Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH UTS PRAGMATIK

“ PRESUPOSISI DAN IMPLIKATUR DI


SD”

OLEH:

RITA INDAH MESRAYANI

18129078

18 BKT 13

DOSEN PEMBIMBING:
NUR AZMI ALWI, S.S., M. Pd.

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Pragmatik ini. Kami berharap
dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi kita semua tentang
Presuposisi dan Implikatur. Serta tidak lupa kami haturkan rasa hormat dan
ucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Nur Azmi Alwi, S.S., M. Pd selaku Dosen
MataPragmatik.
Makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami minta maaf jika ada
kesalahan dalam penulisan makalah ini dan kami sangat mengharapakan masukan,
kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami dan pihak lain yang membacanya.

Palupuh, Oktober2021

penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guru merupakan cermin bagi siswa dalam berbahasa. Baik buruknya suatu
ujaran guru disadari atau tidak, akan menjadikan sebuah pembelajaran bagi anak.
misalnya, ketika guru mengajukan pertanyaan kepada siswa atau memerintah
siswa untuk melakukan sesuatu dengan ujaran bernada tinggi atau galak. Ujaran
yang demikian akan menciptakan reaksi yang beragam bagi anak, seperti siswa
akan malas belajar, tidak berani bertanya, tidak mau melakukan perintah
gurunya, bahkan setiap pembelajaran, siswa tidak mau masuk kelas lantaran
takut. Atau sebaliknya anak akan lebih bergairah, semangat, aktif, kreatif, bahkan
berprestasi. Hal tersebut merupakan salah satu reaksi dari tuturan yang dilakukan
oleh guru yang dapat membentuk pemikiran-pemikiran kritis padasiswa.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan menginterpretasi,
menganalisis, dan mengevaluasi gagasan dan argumen. Para siswa seharusnya
segera diarahkan mengerjakan tugas, mengevaluasi argumen-argumen, dan
mengajukan argumennya sendiri. Dengan kemampuan berpikir kritis, siswa
cenderung menikmati proses berargumentasi. Ketika mereka belajar lebih banyak
lagi tentang mengevaluasi dan mengajukan argumen, mereka kemudian bisa
melihat kembali apa yang telah dikerjakan sebelumnya dan melihat sejauh mana
mereka dapat mengerjakannya lagi dengan baik. Berpikir kritis menuntut keras
untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan yang asumtif berdasarkan
bukti pendukungnya dan simpulan-simpulan lanjutan yang diakibatkannya.
Pragmatik berusaha menggambarkan sebuah ujaran yang disampaikan oleh
penutur atau pembicara dengan mengetahui makna tersebut. Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu yang
mempelajari bahasa dalam pemakaiannya serta makna yang dihasilkan oleh
kalimat yang dapat diketahui dengan melihat konteks yang ada saat tuturan
tersebut berlangsung. maka kita dapat mengetahui makna yang diinginkan oleh
pembicara dengan memperhatikan konteks yang melingkupi peristiwa tutur
tersebut. Batasan pragmatik adalah aturan-aturan pemakaian bahasa mengenai
bentuk dan makna yang dikaitkan dengan maksud pembicara, konteks, dan
keadaan.

B. RumusanMasalah
1. Apa pengertian praanggapan?
2. Apa saja jenis-jenispraanggapan?
3. Apa pengertian implikatur ?
4. Apa saja jenis-jenisimplikatur?
5. Apa hubungan praanggapan dan implikatur dengan pembelajaran diSD?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertianpraanggapan.
2. Untuk mengetahui jenis-jenispraanggapan
3. Untuk mengetahui pengertianimplikatur.
6. Untuk mengetahui hubungan praanggapan dan implikatur dengan
pembelajaran diSD
BAB II
PEMBAHASAAN

A. PRESUPOSISI(PRAANGGAPAN)
1. Pengertian
Presuposisi (praanggapan) berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam
bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti
sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan
sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yangdibicarakan.
Ketika seorang penutur dan petutur terlibat dalam suatu interaksi percakapan,
mereka tidak hanya saling berbagi informasi, namun asumsi dan harapan juga
muncul di dalamnya sebagai interpretasi tuturan-tuturan yang mereka hasilkan
(Wijana, 2011: 37). Artinya, sebuah kalimat dapat mempraanggapkan dan
mengimplikasikan kalimat yang lain jika ketidakbenaran kalimat yang kedua
(jika dipraanggapkan) mengakibatkan kalimat yang pertama (yang
mempraanggapkan) tidak dapat dikatakan benar atau salah. Secara singkat dapat
dikatakan sebagai suatu ungkapan yang mempunyai nilai benar atau salah yang
dibuktikan ketika melihat realita yang da, sehingga memunculkan makna tersirat
yang sama-sama dipahami oleh penutur dan mitratutur.

2. Jenis-jenisPraanggapan
Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian
sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule, 2006:46). Selanjutnya Gorge
Yule mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan, yaitu
presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi
leksikal, presuposisi struktural, dan presuposisi konterfaktual.
a. PresuposisiEsistensial
Praanggapan eksistensial berasal dari akar kata ex-sistere, yang secara
lisan bergerak atau tumbuh ke luar. Dengan istilah ini hendak dikatakan
oleh para eksistensial bahwa eksistensial manusia seharusnya dipahami
bukan sebagai kumpulan substansi-substansi, mekanisme-mekanisme,
atau pola-pola statis melainkan sebagai “gerak” atau “menjadi”, sebagai
sesuatu yang“mengada”.
Praanggapan eksistensial (existential presupposition) adalah
praanggapan yang menunjukkan eksistensi keberadaan jati diri referen
yang diungkapkan dengan kata yang definit. Jelasnya praanggapan ini
tidak hanya diasumsikan keberadaannya dalam kalimat-kalimat yang
menunjukkan kepemilikan, tetapi lebih luas lagi keberadaan atau
eksistensi dari pernyataan dalam tuturan tersebut. Praanggapan
eksistensial menunjukkan bagaimana keberadaan atas suatu hal dapat
disampaikan lewatpraanggapan.
Contoh:
(a) John melihat pria berkepaladua.
(b) ada seorang pria berkepaladua.
Berdasarkan contoh (7) di atas, pernyataan itu mengandaikan
keberadaan seorang pria dengan dua kepala seperti yang terlihat oleh John.
b. PresuposisiFaktif
Praanggapan ini muncul dari informasi yang ingin disampaikan
dengan kata-kata yang menunjukkan suatu fakta atau berita yang diyakini
keberadaannya. Praanggapan faktif adalah praanggapan di mana informasi
yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu
kenyataan (Yule, 2006: 46). Kata-kata yang bisa menyatakan fakta dalam
tuturan ialah kata kerja yang dapat memberikan makna pasti tuturan
tersebut.
Contoh:
(a) Kami menyesal mengatakankepadanya.
(b) Kami mengatakankepadanya.
Praanggapan kalimat di atas adalah “kami mengatakan kepadanya”.
Pernyataan tersebut menjadi faktual karena telah disebutkan dalam
tuturan. Penggunaan kata mengatakan, mengetahui, sadar, mau adalah
kata-kata yang menyatakan sesuatu yang dinyatakan sebagai sebuah fakta
dari sebuah tuturan. Walaupun di dalam tuturan tidak ada kata-kata
tersebut, kefaktualan suatu tuturan yang muncul dalam praanggapan bisa
dilihat dari partisipan tutur, konteks situasi, dan juga pengetahuan
bersama
c. PresuposisiLeksikal
Praanggapan leksikal didefinisikan sebagai makna konvensional yang
dinyatakan dan ditafsirkan dengan asumsi bahwa makna lain yang tidak
dinyatakan dapat dipahami oleh penerima (Levinson, 1983). Praanggapan
ini merupakan praanggapan yang didapat melalui tuturan yang
diinterpretasikan melalui penegasan dalam tuturan. Berbeda dengan
praanggapan faktif, tuturan yang merupakan praanggapan leksikal
dinyatakan dengan cara tersirat sehingga penegasan atas praanggapan
tuturan tersebut bisa didapat setelah pernyataan dari tuturan tersebut.
Terdapat beberapa satuan bahasa yang digunakan sebagai penanda dalam
praanggapan leksikal ini seperti: memulai, menyelesaikan, melanjutkan,
membawa, meninggalkan, dan berhenti.
Contoh:
(a) Mereka mulai mengeluh.
(b) Sebelumya mereka tidakmengeluh.
Praanggapan tersebut muncul dengan adanya penggunaan kata „mulai‟
bahwa sebelumnya tidak mengeluh namun sekarang mengeluh.
d. PresuposisiNon-faktif
Praanggapan nonfaktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan
tidak benar. Praanggapan ini masih memungkinkan adanya pemahaman
yang salah karena penggunaan kata-kata yang tidak pasti atau ambigu.
Contoh:
(a) Andai aku seorangdokter.
(b) Aku bukandokter.
Penggunaan „andai‟sebagai pengandaian bisa memunculkan
praanggapan nonfaktif. Selain itu praanggapan yang tidak faktual bisa
diasumsikan melalui tuturan yang kebenarannya masih diragukan dari fakta
yang disampaikan.
e. PresuposisiStruktural
Praanggapan struktural mengacu pada sturktur kalimat-kalimat
tertentu telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan
konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya.
Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional diinterpretasikan
dengan kata tanya (kapan dan di mana) sesudah diketahui sebagai
masalah, pertanyaan alternatif (alternative question), dan pertanyaan
ya/tidak (yes/no question). Dengan kata lain praanggapan ini dinyatakan
dengan tuturan yang strukturnya jelas dan langsung dipahami tanpa
melihat kata-kata yangdigunakan.
Contoh:
(a) Kemana Gayusbertamasya?
(b) Gayusbertamasya.
Praanggapan yang menyatakan „keberadaan‟sebagai
bahanpembicaraan yang dipahami oleh penutur melalui struktur kalimat
tanya yang menanyakankemana.
f. Praanggapankonterfaktual
Presuposisi (praanggapan) konterfaktual berarti bahwa yang di
praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan
(lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan.
Contoh :
(a) Seandainya ibu kota Jawa Barat ada diSumedang.
(b) Ibu kota Jawa Barat bukan diSumedang.

B. IMPLIKATUR
1. Pengertian
Konsep implikatur kali pertama dikenalkan oleh H.P. Grice (1975)
untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan
oleh teori semantik biasa. Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa
yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang
berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule 1983:1).
Makna tersirat (implied meaning) atau implikatur adalah makna atau pesan
yang tersirat dalam ungkapan lisan dan atau wacana tulis. Kata lain implikatur
adalah ungkapan secara tidak langsung yakni makna ungkapan tidak tercermin
dalam kosa kata secara literal. Dalam pemakaian bahasa terdapat implikatur
yang disebut implikatur konvensional, yaitu implikaturyang ditentukan oleh
„artikonvensionalkata-katayangdipakai‟.
2. Jenis-jenis Implikatur
a. ImplikaturPercakapan
Asumsi dasar percakapan adalah jika tidak ditunjukan sebaliknya
bahwa peserta tuturnya mengikuti maksim-maksim prinsip kerja sama.
Maksim adalah pernyataan ringkas yang mengandung ujaran atau
kebenaran umum tentang sifat-sifat manusia.
Untuk memperjelas, berikut contohnya :
Lisa : Nanti, kamu bawakan aku kue pelangi dan jus jeruk, ya.
Mona : Oke, aku akan bawakan kamu kue pelangi.
Pada contoh tuturan di atas, Lisa berasumsi bahwa Mona melakukan
kerja sama. Namun, Mona tidak sadar sepenuhnya maksud Lisa tentang
maksim kuantitas karena Mona tidak menyebutkan jus jeruk. Jika
membawakan jus jeruk, maka Mona akan mengatakannya karena ia ingin
memenuhi maksim kuantitas. Lisa seharusnya menyimpulkan bahwa apa
yang dia katakan melalui suatu implikatur percakapan. Sebab, penuturlah
yang menyampaikan makna melalui implikatur dan sosok yang mengenali
makna-makna yang disampaikan lewat inferensi.
b. Implikatur PercakapanUmum
Implikatur percakapan khusus tidak dipersyaratkan untuk
memperhitungkan makna tambahan yang disampaikan, maka disebut
implikatur percakapan umum.
Contoh:
Pada suatu hari saya duduk di sebuah taman. Sepasang kekasih pun
duduk di salah satu bangku taman itu.
Contoh implikatur pada tuturan di atas adalah bahwa taman dan
pasangan kekasih bukanlah milik penutur dan tak dikenali penutur.
Apabila penutur lebih spesifik menuturkan, maka bisa jadi kebun dan
sepasang kekasih yang dimaksudkannya dikenalinya. Misalnya, Pada
suatu hari saya duduk di tamanku. Sepasang kekasih yang kukenalpun
duduk di salah satu bangku tamanku itu.
c. ImplikaturBerskala
Informasi selalu disampaikan dengan memilih sebuah kata yang
menyatakan suatu nilai dari suatu skala nilai.Ini secara khusus tampak
jelas dalam istilah-istilah untuk mengungkapkan kuantitas, seperti yang
ditunjukkan dalam sebuah skala, ketika istilah-istilah itu didaftar dari skala
nilai tertinggi ke nilaiterendah.
Contoh : semua, sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit selalu,
sering, kadang-kadang.
"Saya sedang belajar ilmu bahasa dan saya telah melengkapi beberapa
mata kuliah yang dipersyaratkan."
Dengan memilih kata "beberapa" dalam contoh tuturan di atas penutur
menciptakan suatu implikatur. Ini yang disebut implikatur berskala.
Implikatur berskala adalah semua bentuk negatif dari skala yang lebih
tinggi yang dilibatkan apabila dalam skala itu dinyatakan.
d. Implikatur PercakapanKhusus
Pada sebuah percakapan, implikatur telah diperhutangkan tanda
adanya pengetahuan khusus terhadap konteks tertentu. Akantetapi,
seringkali percakapan kita terjadi dalam konteks yang sangat khusus.
Inferensi-inferensi yang demikian dipersyaratkan untuk menentukan
maksud yang disampaikan menghasilkan implikatur percakapan khusus.
Contoh :
Mira : Apakah kamu suka es krim?
Anton : Apa itu Magnum Gold?
Mira bertanya apakah lawan tuturnya menyukai es krim atau tidak.
Akan tetapi, Anton sebagai lawan tutur tidak menjawab ya atau tidak.
Namun, keduanya melakukan kerja sama. Mira tidak memerlukan jawaban
ya, namun sudah mengerti kalau Anton menyukai es krim karena
menyebutkan merek es krim terkenal. Artinya, Anton menunjukkan
ketertarikan terhadap es krim.
e. ImplikaturKonvensional
Implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau
maksim-maksim. Implikatur konvensional tidak harus terjadi dalam
percakapan,dan tidak langsung pada konteks khusus untuk
mengiterpretasikannya. Implikatur konvensional diasosiasikan dengan
kata-kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan apabila yang
disampaikan apabila kata-kata itu digunakan. Kata penghubung "tetapi"
adalah salah satu kata-kata ini.
Contoh:
Indi menyarankan warna hitam, tetapi saya ingin warna putih.
Pada contoh di atas, kenyataan bahwa Indi menyarankan warna hitam,
bertolak belakang dengan pilihan saya warna putih. Melalui implikatur
konvensional 'tetapi'. Hal ini terjadi dalam pemakaian bahasa biasanya
terdapat implikatur yang disebut implikatur konvensional, yaitu
implikatur yang ditentukan oleh „arti konvensional kata-kata yang
dipakai‟.
C. HUBUNGAN PRAANGGAAN DAN IMPLIKATURPADA
PEMBELAJARAN DISD
Tindak tutur pembelajaran dianalisis berdasarkan kompetensi dasar yang
telah ditranskripsikan, baik pada pada jenjang Sekolah Dasar (SD) . Berdasarkan
kompetensi dasar inilah akan dianalisis tidak tutur yang guru dan siswa lakukan
karena suatu tindak tutur yang dihasilkan sangat bergantung kepada kompetensi
atau tujuan pembelajaran. Untuk memudahkan dalam penganalisisan baik itu
menginterpretasikan, memberikan makna, melihat keterkaitan antara ujaran
praanggapan dan implikatur dalam dialog yang dikemukakan guru dengan siswa
dan sebagai curah gagasan penulis, dialog antara guru dan siswa yang bermuara
pada pembentukan pemikiran kritis ideologis oleh siswa, maka penulis
mengilustrasikan praanggapan dan implikatur antara guru dan siswa tersebut pada
kegiatan inti dalam pembelajaran.
Kegiatan inti hendaknya menggunakan metode yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan
peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi
yang akan dipelajari dengan menggunakan beragam pendekatan pembelajaran,
media pembelajaran dan sumber belajar lain; guru memfasilitasi terjadinya
interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan
sumber belajar lainnya; guru melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap
kegiatan pembelajaran; misalnya guru memfasilitasi peserta didik melakukan
percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan. Hal ini merupakan upaya guru
dalam pembentukan kritis ideologis untuk siswa-siswi Indonesia.
Seperti penggalan ilustrasi pembelajaran berikut:
Guru: Ya, ada yang pernah baca gravitasi bumi? Ada yang tahu? Apa itu
gravitasi bumi, Alita?
Siswa: Gaya tarik.
Guru: Siapa bisa mencontohkan terjadinya gaya tarik bumi. Eko coba
contohkan!
S: Suatu benda jatuh.
Guru menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran
dan sumber belajar lain. Guru memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik
serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
Selain itu guru juga melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran Perhatikan tuturan berikut.
Guru: Coba berikan kometar mengenai penampilan teman kalian dalam
pembacaan dialog tadi! Siapa yang akan mencoba memberikan komentar? Mela:
Saya Bu. Guru: Ya, Mela Mela: Ridwan kurang ekspresif, Bu. Guru: Lalu
bagaimana seharusnya menurutmu? Mela: (Mela mengajak teman sebangkunya,
Rina untuk membenarkan ekspresi Ridwan di depan kelas)
Hal ini, menunjukkan adanya praanggapan oleh guru bahwa siswa lainnya
akan bisa mengomentari. Mela dan Rina langsung mementaskan dialog di depan
kelas, tanpa ada jawaban darinya untuk gurunya yang sebelumnya bertanya
“bagaimana seharusnya menurutmu?”. Hal ini juga tampak, Mela dan Rina
berpikir kritis ideologis untuk bisa menampilkan terbaik sebagai bentuk komentar
pembenarannya dariRidwan.
Guru: Kalau begitu, unsure-unsur yang harus ada dalam naskah drama apa
saja ya? Bingung ibu? Tokohnya apakah hanya dua ya?
Siswa: Ada beberapa aspek Bu, dan tokohnya tidak harus dua.
Guru: Lalu, ada apakah alurnya harus selalu maju?
Siswa: Tidak bu, semua tergantung penulisnya.
Guru: Bagaimana? Ibu bisa dijelaskan? Coba ketua kelas!
Siswa: unsur yang harus ada dalam penulisan naskah drama ada tokoh dan
penokohan, ada tema, ada pesan yang disampaikan oleh penulis.. (tiba tiba guru
memotong jawaban siswa. Dan meminta gentian siswa lain yang menjawab)
Guru: Ya, bagus. Cukup. Sekarang ibu minta dijelaskan olehBudi.
Siswa: Ada alur, ada setting, dan ada dialognyaBu..
Guru: iya bagus, sekarang ibu sudah paham. Terimakasih. Sekarang kalian
sudah memahaminya. Ada yang ingin bertanya? Atau silakan yang ingin memberi
masukan?
Siswa: Bu, Nita tidak bertanya, tetapi Nita ingin memberikan masukan.
(tanpa menunggu jawaban dari guru, Nita langsung menyampaikan pendapatnya)
Bagaimana, kalau kita menulis naskah drama, lalu naskah yang kita tulis itu, nanti
akan dipentaskan teman yang lain. Jadi, naskah yang kita tulis tidak dikoreksi Ibu,
tetapi dipentaskan secara langsung. Di samping itu, penilaian dapat dilakukan
secara serempak. Pertama, penilaian pementasan drama dan kedua penilaian
mengenai naskah yang dibawakan.
Melihat tuturan itu, praanggapan guru dengan cara memancing siswa
berpikir kritis ideologis mengenai pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Praanggapan guru, bahwa siswa akan bisa menjawab pertanyaan, sebab siswa telah
bisa memahami materi yang ia terima dan sebagai efek dari pembelajaran berpusat
pada siswa. Implikatur yang terjadi, siswa tanpa menunggu izin dari guru bahwa ia
akan menyampaikan pendapatnya mengenai kelangsungan pembelajaran
selanjutnya agar menarik. Selain itu, secara tersirat, hal ini merupakan bentuk
pemikiran kritis ideologis siswa mengenai pembelajaran yang akanberlangsung.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum
melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra
tutur, jenis praanggapan yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif,
presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural, dan
presuposisikonterfaktual.
Implikatur adalah ungkapan secara tidak langsung yakni makna ungkapan
tidak tercermin dalam kosa kata secara literal. Dalam pemakaian bahasa terdapat
implikatur yang disebut implikatur konvensional, yaitu implikatur yang
ditentukan oleh „arti konvensional kata-kata yang dipakai‟
B. Saran
Penulis menyarankan agar pembaca dapat mengembangkan dan memahami
apa itu praanggapan dan implikatur. Sehingga pada akhirnya pembaca dapat
menggunakan dan bersosialisasi dengan baik dengan mempertimbangkan
praanggapan, implikatur, yang baik dalam berkomunikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leoni Agustin. 1995. Sosiolinguistik Pengenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.

George, Yuli. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional.

Ihsan, Dimroh. 2011. Pragmatik, Anasilisis Wacana, dan Guru Bahasa. Palembang:
Universitas Sriwiwjaya.

Kridalaksana. Hari Muriti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai