Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Monosodium Glutamat (MSG)

Monosodium glutamat (MSG) digunakan secara luas sebagai penambah rasa. L-


glutamic acid adalah komponen asam amino pada MSG. Rata-rata konsumsi MSG
pada Negara industri diperkirakan berkisar dari 0,3-1 g per hari. Akan tetapi
penggunaannya dapat lebih banyak lagi, tergantung pada isi kandungan MSG dalam
makanan dan pilihan rasa seseorang (Geha et al., 2000). Perbedaan persepsi terhadap
rasa antara setiap orang adalah umum, yaitu disebabkan antara lain oleh usia, jenis
kelamin, dan pada perokok berat maka akan memberikan respon yang buruk (Zuhra,
2006). MSG digunakan sebagai penyedap masakan untuk merangsang selera makan.
Namun pemberian MSG pada makanan yang terlalu banyak menyebabkan rasa
tidak enak pada makanan tersebut (Simanjuntak, 2010).

Asam glutamat pertama diisolasi pada tahun 1866 dan garamnya (garam Na)
ditemukan tahun 1909 oleh ahli kimia Jepang “Ikeda”. Namun demikian, produksi
secara komersial baru dilakukan pada tahun 1954. MSG dihasilkan dari protein
gandum, jagung, dan kedelai serta dipasarkan dalam bentuk kristal murni berwarna
putih dengan merek dagang ajinamoto, sasa, miwon, maggie, royco, dan lain
sebagainya. Glutamat terdiri dari bentuk D- dan L- serta bentuk campuran rasemat.
Bentuk L- merupakan isomer yang terdapat secara alami dan mempunyai sifat sebagai
pembangkit cita rasa. Bentuk D- tidak memiliki sifat sebagai pembangkit cita rasa
(Zuhra, 2006). Jenis makanan yang mengandung banyak protein yaitu diantaranya
seperti ASI, susu sapi, keju, dan daging mengandung banyak glutamat, sedangkan
sebagian besar sayuran sedikit mengandung glutamat. Sayuran atau buah tertentu
mengandung banyak glutamat bebas seperti jamur, tomat, dan kacang polong
(Santoso, 1989).

Universitas Sumatera Utara


Berikut struktur kimia MSG :
O O

NaO OH

NH2
Gambar 2.1 Struktur Kimia MSG

2.1.1 Metabolisme MSG

Metabolisme asam amino non esensial, termasuk glutamat, menyebar luas di dalam
jaringan tubuh. Telah dilaporkan bahwa 57% dari asam amino yang diabsorbsi
dikonversikan menjadi urea melalui hepar, 6% menjadi plasma protein, 23% absorbsi
asam amino melalui sirkulasi umum sebagai asam amino, dan sisanya 14% tidak
dilaporkan dan diduga disimpan sementara di dalam hepar sebagai protein hepar/
enzim. Menurut The Glutamate Association dari Amerika Serikat, Juli 1976, protein
yang dimakan sehari-hari mengandung 20-25% glutamat (Sukawan, 2008).

Tubuh manusia terdiri dari 14-17% protein dan dari jumlah ini seperlimanya
merupakan glutamat. Diperkirakan seorang dewasa yang berat badannya 70 kg rata-
rata mengandung 2 kg glutamat dalam protein tubuhnya. Glutamat bebas juga terdapat
dalam sistem saluran pencernaan, darah, organ, dan jaringan lain dalam tubuh yang
berbeda-beda. Kadar glutamat bebas dalam otak 100 kali kadar glutamat dalam darah.
Jumlah glutamat bebas yang beredar yang diperlukan untuk keperluan tubuh berkisar
10 g. Total body turnover dalam metabolisme inter-media air diperkirakan 5-10 g/ jam
(Santoso, 1989).

Glutamat yang diserap kemudian ditransaminasikan dengan piruvat ke bentuk


alanin. Alanin dari hasil transaminasi dari piruvat, oleh asam amino dikarboksilat,
menghasilkan aketoglutarat atau oksaloasetat. Proses ini mengakibatkan
berkurangnya jumlah asam amino dikarboksilat yang dilepas ke dalam darah portal.
Glutamat dan asam aspartat dari metabolisme mukose dibawa melalui vena portal ke
hepar. Sebagian glutamat dan aspartat dikonversikan oleh usus dan hepar ke bentuk
glukosa dan laktat, kemudian dialirkan ke dalam perifer (Sukawan, 2008).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Radikal Bebas dan Antioksidan
2.2.1 Radikal Bebas

Pada metabolisme yang normal, tubuh menghasilkan partikel berenergi tinggi


dalam jumlah kecil yang dikenal sebagai radikal bebas. Radikal bebas dan sejenisnya
diproduksi dalam sistem biologis pada pertahanan anti mikroba, melalui aksi
monooksigenase yang berfungsi ganda, oleh berbagai enzim oksidatif seperti xanthine
oxidase, dan autooksidasi dengan mediator bahan logam berat atau quinines. Pada
konsentrasi tinggi radikal bebas dan bahan sejenisnya berbahaya bagi mahluk hidup
dan merusak semua bagian pokok sel. Radikal bebas juga mengganggu produksi
normal DNA, dan merusak lipid pada membran sel. Radikal bebas juga ditemukan
pada lingkungan sekitar kita. Ada berbagai sumber dari peningkatan radikal bebas,
termasuk logam tertentu (seperti besi), asap rokok, polusi udara, obat-obat tertentu,
racun, highly processed foods dan bahan tambahan makanan, sinar ultraviolet, dan
radiasi. Meskipun bukti masih belum didapatkan, produksi yang berlebihan dan
menyimpang dari kelompok radikal pada inflamasi, metabolisme bahan kimia
eksogen, atau melalui autooksidasi berperan dalam terjadinya penyakit pada manusia
(Arief, 2003).

2.2.2 Antioksidan

Secara sederhana antioksidan dinyatakan sebagai senyawa yang mampu menghambat


dan mencegah terjadinya oksidasi. Antioksidan memiliki kemampuan dalam
memberikan elektron, mengikat, dan mengakhiri reaksi berantai radikal bebas yang
mematikan. Antioksidan yang dipakai kemudian didaur ulang oleh antioksidan lain
untuk mencegahnya menjadi radikal bebas (bagi dirinya sendiri) atau tetap dalam
bentuk tersebut tetapi dengan struktur yang tidak dapat merusak molekul lainnya
(Rohdiana, 2008). Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi
kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi
berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif
Buah dan sayur mengandung antioksidan tinggi. Antioksidan ini mampu mengubah
sel-sel tubuh menjadi pelindung untuk melawan radikal bebas penyebab berbagai

Universitas Sumatera Utara


penyakit. Radikal bebas yang tidak terkontrol bisa menyebabkan kerusakan sel-sel
( Jati, 2008).

Stres oksidatif (oxidative stress) adalah ketidakseimbangan antara radikal


bebas (prooksidan) dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum yaitu
kurangnya antioksidan dan kelebihan produksi radikal bebas. Beberapa bentuk
antioksidan antara lain vitamin, mineral, dan fitokimia (Iswara, 2009).

Menurut Pratimasari (2009), berdasarkan mekanismenya antioksidan dapat


dikelompokan menjadi dua yaitu:
a. Antioksidan Primer
Antioksidan primer mengikuti mekanisme pemutusan rantai reaksi radikal dengan
mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid yang radikal, produk
yang dihasilkan lebih stabil dari produk inisial. Contoh antioksidan ini adalah
flavonoid, tokoferol, senyawa thiol, yang dapat memutus rantai reaksi propagasi
dengan menyumbang elektron pada peroksi radikal dalam asam lemak.
b. Antioksidan Sekunder
Antioksidan ini dapat menghilangkan penginisiasi oksigen maupun nitrogen radikal
atau bereaksi dengan komponen atau enzim yang menginisiasi reaksi radikal antara
lain dengan menghambat enzim pengoksidasi dan menginisiasi enzim pereduksi atau
mereduksi oksigen tanpa membentuk spesies radikal yang reaktif. Contoh
antioksidan sekunder yaitu sulfit, vitamin C, betakaroten, asam urat, billirubin, dan
albumin.

2.2.3 Metabolisme Antioksidan Dalam Hepar

Hepar adalah organ utama untuk membersihkan zat-zat toksin yang berasal
dari bakteri maupun zat kimia. Untuk melakukan detoksifikasi dari bahan berbahaya
tersebut, hepar mengandung antioksidan dengan berat molekul rendah dan enzim yang
merusak kelompok oksigen reaktif (ROS) yaitu glutation tereduksi (GSH), vitamin C,
vitamin E, superoksid dismutase (SOD), glutation peroksidase, dan katalase
(Arief, 2003).

Universitas Sumatera Utara


2.3 Asam Askorbat (Vitamin C)

Vitamin C memiliki struktur sangat mirip dengan glukosa, pada sebagian besar
mamalia vitamin C berasal dari glukosa. Vitamin C terdapat dalam bentuk asam
askorbat maupun dehidroaskorbat (Sulistyowati, 2006). Vitamin C mudah diabsorpsi
secara aktif dan mungkin pula secara difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk ke
peredaran darah melalui vena porta. Rata-rata absorpsi adalah 90% untuk konsumsi di
antara 20 dan 120 mg sehari. Konsumsi tinggi sampai 12 g (sebagai pil) hanya
diabsorpsi sebanyak 16%. Vitamin C kemudian dibawa kesemua jaringan
(Almatsier, 2009).

Gambar 2.3 Struktur Vitamin C

Vitamin C (L-Ascorbic acid) merupakan senyawa alami yang bersifat


antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas namun bukan bersifat enzimatis. Senyawa
ini umumnya hanya dapat disintesis oleh tanaman. Manusia tidak mampu mensintesis
senyawa ini. Ketidakmampuan ini menyebabkan manusia umumnya menderita
penyakit yang disebut hipoaskorbemia dan dalam keadaan parah akan timbul skorbut
yang fatal. Kepentingan senyawa ini bagi manusia salah satunya berdasarkan
kemampuannya mengikat zat-zat radikal seperti superoksida, radikal hidroksil dan
juga bereaksi langsung dengan peroksida. Oleh karena itu vitamin C dapat mencegah
berbagai radikal bebas bersifat toksik yang menyebabkan oksidasi. Banyak penelitian
yang telah dilakukan bahwa vitamin C sangat bermanfaat bagi pencegahan dan
pengobatan penyakit antara lain menurunkan tekanan darah dan kolestrol, mencegah
terjadinya resiko serangan jantung, dan bekerja sebagai antioksidan (Fauzi, 2008).

Universitas Sumatera Utara


2.4 Tokoferol (Vitamin E)

Pada tahun 1922 ditemukan suatu zat larut lemak yang dapat mencegah keguguran
dan sterilitas pada tikus. Pada tahun 1936 diisolasi dari minyak kecambah gandum dan
dinamakan tokoferol, berasal dari bahasa Yunani dari kata tokos yang berarti kelainan
dan pherein berarti menyebabkan. Sekarang dikenal beberapa bentuk tokoferol dan
istilah vitamin E biasa digunakan untuk menyatakan setiap campuran tokoferol yang
aktif secara biologis. Vitamin E murni tidak berbau dan tidak berwarna, sedangkan
vitamin E sintetik yang dijual secara komersial biasanya berwarna kuning muda
hingga kecoklatan. Vitamin E larut dalam lemak dan dalam sebagian besar pelarut
organik, tetapi tidak larut dalam air (Almatsier, 2009).

Gambar 2.4 Struktur Vitamin E

Vitamin E berada di dalam lapisan fosfolipid membran sel dan berfungsi


melindungi asam lemak jenuh ganda dan komponen membran sel lain dari oksidasi
radikal bebas. Vitamin E memutuskan rantai peroksida lipid yang banyak muncul
karena adanya reaksi antara lipid dan radikal bebas dengan cara menyumbangkan satu
atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas, sehingga terbentuk
radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak (Hariyatmi, 2004).

Tokoferol sebagai antioksidan dapat bereaksi dengan ROS dan radikal bebas
lain. Pada proses ini tokoferol berperan sebagai radikal bebas yang tidak reaktif
sehingga akan berikatan dengan elektron bebas dari radikal bebas reaktif lain.
Perlakuan pemaparan asap rokok secara kronik dan vitamin E menunjukkan hasil
kadar MDA serum lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan kronik saja

Universitas Sumatera Utara


(hanya diberi paparan asap rokok kronik). Keberadaan antioksidan nonenzimatik
seperti vitamin E diperlukan untuk dapat mengatasi stress oksidatif dalam tubuh.
Vitamin E terutama tokoferol adalah antioksidan yang sangat aktif dalam mencegah
peroksidasi lipid dengan menangkap peroksil lipid. Tokoferol akan mentransfer atom
hidrogen (dengan elektron tunggalnya) (Quratul’ainy, 2006).

2.5 Hepar

Hepar adalah organ parenkim yang berukuran terbesar dan memegang peranan
penting dalam proses metabolisme tubuh. Hepar memiliki banyak fungsi antara lain
untuk menyimpan dan menyaring darah, membentuk protein plasma seperti albumin,
menghasilkan cairan empedu, sebagai tempat penyimpanan vitamin A dan zat besi
serta mampu mendetoksikasi berbagai obat dan toksik menjadi inaktif atau larut air
(Guyton, 1997). Hepar melakukan banyak fungsi penting berbeda-beda dan
bergantung pada sistem aliran darahnya yang unik dan sel-selnya yang sangat khusus.
Ketika hepar rusak, maka semua sistem terpengaruh (Corwin, 2008).

Hepar merupakan perantara antara sistem pencernaan dan darah. Hepar adalah
organ tubuh terbesar dan merupakan kelenjar terbesar, kecuali kulit, dengan berat
lebih kurang 1,5 kg. Hepar terletak di rongga perut di bawah diafragma. Kebanyakan
darahnya (70-80%) datang dari vena porta; sebagian kecil dipasok oleh arteri hepatika.
Seluruh materi yang diserap melalui usus tiba di hepar melalui vena porta, kecuali
lipid kompleks, yang terutama diangkut melalui pembuluh limfe. Posisi hepar dalam
sistem sirkulasi adalah optimal untuk menampung, mengubah dan mengumpulkan
metabolit serta menetralisir dan mengeluarkan substansi toksik. Pengeluaran ini terjadi
melalui empedu, suatu sekret eksokrin dari hepar, yang penting untuk pencernaan
lipid (Junquiera et al., 1997).

2.5.1 Struktur Hepar

Hepar terbungkus oleh sebuah kapsul fibroelastik yang disebut kapsul Glisson dan
secara makroskopik dipisahkan menjadi lobus kiri dan kanan. Kapsul Glisson berisi

Universitas Sumatera Utara


pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Kedua lobus hepar tersusun oleh unit-unit
yang lebih kecil disebut lobulus. Lobulus terdiri atas sel-sel hepar (hepatosit), yang
menyatu dalam suatu lempeng. Hepatosit dianggap sebagai unit fungsional hepar. Sel-
sel hepar dapat melakukan pembelahan sel dan mudah diproduksi kembali saat
dibutuhkan untuk mengganti jaringan yang rusak (Corwin, 2008).

2.5.1.1 Lobulus Hepar

Setiap lobus tersusun atas lobulus-lobulus berbentuk segienam yang merupakan unit
fungsional hepar. Lobulus hepar tersusun atas lempeng hepatosit berbentuk silindris
yang merupakan jajaran dari sel-sel hepar. Pada setiap ujung dari sudut segienam
lobulus disebut portal triad, karena ditempat tersebut merupakan tempat
berkumpulnya tiga saluran yaitu cabang arteri hepatika, cabang vena porta, dan
saluran empedu (Tarwoto et al., 2009).

Komponen struktural utama dari hepar ialah sel hepar atau hepatosit (Yun.
hepar, hati, + kytos). Sel epitel ini berkelompok membentuk lempeng-lempeng yang
saling berhubungan. Pada sajian mikroskop cahaya, tampak adanya satuan-satuan
struktural yang disebut lobulus hepar klasik. Lobulus hepar di bentuk oleh massa
jaringan berbentuk 0,7x2 mm. Pada hewan tertentu (misalnya babi), lobulus ini
dipisah-pisahkan oleh selapis jaringan ikat. Hal ini tidak terjadi pada manusia yang
lobulusnya saling berkontak, sehingga sukar ditetapkan batas-batas antar lobuli.
Tetapi pada beberapa daerah lobulus ini dibatasi oleh jaringan ikat yang mengandung
duktus biliaris, pembuluh limfe, saraf, dan pembuluh darah. Celah portal terdapat pada
sudut lobulus dan dihuni oleh triad portal. Hepar manusia memiliki 3-6 triad portal per
lobules (Junquiera et al., 1997).

Hepar Mencit (Mus musculus L.) memiliki empat lobus utama yang saling
berhubungan satu sama lain dan dan dapat tampak keseluruhannya pada bagian dorsal.
Keempat lobus tersebut dapat dibedakan yakni : sebuah lobus median, dua lobus
lateral (kiri dan kanan), dan satu lobus caudal yang terbagi setengah di bagian dorsal
dan setengah lainnya dibagian ventral (Coveli ,1972 dalam Anggraini, 2006).

Universitas Sumatera Utara


2.5.1.2 Hepatosit

Sel-sel hepar adalah polyhedral, dengan 6 atau lebih permukaan, dan garis
tengah lebih kurang 20-30 µm. Pada preparat histologist yang diwarnai dengan
hematoksilin dan eosin, sitoplasma bersifat eosinofilik, terutama karena banyaknya
mitokondria dan sejumlah retikulum endoplasma licin. Hepatosit yang terletak pada
jarak-jarak berbeda dari triad portal memperlihatkan struktural, histokimia, dan
biokimia yang bervariasi. Permukaan setiap sel hepar berkontak dengan dinding
sinusoid, melalui celah Disse, dan dengan permukaan hepatosit lain. Tempat 2
hepatosit saling bertemu terbentuk celah tubular diantaranya yang dikenal sebagai
kanalikuli biliaris ikat (Junquiera et al., 1997).

Gambar 2.5 Histologis Lobus Hepar yang Menunjukkan Letak Vena sentralis,
Hepatosit, dan Sinusoid

2.5.2 Fungsi Hepar

Menurut Syaifuddin (2000), fungsi hepar yaitu sebagai berikut:


1. Fungsi metabolis. Memetabolisme asimilasi karbohidrat, lemak, protein, vitamin,
dan produksi energi. Seluruh monosakarida akan diubah menjadi glukosa dan
pengaturan glukosa dalam darah ini terjadi di hepar. Pembentukan asam lemak dan
lipid dan pembentukan fosfolipid terjadi di hepar. Metabolisme protein, perubahan
asam amino yang satu menjadi yang lain, pembentukan albumin, dan globulin juga
terjadi di hepar.

Universitas Sumatera Utara


2. Fungsi ekskretori. Produksi empedu dilakukan oleh sel hepar (bilirubin, kolestrol,
dan garam empedu). Ke dalam empedu juga diekskresikan zat yang berasal dari
luar tubuh seperti logam-logam berat, bermacam zat warna, dan lain-lain.
3. Fungsi pertahanan tubuh. Detoksikasi racun siap untuk dikeluarkan dan tubuh
melakukan fagositosis terhadap benda asing dan langsung membentuk antibodi.
Bila hepar rusak maka berbagai racun akan meracuni tubuh.
4. Pengaturan dalam peredaran darah. Hepar berperan membentuk darah serta
heparin di hepar dan juga berfungsi mengalirkan darah ke jantung. Di dalam hepar
sel darah merah akan rusak karena adanya sel-sel sistem retikulo endothelium
(RES). Perusakan ini juga terjadi dalam limpa dan sumsum tulang.
5. Hepar membentuk asam empedu. Dari kolesterol terbentuk pigmen-pigmen
empedu, terutama dari hasil perusakan hemoglobin.

2.5.3 Kelainan Hepar Karena Obat dan Bahan Toksik

Hepar berfungsi sebagai alat detoksifikasi terhadap berbagai bahan yang dicerna oleh
usus termasuk obat-obatan dan bahan toksik lainnya. Pemberian obat-obatan yang
berlebihan dan bahan toksik yang dimakan tanpa disadari dapat menimbulkan
kelainan patologik parenkim hepar seperti nekrosis berat, hepatitis kronik ataupun
sirosis hepatitis (Tambunan, 1994). Pada umumnya senyawa kimia yang digunakan
hepar untuk mengonjugasikan obat dan toksin larut lemak, misalnya protein plasma,
disintesis oleh hepar. Pada hepar yang kurang berfungsi baik suplai senyawa-senyawa
tersebut menjadi tidak kuat (Corwin, 2008). Kerusakan hepar karena zat toksik
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis zat kimia yang terlibat, dosis yang
diberikan, dan lamanya paparan zat tersebut (Amalina, 2009).

2.5.4 Jenis-Jenis Kerusakan Hepar

Hepar berfungsi untuk menampung, mengubah, menimbun metabolit, menetralisasi,


dan mengeluarkan substansi toksik (Junqueira et al.,1997). Toksikan dapat

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan berbagai efek toksik pada berbagai organel dalam sel hepar sehingga
dapat mengakibatkan berbagai jenis kerusakan seperti berikut ini.

a. Degenerasi

Menurut (Tambunan, 1994), degenerasi lemak atau perlemakan hepar


merupakan degenerasi yang paling sering ditemukan. Sitoplasma membengak, berisi
lemak dan inti terdesak ke pinggir. Pada degenerasi lemak dapat terjadi perubahan
sekunder yaitu atrofi ataupun nekrosis hepatosit. Degenerasi hidropik yaitu satu atau
kelompok hepatosit yang membengkak, siptoplasma jernih berbentuk balon dan
kadang-kadang disebut degenerasi balon. Kelainan ini ada hubungannya dengan
gangguan fungsi hepar dan kemungkinan sifatnya reversibel.

b. Nekrosis

Nekrosis hepar adalah kematian hepatosit. Pada umumnya nekrosis merupakan


kerusakan akut. Beberapa zat kimia telah dilaporkan menyebabkan nekrosis hepar.
Nekrosis hepar merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak selalu
kritis karena sel hepar mempunyai kapasitas pertumbuhan kembali yang luar biasa
(Lu, 1994).

2.5.5 Regenerasi Hepar

Meskipun merupakan organ yang sel-selnya diperbarui secara lambat, hepar


memiliki kemampuan regenerasi yang luar biasa. Hilangnya jaringan hepar akibat
tindakan bedah atau oleh kerja substansi toksik memicu mekanisme yang merangsang
sel-sel hepar membelah, sampai masa jaringan aslinya pulih kembali. Pada tikus,
hepar dapat memulihkan kehilangan sampai 75% beratnya dalam waktu 1 bulan. Pada
manusia, kemampuan ini berkurang. Jaringan hepar yang diregenerasi umumnya
serupa dengan jaringan yang hilang. Namun bila kerusakan itu terjadi terus menerus,
maka terbentuk banyak jaringan ikat bersama regenerasi sel hepar
(Junquiera et al, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai