Anda di halaman 1dari 17

HASIL ANALISIS PENALARAN PARAGRAF DALAM TEKS

SASTRA CERITA UNTUK SISWA SD


Caroline Agatha Sarumaha
Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Negeri Semarang
Email: carolinagths@students.unnes.ac.id
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model penulisan teks sastra yang akan
dibacakan untuk siswa SD kelas rendah /kelas tinggi/jenjang sekolah. Desain ini untuk
membuat estimasi beberapa gejala dalam konteks data. Desain tersebut digunakan jika analisis
kritis merupakan satu-satunya teknik yang digunakan. Penelitian ini menemukan berbagai
model penalaran paragraf pada teks sastra cerita. Model penalaran penulisan teks sastra cerita
dapat diklasifikasikan berdasarkan arah atau alur penalaran yakni penalaran deduktif dan
penalaran induktif. Model penalaran deduktif bersifat dominan, artinya di setiap teks sastra
cerita terdapat model penalaran tersebut, bahkan model tersebut beberapa kali muncul pada
setiap teks sastra cerita. Model penalaran juga dapat diklasifikasikan berdasarkan urutan
pengembangan paragraf. Temuan dalam penelitian ini antara lain model urutan waktu atau
kronologis dan model urutan kepentingan.
Kata kunci: model penalaran, teks sastra cerita

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Literasi tidak dapat dipisahkan dari dunia sastra, khususnya sastra untuk anak. Sastra anak
dapat dijadikan salah satu cara menanamkan kegemaran membaca pada anak. Salah satu
produk sastra anak yang paling diminati adalah buku cerita anak. Melalui buku cerita, anakanak
di ajak untuk mengasah keterampilan berpikir, berimajinasi, dan mengembangkan kreativitas
dengan cara yang menyenangkan. Selain itu, anak juga dapat menikmati bacaan yang dekat
dengan mereka mulai dari tema, gaya bahasa, dan ilustrasi yang mendukung cerita anak.
Sastra anak adalah istilah yang disematkan pada bentuk karya tulis yang ditujukan khusus
untuk pembaca anak-anak. Dua bentuk karya sastra itu sama dengan karya sastra orang dewasa,
yaitu puisi dan prosa. Pada awalnya tidak ada yang disebut sastra anak karena yang tersedia
untuk masyarakat adalah karya sastra orang dewasa, terutama yang berasal dari tradisi lisan.
Sastra anak juga menjadi wahana bagi Anda untuk mampu menulis cerita anak secara baik dan
benar. Namun, sayangnya sastra anak merupakan bidang ilmu atau ranah sastra yang tidak
terlalu populer ditekuni dan dikaji di Indonesia. Rujukan tentang sastra anak dalam bahasa
Indonesia pun sulit ditemukan.
Hanya ada beberapa akademisi yang menuliskan sastra anak secara teoretis dalam bentuk buku,
di antaranya Burhan Nurgiyantoro, Riris K. Toha Sarumpaet, Murti Bunanta, Sugihastuti,
Christantiowati, Heru Kurniawan, dan Taufik Ampera. Sebagai awal, panduan ini akan
membawa Anda untuk menyelami terlebih dahulu tentang dua istilah berikut ini: sastra anak
dan buku cerita anak. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih pemaknaan. Selain itu,
pemahaman secara teoretis penting bagi Anda untuk mengembangkan kreativitas dalam
menghasilkan buku cerita anak yang bermutu sebagaimana harapan kita semua.
Pada awalnya tidak ada yang disebut sastra anak karena yang tersedia untuk masyarakat adalah
karya sastra orang dewasa, terutama yang berasal dari tradisi lisan. Secara teoretis, sastra anak
adalah sastra yang dibaca anak-anak “dengan bimbingan dan pengarahan anggota dewasa suatu
masyarakat, sedang penulisannya juga dilakukan oleh orang dewasa”.
Nurgiyantoro (2013: 6) mengutip Huck dkk. (1987) menuliskan bahwa isi kandungan sastra
anak dibatasi oleh pengalaman dan pengetahuan anak, pengalaman dan pengetahuan yang
dapat dijangkau oleh anak-anak, serta pengalaman dan pengetahuan yang sesuai dengan dunia
anak berdasarkan perkembangan emosi dan kejiwaannya.
Seorang peneliti bacaan anak, Christantiowati, di dalam bukunya bertajuk Bacaan Anak
Indonesia Tempo Doeloe: Kajian Pendahuluan 1908–1945 menuliskan bahwa cerita-cerita
yang berkembang di Barat, seperti Robin Hood, Robinson Crusoe, dan Gulliver’s Travel adalah
roman untuk orang dewasa. Pada perkembangan selanjutnya, cerita itu diadaptasi menjadi
cerita anakanak atau dianggap anak-anak sebagai cerita mereka.
Selanjutnya, terjadi perubahan pandangan terhadap cerita sebagai hiburan. Anak-anak tidak
lagi dipandang sebagai orang dewasa dalam bentuk mungil (dengan upaya menjejalkan pesan
pendidikan dan pengajaran). berdasarkan sejarah dalam kurun waktu 1820–1950 muncul karya
sastra anak klasik di antaranya Alice’s Adventure in The Wonderland, Treasure Island, Wind
in The Willow, dan Peter Pan.
Ada orang menyebutkan bahwa sastra anak di dunia muncul secara formal dan institusional
pada awal abad ke-19 karena tidak ada catatan waktu yang lebih spesifik. Hal tersebut ditandai
dengan dibukukannya cerita dari tradisi lisan, lalu munculnya dongeng modern. Contohnya,
adalah Charles Perrault yang menulis kembali cerita “Cinderella”, “Putri Tidur”, dan “Si
Tudung Merah” pada tahun 1697 di dalam buku Tales of Mother Goose. Lalu, Grimm
Bersaudara menuliskan “Putri Salju” pada tahun 1892 dalam buku Nursery and Household
Tales. Momentum munculnya dongeng modern pertama ditandai dengan karya Hans Christian
Andersen (Denmark) dalam buku Fairy Talses Told for Children tahun 1800-an.
Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini
sangat menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam
kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak
bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai
pedoman tingkah laku dalam kehidupan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana menggunakan penalaran paragraf dalam pembuatan teks sastra cerita
anak?
2. Apa saja hal-hal yang harus dijauhkan dalam pembuatan teks sastra cerita anak?
3. Bagaimana membuat cerita sastra sebagai sarana pembelajaran anak untuk
menumbuhkan berbagai karakter di era global?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana menggunakan penalaran paragraf dalam pembuatan
teks sastra cerita anak
2. Untuk mengetahui apa saja hal-hal yang harus dijauhkan dalam pembuatan teks sastra
cerita anak
3. Untuk mengetahui bagaimana membuat cerita sastra sebagai sarana pembelajaran
anak untuk menumbuhkan berbagai karakter di era global
2. Kerangka Teoretis
2.1 Pengertian Penalaran
Penalaran adalah cara menggunakan nalar, pemikiran atau cara berpikir logis dengan
ciri masing-masing yang saling berhubungan satu sama lain sampai pada simpulan atau
memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain pemikiran-pemikiran dengan kriteria tertentu
menciptakan bentuk-bentuk penalaran. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki
ciriciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan
sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu.
Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan
konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan
suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Penalaran merupakan suatu proses menemukan kebenaran dimana tiap-tiap jenis
penalaran mempunyai kriteria masing-masing. Pernyataan yang menjadi dasar penarikan suatu
kesimpulan dalam penalaran disebut dengan premis atau antesedens, sedangkan suatu
pernyataan baru yang merupakan kesimpulan disebut dengan konklusi atau konsekuens. Para
ahli logika mengemukakan ada tiga proses yang harus dilalui dalam bernalar, yaitu membentuk
pengertian, membentuk pendapat, membentuk kesimpulan.
Penalaran juga termasuk dalam kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada
suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika
penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis
yang menggunakan logika ilmiah dan demikian juga penalaran lainnya menggunakan logika
tersendiri pula. Kronologi mengenai terjadinya penalaran dimulai dari pengamatan indera atau
observasi empirik. Proses itu di dalam pikiran menghasilkan sejumlah pengertian dan proposisi
sekaligus. Berdasarkan pengamatan-pengamatan indera yang sejenis, pikiran menyusun
proposisi yang sejenis pula. Proses inilah yang disebut dengan penalaran yaitu bahwa
berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar kemudian digunakan untuk
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan.

2.2 Pengertian Paragraf


Paragraf adalah sekumpulan atau gabungan dari beberapa kalimat yang tersusun dari satu
kalimat pokok dan satu kalimat penjelas. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, paragraf
adalah bagian bab dalam suatu karangan yang biasanya mengandung satu ide pokok dan
penulisannya dimulai dengan garis baru. Penggunaan paragraf memudahkan pembaca untuk
memahami bacaan secara menyeluruh. Panjang dari satu paragraf adalah beberapa kalimat.
Jumlah kalimat dalam paragraf ditentukan oleh cara pengembangan dan ketuntasan uraian
gagasan yang disampaikan.
Paragraf tersusun dari gagasan utama yang terletak dalam kalimat topik. Selain itu, terdapat
kalimat penjelas yang memperjelas kalimat topik. Paragraf juga berfungsi untuk
mengungkapkan pemikiran penulis secara sistematis sehingga mudah untuk dipahami oleh
pembaca. Kriteria sekumpulan kalimat yang dapat menjadi paragraf yaitu adanya kesatuan,
kepaduan, ketuntasan, keruntutan, dan sudut pandang yang tidak berubah-ubah.
Maka, dapat diartikan pula paragraf adalah bagian dari sebuah karangan yang terdiri dari
beberapa kalimat yang berisikan tentang imformasi dari penulis yang ditujukan untuk pembaca
agar informasi yang disampaikan menjadi lebih mudah dipahami. Paragraf terdiri dari
beberapa kalimat yang berhubungan antara satu dengan yang lain dalam suatu rangkaian yang
menghasilkan sebuah informasi yang saling berkaitan. Paragraf juga dapat di sebut sebagai
penuangan ide dari penulis melalui beberapa kalimat yang berkaitan dan memiliki satu tema.
Paragraf juga dapat disebut sebagai karangan yang singkat atau bisa juga pengembangan dari
sebuah karangan.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil Penelitian
Aspek Kebahasaan Sastra Anak yang Terefleksi Melalui Struktur Kalimat, Pilihan
Kata, Gaya Bahasa.
Dalam sastra anak aspek kebahasaan memiliki ciri khas sesuai dengan bahasa anak. Hal ini
dapat diperhatikan melalui struktur kalimat, diksi (pilihan kata), maupun penggunaan gaya
bahasa.
3.1.1 Struktur Kalimat
Kalimat yang digunakan dalam cerita cenderung mudah dipahami, kalimatnya lugas,
menggunakan bahasa sehari-hari dan tidak berbelit-belit. Terdapat kalimat dengan
menggunakan bahasa gaul atau bahasa zaman sekarang, agar pembaca mudah memahami
makna kalimat masa kini atau masa sekarang. Penggunaan bahasa di sini dimaksudkan agar
tidak terkesan ketinggalan zaman dan menyesuaikan dengan perkembangan komunikasi anak
zaman sekarang. Untuk menarik minat pembaca, dan menggunakan kalimat tidak baku karena
menekankan pemahaman cerita yang bersifat menghibur pembaca. Beberapa contoh struktur
kalimat dalam Kecil-Kecil Punya Karya The Evergreen dapat diperhatikan melalui kutipan
berikut ini.
Struktur kalimat sederhana yang dibuktikan dalam penggalan kalimat berikut.
“Citra segera berlari menuju tempat duduk di halte itu” (The Evergreen / 2010/14).
Citra segera berlari menuju kamar mama dan papa (The Evergreen /2010/ 23).
Citra dan Kak Marsha pun siap-siap untuk pergi camping (The Evergreen / 2010/29)
Apa?, Ada apa, Den?, Cepat beritahu aku!, Kata nunu panik”( The Evergreen /2010/109)
“Sepertinya hanya belek. Cepat sana mandi agar belekmu hilang. Habis mandi baru aku!”
(The Evergreen /2010/109).
“Menurutku idemu bagus Dennis. Tapi, apakah kita akan langsung memulangkannya?”
(The Evergreen / 2010/ 112)
Struktur kalimat lugas dapat dicermati pada kutipan cerita berikut ini.
“Iya silahkan! Jeanie mempersilahkan. Citra segera naik motor Om Dedi yang kemudian
segera melaju menuju rumahnya dengan cepat” (The Evergreen /2010/15).
“Kak, bagaimana kalau kita belanja sekarang?” usul Citra. “Usul yang bagus! Puji Kak
Marsha (The Evergreen /2010/27).
“Ya, kenallah!” jawab Nunu, Dennis, dan Jeanie serempak. “Di mana?” citra membuka
tutup softdrink-nya. “Kan, kita pernah sekelas,” sahut Dennis sambil duduk kembali.
(The Evergreen /2010/ 32)
Struktur kalimat kompleks dapat diperhatikan melalui kutipan berikut ini.
“Hmmmmm….. ini tidak ada kalimat pengirimnya. Tapi disini tertulis ‘untuk Citra
Yuliani Darmawan dan Almira Marsha Darmawan’ ini berarti untuk aku dan kakak,”
gumam Citra. Ia mengerutkan alisnya yang menandakan bahwa ia bingung. “Siapa
pengirimnya, ya….?” Ia bertanya-tanya dalam hati. Untuk mengungkap pertanyaan
dalam hatinya itu, ia pun membawa surat itu dan menemui Kak Marsha (The Evergreen
/2010/16)
“Begini ,lho, Ma,” citra duduk di tepi ranjang mama. “Aku dapat surat balasan dari
majalah Smart! Aku dan Kak Marsha, kan, langganan majalah Smart. Katanya aku
menang juara kedua lomba membuat cermis (cerita misteri). Aku disuruh memilih satu
dari dua pilihan hadiah. Hadiah pilihan yang pertama adalah mendapatkan handphone.
Aku kan sudah punya jadi aku pilih hadiah lain” (The Evergreen /2010/24-25).
Citra dan Kak Marsha pun siap-siap untuk pergi camping.Katanya nanti akan dijemput
di depan perumahan Larama Hills Lestari. Citra membawa koper yang ada rodanya, jadi
bisa ditarik. Kalau ransel, ia tidak kuat (The Evergreen /2010/29).
Citra dan Jeanie segera membuat satu barisan. Anak perempuan yang berkacamata dan
berkawat gigi tadi juga msuk barisan Citra. Demikian juga, Nunu dan Dennis serta satu
lagi seorang anak laki-laki yang bertubuh besar (The Evergreen /2010/35).
Struktur kalimat efektif mudah dipahami dan tidak menimbulkan kesan lain seperti
diuangkapkan pada kutipan berikut.
“Sebelum pergi, Citra menghampiri kotak pos yang berada didekat pagar rumahnya. Ia
melihat ada dua pucuk surat hari ini, yang satu dari Singapura, untuk papa, yang satu
lagi….” (The Evergreen /2010/16)
Citra segera masuk ke kamar mama dan berlari mendekati mama yang sedang serius di
depan laptop-nya (The Evergreen /2010/23)
Paginya, Citra sudah berpakaian rapi. Ia memakai blus hijau dengan gambar Hello Kitty
dan celana panjang putih (The Evergreen /2010/29).
Bagaimana kalau kita menyebutkan nama kita. Jadi, semua bisa kenal!” usul Citra. “Ide
yang bagus!” puji Jeanie (The Evergreen /2010/36).
Berdasarkan data di atas maka struktur kalimat lugas, sederhana, kompleks, serta struktur
kalimat efektif. Keseluruhan struktur tersebut pada dasarnya sebagai media yang sangat efektif
untuk bercerita pada anak. Pengetahuan kebahasaan anak cukup tergambarkan secara jelas
serta komunikatif. Hal ini juga ditunjang data dari lapangan bahwa anak-anak usia SD kelas 5
dan 6 dapat memahami struktur kalimat yang digunakan dalam cerita The Evergreen. Menurut
pengakuan anak SD kelas 6 cerita tersebut menarik. Anak senang membaca dan bahkan dibaca
berulang – ulang oleh anak. Penggunaan kata dalam bahasa asing tidak terlalu menyulitkan
pemahaman anak, karena bahasa asing yang dipakai hanya digunakan sebagai nama tempat,
kata-kata umum yang sering didengar. Cerita ini cukup menarik, dan membuat anak antusias
untuk membacanya.
3.1.2 Diksi
Diksi atau pilihan kata yang digunakan dan cerita Kecil-Kecil Punya Karya The Evergreen
secara umum menggunakan pilihan kata yang tidak baku, baku, kata asing, dan pilihan kata
efektif dan informatif.
Pilihan kata yang tidak baku dibuktikan dalam cuplikan percakapan “Aku duluan ya Jean!”
pamit Citra (The Evergreen /2010/ 14), “Hey Cit lagi ngapain nih? Tanya Kak Marsya sambil
menutup pintu dan mendekati Citra (The Evergreen /2012.15), “Taruh saja di meja papa!”
(The Evergreen /2010/18). “Aku ingin ngomong, sebentaaar…aja sama Mama!” pinta Citra
(The Evergreen /2010/ 23), “Ya, sama akulah!” jawab Kak Marsha santai. (The Evergreen
/2010/26), Ia nyelonong masuk ke kamar mama dengan ekspresi kosong. (The Evergreen
/2010/26). : …..sudah punya jadi aku pilih hadiah lain, ” (The Evergreen /2010/25),
“memangnya hadiah yang kedua apa?” mama bertanya lagi. ……ngapain kalian disini? (The
Evergreen /2010/32). “Kalian, sih! Jadinya aku yang disalahin!” protes Citra. (The Evergreen
/ 2010/33). “Sudahlah, aku gak ngerti!” sahut Andre (The Evergreen /2010/ 112). Tentu saja
tidak, dodol! “bantah Citra. “Kita juga perlu tenda mungkin, mie untuk makan, korek api dan
parafin, sendok, garbu, misting (panci susun yang biasanya untuk camping)... (The Evergreen
/2010/ 116).
Pilihan kata baku dibuktikan dalam cuplikan kalimat “Sore ini, Citra bermaksud bermain ke
rumah sahabatnya Jeanie (The Evergreen /2010/16).
Pilihan kata asing tidak mudah dipahami dibuktikan dengan cuplikan kalimat dan penggalan
kata “Children, please cross your book with your friend and….” ( The Evergreen /2010/13),
kelas International atau kelas bilingual (The Evergreen /2010/ 13). …. please, please!” Citra
memohon. (The Evergreen /2010/23). …..Soft drink di tas …… (The Evergreen /2010/32).
kelas 6 bilingual (EG/2010/40). “Tolong, tolong. Can you help me? Please, help me!” (The
Evergreen /2010/127).
Pilihan kata efektif dibuktikan dalam cuplikan percakapan “aku pinjam buku di perpustakaan
sekolah,….” (The Evergreen/ 2010/15), “Yah…kapan selesainya?” (The Evergreen
/2010/15), “Kak, ini ada surat!” kata Citra sambil memberikan surat itu kepada Kak Marsha.
“Surat dari siapa?” Tanya Kak Marsha menengok. (The Evergreen /2010/ 18). “Ma…!”
panggil Citra. “ Aku ingin ngomong, sebentaaaar…aja sama Mama!” pinta Citra. “Ngomong
apa, ya?” tanya Mama. “Ah, bolehin dulu, ya… please, please!” Citra memohon. (The
Evergreen / 2010/23).
Penggunaan diksi pada kutipan di atas sangat bervariatif . Terdapat beberapa kata dari bahasa
asing yang digunakan di dalam cerpen, misalnya children, please, friend, number, smart,
camping dan lain-lain. Sedikit menggunakan kata perintah. Menggunakan beberapa kata tidak
baku atau bahasa gaul seperti nyelonong, nyalahin, yaps, aha, nih, lho dan lain-lain.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Macam bentuk teks sastra cerita anak
1. Buku cerita bergambar
Dalam menalarkan buku cerita bergambar seharusnya cerita tersebut logis dengan
gambar yang ada dan cerita yang diberikan masih dalam konteks pengalaman atau
pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan anak anak di indonesia.
Dalam buku cerita bergambar merupakan cerita pendek yang dikembangkan dan
diwujudkan dalam satu buku utuh yang disebut buku cerita bergambar.
2. Buku bab
Buku bab merupakan teks sastra cerita anak yang pada setiap bab terdapat
gambar/ilustrasi yang mewaikili satu peristiwa biasanya buku bab dimasukan pada
cerita rakyat.
3. Novel
Novel yang ditujukan pada teks sastra cerita anak ini yaitu untuk anak anak yang
sudah mahir membaca dan memahami cerita pada kisaran umur 8 hingga 13 tahun.
Novel juga memiliki unsur unsur cerita terdiri unsur instrinsik serta unsur
ekstrinsik.

3.2.2 Unsur penting buku cerita anak


Buku cerita anak mengandung beberapa unsur penting sebagai pembangun cerita secara
utuh. Penulis buku cerita anak harus memahami bahwa dunia anak-anak itu unik karena
berada di antara kenyataan dan imajinasi tingkat tinggi. Keunikan ini menjadikan
anakanak tidak dapat dipandang sebagai orang dewasa dalam bentuk mungil. Anak
memiliki dunianya sendiri yang harus dipahami oleh orang dewasa, apalagi oleh
seorang penulis buku cerita anak. Unsur pembangun cerita anak berikut ini perlu
penulis pahami agar mudah dalam menerapkannya di dalam proses kreatif menulis
buku cerita anak. Hal-hal seperti ini terkadang diabaikan oleh seorang penulis buku
cerita anak karena menganggap cerita anak hanya sekadar bercerita kepada anak tanpa
perlu teori dan pertimbangan.
1. Tema dan nilai
Buku cerita anak atau buku fiksi anak dapat diwujudkan dalam bentuk cerita yang
berdasarkan hal berikut ini.
a. Realitas adalah peristiwa yang sesuai dengan kenyataan faktual dalam
kehidupan sehari-hari. Di dalam cerita hadir tokoh fiktif dan tokoh dunia nyata
yang memang ada di dalam kehidupan sehari-hari serta menyajikan latar yang
juga memang ada.
b. Fantasi adalah peristiwa khayalan yang tidak mungkin terjadi pada kehidupan
nyata. Di dalam cerita hadir tokoh-tokoh fiktif penuh keajaiban (naga, peri,
binatang yang dapat berbicara, superhero, alien) serta menyajikan latar yang
juga penuh keajaiban.
c. Cerita rakyat adalah kisah yang berasal dari masa lalu yang berkembang melalui
tradisi lisan: dongeng binatang (fabel), legenda, mitos, epos, dan sebagainya.

2. Tokoh dan penokohan


Tokoh di dalam cerita anak dapat siapa atau apa saja. Untuk anakanak prabaca,
tokoh cerita dapat merupakan manusia, tumbuhan, dan binatang, bahkan benda-
benda mati yang “dihidupkan” sebagaimana manusia. Tokoh di dalam cerita anak
berperan penting dalam mengantarkan peristiwa di dalam cerita. Sarumpaet (2012)
berpendapat bahwa peristiwa tak akan lagi terasa penting bagi anak apabila tokoh-
tokoh yang digambarkan di dalamnya tidak mereka gandrungi. Istilah lain yang
digunakan dalam menyebut tokoh pada sebuah cerita adalah ‘karakter’. Karakter
yang berhasil ditampilkan penulis dapat memengaruhi pembaca anak-anak secara
kuat sehingga anak mengidentifikasi dirinya seperti si tokoh.
3. Latar
Sebuah cerita yang menampilkan tokoh dan peristiwa tentu memerlukan latar, baik
itu tempat maupun waktu. Latar tempat di dalam cerita anak dapat di mana saja,
seperti rumah, sekolah, tempat bermain, tempat umum, desa, kota, atau letak
geografis daerah tertentu. Selain itu, ada juga latar tempat yang bagi anak
menakjubkan, seperti sungai, danau, laut, gunung, gua, hutan, istana raja, dan planet
(di luar bumi).
4. Alur atau plot
Alur/plot adalah jalan cerita yang digunakan penulis untuk menggambarkan
peristiwa demi peristiwa yang dialami tokoh cerita. Di dalam alur cerita biasanya
terdapat konflik yang dihadapi tokoh. Akan tetapi, tidak semua cerita anak,
terutama untuk anak prabaca dan pembaca dini, disisipi konflik yang tajam. Boleh
jadi yang digunakan hanya konflik sederhana untuk mengantarkan cerita.
5. Amanat
Unsur penting yang juga mesti ada di dalam buku cerita anak adalah amanat/pesan
penulisnya yang dikaitkan dengan nilai-nilai. Penulis dapat menggunakan nilai-
nilai universal yang diulas dalam bab sebelumnya sebagai pesan kebaikan.
Amanat dapat disampaikan secara tersurat (eksplisit) dan tersirat (implisit), tetapi
penulis mesti menghindari gaya menggurui dalam menyampaikan amanat. Gaya
menggurui dengan menjejalkan sejumlah nasihat umumnya tidak disukai anak-
anak. Biarkan anak menarik simpulan sendiri dari apa yang dibacanya, penulis tidak
perlu memberi impresi, contohnya menuliskan hikmah pada akhir cerita.
6. Amanat
Jika alur adalah bagaimana sebuah peristiwa di dalam cerita terjadi, sudut pandang
(point of view) adalah cara yang digunakan penulis untuk menampilkan tokoh,
perilaku, latar, dan berbagai peristiwa di dalam cerita. Logika cerita atau masuk
akalnya sebuah cerita dapat diuji dengan sudut pandang penulis. Sudut pandang
adalah tentang siapa yang melihat atau siapa yang berbicara atau dari kacamata
siapa sesuatu itu dibicarakan (Nurgiyantoro, 2005).
Di dalam cerita sudut pandang terbagi dua, yaitu sudut pandang orang pertama dan
sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang orang pertama menggunakan gaya aku
dengan menempatkan pencerita sebagai tokoh di dalam cerita. Tokoh aku ini
lazimnya menjadi tokoh protagonis yang menjadi pusat jalannya cerita. Tokoh lain
menjadi penting jika berhubungan langsung dengan tokoh aku
7. Bahasa dan gaya
Persoalan bahasa tidak dapat dikesampingkan dari karya buku cerita anak. Banyak
penulis buku cerita anak yang memiliki titik lemah dalam soal berbahasa karena
minimnya pengalaman dan pengetahuan tentang psikologi anak.
Unsur penting dalam bahasa anak adalah diksi (pilihan kata) dan tata kalimat, di
samping tentunya ejaan pada buku untuk pembaca awal dan pembaca lancar.
Penyampaian cerita pada buku bergambar terbantu oleh gambar, selain bahasa.
Meskipun begitu, penulis ditantang untuk dapat memilih kata yang tepat dan
kalimat yang efektif demi menghidupkan cerita.
8. Ilustrasi
Pembahasan tentang unsur penting buku cerita anak tidak dapat mengesampingkan
ilustrasi, terutama pada buku cerita anak untuk prabaca dan pembaca dini. Teks dan
ilustrasi di dalam buku cerita bergambar atau buku bab merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan, bahkan pengisahan/penceritaan secara dominan dibantu
oleh ilustrasi.
Ilustrasi pada buku cerita anak harus tampak logis jika dihubungkan dengan
penokohan, latar, dan alur cerita. Penulis buku cerita anak harus sangat berhati-hati
terkait ilustrasi pada buku cerita sejarah agar situasi sejarah benar-benar
digambarkan sesuai dengan fakta sebenarnya.

3.2.3 Praktik Menulis Buku Cerita Anak


Menulis apa pun selalu dilakukan secara berproses. Lima proses berikut ini dapat menjadi
acuan bagi penulis untuk mewujudkan buku cerita anak yang bermutu.
1. Pratulis
Pratulis adalah kegiatan awal untuk merencanakan sebuah buku cerita anak.
Perencanaan yang baik tentu menjadi awal yang baik untuk menghasilkan buku
cerita anak bermutu. Ikutilah langkah-langkah berikut dengan saksama.
a. Mengembangkan Gagasan Cerita (Tema) Gagasan atau ide cerita adalah
sebuah penemuan, bukan pencarian. Sejatinya, ide cerita ada setiap hari
di antara aktivitas kehidupan penulis. Namun, tidak semua ide itu dapat
bersua dengan penulis.
b. Mengumpulkan bahan bercerita
Bahan tulisan untuk cerita anak boleh dari mana saja. Penulis dapat
memanfaatkan pengalaman masa kecil penuis, pengalaman masa kecil
orang lain, serta tentunya buku, majalah, koran, atau media daring di
internet. Jika ingin menulis tentang rumah gadang, tentu penulis harus
mendapatkan informasi tersebut dari berbagai sumber. Informasi sebagai
bahan cerita dapat penulis peroleh dengan
 membaca referensi berupa buku, majalah, koran, atau media daring;
 mewawancarai narasumber;
 malakukan diskusi dengan orang lain;
 mengamati langsung objek yang hendak dituliskan; dan
 membuat daftar berupa fakta tentang objek.
c. Judul buku cerita anak harus menyuratkan isi cerita dan dibuat singkat
dengan diksi yang mudah diucapkan oleh anak-anak, terutama untuk
pembaca prabaca dan pembaca dini. Ada berbagai pilihan cara menjuduli
tulisan, di antaranya
 menjuduli dengan nama tokoh utama
 menjuduli dengan tema cerita;
 menjuduli dengan gabungan nama tokoh utama dan tema;
 menjuduli dengan makna cerita.
d. Menentukan tokoh cerita
Tokoh utama cerita anak utamakan adalah anak-anak, meskipun tidak ada
salahnya juga menjadikan orang dewasa sebagai tokoh utama. Anak-anak
dapat dihadirkan sebagai tokoh pendamping yang juga penting (tokoh
bulat).
e. Menyusun sinopsis
Sinopsis adalah ringkasan jalan cerita sebagai pemandu awal untuk
penulis mengembangkan cerita. Beberapa penulis mengembangkan cerita
berdasarkan apa yang ada di benak mereka sehingga ada penulis yang
langsung menulis cerita tanpa panduan sinopsis.
f. Membuat papan cerita
Papan cerita merupakan panduan atau story board yang terdapat pada teks
sastra cerita. Berbeda dengan sinopsis papan cerita menjelaskan teks
dengan ilustrasi secara terperinci.
2. Menulis draf
Papan cerita pada buku cerita bergambar sudah merupakan draf naskah utuh. Oleh
karena itu, pada dasarnya menulis buku cerita bergambar untuk anak relatif lebih
cepat dan sederhana. Akan tetapi, hal yang sangat berharga adalah gagasannya
dan yang memerlukan waktu adalah memikirkan bagaimana cerita dapat
disampaikan dengan cara sederhana, tetapi mengena.
a. Memulai cerita
 Dapat memulai dengan mendeskripsikan peristiwa.
 Dapat dimulai dengan mengenalkan sosok tokoh utama.
 Dapat dimulai dengan menggambarkan suasana ketegangan.
 Dapat dimulai dengan dialog antartokoh di dalam cerita.
b. Menghidupkan tokoh cerita
Tentang apa itu tokoh cerita dan penokohan sudah dibahas sebelumnya.
Tokoh di dalam buku cerita bergambar untuk anak prabaca dan pembaca dini
tentu sangat terbatas penggambarannya. Sebaliknya, untuk anak-anak
pembaca awal dan pembaca lancar, tokoh dapat “dihidupkan” sehingga turut
memikat pembaca. Pengembangan tokoh sebagaimana sudah disebutkan
sebelumnya bermula dari pemberian nama, pengungkapan ciri fisik,
perwatakan, dan pemberian peran pada peristiwa di dalam cerita.
Pengungkapan tokoh ini disebut penokohan yang dapat dilakukan dengan
cara langsung dan cara tidak langsung.
c. Menyisipkan dialog
Dialog di dalam buku cerita anak harus ditampilkan secara wajar, tetapi
dengan tidak mengurangi nilai keindahan sastra di dalamnya. Dialog
berfungsi menjelaskan peristiwa, termasuk menggambarkan tokoh dan
perwatakannya. Artinya, melalui dialog kita juga dapat mengenali apa yang
dipikirkan dan dirasa oleh tokoh.
d. Mengembangkan alur cerita
Pembahasan tentang alur kita lanjutkan kembali di sini. Alur di dalam buku
cerita anak umumnya adalah alur maju dan pada buku untuk anak prabaca
serta pembaca dini hampir tanpa konflik. Masalah yang disodorkan kepada
anak prabaca dan pembaca dini juga masalah yang ringan sesuai dengan
tingkat perkembangan kejiwaan mereka. Berbeda halnya dengan prabaca dan
pembaca dini, anak-anak pembaca awal dan pembaca lancar yang sudah
dapat disodori konflik pada cerita. Konflik adalah masalah yang dihadapi
tokoh utama dan diselesaikan oleh tokoh tersebut melalui dirinya sendiri atau
bersamaan dengan bantuan orang lain.
e. Mengakhiri cerita
Sama halnya dengan fungsi alinea awal pada cerita anak, alinea akhir sebagai
penutup juga penting untuk memberikan simpulan akhir kepada pembaca.
Penutup yang baik adalah penutup yang memenuhi harapan sang anak
sehingga ia dapat bernapas lega dan puas (Liotohe, 1991). Namun, di satu
sisi penutup juga dapat merupakan harapan penulisnya ketika ia membawa
suatu amanat untuk disampaikan kepada pembaca anak-anak.
3. Merevisi dan menyunting
Ada waktunya bagi penulis untuk memeriksa draf naskah setelah semuanya
tuntas. Waktu itu dapat penulis gunakan untuk merevisi dan menyunting naskah.
Biasanya setelah draf naskah tuntas, penulis perlu “mendiamkan” dulu naskah
tersebut barang sehari atau dua hari. Setelah pikiran penulis segar kembali,
barulah dilakukan kegiatan merevisi dan menyunting.
Saat merevisi, penulis lebih berfokus pada kelemahan-kelemahan yang terdapat
pada naskah, seperti tokoh dan penokohan, latar, dan alur. Adapun saat
menyunting, penullis lebih berfokus pada kesalahan-kesalahan yang harus
diperbaiki, seperti logika/kewajaran cerita, bahasa cerita, data dan fakta di dalam
cerita, gaya bercerita (stile dan nada), serta legalitas dan norma.
3.2.4 Hal Yang Perlu Dijauhkan Dalam Pembuatan Buku Sastra Anak
Dalam penulisan buku sastra anak, seorang dewasa harus memahami mengenai konsep dua
dunia. Penulis dewasa dapat mengimajinasikan masa kanak- kanaknya ketika menulis cerita
sehingga memasuki alam pikiran anak-anak tanpa melibatkan pemikiran dewasanya. Sastra
anak tidak hanya memberi instruksi dan mengajarkan moral saja tetapi harus merangsang
fantasi agar merefleksi opini pribadinya.dalam penulisan juga perlu diperhatikan perkara-
perkara yang harus dihindari, yaitu:
1. Tema yang Harus Dihindari
a. Ideologi atau paham berbahaya
Yang dimaksud disini adalah penulis diharapkan tidak memasukkan atau menyisipkan
paham yang bertentangan dengan Pancasila, contohnya paham komunisme dan paham
liberalisme.
b. Seks/erotisme, pornografi, termasuk pendidikan seks
Dalam penulisan buku sastra anak, penulis juga tidak seharusnya menuliskan hal-hal
yang berbau seks. Hal ini dapat memicu para pembaca, khususnya anak-anak, untuk
mencari tahu lebih dalam mengenai apa itu seks.
c. Ujaran kebencian berdasarkan SARA
Penulis juga diharuskan untuk tidak menuliskan ujaran kebencian kepada suku
manapun, hal ini tentu akan membuat anak-anak mengikuti apa yang ia baca. Tentunya
hal ini akan menimbulkan berbagai macam perpecahan yang sangat mengancam negara
Indonesia.
d. Kekejaman
Kekejaman atau sadisme juga sebaiknya tidak dimasukkan kedalam buku sastra anak.
Untuk contoh kekejaman mungkin peperangan, penyiksaan, dan lain sebagainya.
e. Radikalisme
Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan. Dengan demikian, radikalisme
sangat tidak cocok untuk dimasukkan ke dalam buku sastra anak.
f. Prasangka
Prasangka juga lebih baik tidak ditambahkan ke dalam buku sastra anak karena
prasangka adalah sikap negatif terhadap anggota kelompok tertentu. Dengan sikap ini,
mungkin para pembaca, khususnya anak-anak, akan meniru perbuatan negatif terebut.
Mungkin perkara diatas terlihat mudah untuk dihindari, namun beberapa kasus
menunjukkan hal demikian, meskipun tidak disadari oleh penulisnya. Contoh saja buku
pendidikan seks dengan tampilan anak–anak tetapi muatanya lebih tepat untuk orang tua
yang kemudian baru disampaikan kepada anak. Unsur –unsur dalam buku cerita anak yang
kurang berkenan namun masih batas wajar seperti unsur romansa. Memang hanya sebagian
kecil atau sebagai pelengkap, namun hal ini dapat dihindari untuk disajikan.
2. Cerita Rakyat yang Harus Dihindari
Cerita rakyat dapat dibilang sebagai cerita yang banyak digemari anak–anak karena banyak
mengandung pesan moral dan banyak memberi pembelajaran hidup yang baik bagi anak,
namun Seorang penulis buku cerita anak perlu berhati-hati dalam mengisahkan kembali
cerita rakyat untuk anak, terutama kepada pembaca dini dan pembaca awal, karena di
dalamnya sering memuat hal – hal yang bernuansa kekerasan, kekejaman, kejahatan, seks,
dan ketidakpatutan lainnya.
3. Tokoh dan Penokohan yang Harus Dihindari
Setiap penulis buku cerita anak dapat menghadirkan tokoh anak-anak yang nakal, bukan
yang jahat didalam cerita sebagai tokoh antagonis anak-anak. Cerita si Unyil pada masa lalu
menghadirkan tokoh antagonis anak-anak, yaitu Endut dan Cuplis. Cerita Doraemon
menampilkan tokoh antagonis anak-anak, yaitu Giant dan Suneo. Tokoh-tokoh jahat di
dalam cerita anak dapat dihadirkan sebagai tokoh orang dewasa, khususyan pada cerita
untuk pembaca lancar. Berikut ini perkara tokoh dan penokohan yang harus dihindari
penulis. Tokoh dan Penokohan yang harus dihindari yaitu:
a. Tokoh dan Penokohan Sangat Sempurna
Penggambaran toko yang terlalu sempurna menjadikan tokoh terkesan tidak manusiawi.
Seperti anak yang pintar, rajin belajar, rajin beribadah, taat pada orang tua, taat pada
guru, selalu juara kelas, jago olahraga. Karena pada hakikatnya tidak ada manusia yang
benar – benar sempurna semua manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing – masing.
b. Tokoh dan Penokohan Sangat Jahat
Penggambaran tokoh antagonis yang berlebihan juga dapat dikatakan tidak manusiawi.
Sifat jahat yang berlebihan sebaiknya tidak ditampilkan kepada anak – anak karena sifat
jahat lebih
tepat ditampilkan pada tokoh orang dewasa. Dalam hal ini sifat jahat yang tidak pantas
ditampilkan sepertihal–hal yang berkaitan dengan penggunaan
kekerasan,psikopat,perkelahian yang menggunakan kata – kata kasar.

c. Tokoh dan Penokohan yang Absurd


Tokoh dan penokohan yang kurang bisa diterima secara akal sehat,dan terkesan aneh
untuk diterima oleh anak – anak. Hal ini dapat mempengaruhi pemikiran anak menjadi
kurang baik.
4. Latar yang Harus Dihindari
Perkara latar sebenarnya jarang bermasalah tetapi Beberapa perkara latar yang terjadi adalah
ketidak sinkronan antara latar waktu dan latar tempat, bahkan tidak sinkron juga dengan
tokoh dan alur.oleh karena itu untuk mengurangi kesalahn diperlukannya riset terhadap latar
sebelum digubakan dalam ceritta anak.
Latar tempat yang lazim bagi anak-anak adalah rumah,sekolah, tempat bermain, dan tempat
umum (pasar, mal, stasiun,kantor pos, dll.). Selain itu, dapat juga dihadirkan latar tempat
wisata,perkampungan, hutan, sungai, laut, danau, dan gunung.Latar waktu bagi anak-anak
yang umum adalah pagi, siang, dan malam berikut pukul berapa terjadinya peristiwa.
5. Alur yang Harus Dihindari
Kejadian atau peristiwa yang tidak penting, membingungkan, dan berbelit-belit. Selain itu
dialog yang terlalu panjang yang disertai dengan informasi yang tidak jelas dapat
mengganggu alur yang telah dibuat.
a. Pesan Moral yang Kental
Dalam cerita anak sebaiknya pesan moral disampaikan secara tersirat dan tidak harus
diselesaikan dengan nasihat dan terkesan menggurui biarkan anak memposisikan dirinya
sebagai pemeran utama, apa yang sebenarnya yang harus dilakukan apabila ia berada
dalam posisi tokoh yang ia baca sehingga keputusan yang diambil, adalah mutlak berasal
dari perjalanannya.
b. Kebetulan sebagai Kebenaran
Kebetulan sering menjadi tidak logis atau tidak masuk akal. kebetulan dalam bentuk lain
juga kerap dipilih penulis sebagai jalan pintas menyelesaikan konflik yang dihadapi oleh
tokoh
utama anak-anak. Kebetulan yang paling sering adalah menghadirkan sosok orang
dewasa dari profesi atau kepakaran tertentu.
Model penyelesaian konflik semacam inilah yang harus dihindari untuk meredam
kebosanan atau stereotip cerita anak yang itu-itu saja. Tantangan bagi penulis cerita anak
adalah mengembangkan imajinasi kreatifnya untuk menggerakkan alur dan
menyelesaikannya secara logis.
6. Anatomi Buku yang Tidak Perlu Ada Dalam Buku Cerita Anak
Mungkin ranah ini ditujukan untuk editor, bukan penulis, namun apa salahnya
dituliskan disini dengan maksud dan tujuan untuk memperkaya ilmu kita akan hal apa
saja yang sebaiknya tidak ada dalam buku cerita anak. Adapun hal-hal mengenai apa
saja yang sebaiknya tidak dihadirkan dalam buku cerita anak yaitu:
a. Kata Pengantar (Foreword)

Halaman kata pengantar ditulis oleh orang/pihak lain yang bukan penulis. Biasanya
kata pengantar berisikan apresiasi terhadap karya buku atau terhadap penulis sendiri.
Di dalam buku anak, kata pengantar tidak berfungsi apa pun.
b. Prakata (Preface)

Sama halnya dengan kata pengantar, halaman prakata yang ditulis sendiri oleh
penulis tidak lazim ada di dalam buku cerita anak, kecuali buku nonfiksi anak.
Prakata berisi tentang tujuan penulisan buku dan untuk siapa buku ditujukan. Di
dalam prakata juga kerap dimuat pesan atau harapan penulis.
c. Daftar Isi
Daftar isi tidak diperlukan di dalam buku cerita anak bergambar atau buku bab
sederhana, tetapi mungkin diperlukan pada novel anak yang panjang.
d. Glosarium

Daftar istilah tidak diperlukan di dalam buku cerita anak. Oleh karena itu, penulis
harus menggunakan istilah yang mudah dipahami dan akrab bagi anak. Jika pun ada
istilah khusus dalam bahasa daerah atau bahasa asing, jelaskan dengan
membubuhkan anotasi/catatan pada bagian bawah buku (catatan kaki).
e. Daftar Pustaka (Bibliography)
Daftar pustaka juga tidak diperlukan dalam buku cerita anak karena memang tidak
diperlukan rujukan secara ilmiah.
3.2.5 Cerita Sastra Anak Untuk Menumbuhkan Berbagai Karakter Di Era Global
Hakikat Karakter

Kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan
memfokuskan, bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah
laku (Zubaedi, 2013:12). Seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus dikatakan
sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang yang berperilaku jujur, suka
menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter. Seseorang bisa disebut orang yang
berkarakter apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.Menurut KBBI (2008) karakter
merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang yang membedakan seseorang
dengan yang lain. Karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpatri dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku. Menurut Samani (2011:42) secara universal berbagai karakter
dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar, kedamaian (peace),
menghargai (respect), kerjasama (cooperation), kebebasan (freedom), kebahagiaan
(happiness), kejujuran (honesty), kerendahan hati (humility), kasih sayang (love), tanggung
jawab (responsibility), kesederhanaan (simplicity), toleransi (tolerance), dan persatuan (unity).

Menumbuhkan Karakter melalui Sastra Anak.

Sastra dapat berfungsi sebagai sarana hiburan dan sekaligus media untuk mendidik
seorang anak. Sastra dapat memenuhi kebutuhan atau kepuasan pribadi anak dan
pengembangan keterampilan berbahasa. Kepuasan pribadi anak setelah membaca karya sastra
penting. Selain berpengaruh pada keterampilan membaca, karya sastra juga berfungsi
mengembangkan wawasan anak. Fungsi karya sastra sebagai pengembang kemampuan
berbahasa dapat disebut sebagai nilai pendidikan. Dengan belajar sastra anak, seperti: melalui
lagu dolanan, puisi lagu, nyanyian anak, dan jenis karya sastra lainnya, secara tidak langsung
seseorang juga belajar bahasa.

Karakter adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti,
dan tabiat yang dimiliki manusia atau mahkluk hidup lainnya. Untuk menumbuhkan segenap
pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang baik harus diajarkan sejak kecil, sehingga
menjadi sebuah kebiasaan yang melekat. Perilaku baik sesorang juga dapat dibentuk melalui
karya sastra, khususnya sastra anak karena sastra anak banyak cerita yang mendidik. Anak
dapat berkarakter baik harus dibiasakan sering membaca atau diberi cerita baik dari orang tua
maupun guru agar anak dapat meneladani tokoh-tokoh yang baik dalam sebuah cerita. Melalui
cerita yang dibaca ataupun dibacakan oleh orang dewasa, anak akan memperoleh teladan-
teladan yang baik dari tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita. Berikut contoh kutipan cerita.

Dengan sangat berhati-hati si gadis mungil membungkus tulang kecil itu di dalam sapu
tangannya, lalu pergi menuju ke gunung kaca. Pintu gerbangnya terkunci rapat. Dia kemudian
mengambil tulang kecil dari sapu tangannya. Oh! Betapa malangnya si gadis kecil. Tulang itu
tak ada lagi di sana, tak ada sesuatupun di dalam sapu tangannya. Oh! Apa yang harus
diperbuatnya? Bagaimanapun juga dia harus membebaskan kakak-kakaknya. Mereka
terkurung di dalam Gunung Kaca tetapi dia tak mempunyai kunci sebagai pembuka pintu
gerbangnya. “Kalau demikian, aku harus membuat sebuah kunci.” (Tujuh Pangeran Gagak
dalam Sarumpet, 2010:173)

Berdasarkan kutipan di atas, anak yang membaca atau mendengarkan cerita akan meniru
sifat baik sang tokoh yang harus membantu kakak-kakaknya yang berada di dalam gunung es.
Selain itu juga mendidik anak untuk berani menghadapai tantangan. Oleh karena itu, perlu
perhatian orang tua untuk sering mengajak anaknya membaca cerita atau membacakan cerita-
cerita yang mendidik. Guru di sekolah juga harus sering memberikan cerita yang baik-baik dan
sering membacakan cerita agar anak menjadi karakter yang baik dan emosional juga terlatih.

Aduh, aku lapaar!gerutuku dalam hati. Sekarang, pukul tujuh malam. Aku masih di kurung di
kamar. Aku masih menangisi kedua orang tuaku. Apa aku ngumpet-ngumpet saja keluar
kamar? Tiba-tiba aku mendapatkan ide. Aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju
pintu. Aku mencoba membuka pintu kamarku. “Hah?!” Aku kaget.”Pintu kamarku di kunci.
Aku makan apa?” Aku berusaha tenang. Aku shalat dan berdoa agar bisa mendapat makanan.
Selesai shalat, aku duduk di kursi meja belajarku. Aku mencoba membaca buku yang berjudul
Cara Cepat Bisa Main Piano. Semoga ini bermanfaat. Akhirnya, aku berlatih main piano
walaupun perut sangat lapar. (Sahabat Musik, 2015:47)

Berdasarkan kutipan di atas, anak akan menjadi tahu bahwa tidak perlu menyerah dan
tetap berjuang dalam keadaan apapun. Anak juga akan belajar bahwa cara terbaik untuk tenang
adalah dengan berdoa. Untuk menjadikan anak berkarakter baik perlu diajarkan membaca
karya sastra sejak dini agar anak rajin berdoa dan berjiwa pantang menyerah. Sastra anak juga
memiliki peran untuk menumbuhkan karakter melalui tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita.

Sastra anak memiliki peran bagi perkembangan psikologis dan perkembangan


intelektual seorang anak. Dengan sastra seorang anak akan memperoleh kepuasan batiniah dan
pengetahuannya akan bertambah. Oleh karena itu, sastra anak perlu dikembangkan dan
diajarkan sejak dini agar kelak menjadi pribadi yang baik dan berwawasan luas. Melalui sastra
seorang anak secara tidak langsung juga mempelajari bahasa. Selain itu, dapat menumbuhkan
karakter-karakter baik pada anak melalui pesan-pesan yang terkandung dalam karya sastra.
Dengan demikian, orang tua diharapkan untuk memperhatikan tipe-tipe bacaan yang sesuai
dengan usia anak.

4. Penutup
4.1 Kesimpulan
Dalam membuat teks sastra cerita anak banyak hal yang harus diperhatikan seperti aspek
kebahasaan sastra anak yang terefleksi melalui struktur kalimat, pilihan kata, gaya bahasa.
Serta cara-cara menulis teks sastra cerita anak melalui penalaran yang dapat diterapkan di
teks sastra cerita anak ini. Serta ada juga hal-hal yang dapat dijauhkan bahkan dilarang dari
penulisan atau pembuatan teks sastra anak ini.

4.2 Saran
Para penulis teks sastra cerita anak seharusnya sudah mengetahui bagaimana membuat teks
sastra yang dapat mengembangkan pertumbuhan nalar serta logika anak-anak bangsa
Indonesia. Dengan harapan menumbuhkan generasi emas Indonesia yang maju maka
dapatlah anak-anak Indonesia berkembang dengan banyaknya serta beragamnya teks sastra
cerita anak.

Daftar Pustaka

Hanifah, Nisrina. 2010. The Evergreen. Bandung : Mizan Media Utama


Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press
Samani, Muchlas, Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung Remaja
Rosdakarya
Sarumpaet, Riris K, Toha. 2010. Pedoman Penelitian Sastra Anak. Jakarta: Pustaka Obor
Indonesia.
Trimansyah, Bambang. 2020. PANDUAN PENULISAN BUKU CERITA ANAK : Pusat
Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia.
Zubaedi. 2013. Pengembangan Masyarakat, Wacana dan Praktik. Jakarta: Kencana

Anda mungkin juga menyukai