"Maka umat kita berhak untuk bangga atas umat umat yang lain," katanya.
"Mereka tidak menerimanya kecuali yang mereka ketahui jalur-jalur dan para
perawinya, serta yakin akan ketsiqahan dan keadilan mereka," katanya.
Imam muslim telah meriwayatkan dalam mukaddimah "Shahih" nya dari Ibnu
Sirin yang berkata, "Ulama dahulu tidak pernah menanyakan tentang sanad,
akan tetapi ketika terjadi fitnah mereka berkata, "Sebutkanlah kepada kami
dari siapa kalian mengambil riwayat hadist," lalu melihat kepada Ahlussunnah
dan mengambil hadis-hadisnya, serta melihat kepada ahli bid'ah dan
meninggalkan hadist-hadistnya."
Imam Az-Zuhri mengatakan "Sanad merupakan bagian dari agama, jika tidak
ada sanad maka siapa saja akan mengatakan dalam agama ini sesuai
dengan apa yang ia inginkan."
Ibnu Al Mubarok mengatakan, "Perbedaan antara kita dan kaum ahli bid'ah
adalah Al-Qawaim (penyangga) yaitu sanad. "Maka dari itu, para tabiin kerap
bepergian untuk mencari hadits. Bahkan para Junior sahabat pun bepergian
dari negara ke negeri untuk mendengarkan hadits-hadits yang Shahih dan
dari para perawi yang 'tsiqah'.
Upaya kedua, mengkritik para perawi para ulama telah melakukan penelitian
terhadap para perawi serta mempelajari kehidupan mereka sejarah mereka
dan riwayat hidup mereka untuk mengetahui keadaan mereka apakah mereka
jujur atau dusta. Celaan orang yang sering mencela tidak akan mengganggu
mereka dalam ibadah di jalan Allah ini.
Mereka menetapkan beberapa kaidah untuk diikuti dalam ilmu ini, dan untuk
menjelaskan siapa perawi yang berhak diambil hadisnya dan siapa yang
berhak untuk ditolak. Mereka menetapkan bahwa seluruh sahabat adil dan
tidak menisbahkan kedustaan kepada salah seorang pun dari sahabat Nabi
SAW.
Imam Al Ghazali mengatakan dalam kitab Al-Mustashfa "Pendapat yang
dianut oleh pendahuluan dari umat ini serta mayoritas ulama yang datang
setelah mereka, bahwa "adalah' mereka yaitu sahabat-sahabat adalah suatu
ketetapan yang merupakan ketetapan Allah atas 'adalah' mereka dan pujian
Allah atas mereka di dalam kitab-Nya.