-kira 3 kg.8

Namun yang tepat jika kita ingin mengetahui ukuran satu sho’ dalam timbangan
(kg) tidak ada ukuran baku untuk semua benda yang ditimbang. Karena setiap benda
memiliki massa jenis yang berbeda. Yang paling afdhol untuk mengetahui besar sho’,
setiap barang ditakar terlebih dahulu. Hasil ini kemudian dikonversikan ke dalam
timbangan (kiloan).9

Taruhlah jika kita menganggap 1 sho’ sama dengan 2,4 kg,

maka nishob zakat tanaman = 5 wasaq x 60 sho’/ wasaq x 2,4 kg/ sho’ = 720 kg.
5
[At Tadzhib, hal. 100, Kifayatul Akhyar, 1: 291 dan Al Fiqhiy Al Manhajiy, hal. 284-285]

6
[HR. Bukhari no. 1405 dan Muslim no. 979]

7
Al Wajiz Al Muqorin, hal. 55.

8
Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 14: 202

9
Al Wajiz Al Muqorin, hal. 55.
Dari sini, jika hasil pertanian telah melampaui 1 ton (1000 kg), maka sudah terkena
wajib zakat.

D. Kadar zakat hasil pertanian

Pertama, jika tanaman diairi dengan air hujan atau dengan air sungai tanpa ada biaya
yang dikeluarkan atau bahkan tanaman tersebut tidak membutuhkan air, dikenai zakat
sebesar 10 %.

Kedua, jika tanaman diairi dengan air yang memerlukan biaya untuk pengairan
misalnya membutuhkan pompa untuk menarik air dari sumbernya, seperti ini dikenai
zakat sebesar 5%.

Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ح نِصْ فُ ْال ُع ْش ِر‬


ِ ْ‫ َو َما ُسقِ َى بِالنَّض‬، ‫ت ال َّس َما ُء َو ْال ُعيُونُ َأوْ َكانَ َعثَ ِريًّا ْال ُع ْش ُر‬
ِ َ‫فِي َما َسق‬

“Tanaman yang diairi dengan air hujan atau dengan mata air atau dengan air tada
hujan, maka dikenai zakat 1/10 (10%). Sedangkan tanaman yang diairi dengan
mengeluarkan biaya, maka dikenai zakat 1/20 (5%).”10

Jika sawah sebagiannya diairi air hujan dan sebagian waktunya diairi air dengan
biaya, maka zakatnya adalah ¾ x 1/10 = 3/40 = 7,5 %. Dan jika tidak diketahui
manakah yang lebih banyak dengan biaya ataukah dengan air hujan, maka diambil
yang lebih besar manfaatnya dan lebih hati-hati. Dalam kondisi ini lebih baik
mengambil kadar zakat 1/10.11

Catatan: Hitungan 10% dan 5% adalah dari hasil panen dan tidak dikurangi dengan
biaya untuk menggarap lahan dan biaya operasional lainnya.

Contoh: Hasil panen padi yang diairi dengan mengeluarkan biaya sebesar 1 ton. Zakat
yang dikeluarkan adalah 10% dari 1 ton, yaitu 100 kg dari hasil panen.

E. Waktu zakat hasil pertanian dikeluarkan

10
HR. Bukhari no. 1483 dan Muslim no. 981

11
Syarhul Mumti’, 6: 78-79.
Dalam zakat hasil pertanian tidak menunggu haul, setiap kali panen ada
kewajiban zakat. Kewajiban zakat disyaratkan ketika biji tanaman telah keras
(matang), demikian pula tsimar (seperti kurma dan anggur) telah pantas dipetik
(dipanen). Sebelum waktu tersebut tidaklah ada kewajiban zakat. 12 Dan di sini tidak
mesti seluruh tanaman matang. Jika sebagiannya telah matang, maka seluruh tanaman
sudah teranggap matang.13

Zakat buah-buahan dikeluarkan setelah diperkirakan berapa takaran jika buah


tersebut menjadi kering.14 Sebagaimana disebutkan dalam hadits,

‫ص ْال ِعنَبُ َك َما ي ُْخ َرصُ النَّ ْخ ُل َوتُْؤ خَ ُذ‬


َ ‫ َأ ْن ي ُْخ َر‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ب ْب ِن َأ ِسي ٍد قَا َل َأ َم َر َرسُو ُل هَّللا‬
ِ ‫ع َْن َعتَّا‬
‫َز َكاتُهُ َزبِيبًا َك َما تُْؤ َخ ُذ َز َكاةُ النَّ ْخ ِل تَ ْمرًا‬

Dari ‘Attab bin Asid, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


memerintahkan untuk menaksir anggur sebagaimana menaksir kurma. Zakatnya
diambil ketika telah menjadi anggur kering (kismis) sebagaimana zakat kurma
diambil setelah menjadi kering.”15

Walau hadits ini dho’if (dinilai lemah) namun telah ada hadits shahih yang
disebutkan sebelumnya yang menyebutkan dengan lafazh zabib (anggur kering atau
kismis) dan tamr (kurma kering).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hasil pertanian wajib dikenai zakat. Beberapa dalil yang mendukung hal ini
adalah:

12
Syarhul Mumti’, 6: 79-80 dan Al Fiqhiy Al Manhaji, hal. 301-302.

13
Al Fiqhiy Al Manhaji, hal. 301.

14
Al Fiqhiy Al Manhaji, hal. 302.

15
HR. Abu Daud no. 1603, An Nasai no. 2618 dan Tirmidzi no. 644. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
dho’if.
ِ ْ‫ت َما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّما َأ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِمنَ اَأْلر‬
‫ض‬ ِ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا َأ ْنفِقُوا ِم ْن طَيِّبَا‬

“Hai orang orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu.” (QS. Al Baqarah: 267). Kata “ ‫ ” ِم ْن‬di sini menunjukkan sebagian,
artinya tidak semua hasil bumi itu dizakati.

nishob zakat tanaman = 5 wasaq x 60 sho’/ wasaq x 2,4 kg/ sho’ = 720 kg.

Dari sini, jika hasil pertanian telah melampaui 1 ton (1000 kg), maka sudah
terkena wajib zakat.

DAFTAR PUSTAKA

[HR. Hakim 2: 32 dan Baihaqi 4: 125. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al
Albani]

HR. Abu Daud no. 1603, An Nasai no. 2618 dan Tirmidzi no. 644. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if.

Al Fiqhiy Al Manhaji
Syarhul Mumti’, 6: 79-80 dan Al Fiqhiy Al Manhaji,

Al Wajiz Al Muqorin

At Tadzhib, hal. 100, Kifayatul Akhyar, 1: 291 dan Al Fiqhiy Al Manhajiy

Anda mungkin juga menyukai