Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL-QUR’AN

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah

“ULUMUL QUR’AN”

Disusun Oleh:
ALYA FADILLA (200104030079)
HAMDAYANA (200104030207)

MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN
2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan rahmat dan karunia
-Nya kami dapat menyelesaikan makalah berjudul Sejaran Turun dan Penulisan Al-Qur’an ini
dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam tidak lupa pula semoga selalu dicurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW. dan kepada seluruh sahabat serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Abduh, M. A selaku dosen mata
kuliah Ulumul Qur’an di program studi Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.

Dalam penelitian makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekhilafan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dari teknik pengetikan.
Walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku para penulis lakukan. Semoga dengan
makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik
yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.

Banjarmasin, 4 April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. Periodesasi Turunnya al-Qur'an.......................................................................................4
B. Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Nabi Muhammad Saw............................................... 9
C. Pengumpulan Al-Qur’an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq................................... 12
D. Pembukuan Al-Qur’an pada Masa Utsman bin Affan................................................. 13
BAB III PENUTUP......................................................................................................................16
E. KESIMPULAN................................................................................................................. 16
F. SARAN...............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai pedoman hidup
hamba-Nya. Al-Qur’an juga sebagai mukjizat terbesar Rasulullah sebagai bukti bahwa Nabi
Muhammad diutus untuk berdakwah kepada umatnya. Al-Qur’an sendiri turun dengan bebrapa
versi pendapat. Ada yang berpendapat turunnya berangsur-angsur berdasarkan caranya, ada pula
yang berpendapat Al-Qur’an diturunkan berangsur-angsur berdasarkan letak geografisnya, dan
sebab-sebab lainnya.

2. Rumusan Masalah
Mengacu kepada latar belakang yang telah dijelaskan di atas, rumusan masalah dari makalah
ini sebagai berikut :
1. Bagaimana proses turunnya Al-Qur’an?
2. Dengan cara apa saja Rasulullah menerima wahyu-wahyu ayat Al-QUr’an?
3. Bagaimana proses penulisan Al-Qur’an hingga sampai menjadi sebuah kitab?
4. Siapa saja yang terlibat dalam pembukuan Al-Qur’an?

3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menjelaskan lebih mendalam terhadap
rumusan masalah di atas, antara lain :
1. Mengkaji proses turunnya Al-Qur’an
2. Mengkaji cara Rasulullah menerima wahyu-wahyu
3. Mengkaji proses penulisan Al-Qur’an sampai menjadi sebuah kitab
4. Mencari tahu siapa saja yang terlibat dalam pembukuan AL-Qur’an

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Periodesasi Turunnya al-Qur'an


Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 6666 ayat, 114 surah, diturunkan oleh Allah swt. kepada Nabi
Muhammad saw melalui perantara malaikat Jibril secara bertahap dalam tempo 22 tahun 2 bulan
22 hari, yaitu malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi, sampai 9 Dzulhijjah haji Wada’
tahun 63 dari kelahiran nabi atau tahun 10 H. Dalam proses pewahyuannya, terdapat beberapa
cara, yaitu pertama, al-Qur’an turun dengan cara Allah swt. berbicara langsung kepada Nabi
Muhammad dalam keadaan terjaga (tidak tidur). Kedua, malaikat Jibril turun dalam wujud
manusianya dan membacakan ayat-ayat al-Qur’an kepada Nabi Muhammad, kemudian diikuti
oleh Nabi Muhammad. Dan yang ketiga, al-Qur’an turun dengan didahului suara gemerincing
lonceng yang sangat kuat. Cara yang terakhir inilah cara yang dirasa nabi

5
Muhammad sangat berat saat menerima wahyu Allah swt. Sedangkan pendapat lainnya muncul
dari al-Suyuti seorang ahli al-Qur’an menyebutkan beberapa model lain dari pewahyuan al-
Qur’an, yaitu pewahyuan dalam tidur dan pewahyuan nabi selama perjalanan Isra.
Dalam beberapa doktrin teologis dikatakan bahwa sebelum diturunkan, al- Qur'an telah
tersimpan dalam Lauh al-Mahfudz (QS.al-Buruj: 21-22), yaitu catatan gaib yang sangat besar,
detail, dan kompleks tentang segala sesuatu yang tercipta, baik yang sudah ada, yang akan ada, dan
yang sudah tiada. Catatan ini telah tertulis sejak zaman Azali (zaman sebelum ada penciptaan).
Kemudian diturunkan secara total, utuh ke Baitul Izzah yang berada di lapisan langit terdekat
dengan bumi (sama'ad dunya), kemudian diturunkan oleh malaikat Jibril secara gradual, tidak
secara sekaligus, melainkan turun sesuai dengan kebutuhan. Bahkan, sering wahyu turun untuk
menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada nabi atau untuk membenarkan
tindakan Nabi Muhammad saw. Meski demikian, banyak pula ayat atau surat yang diturunkan
tanpa melalui latar belakang pertanyaan atau kejadian tertentu.
Turunnya al-Qur'an pertama kali pada layl al-qadr, yaitu ketika al-Qur'an dari kerajaan
Tuhan ke dasar manusia, menjadikan adanya malam al-mi'raj; ketika nabi naik ke singgasana
Tuhan sebagai realisasi semua bentuk spiritualitas dalam Islam. Turunnya al-Qur'an yang kedua
kali secara bertahap, berbeda dengan kitab-kitab yang turun sebelumnya, sangat mengagetkan
orang dan menimbulkan keraguan terhadapnya sebelum jelas bagi mereka rahasia hikmah Illahi
yang ada di balik itu.
Dalam Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an karya Manna Khalil al-Qattan, proses penurunan al-
Qur’an dibedakan menjadi dua, yaitu turunnya al-Qur’an secara sekaligus dan turunnya al-Qur’an
secara bertahap. Dari sisi pokok tujuan dan fungsi al-Qur'an diturunkannya pada nabi Muhammad
saw. khususnya, dan kepada seluruh masyarakat pada umumnya, Quraish Shihab membagi
periode turunnya al-Qur'an ke dalam 3 periode. Periode pertama merupakan awal turunnya wahyu
pertama (iqra’) dimana nabi Muhammad belum diangkat menjadi Rasul, saat Nabi Muhammad
saw berkhalwat dan bertahanus (kontemplasi) di gua Hira, 20 pada tanggal 17 ramadhan 41
nubuwah. Dengan wahyu pertama itu, Muhammad merupakan seorang nabi yang tidak ditugaskan
untuk menyampaikan apa yang diterima. Baru setelah turunnya wahyu yang kedualah Muhammad
ditugaskan untuk mnyampaikan wahyu-wahyu yang diterimanya.

6
Adapun kandungan wahyu berkisar dalam tiga hal, yaitu pendidikan bagi Rasulullah saw
dalam membentuk kepribadiannya sebagaimana dalam QS. 74: 1-7, QS 73:5, QS 26: 214-216,
pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai sifat dan af’al Allah swt. sebagaimana dalam QS. 87
dan QS. 112, keterangan mengenai dasar-dasar akhlak Islamiyah, serta bantahan-bantahan secara
umum mengenai pandangan hidup masyarakat jahiliyah ketika itu. Periode ini berlangsung sekitar
4-5 tahun dan telah menimbulkan bermacam-macam reaksi di kalangan masyarakat Arab ketika
itu.
Periode kedua dari sejarah turunnya al-Qur’an berlangsung selama 8-9 tahun. Pada masa
terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam dan jahiliyah, gerakan oposisi terhadap Islam
menggunakan segala cara dan sistem untuk menghalangi kemajuan dakwah Islamiah. Pada
periode ini, wahyu diturunkan oleh Allah swt. mulai mengarahkan pada ajaran universal, sehingga
nabi Muhammad saw mulai berdakwah dengan terang-terangan karena dilihat dari ayat yang
diturunkan bersifat ajaran ketauhidan dan ajaran ritual-ritual personal yang tidak menyangkut
kepada nabi sepenuhnya. Pada masa tersebut, ayat-ayat al-Qur’an silih berganti menerangkan
kewajiban-kewajiban prinsipil penganutnya sesuai dengan kondisi dakwah ketika itu sebagaimana
dalam QS. 16: 125. Di lain pihak, ayat-ayat kecaman dan ancaman yang pedas terus mengalir
kepada kaum musyrik yang berpaling dari kebenaran sebagaimana dalam QS. 41: 13. Selain itu,
turun juga ayat-ayat yang mengandung argumentasi mengenai keesaan Tuhan dan kepastian hari
kiamat.
Peroide ketiga, dakwah islamiyah telah dapat dirasakan dan terwujud dengan prestasi
gemilang, karena penganut-penganutnya telah dapat hidup dengan bebas tanpa ada tekanan dan
gangguan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama di Yatsrib yang kemudian dikenal dengan
sebutan al-Madinah al-Munawwaroh (kota yang cemerlang). Periode ini berlangsung selama 10
tahun, yang mana dalam periode ini timbul berbagai macam gejolak pemikiran-pemikiran yang
berkaitan dengan pengembangan dan perkembangan kota, diantaranya adalah; prinsip-prinsip
apakah yang mau dipakai atau diterapkan oleh orang-orang Islam Madinah untuk mencapai
kebahagiaan atau bagaimanakah sikap kita terhadap orang-orang munafik, ahl al-kitab, orang-
orang kafir, dan lain-lain, semuanya diterangkan dalam al-Qur'an dengan cara yang berbeda-beda.
Ayat-ayat lainnya juga menerangkan tentang akhlak dan suluk yang harus diikuti oleh setiap
Muslim dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, ayat-ayat yang turun ditujukan kepada orang-

7
orang munafik, ahl kitab dan orang-orang musyrik.
Sementara itu, berdasarkan keterangan ulama yang diperoleh dalam kitab-kitab ulum al-
Qur'an bahwa periode turunnya al-Qur'an terbagi menjadi 2 periode yaitu periode sebelum hijrah
(surat makkiyah) dan periode setelah hijrah (ayat madaniyah). Periodesasi makkiyah-madaniyah
ini berpijak pada peristiwa hijrah Nabi sebagai titik peralihan. Dinamakan periode makkiyah,
karena ayat-ayat yang diturunkan ketika nabi Muhammad saw di Makkah dan sekitarnya sebelum
melakukan hijrah ke Madinah, umumnya berisi indzar (peringatan) sedangkan ayat madaniyah
karena ayat-ayat diturunkan ketika nabi Muhammad saw berada di Madinah dan umumnya berisi 8

8
tentang risalah. Sementara Hasby as-Sidiqi berpendapat bahwa surat-surat yang diturunkan di
Makkah sejumlah 91 surat, dan adapun surat-surat yang diturunkan di madinah sebanyak 23 surat
ini didasarkan pada pernyataan al-Khudari dalam kitabnya tharik al-tashri' al- islami. Dalam
rangka untuk membedakan ayat makkiyah dan ayat madaniyah, maka ulama ilmu tafsir membuat
ciri-ciri yang membedakan agar tidak terjadi salah paham dalam memahami keduanya. Ciri-
cirinya sebagai berikut; ayat makkiyah biasanya berkarakter pendek sedangkan ayat madaniyah
berkarakter sebaliknya yaitu panjang-panjang (ayat tiwal) ayat madaniyyah biasanya dimulai
dengan 'yaa ayyuhal ladzina a..manu', sementara ayat makkiyah dimulai dengan ''yaa ayyuhan
annasu'', kebanyakan dari ayat makkiyah mengandung kajian ketauhidan atau kepercayaan adanya
Allah Sang Maha Pencipta, siksaan dan nikmat di hari kemudian serta urusan-urusan kebaikan.
Adapun yang berkaitan dengan hukum-hukum yang tegas dan jelas kandungannya kebanyakan di
turunkan di Madinah. Semua ayat yang diturunkan di Madinah memberikan bimbingan kepada
kaum muslim menuju jalan yang diridhai Allah swt disamping mendorong mereka untuk berjihad
di jalan Allah swt dan juga kita anjurkan untuk memberi bimbingan akhlak yang baik kepada kaum
muslimin yang hidup pada waktu itu.
Dengan kata lain, pembagian tahapan turunnya al-Qur'an secara global terbagi dalam
beberapa fase yang disesuaikan dengan aspek periode, geografi, dan sosiologi. Pandangan pertama
didasarkan pada aspek periode yang digabungkan dengan aspek geografis. Dalam hal ini biasa
dikategorikan dengan periode Makkah dan Madinah atau sebelum dan sesudah hijrah dengan
memiliki karakter masing-masing dari ayat yang turun. Sementara dari aspek yang berkaitan
dengan tujuan-tujuan al-Qur'an dengan obyek penyampaian misinya, yaitu manusia secara umum,
bagi Quraish membagi dengan 3 periode, yaitu dua periode Makkah dan sisanya periode Madinah
dengan pertimbangan aspek antropologis dan psikologis.

B. Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Nabi Muhammad Saw


Sejarah telah mencatat bahwa pada masa-masa awal kehadiran agama Islam, bangsa Arab - tempat
diturunkannya al-Qur’an tergolong ke dalam bangsa yang buta huruf; sangat sedikit di antara
mereka yang pandai menulis dan membaca.3 Mereka belum mengenal kertas, sebagaimana kertas
yang dikenal sekarang. Bahkan, Nabi Muhammad Saw sendiri dinyatakan sebagai nabi yang ummi
, yang berarti tidak pandai membaca dan menulis. Buta huruf bangsa Arab pada saat itu dan ke-

9
ummi-an Nabi Muhammad Saw, dengan tegas disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Jumu’ah ayat 2

10
Kendatipun bangsa Arab pada saat itu masih tergolong buta huruf pada awal penurunan al-Qur’an,
tetapi mereka dikenal memilki daya ingat (hafal) yang sangat kuat. Mereka terbiasa menghafal
berbagai sya’ir Arab dalam jumlah yang tidak sedikit atau bahkan sangat banyak.
Dengan demikian, pada saat diturunkannya al-Qur’an, Rasulullah menganjurkan supaya al
-Qur’an itu dihafal, dibaca selalu, dan diwajibkannya mem-bacanya dalam shalat. Sedangkan
untuk penulisan al-Qur’an, Rasulullah Saw mengangkat beberapa orang sahabat, yang bertugas
merekam dalam bentuk tulisan semua wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. Di antara
mereka ialah Abu Bakar al-Shi ddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab,5 dan beberapa sahabat lainnya.
Adapun alat yang digunakan untuk menulis wahyu pada saat itu masih sangat sederhana.
Para sahabat menulis al-Qur’an pada ‘usub (pelepah kurma), likhaf (batu halus berwarna putih),
riqa’ (kulit), aktaf (tulang unta), dan aqtab (bantalan dari kayu yang biasa dipasang di atas
punggung unta). Salah seorang sahabat yang paling banyak terlibat dalam penulisan al-Qur’an
pada masa nabi adalah Zaid bin Tsabit. Dan juga Ia terlibat dalam pengumpulan dan pembukuan al
-Qur’an masing-masing di masa Abu bakar dan Utsman bin Affan.
Untuk menghindari kerancuan akibat bercampuraduknya ayat-ayat al-Qur’an dengan
lainnya, misalnya hadis Rasulullah, maka Beliau tidak membenar-kan seseorang sahabat menulis
apapun selain al-Qur’an. Larangan Rasulullah untuk tidak menuliskan selain al-Qur’an ini, oleh
Dr. Adnan Muhammad, yang disebutkan oleh Kamaluddin Marzuki dalam bukunya, dipahami
sebagai suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk menjamin nilai akurasi (keakuratan) al-Qur’an.
Setiap kali turun ayat al-Qur’an, Rasulullah memanggil juru tulis wahyu dan memerintahkan
sahabatnya agar mencatat dan menempatkan serta mengurutkannya sesuai dengan petunjuk
Beliau. Pada masa Rasulullah, Keseluruhan al-Qur’an telah ditulis, namun masih belum terhimpun
dalam satu tempat artinya masih berserak-serak. Mengingat pada masa itu belum dikenal zaman
pembukuan, maka tidaklah mengherankan jika pencatatan al-Qur’an bukan dilakukan pada kertas-
kertas seperti dikenal pada zaman sekarang, melainkan dicatat pada benda-benda yang mungkin
digunakan sebagai sarana tulis-menulis terutama pelepah-pelepah kurma, kulit-kulit hewan, tulang
belulang, bebatuan dan juga dihafal oleh para hafizh muslimin.
Sebelum wafat, Rasulullah telah mencocokkan al-Qur’an yang diturunkan Allah kepada Beliau
dengan al-Qur’an yang dihafal para hafizh, surat demi surat, ayat demi ayat. Maka al-Qur’an yang

11
dihafal para hafizh itu merupakan duplikat al-Qur’an yang dihafal oleh Rasulullah Saw.

12
Terdapatlah di masa Rasulullah Saw tiga unsur yang saling terkait dalam pemeliharaan al-Qur’an
yang telah diturunkan, yaitu: Hafalan dari mereka yang hafal al-Qur’an, Naskah-naskah yang
ditulis untuk nabi, dan naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan
membaca untuk mereka masing-masing.
Setelah para penghafal dan menguasai dengan sempurna, para hafizh (penghafal ayat-ayat al-
Qur’an) menyebarluaskan apa yang telah mereka hafal, mengajarkan-nya kepada anak-anak kecil
dan mereka yang tidak menyaksikan saat wahyu turun, baik dari penduduk Makkah maupun
Madinah dan daerah sekitarnya.

C. Pengumpulan Al-Qur’an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq


Setelah Rasulullah wafat, terjadi peperangan yang hebat untuk menumpas orang-orang murtad dan
pengikut-pengikut orang yang mengaku dirinya nabi. Peperangan itu dikenal dengan perang
Yamamah. Dalam peperangan itu tujuh puluh penghafal al-Qur’an dari kalangan sahabat gugur.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran dalam diri Umar bin Khattab (yang kemudian menggantikan
Abu Bakar sebagai khalifah kedua). Karena orang-orang ini merupakan penghafal al-Qur’an yang
amat baik, Umar merasa cemas jika bertambah lagi angka yang gugur. Kemudian Umar
menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar pengumpulkan dan membukukan al-
Qur’an dalam satu mushaf karena dikhawatirkan akan musnah, karena dalam peperangan
Yamamah telah banyak penghafal al-Qur’an yang gugur.
Umar membujuk Abu Bakar, hingga akhirnya Allah SWT membukakan hati Abu Bakar
untuk menerima usulan dari Umar bin Khattab untuk mengumpulkan dan membukukan al-Qur’an.
Kemudian Abu Bakar meminta kepada Zaid bin Tsabit,

13
Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran Umar dan usulan Umar. Pada mulanya, Zaid
menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu, bahkan ia mengungkapkan bahwa pekerjaan itu
sangat berat.
Ada sebuah riwayat menyebutkan bahwa untuk kegiatan yang dimaksud yaitu
pengumpulan dan pembukuan al-Qur’an, Abu Bakar mengangkat semacam panitia yang terdiri
dari empat orang dengan komposisi kepanitiaan sebagai berikut: Zaid bin Tsabit sebagai ketua,
dan tiga orang lainnya yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Ubay bin Ka’ab, masing-
masing sebagai anggota. Panitia penghimpun yang semuanya penghafal dan penulis al-Qur’an
termsyur, itu dapat menyelesaikan tugasnya dalam waktu kurang dari satu tahun, yakni sesudah
peristiwa peperangan Yamamah (12 H/633 M) dan sebelum wafat Abu Bakar ash-Shiddiq.
Dengan selesainya pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an dalam satu mushaf dengan urutan-urutan
yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw, Zaid bin Tsabit kemudian menyerahkannya kepada
Abu Bakar sebagai khalifah pada saat itu. Muzhaf ini tetap dipegang khalifah Abu Bakar hingga
akhir hayatnya. Kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin Khatab selama pemerintahannya.
Sesudah beliau wafat, Mushaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah, putri Umar, dan juga sebagai istri
Rasulullah Saw sampai masa pembukuan di masa khalifah Utsman bin Affan. Muhammad Amin
Suma, Mushaf itu tidak diserahkan kepada khalifah sesudah Umar, alasannya adalah sebelum
wafat, Umar memberikan kesempatan kepada enam orang sahabat diantaranya Ali bin Abi Thalib
untuk bermusyawarah memilih seorang di antara mereka menjadi khalifah. Kalau Umar
memberikan mushaf yang ada padanya kepada salah seorang di antara enam sahabat itu, Ia
khawatir dipahami sebagai dukungan kepada sahabat yang memegang mushaf. Padahal Umar
ingin memberIkan kebebasan kepada para sahabat untuk memilih salah seorang dari mereka
menjadi khalifah.

D. Pembukuan Al-Qur’an pada Masa Utsman bin Affan


Ketika khalifah Utsman mengerahkan bala tentara Islam ke wilayah Syam dan Irak untuk
memerangi penduduk Armenia dan Azarbaijan, tiba-tiba Hudzaifah bin al-Yaman menghadap
khalifah Utsman dengan maksud memberi tahu khalifah

14
bahwa di kalangan kaum muslimin di beberapa daerah terdapat perselisihan pendapat mengenai
tilawah (bacaan) al-Qur’an. Dari itu, Huzaifah mengusulkan kepada Utsman supaya perselisihan
itu segera dipadamkan dengan cara menyalin dan memperbanyak al-Qur’an yang telah dihimpun
di masa Abu Bakar untuk kemudian dikirimkan ke beberapa daerah kekuasaan kaum muslimin.
Sangat disayangkan, masing-masing pihak merasa bahwa qira’at yang dimilikinya lebih baik. Hal
ini membuat para sahabat prihatin, karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan
penyimpangan dan perubahan. Pada awalnya, perbedaan bacaan dikalangan sahabat tidak
dipermasalah-kan, bahkan pada masa Rasulullah Saw perbedaan bacaan tersebut diakui. Akan
tetapi setelah Rasulullah wafat, perbedaan ini semakin meruncing, yakni pada masa khalifah
Utsman bin Affan, sampai-sampai terjadi percekcokan antara murid dan gurunya.
Setelah mendengar laporan dari Huzaifah dan melihat langsung fenomena yang tejadi di
kalangan umat Islam, Utsman bin Affan kemudian mengutus orang meminjam mushaf yang ada
pada Hafsah istri Rasulullah Saw untuk diperbanyak. Untuk kepentingan itu, Utsman bin Affan
membentuk panitia penyalin al-Qur’an yang diketuai Zaid bin Tsabit dengan tiga orang
anggotanya masing-masing Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash, Abdul al-Rahman bin al-Harits
bin Hisyam. Tugas panitia ini ialah membukukan al-Qur’an, yakni menyalin lembaran-lembaran
yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakar menjadi beberapa mushaf.
Kemudian Utsman bin Affan memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-lembaran
yang bertuliskan al-Qur’an yang ditulis sebelum itu dan membakarnya. Mushaf yang ditulis oleh
panitia adalah lima buah, empat di antaranya dikirim ke Makkah, Syiria, Basrah dan Kufah, dan
satu mushaf lagi ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai dengan
Muzhaf al-Imam.

Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad Saw
untuk disampaikan kepada umat telah dijamin langsung oleh Allah akan keotentikannya
2. Penulisan al-Qur’an telah dimulai sejak masa Rasulullah Saw masih hidup, yang kemudian
dilanjutkan pengumpulannya pada masa khalifah Abu Bakar dan selanjutnya dibukukan pada
masa khalifah Utsman bin Affan.

15
3. Pemeliharaan al-Qur’an pada masa Rasulullah Saw lebih banyak meng-andalkan kemampuan
hafalan, sedangkan penulisannya hanya sedikit seperti pada pelepah kurma, tulang belulang, batu-
batuan, hal ini karena pada masa tersebut belum dikenal kertas seperti sekarang ini, disamping juga
karena banyaknya umat Islam yang buta huruf.
4. Adapun pada masa khalifah Abu Bakar, pemeliharaan al-Qur’an telah dilakukan dengan
pengumpulan dalam satu Mushaf, yang kemudian diperbanyak pada masa khalifah Utsman bin
Affan.

16
BAB III
PENUTUP

E. KESIMPULAN
Turunnya Al-Qur’an melalui proses yang lama. Beberapa pendapat mengatakan

F. SARAN
Demikian tugas penyusunan makalah ini saya persembahkan. Harapan kami dengan
adanya pembahasan yang disampaikan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari tingkah
laku dan perjuangan Rasulullah SAW dalam berdakwah sehingga bisa mencontoh nya, Serta
dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat
kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari Dosen dan para Mahasiswa demi kesempurnaan
makalah ini. Apabila ada kekurangan atau kehilafan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

17
DAFTAR PUSTAKA
Ichsan, Muhammad. 2012. Sejarah Penulisan dan Pemeliharaan Al-Qur’an Pada Masa Nabi
Muhammad SAW dan Sahabat. Jurnal Substantia Vol. 14, No. 1, April 2012
Amal, Adnan Taufik. 2011. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an. Jakarta: Anick HT.

18

Anda mungkin juga menyukai