Hasil Analisis Penalaran Paragraf Dalam Teks Sastra Cerita Untuk Siswa SD
Hasil Analisis Penalaran Paragraf Dalam Teks Sastra Cerita Untuk Siswa SD
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Literasi tidak dapat dipisahkan dari dunia sastra, khususnya sastra untuk anak. Sastra anak
dapat dijadikan salah satu cara menanamkan kegemaran membaca pada anak. Salah satu
produk sastra anak yang paling diminati adalah buku cerita anak. Melalui buku cerita, anakanak
di ajak untuk mengasah keterampilan berpikir, berimajinasi, dan mengembangkan kreativitas
dengan cara yang menyenangkan. Selain itu, anak juga dapat menikmati bacaan yang dekat
dengan mereka mulai dari tema, gaya bahasa, dan ilustrasi yang mendukung cerita anak.
Sastra anak adalah istilah yang disematkan pada bentuk karya tulis yang ditujukan khusus
untuk pembaca anak-anak. Dua bentuk karya sastra itu sama dengan karya sastra orang dewasa,
yaitu puisi dan prosa. Pada awalnya tidak ada yang disebut sastra anak karena yang tersedia
untuk masyarakat adalah karya sastra orang dewasa, terutama yang berasal dari tradisi lisan.
Sastra anak juga menjadi wahana bagi Anda untuk mampu menulis cerita anak secara baik dan
benar. Namun, sayangnya sastra anak merupakan bidang ilmu atau ranah sastra yang tidak
terlalu populer ditekuni dan dikaji di Indonesia. Rujukan tentang sastra anak dalam bahasa
Indonesia pun sulit ditemukan.
Hanya ada beberapa akademisi yang menuliskan sastra anak secara teoretis dalam bentuk buku,
di antaranya Burhan Nurgiyantoro, Riris K. Toha Sarumpaet, Murti Bunanta, Sugihastuti,
Christantiowati, Heru Kurniawan, dan Taufik Ampera. Sebagai awal, panduan ini akan
membawa Anda untuk menyelami terlebih dahulu tentang dua istilah berikut ini: sastra anak
dan buku cerita anak. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih pemaknaan. Selain itu,
pemahaman secara teoretis penting bagi Anda untuk mengembangkan kreativitas dalam
menghasilkan buku cerita anak yang bermutu sebagaimana harapan kita semua.
Pada awalnya tidak ada yang disebut sastra anak karena yang tersedia untuk masyarakat adalah
karya sastra orang dewasa, terutama yang berasal dari tradisi lisan. Secara teoretis, sastra anak
adalah sastra yang dibaca anak-anak “dengan bimbingan dan pengarahan anggota dewasa suatu
masyarakat, sedang penulisannya juga dilakukan oleh orang dewasa”.
Nurgiyantoro (2013: 6) mengutip Huck dkk. (1987) menuliskan bahwa isi kandungan sastra
anak dibatasi oleh pengalaman dan pengetahuan anak, pengalaman dan pengetahuan yang
dapat dijangkau oleh anak-anak, serta pengalaman dan pengetahuan yang sesuai dengan dunia
anak berdasarkan perkembangan emosi dan kejiwaannya.
Seorang peneliti bacaan anak, Christantiowati, di dalam bukunya bertajuk Bacaan Anak
Indonesia Tempo Doeloe: Kajian Pendahuluan 1908–1945 menuliskan bahwa cerita-cerita
yang berkembang di Barat, seperti Robin Hood, Robinson Crusoe, dan Gulliver’s Travel adalah
roman untuk orang dewasa. Pada perkembangan selanjutnya, cerita itu diadaptasi menjadi
cerita anakanak atau dianggap anak-anak sebagai cerita mereka.
Selanjutnya, terjadi perubahan pandangan terhadap cerita sebagai hiburan. Anak-anak tidak
lagi dipandang sebagai orang dewasa dalam bentuk mungil (dengan upaya menjejalkan pesan
pendidikan dan pengajaran). berdasarkan sejarah dalam kurun waktu 1820–1950 muncul karya
sastra anak klasik di antaranya Alice’s Adventure in The Wonderland, Treasure Island, Wind
in The Willow, dan Peter Pan.
Ada orang menyebutkan bahwa sastra anak di dunia muncul secara formal dan institusional
pada awal abad ke-19 karena tidak ada catatan waktu yang lebih spesifik. Hal tersebut ditandai
dengan dibukukannya cerita dari tradisi lisan, lalu munculnya dongeng modern. Contohnya,
adalah Charles Perrault yang menulis kembali cerita “Cinderella”, “Putri Tidur”, dan “Si
Tudung Merah” pada tahun 1697 di dalam buku Tales of Mother Goose. Lalu, Grimm
Bersaudara menuliskan “Putri Salju” pada tahun 1892 dalam buku Nursery and Household
Tales. Momentum munculnya dongeng modern pertama ditandai dengan karya Hans Christian
Andersen (Denmark) dalam buku Fairy Talses Told for Children tahun 1800-an.
Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini
sangat menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam
kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak
bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai
pedoman tingkah laku dalam kehidupan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana menggunakan penalaran paragraf dalam pembuatan teks sastra cerita
anak?
2. Apa saja hal-hal yang harus dijauhkan dalam pembuatan teks sastra cerita anak?
3. Bagaimana membuat cerita sastra sebagai sarana pembelajaran anak untuk
menumbuhkan berbagai karakter di era global?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana menggunakan penalaran paragraf dalam pembuatan
teks sastra cerita anak
2. Untuk mengetahui apa saja hal-hal yang harus dijauhkan dalam pembuatan teks sastra
cerita anak
3. Untuk mengetahui bagaimana membuat cerita sastra sebagai sarana pembelajaran
anak untuk menumbuhkan berbagai karakter di era global
2. Kerangka Teoretis
2.1 Pengertian Penalaran
Penalaran adalah cara menggunakan nalar, pemikiran atau cara berpikir logis dengan
ciri masing-masing yang saling berhubungan satu sama lain sampai pada simpulan atau
memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain pemikiran-pemikiran dengan kriteria tertentu
menciptakan bentuk-bentuk penalaran. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki
ciriciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan
sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu.
Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan
konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan
suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Penalaran merupakan suatu proses menemukan kebenaran dimana tiap-tiap jenis
penalaran mempunyai kriteria masing-masing. Pernyataan yang menjadi dasar penarikan suatu
kesimpulan dalam penalaran disebut dengan premis atau antesedens, sedangkan suatu
pernyataan baru yang merupakan kesimpulan disebut dengan konklusi atau konsekuens. Para
ahli logika mengemukakan ada tiga proses yang harus dilalui dalam bernalar, yaitu membentuk
pengertian, membentuk pendapat, membentuk kesimpulan.
Penalaran juga termasuk dalam kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada
suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika
penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis
yang menggunakan logika ilmiah dan demikian juga penalaran lainnya menggunakan logika
tersendiri pula. Kronologi mengenai terjadinya penalaran dimulai dari pengamatan indera atau
observasi empirik. Proses itu di dalam pikiran menghasilkan sejumlah pengertian dan proposisi
sekaligus. Berdasarkan pengamatan-pengamatan indera yang sejenis, pikiran menyusun
proposisi yang sejenis pula. Proses inilah yang disebut dengan penalaran yaitu bahwa
berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar kemudian digunakan untuk
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan.
Halaman kata pengantar ditulis oleh orang/pihak lain yang bukan penulis. Biasanya
kata pengantar berisikan apresiasi terhadap karya buku atau terhadap penulis sendiri.
Di dalam buku anak, kata pengantar tidak berfungsi apa pun.
b. Prakata (Preface)
Sama halnya dengan kata pengantar, halaman prakata yang ditulis sendiri oleh
penulis tidak lazim ada di dalam buku cerita anak, kecuali buku nonfiksi anak.
Prakata berisi tentang tujuan penulisan buku dan untuk siapa buku ditujukan. Di
dalam prakata juga kerap dimuat pesan atau harapan penulis.
c. Daftar Isi
Daftar isi tidak diperlukan di dalam buku cerita anak bergambar atau buku bab
sederhana, tetapi mungkin diperlukan pada novel anak yang panjang.
d. Glosarium
Daftar istilah tidak diperlukan di dalam buku cerita anak. Oleh karena itu, penulis
harus menggunakan istilah yang mudah dipahami dan akrab bagi anak. Jika pun ada
istilah khusus dalam bahasa daerah atau bahasa asing, jelaskan dengan
membubuhkan anotasi/catatan pada bagian bawah buku (catatan kaki).
e. Daftar Pustaka (Bibliography)
Daftar pustaka juga tidak diperlukan dalam buku cerita anak karena memang tidak
diperlukan rujukan secara ilmiah.
3.2.5 Cerita Sastra Anak Untuk Menumbuhkan Berbagai Karakter Di Era Global
Hakikat Karakter
Kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan
memfokuskan, bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah
laku (Zubaedi, 2013:12). Seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus dikatakan
sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang yang berperilaku jujur, suka
menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter. Seseorang bisa disebut orang yang
berkarakter apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.Menurut KBBI (2008) karakter
merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang yang membedakan seseorang
dengan yang lain. Karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpatri dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku. Menurut Samani (2011:42) secara universal berbagai karakter
dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar, kedamaian (peace),
menghargai (respect), kerjasama (cooperation), kebebasan (freedom), kebahagiaan
(happiness), kejujuran (honesty), kerendahan hati (humility), kasih sayang (love), tanggung
jawab (responsibility), kesederhanaan (simplicity), toleransi (tolerance), dan persatuan (unity).
Sastra dapat berfungsi sebagai sarana hiburan dan sekaligus media untuk mendidik
seorang anak. Sastra dapat memenuhi kebutuhan atau kepuasan pribadi anak dan
pengembangan keterampilan berbahasa. Kepuasan pribadi anak setelah membaca karya sastra
penting. Selain berpengaruh pada keterampilan membaca, karya sastra juga berfungsi
mengembangkan wawasan anak. Fungsi karya sastra sebagai pengembang kemampuan
berbahasa dapat disebut sebagai nilai pendidikan. Dengan belajar sastra anak, seperti: melalui
lagu dolanan, puisi lagu, nyanyian anak, dan jenis karya sastra lainnya, secara tidak langsung
seseorang juga belajar bahasa.
Karakter adalah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti,
dan tabiat yang dimiliki manusia atau mahkluk hidup lainnya. Untuk menumbuhkan segenap
pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang baik harus diajarkan sejak kecil, sehingga
menjadi sebuah kebiasaan yang melekat. Perilaku baik sesorang juga dapat dibentuk melalui
karya sastra, khususnya sastra anak karena sastra anak banyak cerita yang mendidik. Anak
dapat berkarakter baik harus dibiasakan sering membaca atau diberi cerita baik dari orang tua
maupun guru agar anak dapat meneladani tokoh-tokoh yang baik dalam sebuah cerita. Melalui
cerita yang dibaca ataupun dibacakan oleh orang dewasa, anak akan memperoleh teladan-
teladan yang baik dari tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita. Berikut contoh kutipan cerita.
Dengan sangat berhati-hati si gadis mungil membungkus tulang kecil itu di dalam sapu
tangannya, lalu pergi menuju ke gunung kaca. Pintu gerbangnya terkunci rapat. Dia kemudian
mengambil tulang kecil dari sapu tangannya. Oh! Betapa malangnya si gadis kecil. Tulang itu
tak ada lagi di sana, tak ada sesuatupun di dalam sapu tangannya. Oh! Apa yang harus
diperbuatnya? Bagaimanapun juga dia harus membebaskan kakak-kakaknya. Mereka
terkurung di dalam Gunung Kaca tetapi dia tak mempunyai kunci sebagai pembuka pintu
gerbangnya. “Kalau demikian, aku harus membuat sebuah kunci.” (Tujuh Pangeran Gagak
dalam Sarumpet, 2010:173)
Berdasarkan kutipan di atas, anak yang membaca atau mendengarkan cerita akan meniru
sifat baik sang tokoh yang harus membantu kakak-kakaknya yang berada di dalam gunung es.
Selain itu juga mendidik anak untuk berani menghadapai tantangan. Oleh karena itu, perlu
perhatian orang tua untuk sering mengajak anaknya membaca cerita atau membacakan cerita-
cerita yang mendidik. Guru di sekolah juga harus sering memberikan cerita yang baik-baik dan
sering membacakan cerita agar anak menjadi karakter yang baik dan emosional juga terlatih.
Aduh, aku lapaar!gerutuku dalam hati. Sekarang, pukul tujuh malam. Aku masih di kurung di
kamar. Aku masih menangisi kedua orang tuaku. Apa aku ngumpet-ngumpet saja keluar
kamar? Tiba-tiba aku mendapatkan ide. Aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju
pintu. Aku mencoba membuka pintu kamarku. “Hah?!” Aku kaget.”Pintu kamarku di kunci.
Aku makan apa?” Aku berusaha tenang. Aku shalat dan berdoa agar bisa mendapat makanan.
Selesai shalat, aku duduk di kursi meja belajarku. Aku mencoba membaca buku yang berjudul
Cara Cepat Bisa Main Piano. Semoga ini bermanfaat. Akhirnya, aku berlatih main piano
walaupun perut sangat lapar. (Sahabat Musik, 2015:47)
Berdasarkan kutipan di atas, anak akan menjadi tahu bahwa tidak perlu menyerah dan
tetap berjuang dalam keadaan apapun. Anak juga akan belajar bahwa cara terbaik untuk tenang
adalah dengan berdoa. Untuk menjadikan anak berkarakter baik perlu diajarkan membaca
karya sastra sejak dini agar anak rajin berdoa dan berjiwa pantang menyerah. Sastra anak juga
memiliki peran untuk menumbuhkan karakter melalui tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita.
4. Penutup
4.1 Kesimpulan
Dalam membuat teks sastra cerita anak banyak hal yang harus diperhatikan seperti aspek
kebahasaan sastra anak yang terefleksi melalui struktur kalimat, pilihan kata, gaya bahasa.
Serta cara-cara menulis teks sastra cerita anak melalui penalaran yang dapat diterapkan di
teks sastra cerita anak ini. Serta ada juga hal-hal yang dapat dijauhkan bahkan dilarang dari
penulisan atau pembuatan teks sastra anak ini.
4.2 Saran
Para penulis teks sastra cerita anak seharusnya sudah mengetahui bagaimana membuat teks
sastra yang dapat mengembangkan pertumbuhan nalar serta logika anak-anak bangsa
Indonesia. Dengan harapan menumbuhkan generasi emas Indonesia yang maju maka
dapatlah anak-anak Indonesia berkembang dengan banyaknya serta beragamnya teks sastra
cerita anak.
Daftar Pustaka