Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KELOMPOK 14

Pembayaran Hutang dengan Barang dalam Perspektif Hukum Islam


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah kontemporer

Dosen Pengampu:
Dr.H.A.Kumedi Ja’far,S.AG.,M.H.

Disusun Oleh :
Heri Wahyudi (2021030070)
Maharani (2021030082)

UIN RADEN INTAN LAMPUNG


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji  syukur  kepada  Allah  yang  senantiasa  mencurahkan  rahmat dan serta


hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan judul “Pembayaran Hutang dengan Barang dalam Perspektif Hukum Islam”
tepat pada waktunya.
Makalah  ini kami susun untuk  melengkapi  tugas mata kuliah Fiqih
Muamalah kontemporer. Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak
yang telah  membantu terselesaikannya makalah ini. Kami sadar dalam
penyusunan  makalah ini masih  jauh  dari kesempurnaan baik materi maupun cara
penulisannya.
Oleh karena  itu, saran  dan  kritik  yang  membangun dari pembaca pada
umumnya sangatlah kami nantikan guna menyempurnakan makalah ini, dan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Besar harapan penulis semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan ...............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................2

2.1 Pengertian Hutang Piutang.................................................................................2


2.2 Jenis-Jenis Hutang..............................................................................................2
2.3 Rukun dan Syarat Hutang Piutang.....................................................................3
2.4 Hukum Membayar Hutang dengan Barang........................................................4

BAB III PENUTUP......................................................................................................6

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................6
3.2 Saran...................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Harta Peninggalan yang ditinggalkan pewaris tidak serta merta berarti
seluruhnya merupakan harta kekyaan yang nantinya akan dibagi kepada ahli waris.
Ada suatu saat dimana pewaris meninggalkan harta peninggalan berupa hutang.
Perihal mengenai mewarisi hutang ini sangat penting untuk diperhatikan mengingat
bahwa didalam setiap ketentuan hukum positif yang mengatur perihal kewarisan
dalam al-qur’an maupun kompilasi hukum islam (KHI) selalu disebutkan bahwa
bagian harta warisan akan siap untuk dibagi kepada ahli waris jika telah dikurangi
dengan hutang-hutang dan wasiat.
Ulama mengatakan bahwa pembayaran hutang yang ditinggalkan oleh pewaris
harus lebih dulu dilakukan dari pada wasiat. Alasan hukum yang digunakan oleh
kebanyakan ulama adalah bahwa hutang merupakan suatu kewajiban yang harus
ditunaikan. Sedangkan wasiat hanyalah perbuatan baik yang dianjurkan. Apabila
bertemu kewajiban dengan anjuran maka kewajiban yang harus didahulukan. Itulah
sebabnya pembayaran hutang harus diutamakan.
Hutang merupakan tanggungan yang harus dilunasi dalam waktu tertentu
(yangdisepakati) sebagai akibat dari imbalan yang telah diterima orang yang berutang,
sehingga halini juga berimplikasi terhadap harta peninggalannya. Sebab sebagian
harta yang ditinggalkan sebelum dibagikan harus digunakan untuk meluinasi hutang
orang yang emninggal (pewaris).Maka dari itu pada makalah ini penulis akan
membahas mengenai “Pembayaran Hutang dengan Barang dalam Perspektif Hukum
Islam”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud Hutang?
2. Bagaimana membayar hutang dengan barang dalam hukum islam?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Agar mengetahui pengertian hutang secara luas
2. Untuk mengetahui hukum membayar hutang dengan barang dalam islam

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hutang Piutang
Dalam islam hutang dikenal dengan qardh yang secara etimologi berasal dari
kata al-qath’u yang berarti memotong (Zuhaili, 2011). Qardh juga didefinisikan
sebagai harta yang diberikan pemberi pinjaman kepada penerima dengan syarat
penerima pinjaman harus mengembalikan besarnya nilai pinjaman pada saat mampu
mengembalikannya (Sabiq, 1987). Hutang piutang (alqardhul hasan) ini dengan
dukungan gadai (rahn) dapat digunakan untuk keperluan sosial maupun komersial.
Dimana dalam hal ini peminjam mempunyai dua pilihan yaitu, memilih qardhul hasan
(menerima pemberi pinjaman) atau penyandnag dana (rabb al-mal) sebagai mitra
usaha dalam perjanjian mudharabah.
Hutang piutang bersifat fleksibel tergantung situasi kondisi dan toleransi. Pada
umumnya pinjam-meminjam hukumnya sunnah bila dalam keadaan normal. Dan
hutang hukumnya haram jika meminjamkan uang untuk membeli narkoba, berbuat
kejahatan, menyewa pelacur, dan lain sebagainya. Hutang hukumnya menjadi wajib
jika memberikan kepada orang yang sangat membutuhkan seperti tetangga yang
anaknya sedang sakit keras dan membutuhkan uang untuk menebus obat yang
diberikan dokter.
Mneurut teori sendiri hutang adalah sesuatu yang dipinjam baik berupa uang
mapun benda. Seseorang atau benda usaha yang meminjam disebut debitur. Entittas
yang memberikan utang dixebut kreditur. Piutang adalah pemberian pinjaman dengan
nominal tertentu kepada perorangan atau perusahaan. Pengertian hutang piutang
adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada
peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah
yang sama.

2.2 Jenis-Jenis Hutang


ada 3 jenis hutang yaitu:
a) Hutang Jangka Pendek
Kewajiban keuangan yang harus dibayarkan dalam jangka waktu pendek. Contohnya:
hutang yang kita lakukan untuk kebutuhan kita sehari-hari
b) Hutang Jangka Menengah

2
3

Hutang yang mempunyai jangka waktu lebih dari hutang jangka pendek dan lebih
singkat dari hutang jangka panjang. Contohnya: hutang dilakukan dalam jangka
waktu lebih dari satu tahun dan kurnag dari sepuluh tahun.
c) Hutang Jangka Panjang
Hutang atau perjanjian yang dibuat antara peminjam dengan kreditor yang dilakukan
dengan kesepakatan bahwa pihak kreditor bersedia memberi pinjaman dalam jumlah
tertentu dan peminjam bersedia membayar hutang secara periodik.
Contohnya: hutang yang dilakukan secara jangka panjang adalah lebih dari 10 tahun
lamanya.

2.3 Rukun dan Syarat Hutang Piutang


Rukun Hutang Piutang (Berdasarkan QS Al-Baqarah: 282)
1) Lafaz memberi dan menerima hutang. Contohnya, “Saya memberi hutang
sebanyak Rp. 50.000 kepada anda untuk waktu tiga bulan”. Si peminjam
menjawab, “Saya berhutang kapada anda sebanyak Rp. 50.000 dan akan
membayarnya setelah waktu 3 bulan”. Pernyataan peminjam juga harus ditulis
secara jelas dan terang untuk menghindari sala interprestasi di kemudian hari.
2) Penulis Surat Perjanjian Hutang
a. Harus adil dan dipercaya oleh kedua belah pihak
b. Harus melaksanakan amanah seperti yang dikehendaki oleh pihak
berpiutang dan pengutang
3) Kehadiran Saksi yang dipercaya
a. Jumlah saksi adalah 2 orang (minimal). Jika tidak ada, cukup seorangh
lelaki dan diganti dengan 2 orang perempuan untuk mengingatkan
komitmen pengutang itu
b. Harus melapangkan diri jika sewaktu-waktu harus memberi kesaksian
terhadap perjanjian itu.
4) Pihak-Pihak yang Terlibat
a. Pihak yang memberi pinjaman. Pinjaman tersebut kedua belah pihak harus
dinyatakan dalam kertas perjanjian
b. Pihak-Pihak yang tidak boleh menggunakan paksaan terhadap penulis surat
perjanjian untuk mengubah jumlah uang itu
c. Pengesahan dari kedua belah pihak juga harus dinyatakan dengan materai
dan tanda tangan
4

d. perjanjian boleh diwakilkan oleh wali jika ada pihak yang tidak bisa
membaca atau menilai perjanjian itu.
5) Jumlah uang ataupun harta yang dipinjam
Perincian isi surat perjanjian dan Spesifikasi harta yang dipinjamkan harus
dinyatakan untuk menghindari salah paham di masa depan. Jika melibatkan
uang, jumlah pinjaman itu harus dinyatakan secara jelas dan seperti yang
disetujui oleh kedua belah pihak.

Sedangkan yarat Hutang Piutang yaitu:


1) Karena hutang piutang sesungguhnya merupakan sebuah transaksi (akad)
maka harus dilaksanakan melalui ijab dan qobul yang jelas sebagaimana jual
beli, dengan menggunakan lafadzh qard, salaf atau yang sepadan dengannya.
Masing-masing pihak harus memenuhi persyaratan kecakapan bertindak
hukum dan berdasarkan iradah (kehendak bebas).
2) Harta benda yang menjadi objeknya harus mul-mutaqawim. Mengenai jenis
harta benda yang dapat menjadi objek hutang piutang terdapat perbedaan
pendapat dikalangan fuqaha mazhab. Menurut fuqaha mazhab akad hutang
piutang hanya berlaku pad abenda yakni harta benda yang banyak padanya,
yang lazimnya dihitunjg melalui timbangan, takaran, dan satuan. Sedangkan
harta benda al-kimyyat tidak sah dijadikan objek hutang piutang seperti seni,
rumah, tanah, hewan, dan lain-lain.
3) Akad hutang piutang tidak boleh dikaitkan dengan suatu persyaratan diluar
hutang piutang itu sendiri yang menguntungkan pihak muqridh (pihak yang
menghutanginya). Misalnya persyaratan memberikan keuntungan (manfaat)
apapun bentuknya atau tambahan, fuqaha sepakat yang demikian ini haram
hukumnya. Jika keuntungan tersebut tidak dipersyaratkan dalam akad atau jika
hal itu telah menjadi urut kebiasaan di masyarakat.

2.4 Hukum Membayar Hutang dengan Barang


a. Akad hutang piutang menetapkan peralihan. Misalnya apabila seseorang
mengutangkan satu kilo gandum kepada orang lain maka barang tersebut terlepas
dari pemiliknya muqrid (orang yang menghutang) dan muqtarid (orang yang
berhutang). Menjadi pemilik atas barang tersebut sehingga ia bebas ber-tasharruf
atasnya. Hal ini sebagaimana berlaku pada akad jual beli, hibah dan hadiah/
5

b. Pihak muqtarid wajib melunasi hutang dengan barang yang sejenis jika objek
hutang adalah barang al-misliyat atau dengan barang yang sepadan (senilai) jika
objek hutang adalah barang al-qimyat. Ia sama sekali tidak wajib melunasi
hutangnya dengan a’in (barang) yang dihutangkannya. Pada sisi lain pihak muqrid
tidak berhak menuntut pengembalian barang yang dihutangkan karena barang
tersebut telah terlepas dari pemiliknya.
c. Utang Barang dibayar Barang
Pembayaran utang barang dibayar barang juga dapat dilakukan selama nilainya
sama atau tidak mengandung tambahan yang diperjanjikan saat akad, kecuali
tambahan tersebut diberikan sebagai ucapan terimakasih dan dilakukan saat
pelunasan hutang.
d. Utang Uang dibayar Barang
Pembayaran utang uang dengan barang juga dapat dilakukan selama nilainya sama
dan kesepakatannya dilakukan saat pelunasan utang.

Menurut Ahmad Azhar Basyir, agar hutang piutang menjadi sah, maka barang
yang dijadikan objek dalam hutang piutang harus memenuhi beberapa syarat:
1. Merupakan benda yang bernilai yang mempunyai persamaan dan
penggunaannya mengakibatkan musnahnya benda tersebut.
2. Dapat dimiliki
3. Dapat diserahkan pada pihak yang berhutang
4. Telah ada pada waktu pernjanjian dilakukan.

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa dalam hutang dan pelunasannya


dibolehkan dengan jenis mata uang yang berbeda atau dengan komoditas berbeda,
dengan ketentuan kesepakatannya dilakukan bukan pada saat pengambilan utang
melainkan pada saat pelunasannya dan menggunakan standar harga waktu pelunasan
bukan pada saat pengambilan utang dan juga nilainya harus sama.

\
6

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mneurut teori sendiri hutang adalah sesuatu yang dipinjam baik berupa uang
mapun benda. Seseorang atau benda usaha yang meminjam disebut debitur. Entittas
yang memberikan utang dixebut kreditur. Piutang adalah pemberian pinjaman dengan
nominal tertentu kepada perorangan atau perusahaan. Pengertian hutang piutang
adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada
peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah
yang sama.
Jenis Hutang ada 3 yaitu: Hutang jangka pendek, hutang jangka menengah,
dan hutang jangka panjang. dalam hutang dan pelunasannya dibolehkan dengan jenis
mata uang yang berbeda atau dengan komoditas berbeda, dengan ketentuan
kesepakatannya dilakukan bukan pada saat pengambilan utang melainkan pada saat
pelunasannya dan menggunakan standar harga waktu pelunasan bukan pada saat
pengambilan utang dan juga nilainya harus sama.

3.2 Saran
Ilmu-ilmu yang telah disampaikan pada makalah ini dari penulis untuk
pembaca diharapkan untuk dipahami dan diterapkan jika suatu saat pembaca
mengalami hal yang serupa dengan apa yang disampaikan pada makalah ini.
7

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Ramdansyah, Esensi Utang Dalam Konsep Ekonomi Islam, Jurnal Bisnis
`Volume 4, No. 1 Juni 2016

Cahyadi, A. (2014). MENGELOLA HUTANG DALAM PERSPEKTIF ISLAM.


Esensi: Jurnal Bisnis dan Manajemen, 4(1).
http://doi.org/10.15408/ess/v4il.1956

Anda mungkin juga menyukai