Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. K


DENGAN DISPEPSIA
DI RUANG CEMPAKA 2 RSUD SOEWONDO KENDAL

DISUSUN OLEH:
AVINA DAMAYANTI
P1337420119359

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG


PROGRAM STUDI DIII KEPERWATAN SEMARANG KELAS KENDAL
POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2020/2021
I. HALAMAN JUDUL : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada
Tn.K Pasien dengan Dispepsia
II. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan (Arif, 2000).Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau
sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa penuh,
atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika, 2001).
Sedangkan menurut Aziz (1997), sindrom dyspepsia merupakan
kumpulan gejala yang sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri
epigastrium, kembung, rasa penuh, serta mual-mual.
2. Etiologi
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit
acid reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong
ke atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang
dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa
obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia.
Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia
secara rinci adalah:
1. Menelan udara (aerofagi)
2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
3. Iritasi lambung (gastritis)
4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
5. Kanker lambung
6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
8. Kelainan gerakan usus
9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
10. Infeksi Helicobacter pylory
Penyebab dyspepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis
dan lainnya).
2. Dyspepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya.

3. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak   
jelas, zat-zat seperti nikotin dan alcohol serta adanya kondisi kejiwaan stress.
Pemasukan makanan menjadi kurang dapat mengakibatkan erosi  pada
lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung. Kondisi Demikian
dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang
terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat  baik
makanan maupun cairan.

4. Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi tiga tipe :
1. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :
a. Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar 
d. Nyeri episodic
2. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
a. Mudah kenyang  
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal boating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dyspepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)
(Mansjoer, et al, 2007).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat
akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut
dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.  
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin
disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada
beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang
lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan
yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak
memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan  berat badan
atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani
pemeriksaan.

5. Pemeriksaan laboratorium
1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab
organic lainnya sperti antara lain pankreatitis kronis, DM. pada dyspepsia
biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi
helicobacter pylori.
3. Endoskopi
a. CLO (Rapid urea test)  b.
b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
6. Penatalaksanaan
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter   
pylori 1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan
bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang
disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20-150 ml/hari Golongan obat ini mudah didapat dan murah.
Antasid akan menetralisir  sekresi asam lambung. Antasid biasanya
mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat.
Pemberian antasid jangan terusmenerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama,
juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun
dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.
2. Antikolinergik  Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik.
Obat yang agak  selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor
muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%.
Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2 Golongan obat ini banyak digunakan untuk
mengobati dispepsia organik  atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang
termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin,
ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI) Golongan obat ini
mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir  dari proses sekresi
asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol,
lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif  Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan
enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam
lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi
prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,
meningkatkan  produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat
mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang
bersenyawa dengan  protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas
(SCBA).
6. Golongan prokinetik  Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid,
domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk
mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah
refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)
(Mansjoer et al, 2007).
7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan cemas) Pada pasien
dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul
berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi
(Sawaludin, 2005) Sedangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya
adalah sebagai  berikut :
1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas, obat-
obatan yang belebihan, nikotin rokok, dan stress
3) Atur pola makan

III. PATHWAY
IV. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang
dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan
menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi
adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu
makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan
perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer A,
2000, Hal. 488).
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang
terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai
dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn),
regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia,
mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996,
hal. 26)
2. Diagnosis keperawatan
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada
klien dengan dispepsia.
1) Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak 
setelah makan, anoreksia.
3) Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
adanya mual, muntah
4) Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
3. Focus Intervensi
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.

NO DIAGNOSA KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL
1. Nyeri epigastrium Setelah 1) Kaji tingkat nyeri, beratnya
berhubungan dengan dilakukan (skala 0 – 10)
iritasi pada mukosa tindakan 2) Berikan istirahat dengan posisi
lambung. keperawatan semifowler 
selama 1x24 3) Anjurkan klien untuk
jam Terjadinya menghindari makanan yang
penurunan atau dapat meningkatkan kerja asam
hilangnya rasa lambung
nyeri, dengan 4) Anjurkan klien untuk tetap
kriteria hasil mengatur waktu makannya
klien 5) Observasi TTV tiap 24 jam
melaporkan 6) Diskusikan dan ajarkan teknik
terjadinya relaksasi
penurunan atau 7) Kolaborasi dengan pemberian
hilangnya rasa obat analgesic
nyeri
2. Nutrisi kurang dari Setelah 1) Pantau dan dokumentasikan dan
kebutuhan dilakukan haluaran tiap jam secara adekuat
berhubungan dengan tindakan 2) Timbang BB klien
rasa tidak enak  keperawatan 3) Berikan makanan sedikit tapi
setelah makan, selama 1x24 sering
anoreksia. jam 4) Catat status nutrisi paasien:
Menunjukkan turgor kulit, timbang berat
peningkatan badan, integritas mukosa mulut,
berat badan kemampuan menelan, adanya
mencapai bising usus, riwayat
rentang yang mual/rnuntah atau diare.
diharapkan 5) Kaji pola diet klien yang
individu, disukai/tidak disukai.
dengan kriteria 6) Monitor intake dan output
hasil secara periodik.
menyatakan 7) Catat adanya anoreksia, mual,
pemahaman muntah, dan tetapkan jika ada
kebutuhan hubungannya dengan medikasi.
nutrisi Awasi frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air Besar
(BAB).

3. Perubahan Setelah 1) Awasi tekanan darah dan


keseimbangan cairan dilakukan nadi, pengisian kapiler,
dan elektrolit tindakan status membran mukosa,
berhubungan dengan keperawatan turgor kulit
adanya mual, selama 1x24 2) Awasi jumlah dan tipe
muntah jam masukan cairan, ukur
Menyatakan haluaran urine dengan akurat
pemahaman 3) Diskusikan strategi untuk
faktor menghentikan muntah dan
penyebab dan penggunaan laksatif/diuretik 
prilaku yang 4) Identifikasi rencana untuk
perlu untuk meningkatkan/mempertahan
memperbaiki kan keseimbangan cairan
defisit cairan, optimal misalnya : jadwal
dengan kriteria masukan cairan 5)
hasil Berikan/awasi
mempertahank hiperalimentasi IV
an /
menunjukkan
perubaan
keseimbangan
cairan,
dibuktikan
stabil,
membran
mukosa
lembab, turgor
kulit baik.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC

Inayah Iin, 2004, Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem  pencernaan,
edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika.

Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus

Suryono Slamet, et al, 2001, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI

Doengoes. E. M, et al, 2000, Rencana asuhan keperawatan, edisi 3 Jakarta, EGC

Price & Wilson, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta, EGC

Warpadji Sarwono, et al, 1996, Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI

Anda mungkin juga menyukai