SKENARIO 1
MODUL 5.3
Disusun oleh :
Nim : 18109011042
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan banyak nikmat. Selain itu, penulis juga merasa sangat bersyukur karena telah
mendapatkan hidayah-Nya baik iman maupun islam. Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula
kami dapat menyelesaikan penulisan laporan ini yang merupakan tugas mata kuliah Fakultas
Kedokteran skenario satu pada modul 5.3 Penulis sampaikan terima kasih kepada dosen
pembimbing dan semua pihak yang turut membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis
menyadari dalam laporan ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari isi, struktur
penulisan dan gaya bahasa. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan laporan dikemudian hari. Demikian semoga laporan ini memberikan manfaat
umumnya pada para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri, Aamin
Penulis
NOKTURIA
Ibu Mirna berusia 48 tahun, datang ke RS dengan keluhan sering BAK malam hari
saat sedang tidur sejak 3 bulan yang lalu. Anyang-anyangan/ kencing tak lampias disangkal,
BAK nyeri (-) , BAK berdarah (-). Nafsu makan meningkat, namun berat badan semakin
menurun. Buang air kecil pada malam hari bisa 4-5 kali dan berbusa. Saat ini telapak kaki
terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan. Pasien pernah periksa ke dokter 2 tahun yang lalu
dan diagnosis DM tipe 2, namun jarang mengkonsumsi obat hipoglemik oral. Pola makan
juga tidak teratur, lebih sering mengkonsumsi makanan cepat saji dan jarang berolahraga. 1
bulan yang lalu check GDS 260mg/dl di apotik dekat rumah, saat itu langsung diberi obat
metformin hanya seminggu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80
mmHg. Status antropometri didapatkan berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks
massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 110 cm. Tidak didapatkan kelainan pada
jantung, paru maupun abdomen. Pemeriksaan eksremitas didapatkan kulit teraba kering,
tidak ada edema ataupun luka. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan
perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium memperlihatkan GDP 258mg/dl, GD2PP 340
mg/dl dan HbA1c 10,2 g/dl. Pemeriksaan urinalisa menunjukan protein urin positif 3. Dokter
menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati yang telah dialaminya. Pasien juga diberikan
edukasi tentang diet untuk penderita DM dan jenis olahraga yang sesuai. Selain itu untuk
mengontrol glukosa darahnya pasien dianjurkan untuk menggunakan insulin, dan diberikan
penjelasan tentang risiko hipoglikemia yang dapat terjadi akibat insulin serta upaya untuk
mengatasi hipoglikemia.
STEP 1
3. Nokturia : istilah medis untuk buang air kecil yang berlebihan pada malam hari
4. Status antropometri : salah satu cara langsung menilai status gizi, khususnya keadaan
energi dan protein tubuh seseorang.
8. GDS : Pemeriksaan gula darah yang diambil setelah puasa makan atau minum selain
air Putih selama 8-10 jam
9. GD2PP : Gula darah 2 jam post prandial adalah dimana pengukuran test gula
dilakukan 2 jam setelah makan
2. Mengapa pada pasien telapak kakinya kesemutan dan nyeri bila berjalan?
3. Apa yang menyebabkan pasien tersebut buang air kecil pada saat malam hari secara
terus menerus?
STEP 3
1. Nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun karena pada penderita dm,
tubuh tidak mendapatkan glukosa dan energi dari makanan, maka tubuh memecah
otot dan lemak Ketika jaringan untuk mendapatkan energi. Hal ini merupakan
penyebab penderita dm sering kali mengalami penurunan berat badan meski nafsu
makan meningkat.
3. karena penderita diabetes memiliki gula darah yang tinggi. Kelebihan gula dalam
tubuh akan dikeluarkan melalui urine, tapi gula juga menarik air sehingga
meningkatkan frekuensi buang air kecil Yang menyebabkan pasien tersebut sering
buang air kecil atau poliuri yaitu Terjadi karena pada pasien dengan diabetes melitus
akan terjadi penumpukan cairan dari dalam tubuhnya akibat gangguan osmolitas
darah yang mana cairan tersebut harus dibuang melalui keringat, buang air kecil pada
saat malam umumnya hanya melalu berkemih maka terjadilah peningkatan frekuensi
berkemih dimalam hari.
Definisi DM
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang
dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan nama penyakit kencing manis. DM adalah
penyakit gangguan metabolik yang terjad’i secara kronis atau menahun karena tubuh
tidak mempunyai hormon insulin yang cukup akibat gangguan pada sekresi insulin,
hormon insulin yang tidak bekerja sebagaimana mestinya atau keduanya (Kemenkes
RI, 2014). Mufeed Jalil Ewadh (2014) menyebutkan bahwa DM adalah penyakit
gangguan metabolik dengan ciri ditemukan konsentrasi glukosa yang tinggi di dalam
darah (hiperglikemia).
World Health Oragnization atau WHO (2016) menyebutkan bahwa Penyakit
ini ditandai dengan munculnya gejala khas yaitu poliphagia, polidipsia dan poliuria
serta sebagian mengalami kehilangan berat badan. DM merupakan penyakit kronis
yang sangat perlu diperhatikan dengan serius. DM yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan beberapa komplikasi seperti kerusakan mata, ginjal pembuluh darah,
saraf dan jantung.
Epidemiologi DM
Prevalensi penderita DM di seluruh dunia sangat tinggi dan cenderung
meningkat setiap tahun. Jumlah penderita DM di seluruh dunia mencapai 422 juta
penderita pada tahun 2014. Jumlah penderita tersebut jauh meningkat dari tahun
1980 yang hanya 180 juta penderita. Jumlah penderita DM yang tinggi terdapat di
wilayah South-East Asia dan Western Pacific yang jumlahnya mencapai setengah
dari jumlah seluruh penderita DM di seluruh dunia. Satu dari sebelas penduduk
adalah penderita DM dan 3,7 juta kematian disebabkan oleh DM maupun komplikasi
dari DM (WHO, 2016).
Penderita DM di Indonesia berdasarkan data dari IDF pada tahun 2014
berjumlah 9,1 juta atau 5,7 % dari total penduduk. Jumlah tersebut hanya untuk
penderita DM yang telah terdiagnosis dan masih banyak penderita DM yang belum
terdiagnosis. Indonesia merupakan negara peringkat ke-5 dengan jumlah penderita
DM terbanyak pada tahun 2014. Indonesia pada tahun 2013 berada diperingkat ke7
penderita DM terbanyak di dunia dengan jumlah penderita 7,6 juta (Perkeni, 2015).
Klasifikasi DM
Etiologi DM
Penyebab diabetes melitus adalah kurangnya produksi dan ketersediaan
insulin dalam tubuh yang mencukupi maka tidak dapat bekerja secara normal atau
terjadinya gangguan fungsi insulin. Insulin berperan utama dalam mengatur kadar
glukosa dalam darah, yaitu 60-120 mg/dl waktu puasa dan dibawah 140 mg/dl pada
dua jam sesudah makan (orang normal). Kekurangan insulin disebabkan karena
terjadinya kerusakan sebagian besar dari sel-sel beta pada pulau langerhans dalam
kelenjar pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin.
Faktor Risiko DM
Faktor risiko diabetes melitus bisa dikelompokkan menjadi faktor risiko yang
tidak dapat di modifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat
di modifikasi adalah genetik/keturunan, usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan
diabetes melitus, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000 gram,
dan riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (< 2500 gram). Sedangkan faktor
risiko yang dapat di modifikasi erat kaitannya dengan perilaku hidup yang kurang
sehat, yaitu berat badan berlebih, obesitas abdominal/sentral, kurangnya aktivitas
fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat/tidak seimbang, riwayat toleransi
glukosa tinggi (TGT) atau gula darah puasa terganggu (GDP terganggu), dan
merokok.
Proporsi/persentase penduduk Indonesia yang memiliki faktor risiko dari
diabetes melitus adalah sebagai berikut.
LO 3 (PATOFISIOLOGI DM)
Patofisiologi DM
Manifestasi Klinis DM
Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan
Kowalak (2011), yaitu:
a. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang
berlebih) yang disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat
kadar glukosa serum yang meningkat.
b. Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena
glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.
c. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan
glukosa oleh sel menurun.
d. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa gatal
pada kulit.
LO 5 (DIAGNOSIS DIFFERENTIAL)
Diagnosis Differential
Penegakan Diagnosis
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Gambar: Kriteria DM
Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standard NGSP,
sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil pemeriksaan HbA1c.
Pada kondisi tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2-3 bulan
terakhir, kondisi- kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal
maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan
ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT) dan
glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Tabel: Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan prediabetes.
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m2) yang
disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau
mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi).
f. HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.
2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.
Catatan: Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma normal
sebaiknya diulang setiap 3 tahun (E), kecuali pada kelompok prediabetes
pemeriksaan diulang tiap 1 tahun (E).
Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan
TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan mengunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler, diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM. Dalam hal ini harus diperhatikan
adanya perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosa darah kapiler
seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)
LO 7 (TATALAKSANA DM)
Tatalaksana DM
Efek utama obat sulfonilurea yaitu memacu sekresi insulin oleh sel
beta pancreas. cara kerja obat glinid sama dengan cara kerja obat
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin
fase pertama yang dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
b) Penurunan sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan
Tiazolidindion (TZD)
Efek utama metformin yaitu mengurangi produksi glukosa hati
(gluconeogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan
efek dari Tiazolidindion (TZD) adalah menurunkan resistensi
insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan glukosa di perifer.
c) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
Fungsi obat ini bekerja dengan memperlambat absopsi glukosa
dalam usus halus, sehingga memiliki efek menurunkan kadar gula
darah dalam tubunh sesudah makan.
d) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Komplikasi DM
Komplikasi DM dibedakan menjadi 2 yaitu, komplikasi akut dan komplikasi
kronik:
1. Komplikasi akut
2. Komplikasi kronis
Prognosis DM
Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien
dalam mengontrol kadar gula nya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat (HbA1c <
7%), tanpa disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak ada gangguan
mikrovaskuler serta makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup lebih lama.
Namun jika pasien memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler dan telah menderita
diabetes lama (≥ 15 tahun) akan mempunyai harapan hidup lebih singkat, walaupun
telah melakukan kontrol glikemik ketak sekalipun (Khardori, 2017). DM dapat
menyebabkan mortalitas dan morbiditas karena dapat berkomplikasi pada penyakit
kardiovaskuler, penyakit ginjal, gangguan pembuluh darah perifer, gangguan saraf
(neuropati), dan retinopati. Pengontrolan kadar glikemik merupakan cara efektif untuk
pencegahan DM (Khardori, 2017).
Pencegahan DM
Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana telah
terbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan mandiri diabetes secara
optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak
sehat.
Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut,
yang berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku,
membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang
berkenaan dengan:
1. Makan makanan sehat
2. Kegiatan jasmani secara teratur
3. Menggunakan obat diabete secara aman dan teratur
4. Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai
informasi yang ada
5. Melakukan perawatan kaki secara berkala
6. Mengelola diabetes dengan tepat
7. Mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan ketrampilan
8. Dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan Edukasi (penyuluhan)
secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti
perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses
edukasi dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan
evaluasi
Edukasi DM
Pasien perlu diedukasi untuk menghindari gula dan asupan lemak jenuh,
rokok, dan alkohol. Pasien perlu menjaga berat badannya di kisaran indeks massa
tubuh (IMT) normal serta berolahraga secara teratur, setidaknya 30 menit selama 3
kali seminggu.
Pasien juga perlu diedukasi bahwa diabetes mellitus tipe 2 merupakan
penyakit kronis yang belum dapat disembuhkan namun dengan perubahan gaya hidup
dan pengobatan teratur, penyakit ini dapat dikontrol sehingga tidak menyebabkan
komplikasi. Untuk itu, pasien perlu dimotivasi untuk minum obat secara terus-
menerus walau tidak merasa sakit, kontrol rutin setiap 3-6 bulan, dan melakukan
pemeriksaan kaki dan mata secara berkala.
STEP 7
KESIMPULAN
DALIL