Anda di halaman 1dari 15

RANGKUMAN MATA KULIAH (RMK) ETIKA BISNIS DAN PROFESI

BAB 5 GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

Disusun Oleh :

Kelas : B

Kelompok 7

1. FINANDA SALSAHIRA (21013010078)


2. ANISA APRILIA (21013010079)
3. MAYZURA RAHMA AULIA PUTRI (21013010093)
4. DEWI SINTA (21013010081)
5. ROHAN AS SADZILI (21013010096)
6. MUHAMAD RISA FARHAN (21013010097)

PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

TAHUN AJARAN 2022


LATAR BELAKANG MUNCULNYA GCG

Munculnya sistem ekonomi kapitalis pada abad ke 20 dimana merupakan awal


keruntuhan sistem ekonomi komunis di Uni Soviet. Sistem ekonomi kapitalis swasta lebih
didominankan, serta dalam sistem ini mulai diakui kepemilikan pribadi. Pada masa ini
perusahaan swasta mulai berkembang dan berhasil mempengaruhi kebijakan dan regulasi di
sektor pemerintahan karena pertumbuhan bisnisnya telah mencakup skala internasional.

Terjadinya krisis ekonomi di beberapa negara Asia khususnya Indonesia pada tahun
1998 yang disebabkan oleh praktik bisnis yang tidak etis. Sebelum krisis moneter terjadi di
Indonesia, para pengusaha telah melakukan banyak pinjaman dengan jumlah yang signifikan
dalam bentuk valuta asing kepada lembaga perbankan yang ada di Indonesia. Jumlah hutang
yang meningkat pesat menyulitkan para pengusaha membayar cicilan hutang kepada pihak
lembaga perbankan Indonesia sehingga nilai rupiah terhadap dolar Amerika semakin merosot.

Kredit macet yang dialami sistem perbankan di Indonesia disebabkan oleh para debitur
yang dalam melunasi kredit jangka panjang maupun kredit jangka pendek. Permasalahan ini
semakin merambat sampai ke ranah politik, ekonomi dan sosial. Praktek KKN (Korupsi Kolusi
dan Nepotisme) memiliki peluang yang besar dikarenakan tata kelola pemerintahan dan tata
kelola perusahaan yang buruk atau yang biasa yang dikenal dengan Bad Goverment
Governance dan Bad Corporate Governance.

PENGERTIAN GCG
Good Corporate Governance atau sering disingkat GCG adalah suatu praktik
pengelolaan perusahaan secara amanah dan prudensial dengan mempertimbangkan
keseimbangan pemenuhan kepentingan seluruh stakeholders. Dengan implementasi GCG /
penerapan GCG, maka pengelolaan sumberdaya perusahaan diharapkan menjadi efisien,
efektif, ekonomis dan produktif dengan selalu berorientasi pada tujuan perusahaan dan
memperhatikan stakeholders approach.

Perkembangan usaha dewasa ini telah sampai pada tahap persaingan global dan terbuka
dengan dinamika perubahan yang demikian cepat. Dalam situasi kompetisi global seperti ini,
Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu keharusan dalam rangka membangun
kondisi perusahaan yang tangguh dan sustainable.

1
PRINSIP-PRINSIP GCG

Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu:

1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses


pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan
relevan mengenai perusahaan.
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang
berlaku.
4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang
tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-
prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam
memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku.

Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui


supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap
pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku.

Laporan keuangan yang lengkap dan benar (prinsip akuntabilitas) merupakan salah satu
alat pertanggungjawaban (prinsip tanggung jawab) para pengelola (manajemen, direksi)
kepada para pemangku kepentingan. Wujud pertanggungjawaban manajemen tidak terbatas
hanya dalam bentuk penyampaian laporan keuangan (dimensi ekonomis) saja, tetapi juga
mencakup empat dimensi lainnya (hukum, moral, sosial, dan spiritual). Laporan keuangan yang
baik adalah laporan keuangan yang menyajikan kinerja keuangan apa adanya, tidak ada yang
disembunyikan, dan disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Keempat prinsip ini, merupakan jawaban atas permasalahan/skandal yang dihadapi


oleh dunia usaha. Berbagai skandal yang marak dihadapi dunia usaha terjadi dalam bentuk :

2
1. Perlakuan tidak adil yang dihadapi oleh satu atau beberapa pemangku kepentingan.
Misalnya, tekayasa pengajuan pinjaman (credit proposal) yang dilakukan oleh direksi
perusahaan untuk kredit bank tentu lebih menguntungkan kepentingan pemegang saham
dan merugikan kepentingan pemangku kepentingan lainnya-dalam hal ini adalah bank.
2. Maraknya rekayasa laporan keuangan dan sering timbulnya insider trading yang dilakukan
oleh para eksekutif puncak, bahkan melibatkan akuntan publik ternama.
3. Munculnya berbagai kejahatan kerah putih (white collar crime) yang sangat canggih,
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melibatkan para pelaku bisnis dan oknum birokrasi
pemerintahan sangat merugikan masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan.

MANFAAT GCG

Salah satu akar krisis ekonomi di Indonesia dan krisis pasar modal di AS adalah
buruknya kinerja perusahaan-perusahaan besar yang disebabkan oleh berbagai praktik
kecurangan yang dilakukan oleh para eksekutif. Praktik-praktik manipulasi ini sangat
merugikan bagi investor, sehingga mereka tidak percaya dan melakukan penarikan modal
besar-besaran. Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan
kepercayaan para investor dan institusi terkait di pasar modal.

Tjager dkk. (2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan
GCG itu bermanfaat, yaitu:

1. Berdasarkan survei McKinsey&Company menunjukkan bahwa para investor institusional


lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah
menerapkan GCG.
2. Berdasarkan berbagai analisis, ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis finansial
dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola perusahaan.
3. Internasionalisasi pasar-termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal-menuntu
perusahaan untuk menerapkan GCG.
4. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat menjadi dasar
bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini
telah banyak berubah.
5. Secara teoretis, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.

3
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dat
penerapan GCG adalah:

1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.


2. Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah.
3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap
perusahaan.
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

GCG DAN HUKUM PERSEROAN DI INDONESIA

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UU nomor 40 Tahun 2007, yang dimaksud
dengan Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang Undang ini serta
peraturan pelaksanaannya.

Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007,


dikatakan alasan pencabutan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 untuk diganti dengan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Pertimbangan tersebut antara lain karena adanya
perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan
masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hukum, kesadaran sosial
dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip
pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance).

Ketentuan yang disempurnakan ini, antara lain:

a. Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada,


seperti: telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya (Pasal 77).
b. Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan hukum
dan pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (Bab II).
c. Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris,
termasuk mengatur mengenal komisaris independen dan komisaris utusan (Bab VII).
d. Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Bab V).

4
Wewenang dari ketiga organ ini diatur dalam Bab I Pasal 1 sebagai berikut:

● Ayat 4 : Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Orpa
Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi ata Dewan
Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan atau anggaran
dasar.
● Ayat 5 : Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh
atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar.
● Ayat 6 : Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada
Direksi.

Secara lebih spesifik, wewenang, tugas, dan tanggung jawab ketiga organ ini dapat
diringkas sebagai berikut:

1. RUPS
a. Menyetujui dan menetapkan perubahan Anggaran Dasar Perusahaan (Pasal 19 ayat
1).
b. Menyetujui pembelian kembali dan pengalihan saham Perseroan (Pasal 38 ayat 1).
c. Menyetujui penambahan dan pengurangan modal Perseroan (Pasal 41 ayat 1 dan
Pasal 44 ayat 1).
d. Menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan termasuk laporan keuangan Direksi
serta laporan tugas pengawasan Komisaris (Pasal 69).
e. Menyetujui dan menetapkan penggunaan laba bersih, penyisihan cadangan dan
dividen, serta dividen interim (Pasal 71 dan Pasal 72).
f. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan
pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan (Pasal 89).
g. Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris (Pasal
94 dan Pasal 111).
h. Menetapkan besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi dan Komisaris (Pasal 96
dan Pasal 113).

5
2. Dewan Komisiaris
a. Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, dan memberikan nasehat kepada Direksi (Pasal
108 dan Pasal 114).
b. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang
bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 114 ayat 3 dan
ayat 4).
c. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan bila disebabkan
oleh kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian
nasehat (Pasal 115).
d. Diberi wewenang untuk membentuk komite yang diperlukan untuk mendukung tugas
Dewan Komisaris (Pasal 121).
3. Dewan Direksi
a. Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan
kebijakan yang dianggap tepat dalam batas yang ditetapkan Undang-Undang dan
Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 92)
b. Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan bila
yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 97).
c. Mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 98).
d. Wajib membuat Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi
(Pasal 100 ayat 1a).
e. Wajib membuat laporan tahunan (pasal 100 ayat 1b).
f. Wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan, dan dokumen
Perseroan lainnya ditempat kedudukan Perseroan (Pasal 1c dan Pasal 2).
g. Wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan, atau
menjadikan jaminan utang Perseroan (Pasal 102).

Dengan demikian, RUPS merupakan organ tertinggi dan memegang wewenang


tertinggi dalam perusahaan yang berbadan hukum PT. Anggota Dewan Komisaris dan Dewan
Direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan Direksi bertugas untuk menjalankan
kegiatan operasi perusahaan berdasarkan arahan dan garis besar kebijakan yang telah
ditetapkan oleh RUPS, Dewan Komisaris, serta Anggaran Dasar Perseroan yang berlaku dalam
koridor hukum.

6
ORGAN KHUSUS DALAM PENERAPAN GCG

Indra Suryana dan Ivan Yustiavandana (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan
empat organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu :

1. Komisaris Independen
2. Direktur Independen
3. Komite Audit
4. Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)

Komisaris Direktur Independen

Menurut Indra Suryana dan Ivan Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua
pengertian independen terkait dengan konsep komisaris dan direktur independen tersebut.
Pertama, Komisaris dan Direktur Independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili
pemegang saham independen (pemegang saham minoritas). Sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Perseroan, anggota Direksi dan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh
RUPS, sedangkan keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan atas perbandingan jumlah
suara para pemegang saham.

Kedua, Komisaris dan Direktur Independen adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam
kapasitas mewakili pihak manapun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang
pengetahuan, pengalaman dan keahlian hukum lokal yang dimilikinya untuk sepenuhnya
menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan. Keberadaan Komisaris Independen telah
diatur Bursa Efek Indonesia melalui peraturan BEI sejak tanggal 20 Juli 2001 mengenai
beberapa hukum tentang Komisaris Independen adalah sebagai berikut :

● Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham


Pengendali Perusahaan tercatat yang bersangkutan sekurang-kurangnya enam bulan
sebelum menunjukkan sebagai direktur tidak terafiliasi.
● Tidak memiliki hubungan afiliasi Komisaris dan Direktur lainnya dari perusahaan Tercatat
yang bersangkutan.
● Tidak bekerja rangkap sebagai direksi pada perusahaan lain
● Tidak menjadi Orang Dalam pada lembaga atau profesi perpanjang pada pasar modal yang
jasanya digunakan oleh Perusahaan Tercatat selama enam bulan sebelum penunjukan
sebagai direktur

7
Komite Audit

Komite Audit Dewan komisaris membentuk komite audit untuk membantu tugas
pengawasan yang diperlukan. Menurut Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan
Yustiavandana,2006), tugas, tanggung jawab, dan wewenang Komite Audit adalah
membantu Dewan Komisaris, antara lain:

1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip tanggung


jawab).
2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip transparansi).
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit eksternal,
serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal (prinsip akuntabilitas).
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun buku
yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).

Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI Institute menyebutkan syarat-syarat
menjadi anggota Komite Audit adalah :

a. Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.


b. Terdiri atas sekurang kurang kurangnya 1 (satu) Komisaris Independen dan sekurang-
kurangnya 2 (dua) orang anggota berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik.
c. Memiliki integritas tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang memadai
sesuai latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.
d. Salah satu dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang pendidikan keuangan dan
akuntansi.
e. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan.
f. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik yang memberikan jasa audit
dan/atau non-audit pada Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan dalam 1 tahun
terakhir sebelum diangkat oleh Komisaris sebagaimana dimaksud dalam 12 Peraturan
VIII.A.2. Tentang Independen Akuntan yang memberikan jasa audit di Pasar Modal.
g. Bukan merupakan karyawan kunci Emiten atau Perusahaan Publik dalam 1 tahun terakhir
sebelum diangkat Komisaris.
h. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau
Perusahaan Publik. Dalam anggota Komite Audit memperoleh saham akibat suatu

8
peristiwa hukum, maka dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah
diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan terhadap pihak lain.
i. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten, Komisaris, Direktur, atau Pemegang
Saham Utama.
j. Tidak mempunyai hubugan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan
dengan kegiatan usaha Emiten.
k. Tidak merangkap sebagai anggota Komite Audit pada Emiten atau Perusahaan Publik lain
pada periode yang sama.
l. Sekretaris Perusahaan harus bertindak sebagai Sekretaris Komite Audit.

Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)

Fungsi utama sekretaris eksekutif lebih banyak untuk membantu pejaba eksekutif yang
bersangkutan, antara lain: menyangkut pengaturan jadwal kegiatan, jadwal rapat dokumentasi
surat masuk dan surat keluar, penerimaan telepon, pengurusan tiket dan dokume perjalanan,
dan sebagainya. Oleh karena itu, seorang sekretaris eksekutif hanya bertanggung jawab kepada
pejabat eksekutif yang bersangkutan karena hanya menjalankan tugas-tugas yang
diperintahkan oleh pejabat eksekutif yang bersangkutan.

Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis karena
orang dalam jabatan ini berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason officer) atau semacam
public relations/ investor relations antara perusahaan dengan pihak di luar perusahaan,
khususnya bagi perusahaan perusahaan besar yang telah mendaftarkan sahamnya di bursa.
Tugas utama sekretaris perusahaan antara lain menyimpan dokumen perusahaan, Aturan yang
berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat antara lain pada:

● Keputusan Ketua Bapepam Nomor 63 Tahun 1996 tentang Pembentukan Sekretaris


Perusahaan bagi Perusahaan Publik.
● Keputusan Direksi BEJ Nomor 339 Tahun 2001 tentang Sekretaris Perusahaan.

9
GCG DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)

Pada awalnya, tujuan dibentuknya BUMN adalah merupakan penjabaran dan


implementasi Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: "Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pemerintah melalui BUMN kemudian mencoba untuk
menguasai dan mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak luas bagi kepentingan
masyarakat, seperti: kelistrikan, telekomunikasi, tata guna, air, dan pertambangan. Namun
kemudian BUMN yang didirikan oleh pemerintah ini telah merambah ke segala sektor dan
jenis usaha, termasuk ke sektor-sektor yang sudah biasa dilakukan oleh sektor swasta.
Akhirnya, dalam perjalanannya tujuan utama BUMN sudah sama dengan perusahaan swasta,
yaitu untuk memperoleh keuntungan.

Berdasarkan peraturan yang ada, dapat dibedakan tiga jenis bentuk hukum BUMN,
yaitu: Persero, Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan). Perusahaan
Persero tunduk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas di mana modal perusahaan terdiri
atas saham-saham dan tujuan utama dari perusahaan ini adalah untuk memperoleh keuntungan.
Yang membedakannya dengan PT swasta hanya dalam hal kepemilikan saham. Pada
Perusahaan Persero (BUMN), seluruh saham atau sebagian besar saham dimiliki oleh negara,
sedangkan pada PT swasta seluruh saham atau sebagian besar saham dimiliki oleh
individu/lembaga swasta. Perusahaan Perum merupakan perusahaan negara yang modalnya
berupa setoran modal pemerintah dan misi yang diemban tidak sepenuhnya mencari
keuntungan, tetapi juga membawa misi sosial.Tjager dkk. (2003) selanjutnya mengungkapkan
bahwa rendahnya kinerja BUMN ini ada kaitannya dengan belum efektifnya penerapan tata
kelola perusahaan yang baik di BUMN tersebut. Hal ini dapat dilihat antara lain :

❖ Pemberian remunerasi yang berlebihan kepada direksi yang tidak mencerminkan


keterkaitan dengan pencapaian target kinerja, dan adanya penyalahgunaan (misuse)
fasilitas BUMN untuk manajemen.
❖ Terlalu kuatnya pemegang saham sehingga dalam pemberian paket remunerasi tidak
merangsang direksi untuk mengeluarkan usaha terbaiknya bagi kepentingan BUMN.
❖ Transaksi bisnis dengan pihak luar yang dilakukan manajemen tidak memperhatikan
kepentingan pemegang saham.
❖ Penyusunan past service liabilities yang sangat menguntungkan direksi dan komisaris,
tetapi sangat membebani BUMN.

10
❖ Direksi melakukan strategi diversifikasi/ekspansi untuk meningkatkan ukuran perusahaan
demi prestise dirinya tanpa memperhatikan dampaknya pada kinerja perusahaan.
Intervensi pemegang saham atau pihak luar secara berlebihan dalam kegiatan operasional
BUMN.
❖ Adanya praktik perusahaan dalam perusahaan yang dilakukan oleh manajemen.

Menyadari masih rendahnya kinerja BUMN serta mengingat modal yang telah disetor
dan harta yang telah tertanam pada BUMN sangat besar, maka pemerintah melalui
Kementerian Negara BUMN mewajibkan semua BUMN menerapkan tata kelola perusahaan
yang sehat (good corporate governance). Sebagai acuan pelaksanaan, Menteri Negara BUMN
mengeluarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 Tanggal 31
Mei 2000 tentang Pengembangan Praktik Good Corporate Governance pada BUMN.
Kemudian pedoman praktik GCG ini disempurnakan melalui Keputusan Menteri Negara
BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 Tanggal 1 Agustus 2002 Adapun tujuan dan prinsip-
prinsip GCG menurut Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor Kep. 117/M-MBU/2002
adalah sebagai berikut:

1. Tujuan GCG diatur dalam Pasal 4, yaitu :


a. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas. dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki
daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
b. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan, dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
c. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi
nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku. serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap para
pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
e. Menyukseskan program privatisasi.
2. Prinsip-Prinsip GCG diatur dalam pasal 3, yaitu :
a. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan.

11
b. Kemandirian, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
perusahaan yang sehat.
c. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
d. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip perusahaan yang
sehat.
e. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak para
pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang
undangan yang berlaku.

Beberapa contoh kasus pengelolaan BUMN sebelum dan sesudah diterapkannya prinsip-
prinsip GCG, antara lain:

1. Sebelum diterapkannya prinsip-prinsip GCG


● Penunjukan anggota komisaris dan anggota direksi BUMN lebih mempertimbangkan
aspek politis (KKN, like and dislike) daripada aspek kompetensi dan profesionalitas.
● Kurang berfungsinya organ Satuan Pengawas Intern (SPI).
● Tidak adanya Komite Audit.
● Kurang memperhatikan penerapan prinsip akuntabilitas, terutama kurangnya perhatian
direksi dalam penyusunan laporan keuangan yang berkualitas.
2. Setelah diterapkannya prinsip-prinsip GCG
● Penunjukkan anggota komisaris dan direksi mulai memperhatikan aspek kompetensi
dan profesionalisme, khususnya dengan adanya ketentuan anggota komisaris dan
direksi independen yang betul-betul memperhatikan aspek independensi dan
profesionalitas.
● Diberdayakannya organ SPI, khususnya yang menyangkut kualitas pejabat yang
menduduki organ SPI tersebut.
● Dibentuknya Komite Audit.
● Penegasan pentingnya penyusunan laporan keuangan yang berkualitas dan bahwa hal
itu merupakan salah satu wujud tanggung jawab direksi.

12
GCG DAN PENGAWASAN PASAR MODAL DI INDONESIA
Pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar di mana berbagai instrumen keuangan jangka
panjang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri, baik yang
diterbitkan pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta (Suad Husnan, 1996).
Indikator kemajuan perekonomian modern di suatu negara dewasa ini tidak hanya ditandai oleh
tumbuhnya investasi fisik, tetapi juga oleh pertumbuhan pasar modal dan pasar keuangan.
Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga-lembaga dan unsur-unsur penunjangan pasar
modal, antara lain:
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK)
2. Bursa Efek
3. Lembaga Kliring
4. Emiten
5. Underwriter
6. Investor/calon investor
7. Akuntan publik
8. Notaris
9. Konsultan hukum
10. Konsultan keuangan
Fungsi Bapepam LK adalah memastikan agar semua lembaga penunjang yang terkait di bursa
menjalankan tata kelola lembaga masing-masing secara sehat dan mematuhi berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk seperangkat aturan yang dikeluarkan oleh
Bapepam LK tersebut. Bapepam LK juga berfungsi mengawasi dan menegakkan aturan main
yang ada, termasuk memberikan saksi yang diperlukan kepada lembaga terkait yang melanggar
aturan main tersebut demi terciptanya pasar modal yang adil, efektif, dan efisien.

GCG PERBANKAN DI INDONESIA


Bank Indonesia sebagai institusi tertinggi yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap
kegiatan dunia perbankan di Indonesia, dalam upayanya menata kembali manajemen dan
kegiatan perbankan di Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/4/PBI/2006 Tanggal 30 Januari 2006 tentang Implementasi GCG oleh Bank-bank Komersial.
Secara garis besar, peraturan ini mengatur tentang:
a. Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparasi, akuntabilitas, tanggung
jawab, independensi, dan kesetaraan (Pasal 1 ayat 6).
b. Tujuan implementasi GCG (Pasal 2).

13
c. Jumlah, komposisi, kriteria, dan independensi Dewan Komisaris (Bab II Pasal 4-18)
d. Jumlah, komposisi, kriteria, dan independensi Dewan Direksi (Bab III Pasal 19-37)
e. Komite (Bab IV, Pasal 38-48)
f. Ketaatan, Fungsi Auditor Eksternal dan Internal (Bab V Pasal 49-52)
g. Implementasi Manajemen Risiko (Bab VI Pasal 53)
h. Ketentuan Dana (Bab VII Pasal 54-55)
i. Rencana Strategis Bank (Bab VIII Pasal 56)
j. Aspek Transparasi Kondisi Bank (Bab IX Pasal 57-58)
k. Konflik Kepentingan dan Pelaporan Internal (Bab X Pasal 59-60)
l. Laporan dan Asesmen Implementasi GCG (Bab XI Pasal 61-66)
m. Implementasi GCG di Cabang Luar Negeri (Bab XII Pasal 67-68)
n. Sanksi-sanksi (Bab XIII Pasal 69-75)
o. Ketentuan Peralihan (Bab XIV Pasal 76-77)
p. Ketentuan Penutup (Bab XV Pasal 78)

14

Anda mungkin juga menyukai