Anda di halaman 1dari 39

Studi Kasus

PENERAPAN LATIHAN ASERTIF PADA PASIEN


RISIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH SAKIT
ERNALDI BAHAR PALEMBANG

NAMA : DETA ARINDA PUTRI


NIM : 22221030

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2022

i
Studi Kasus

PENERAPAN LATIHAN ASERTIF PADA PASIEN


RISIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH SAKIT
ERNALDI BAHAR PALEMBANG

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

NAMA : DETA ARINDA PUTRI


NIM : 22221030

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2022

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar profesi Ners di
Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah Palembang. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor IKesT Muhammadiyah Palembang Bapak Heri Shatriadi CP,
M.Kes.
2. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Ibu Maya Fadlilah, S.Kep., Ns., M.Kes.
3. Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Bapak Yudi Abdul Majid, S.Kep.,
Ns., M.Kep
4. Dosen pembimbing I Ayu Dekawati S.Kep., Ns., M.Kep
5. Dosen pembimbing II Dr. Suzanna S.Kep., Ns.,M.Kep
6. Dosen Program Studi dan IKesT Muhammadiyah Palembang yang
senantiasa memberikan ilmunya dalam proses belajar mengajar.
7. Kepada kedua orang tua saya Ayah dan Ibu yang telah membesarkan dan
mendidik saya serta selalu mendoakan dan mendukung anakmu untuk terus
maju menjadi orang yang sukses dan semoga kalian diberikan umur panjang
oleh Allah SWT.
8. Kepada Kakakku Dian dan Demi terimakasih selalu memeberikan Motivasi
dan memenuhi kebutuhan adikmu baik dari segi fisik maupun materi,
terimakasih telah meringankan beban Ayah dan Ibu, terimakasih atas
pelajaran di kehidupan ini dan penyemangatku dikala susah maupun sedih
semoga kalian selalu dalam lindungan Allah SWT

iii
9. Kepada saudara perempuanku Desmi dan Deka Terimakasih untuk selalu
ada disaat aku merasa lelah mengerjakan skripsi dan mendengarkan keluh
kesah tangisku, memeberi semangat untukku, memenuhi kebutuhanku
baik dari segi fisik maupun materi dan semoga kalian berada dalam
lindungan Allah SWT.
10. Untuk teman-temanku kelasku dan Ber5 aja udah terimakasih selalu ada
dari awal kuliah samapai saat ini, hampir 4 tahun kita menjalani
pertemanan ini, menangis karna tugas kuliah, menangis karna skripsi
semua sudah kita jalani bersama, jangan lupakan aku ketika kita sudah
menemukan jalan kita masing-masing. Aku berharap kalian akan selalu
mengingat masa-masa kita ketika masih menjadi Mahasiswa.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT. Berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
keperawatan.

Palembang, 30 Desember 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

C. Tujuan ............................................................................................................ 3

D. Manfaat .......................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4

A. Konsep Perilaku Kekerasan ........................................................................... 4

1. Pengertian ................................................................................................. 4

a. Faktor Predisposisi ............................................................................... 8

b. Faktor Presipitasi .................................................................................. 9

c. Tanda dan Gejala ................................................................................ 10

d. Faktor Risiko ...................................................................................... 10

e. Mekanisme koping ............................................................................. 11

f. Penatalaksanaan ................................................................................. 12

g. Analisa Data ....................................................................................... 14

h. Diagnosa keperawatan........................................................................ 15

i. Rencana keperawatan ......................................................................... 15

j. Implementasi ...................................................................................... 17

v
k. Evaluasi .............................................................................................. 18

2. Tindakan Asertif ..................................................................................... 19

3. Telaah jurnal ........................................................................................... 23

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 31

A. Desain .......................................................................................................... 31

B. Tempat dan Waktu ....................................................................................... 31

C. Subjek Studi Kasus ...................................................................................... 31

D. Instrumen Studi Kasus ................................................................................. 31

E. Definisi Operasional Fokus Studi ................................................................ 32

F. Prosedur Pengumpulan Data ....................................................................... 32

G. Fokus Studi .................................................................................................. 33

H. Etika Studi Kasus......................................................................................... 33

vi
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan merupakan point utama dalam kehidupan manusia dan untuk
mendapatkannya membutuhkan usaha yang lebih misalnya dengan olahraga
teratur, selalu menjaga kebersihan diri, lingkungan, makan dan minum yang
bergizi. Manusia dikatakan sehat apabila jiwa dan fisiknya tidak mengalami
gangguan atau cidera yang mengakibatkan kesehatan menurun. Menurut
undang-undang kesehatan jiwa nomor 18 tahun 2014 Bab 1 ayat 1 kesehatan jiwa
adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuannya sendiri,
dapat mengatasi tekanan, bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk kelompoknya.
Menurut Purnama, Yani, & Titin (2016) mengatakan gangguan jiwa
adalah swsworang yang terganggu dari segi mental dan tidak bisa menggunakan
pikirannya secara normal. Skizofrenia adalah kerusakan otak yang mengakibatkan
gangguan fungsi kognitif, aktif, bahasa, gangguan memandang terhadap ralitas, dan
hubungan interpersonal, dan mempunyai perubahan perilaku seperti perilaku
agesitas dan agresif atau disebut dengan perilaku kekerasan (Erwin, 2021).
Menurut WHO (2019), terdapat sekitar 264 juta orang terkena depresi, 45
juta orang terkena bipolar, 20 juta orang terkena skinzofrenia, serta 50 juta terkena
demensia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pravelensi gangguan jiwa
berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil, dan gangguan mental emosional pada
penduduk Indonesia 6%. Gangguan jiwa berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh,
Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Proporsi rumah tangga yang pernah
memasung anggota rumah tangga gangguan jiwa berat 14,3% dan terbanyak pada
penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2%), serta pada kelompok penduduk
kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%). Provinsi dengan prevalensi
gangguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Jawa Barat, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur (Kemenkes RI, 2013)
Laporan hasil RISKESDAS tahun 2018 di Provinsi Sumatera Selatan
memberi gambaran indikator tingkat provinsi dan kabupaten kota pada jumlah

1
2

alokasi per Provinsi berdasarkan klasifikasi urban-rural didapatkan Provinsi


Sumatera Selatan dengan total 980 jiwa.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain (Afnuhazi, 2015). menurut Erwina (2012) perilaku kekerasan adalah
merupakan bentuk kekerasan dan pemaksaan secara fisik maupun verbal
ditunjukkan kepada diri sendiri maupun orang lain. Perilaku kekerasan adalah salah
satu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologi (Keliat et al, 2011)
Assertives Training menurut Stuart dan Laraia dalam Suryanta & Murti W
(2015) adalah intervensi tindakan keperawatan pasien perilaku kekerasan dalam
tahap preventif. Latihan asertif bertujuan agar pasien mampu berperilaku asertif
dalam mengekspresika kemarahannya. Assertives Training adalah suatu terapi
modalitas keperawatan dalam bentuk terapi tingkah laku, klien belajar
mengungkapkan perasaan marah secara tepat atau asertif sehingga mampu
berhubungan dengan orang lain, mampu menyatakan apa yang diinginkan, apa
yang disukai, apa yang ingin dikerjakan, dan kemampuan untuk membuat
seseorang merasa tidak risih berbicara tentang dirinya sendiri. (Surya & Murti W,
2015)
Penatalaksanaa keperawatan pasien gangguan jiwa untuk mengatasi
perilaku kekerasan adalah dengan terapi psikofarmaka, terapi aktivitas kelompok
dan manajemen perilaku kekerasan yang terdiri dari fisik, verbal, spiritual, dan
obat. Pada manajemen perilaku kekerasan verbal dilakukan penerapan tindakan
asertif (Nurhalimah 2016). tindakan asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju
yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain (Yosep,2019).
berdasarkan pernyataan tersebut, tindakan asertif mampu membantu pasien dengan
risiko perilaku kekerasan untuk mengungkapkan rasa marahnya pada orang lain
tanpa membuat orang lain sakit hati dan membantu pasien untuk mengatasi
perilaku kekerasan. Menurut Irwanto (2013) penerapan tindakan asertif dilakukan
pada pasien yang sudah memasuki masa (maintenance) dimana pasien sudah
pernah dilakukan manajemen perilaku kekerasan berupa fisik seperti nafas dalam
dan memekul bantal.
3

Penelitian yang dilakukan oleh Irwanto dkk (2013) menunjkan hasil yaitu
dengan diberikan latihan tindakan asertif pada pasien risiko perilaku kekerasan,
membuat pasien mampu mengontrol marahnya dari pada pasien yang tidak
diberikan latihan tindakan asertif. Hal tersebut mendasari ketertarikan penulis
untuk lebih mendalami penerapan tindakan asertif dan menggunakannya dalam
asuhan keperawtan pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan, dan harapannya
dengan latihan penerapan tindakan asertif pasien dapat mengontrol emosi dan dapat
berfungsi kembali secara wajar di lingkungan masyarakat serta penerapan tindakan
asertif dapat dilakukan diseluruh instansi pelayanan agar dapat membantu pasien
dalam mengatasi respon marah yang lebih konstruktif.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan tindakan asertif pada pasien dengan risiko perilaku
kekerasan.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan penerapan tindakan asertif pada pasien dengan risiko
perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus
Teridentifikasinya respon pasien terhadap tindakan latihan asertif.
D. Manfaat
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan
kontribusi sebagai bahan pengembangan keilmuan Keperawatan Jiwa
mengenai penerapan tindakan asertif pada pasien dengan risiko perilaku
kekerasan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Rumah Sakit Jiwa
Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi bagi rumah sakit jiwa
khususnya di bidang keperawatan jiwa dalam menerapkan tindakan
asertif pada pasien risiko perilaku kekerasan.
b. Bagi Pasien Risiko Perilaku Kekerasan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat diajadikan gambaran bagi
pasien untuk mengontrol marahnya.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Perilaku Kekerasan


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah salah satu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka
perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal maupun nonverbal. Diarahkan
pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam
dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku
kekerasan. (Atina & Nurul 2021)
Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang
berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan. Pendapat senada
diungkapkan oleh Citrome & Volavka (dalam Nurhalimah 2016) mengatakan
bahwa perilaku kekerasan merupakan respon perilaku manusi untuk merusak
sebagai bentuk agresif fisik yang dilakukan seseorang terhadap orang lain dan atau
sesuatu. Nanda (dalam Sutejo 2017) menyatakan bahwa risiko perilaku kekerasan
merupakan perilaku seseorang yang menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan
diri sendiri atau orang lain atau lingkungan baik secara fisik, emosional, seksual
dan verbal. Risiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua yaitu risiko perilaku
kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence) dan risiko perilaku
kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed violence).
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang menunujkkan
bahwa dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain dan lingkungan, baik fisik,
emosional, seksual dan verbal. Resiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua yaitu
resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence )
menyatakan bahwa resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri merupakan
perilaku yang rentan dimana seorang individu bisa menunjukkan atau
mendemonstrasikan tindakan yang membahayakan diri sendiri, baik secara fisik,
emosional maupun seksual. Hal yang sama juga berlaku untuk resiko perilaku
kekerasan terhadap orang lain, hanya saja ditunjukkan langsung kepada orang lain.

4
5

Menurut Nanda (dalam sutejo 2017) mengungkapkan bahwa Perilaku


kekerasan pada orang lain berupa tindakan agresif yang ditunjukkan untuk melukai
dan membunuh orang lain, sedangkan perilaku kekerasan pada lingkungan dapat
berupa perilaku merusak lingkungan seperti memecah kaca, genting, membanting,
melempapr semua hal yang ada di lingkungan. Sehingga disimpulkan bahwa
perilaku kekerasan merupakan respon emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap
kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman dan ungkapan perasaan
terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa, keinginan tidak tercapai,
tidak puas).
Pengkajian yang dilakukan pada pasien risiko perilaku kekerasan dengan cara
wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga. Pada saat dilakukan
pengkajian, didapatkan respon perilaku pasien. Menurut Stuart & Laraia Perilaku
kekerasan didefinisikan sebagai bagian dari rentang respon marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai
respon terhadap ansietas (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai
ancaman (Sutejo 2017). amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu
stresor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (desktruktif) (Yosep 2009).
marah yang dialami setiap individu memeiliki rentang dimulai dari respon adaptif
sampai maladaptif. Berikut adalah rentang gambar respon perilaku kekerasan :

Gambar 1.2 Rentang Respon. Sumber : (Nurhalimah 2016)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk


Keterangan :
Asertif : Kemarahan yang siungkapkan tanpa menyakiti orang lain
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis atau
terhambat.
Pasif : Respon lanjutan dimana pasien tidak mampu mengungkapkan
perasaannya.
6

Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol


Amuk : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol

Setelah didapatkan repon perilaku pasien, selanjutnya perlu melihat hierarki


perilaku kekerasan untuk mengetahui rendah dan tingginya risiko perilaku
kekerasan pasien melalui tingkah laku pasien.

Tabel 2.2 Hierarki Perilaku Kekerasan.


Sumber : (Nurhalimah 2016)

No Hierarki perilaku kekerasan


Rendah 1. Memperlihatkan permusuhan rendah
2. Keras menuntut
3. Mendekati orang lain dengan ancaman
4. Memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai
5. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
6. Memebri kata-kata ancaman dengan rencana
melukai
7. Melukai dalam tingkat ringan tanpa membutuhkan
perawatan medis
8. Melukai dalam tingkat serius dan memerlukan
Tinggi perawatan medis

Tabel 3.2 perbandingan perilaku Pasif, Asertif, Agresif


7

Sumber (Nurhalimah :2016)


Pasif Asertif Agresif
Isi bicara  Negatif  Positif  Berlebihan
 Menghina  Menghargai diri  Menghina
 Dapatkah saya sendiiri orang lain
lakukan  Saya dapat/akan  Anda
 Dapatkah ia lakukan sekalu/tidak
lakukan pernah
Nada suara  Diam  Diatur  Tinggi
 Lemah  Menuntut
 Merengek
Postur/  Melotot  Tegak  Tenang
sikap  Menundukkan  Rileks  Bersandar
tubuh kepala kedepan
Personal  Orang lain dapat  Menjaga jarak  Memasuki
space masuk pada yang teritorial orang
teritorial menyenangkan lain
pribadinya  Mempertahankan
hak tempat/
teritorial
Gerakan  Minimal  Memperlihatkan  Mengancam
 Lemah gerakan yang  Ekspansi
 Resah sesuai
Kontak  Sedikit atau  Sekali-kali sesuai  Melotot
mata tidak dengan
kebutuhan
interaksi
8

Selain melihat respon perilaku melalui tingkah laku pasien, pada


pengkajian perlu juga untuk melihat penyebab terjadinya perilaku kekerasan yang
dilakukan pasien. Menurut Halimah (2016) penyebab terjadinya perilaku kekerasan
dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep stres adaptasi Stuart yang meliputi
faktor predisposisi (faktor yang melatarbelakangi) dan faktor presipitasi (faktor
yang memicu adanya masalah).
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan, meliputi :
1) Faktor Biologis
Hal yang dikajji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
yaitu adanya anggota keluarga yang sering memperlihatkan atau melakukan
perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang mengalai gangguan jiwa,
adanya riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.
Sedangkan menurut Sutejo (2017) dari faktor-faktor tersebut masih ada
teori-teori yang menjelaskan tiap faktor.
 Teori dorongan naluri (instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh
suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat. Penelitian neurobiologi
mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada
hipotalamus (yang berada di tengah sistem limbik).
 Teori psikomatik (psycomatic theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respon psikologi terhadap
stimulus eksternal maupun internal. Sehingga sistem limbik memiliki peran
sebagai pusat untuk mengekspresikan menghabat rasa marah.
2) Faktor Psikologis
a. Frustation anggresion theory
Menerjemahkan bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai
tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang
pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk
melukai orang atau objek.
9

b. Teori perilaku (Behaviororal theory)


Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat
doicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement
yang diterima saat melakukan kesalahan sering menimbulkan kekerasan di
dalam maupun diluar rumah.
c. Teori Ekstensi (Ekstential theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai
perilaku. Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku
konstruktif, maaka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku
destruktif
3) Faktor Sosial Budaya
Teori lingkungan sosial (social enviroment theory) menyatakan
bahwa lingkungan sosial sangata mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk
berespon asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara
langsung melalui proses sosial (social learning theory). social learning theory
menerjemahkan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon lain. Agresi
dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sring mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Sehingga
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respon yang dipelajarinya.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik,
berbeda satu orang dengan yang lain. Faktor ini berhubungan dengan pengarush
steros yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stressor tersebut
dapat merupakan penyebab yang berasal dari dalam maupun dari luar individu.
Stressor dari dalam berupa kehilangan relasi atau hubungan dengan orang yang
dicintai atau berarti seperti kehilangan keluarga,sahabat yang dicintai, kehilangan
rasa cinta,kekhawatiran terhadap penyakit,fisik, dan lain-lain.sedangkan stressor
dari luar berupa serangan fisik, kehilangan,kematian,lingkungan yang terlalu ribut,
kritikan yang mengarah pada penghinaan,tindakan kekerasan.
c. Tanda dan Gejala
10

Menurut Damayanti (2014) tanda dan gejala yang ditemui pada klien
melalui observasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut :
1. Muka marah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda/orang lain
10. Merusak benda atau barang
d. Faktor Risiko
Menurut Nanda (dalam Sutejo 2017) menyatakn faktor-faktor risiko dan
perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence) dan risiko
perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed violence).
1. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed
violence)
a) Usia -+ 45 tahun
b) 15-19 tahun
c) Isyarat tingkah laku (menyatakan pesan bernada kemarahan pada
orang tertentu yang telah menolak individu, dll)
d) Konflik mengenai orientasi seksual
e) Konflik dalam hubungan interpersonal
f) Terlibat dalam tindakan seksual auteorotik
g) Pengangguran atau kehilangan pekerjaan
h) Sumber daya personal yang tidak memadai
2. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-violence)
a) Akses atau ketersediaan senjata
b) Alterasi (gangguan) fungsi kognitif
c) Perilaku kejam terhadap binatang
11

d) Riwayat kekerasan masa kecil, baik secara fisik, psikologis,


maupun seksual
e) Riwayat penyalahgunaan zat
f) Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga
g) Implusif
h) Pelanggaran atau kejahatan kendaraan bermotor (seperti
pelanggaran lalu lintas, penggunaan kendaraan bermotor untuk
melampiaskan amarah)
i) Bahasa tubuh negatif (seperti kekakuan, mengepalkan tinju/
pukulan, hiperaktivitas)
j) Gangguan neurologis (trauma kepala, gangguan serangan, kejang
dll)
k) Intoksikasi patologis
e. Mekanisme koping
Menurut Prabowo (2014) beberapa mekanisme koping yang dipakai
pada pasien marah untuk melindungi diri antara lain :
1) Sublimasi
Menerima suatu sasaran pemgganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran
secara normal. Misalnya, seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti memukul tembok dan lain
sebagainya. Tujuannya adalah unruk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
2) Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerjanya, baik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu dan mencumbunya.

3) Represi
12

Mencegah pikiran yang menyakitakn atau membahayakan masuk


kealam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tua
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merapakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4) Reaksi formal
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik
pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
5) Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitan emosi itu.
6) Menyatakan secara Asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya yaitu perilaku pasif, agresif, dan asertif.
Perilaku asertif merupakan cara terbaik individu untuk mengekspresikan
rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis.
Dengan perilaku tersebut juga dapat mengembangkan diri.
7) Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan.
f. Penatalaksanaan
Menurut Prabowo (2014), penatalaksanaan yang dapat diberikan pada
pasien gangguan jiwa antara lain :
1. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan
yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai
dosis efektif tinggi contohnya Cloropromazine HCL yang berguna untuk
mengendalikan psikomotornya. Apabila tidak ada, dapat digunakan dosis
13

efektif rendah. Contohnya Trifiluoperasine estasine, bila tidak ada juga,


maka dapat digunakan Trasquilizer bukan obat antipsikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya memepunyai efek anti
tegang, anti cemas dan anti agitasi.
2. Terapi okupasi
Terapi ini bukan pemberian pekerjaan malainkan kegiatan itu
sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan
kemampuan berkomunkikasi. Oleh karena itu, dalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaab tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran,
main catur, berdialog, berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan
bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan
oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan
ditentukan program kegiatan.
3. Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara
kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan
interpersonal. Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk
memfasilitasi psikoterapi terhadap sejumlah pasien pada waktu yang sama
untuk memantau dan meningkatkan hubungan antar anggota.
4. Peran serta Keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukungt utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (shat-sakit) pasien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan,
memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunkan sumber yang ada pada masyarakat.
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat
mecegah perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi
perilaku maladaptif (pencegahan sekunder), dan memulihkan perilaku
maladaptif ke perilaku adaptif (oencegahan tersier) sehingga derajat
kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal.
5. Terapi somatik
14

Terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa


dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku
adaptif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik
pasien, tetapi target terapi adalah perilaku pasien.

g. Analisa Data
Contoh pendokumentasian

Data : pasien mengatakan memukul ibunys dengan sapu,


menendang pintu, berbicara dengan nada tinggi dan suara
keras, dan mengeluarkan kata-kata kotor, mata merah,
wajah tegang dan memerah, rahang terkatup kuat. Pasien
mengatakan marah karena ibunya tidak membelikan
motor.

Setelah mendapatkan data, selanjutnya adalah membuat analisa data. Berikut


contoh analisa data pada pasien perilaku kekerasan :
Tabel 4.2 Analisa Data. Sumber (Nurhalimah 2016)
No. Data Masalah
1. Data Subyektif : Perilaku kekerasan
pasien mengatakan ia memukul ibunya dengan
sapu dan mengeluarkan kata kasar dan tidak
pantas karena tidak dibelikan motor.
Data Obyektif :
 Suara keras
 Tangan mengepal
 Wajah merah dan tegang
 Pandangan tajam
 Mengatupkan rahang dengan kuat
 Mengepalkan tangan
 Bicara kasar
 Nada suara tinggi
15

h. Diagnosa keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian dan analisa data selanjutnya adalah
penegakan diagnosa keperawatan dan pembuatan pohon masalah. Diagnosis
keperawatan risiko perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan
dan belum mampu mengendalikan perilaku kekerasan tersebut. Berikut adalah
diagnosa keperawatan dan pohon masalah pada klien dengan risiko perilaku
kekerasan :

Gambar 5.2 pohon masalah dengan Risiko Perilaku Kkerasan.


Sumber (Sutejo 2017)

Risiko menciderai diri sendiri,


orang lain, dan lingkungan

Risiko perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan

i. Rencana keperawatan
Keliat (2011) tindakan keperawatan dilakukan untuk mengatasi perilaku klien
tindakan dilakukan pada pasien dan keluarga. Berikut adalaha rencana keperawatan
yang dilakukan pada pasien dengan Risiko Perilaku Kekerasan.
Tujuan :
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda dan perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
16

e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah / mengontrol perilaku


kekerasannya
f. Pasien dapat mencegah / mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
verbal, spiritual, dan dengan terapi psikofarmaka
g. Keluarga dapat berperan serta secara aktif sebagai pendukung klien (suport
system) dalam mengatasi risiko perilaku kekerasan.

Tindakan keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya, dalam membina hubungan saling percaya
perlu pertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi. Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina
hubungan saling percaya adalah :
1. Mengucap salam terpeutik
2. Berjabat tangan
3. Menjelaskan tujuan interaksi
4. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang
lalu
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
1. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
2. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
3. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
4. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah, yaitu secara verbal terhadap :
1. Orang lain
2. Diri sendiri
3. Lingkungan
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara :
1. Fisik : pukul bantal, kasur, tarik nafas dalam
2. Verbal : menyatakan secara asertif rasa marahnya
17

3. Spiritual : kegiatan ibadah sesuai keyakinan pasien


4. Obat
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara verbal :
1. Latih mengungkap rasa marah secara verbal : menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
2. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
i. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual :
1. Diskusikan kegiatan ibadah yang pernah dilakukan pasien
2. Latih mengontrol marah dengan melakukan kegiatan ibadah yang
biasa dilakukan pasien
3. Buat jadwal latihan ibadah pasien
j. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat :
1. Latih pasien minum obat secara teratur disertai penjelasan kegunaan
obat dan akibat berhenti minum obat
2. Susun jadwal minum obat secara teratur
k. Diskusikan bersama keluarga pasien pentingnya peran serta keluarga
sebagai pendukung klien dalam mengatasi risiko perilaku kekerasan
1. Jelaskan pengertian, penyebab, akibat, cara merawat klien
2. Peragakan cara merawat klien
3. Berikan kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang cara
perawatan terhadap klien.
j. Implementasi
Setelah dibuat rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada
pasien dengan risiko perilaku kekerasan, selanjutnya adalah menerapkan rencana
tersebut kepada pasien dan dilakukan evaluasi setiap pemberian impelemtasi.

k. Evaluasi
Evaluasi kemampuan pasien mengatasi risiko perilaku kekerasan berhasil
apabila pasien :
a. Menyebutkan penyebab, tanda gejala perilaku kekerasan dan akibat
dari perilaku kekerasan
b. Mengontrol perilaku kekerasan :
18

1. Fisik : tarik nafas dalam, memukul bantal / kasur


2. Sosial / verbal : meminta, menolak, mengungkapkan perasaan
secara sopan dan baik
3. Spiritual : dzikir / berdoa, meditasi berdasarkan agama yang
dianut
4. Psikofarmaka : rutin mengkonsumsi obat, tidak putus obat,
mampu mengenal obat sendiri dan warna, bentuk, nama, dosis, dll
c. Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku perawat) risiko perilaku
kekerasan berhasil apabila keluarga :
1. Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
(pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya risiko
perilaku kekrasan)
2. Mencegah terjadinya perilaku kekerasan
3. Menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai pasien
4. Memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perasaan
marah
5. Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung
pasien mengontrol perasaan marah
6. Mengevaluasi manfaat asuhan keperawatan dalam mencegah
perilaku kekerasan pasien
7. Melakukan follow up ke puskesmas, mengenal tanda kambuh dan
melakukan rujukan.
19

2. Tindakan Asertif
Menurut Sutrjo (2017) mengatakan bahwa tindakan asertif adalah
tindakan yang dilakukan untuk mengekspresikan marah, meminta, dan
menolak dengan baik dan sopan tanpa menyakiti orang lain secara fisik
maupun psikologis. Menurut Stuart (2016) menyaktakan bahwa sikap asertif
adalah sikap yang berada tepat dititik tengah pada rentang antara perilaku pasif
dan perilaku agresif. Perilaku asertif merupakan sikap yang menunjukkan rasa
yakin tentang diri sendiri, mampu berkomunikasi dengan secara hormat pada
orang lain. Seseorang dengan perilaku asertif mampu berbicara dengan orang
lain dengan cara yang jelas dan lansgung. Mereka juga mampu menunjukkan
sikap yang memperhatikan norma-norma ruang pribadi orang lain sesuai
dengan situasinya. Seseorang dengan perilaku asertif merasa bebas untuk
menolak permintaan yang tidak masuk akal. Namun mereka dapat menjelaskan
alasannya pada orang lain tanpa membuat orang tersebut menjadi marah dan
umumnya dapat menerima alasannya. Perilaku asertif
merupakan kamampuan mengkomunikasikan perasaan secara lansgung kepada
orang lain. Menurut Townsend (2009) menyatakan bahwa perilaku asertif
membantu individu merasa lebih baik terhadap diri sendiri dengan mendorong
mereka untuk membela hak asasi mereka. Hak ini memiliki respresenrtasi yang
setara pada semua individu. Akan tetapi seiring hak, mu8ncul juga tanggung
jawab dalam jumlah yang seimbang. Bagian dari menjadi asertif terdiri dari
menjalankan tanggung jawab ini.
Perilaku asertif meningkatkan harga diri dan kemampuan untuk
membentuk hubungan interpersonal yang memuaskan. Ini dicapai melalui
kejujuran, keterbukaan, ketepatan, dan penghargaan hak pribadi serta hak
orang lain. Individu membentuk pola respon dalam beragam cara, seperti
melalui model peran, dengan menerima penguatan positif atau negatif, atau
dengan pilihan secara sadar. Individu asrtif mengatakan hak dari mereka
sendiri dan melindungi hak orang lain. Beberapa perilaku penting yang
terdapat dalam perilaku asertif terdiri dari kontak mata, postur tubuh, jarak
personal, kontak fisik, sikap tubuh, ekspresi wajah, suara, kefasihan, pemilihan
waktu, mendengarkan, berpikir, dan isi pikir.
20

Tabel 6.2 Strategi pelaksanaan


Masalah keperawatan Tindakan keperawatan untuk pasien
Perilaku kekerasan SP 1
1) Mengidentifikasi penyebab PK
2) Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
3) Mengidentifikasi PK yang dilakukan
4) Mengidentifikasi akibat PK
5) Menyebutkan cara mengontrol PK
6) Membantu klien mempraktikan latihan cara
mengontrol PK secara fisik : latihan nafas dalam
7) Menganjurkan klien memasukkan kedalam
kegiatan harian
8) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
9) Melatih klien mengontrol PK dengan cara fisik 2 :
pukul kasur dan bantal
10) Menganjurkan klien memasukkan kedalam
kegiatan harian
SP 2
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2) Melatih klien mengontrol PK dengan minum obat
3) Menganjurkan klien memasukkan kedalam
kegiatan harian
SP 3
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2) Melatih klien mengontrol PK dengan cara verbal
3) Menganjurkan klien memasukkan dalam kegiatan
harian
SP 4
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2) Melatihkan mengontrol PK dengan cara spiritual
3) Menganjurkan klien memasukkan kedalam
21

kegiatan harian

Berikut adalah standar operasional pelaksanaan penerapan tindakan


asertif pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan (cara verbal) (RSJ
Ghrasia, 2015) :
22

Tabel 7.2 Tindakan SOP


No. Kegiatan
1. Pengertian
Manajemen marah : cara sosial/verbal adalah suatu strategi untuk
menghilangkan / mengurangi perasaan jengkel / marah yang dialami oleh
pasien sehingga mencegah pasien tersebut untuk melakukan perilaku yang
destruktif dengan metode menghilangkan rasa marah secara konstruktif
dengan cara sosial/verbal.
2. Tujuan :
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk agar pasien mampu
mencegah / mereda marahnya ketika muncul tanda-tanda marah sehingga
tidak sampai melakukan perilaku kekerasan

Prosedur
a. Persiapan
1.) Tentukan pasien
2.) Identifikasi pasien
3.) Buat kontrak dengan pasien
b. Orientasi
1.) Beri salam terapeutik
2.) Tanyakan perasaan pasien saat ini
3.) Jelaskan tujuan dan kontrak waktu
c. Tahap Kerja
1.) Ajarkan pasien metode menyalurkan marah dengan cara verbal yaitu
ketika marah minta pasien untuk mengatakan :
“aku sedang marah”
“aku jengkel karena tidak diberi makan (misalnya) dsb”.
2.) Minta pasien untuk mendemonstrasikan
3.) Diskusikan bersama pasien tentang bagaimana cara marah yang sehat
4.) Berikan pujian kepada pasien
5.) Jaga privasi klien
6.) Perhatikan keamanan & kenyaman pasien
23

d. Terminasi
1.) Evaluasi
a.) Tanyakan perasaan pasien setelah kontak
b.) Tanyakan kembali tentang cara sosial/verbal yang dapat dilakukan
untuk menghilangkan marah
2.) Rencana Tindak Lanjut
a.) Anjurkan pasien untuk menyalurkan marahnya agar tidak menimbulkan
akibat yang buruk
3.) Kontrak akan datang
a.) Sepakati untuk melakukan cara menghilangkan marah
b) metode spiritual
c) Waktu : 20-30 menit.

3. Telaah jurnal
Pada penerapan latihan asertif dengan pasien risiko perilaku kekerasan,
didapatkan beberapa artikel yang dianalisis dalam penulisan studi kasus ini. Berikut
beberapa analisis jurnal terkait masalah perilaku kekerasan dengan metode
pencarian PICO dan analisis metode VIA. Berikut merupakan tahapan yang
menjelaskan tentang pencarian artikel.
1. Pertanyaan klinis
Adakah pengaruh pemberian latihan asertif terhadap pasien dengan perilaku
kekerasan ?
2. Kata kunci
P : Perilaku kekerasan
I : Latihan Asertif
C :-
O : Dapat mengontrol perilaku kekerasan atau perilaku marah
3. Kriteria hasil
Terdapat beberapa kriteria inklusi dalam pemeliharaan referensi studi kasus
ini, yaitu :
a. Artikel memiliki judul dan isi yang relevan dengan judul
b. Artikel terkait dengan masalah perilaku kekerasan
24

c. Artikel publikasi 2016-2021


Adapun artikel yang tidak terpilih masuk dalam kriteria eksklusi dalam pemilihan
referensi studi kasus ini yakni artikel yang tidak memiliki sturuktur lengkap dan
artikel yang tidak membahas mengenai latihan asertif terhadap pasien dengan
perilaku kekerasan.
4. Searching literature (journal)
Setelah dilakukan pencarian artikel database elektronik yaitu google
scholar, didapatkan artikel penelitian yang sesuai dengan kata kunci (keyword)
sekitar 443 yang ditemukan,kemudian penulis memeilih artikel yang sesuai judul,
abstrak, isi, tahun dan tjuan dari penulisan studi kasus ini.
Artikel yang dipilih harus sesuai dengan kriteria inklusi, Artikel yang tidak
terkait mengenai masalah terapi latihan asertif pada pasien risiko perilaku
kekerasan tidak dipilih. Sebanyak 5 artikel dipilih telah dibaca dan dicermati
melalui abstrak, tujuan dan data analisis dari pertanyaan awal dalam mengumpilkan
informasi mengenai penerapan latihan asertif pada pasien dengan risiko perilaku
kekerasan.
No. Penulis Judul P(Problem/Population) I (Intervention) C (Comparation) O (Outcome)
1. Cucu Arumsari (2017) Strategi konseling Pada penelitian ini yang Penelitian ini Tidak ada Berdasarkan hasil
latihan asertif menjadi populasi dan menerapkan penelitian
untuk mereduksi subjek penelitian adalah latihan asertif didapatkan bahwa
perilaku bullying Siswa Sekolah pada pasien strategi konseling
Menengah Atas (SMA) dengan risiko latihan asertif bagi
Seruni Don Bosco, perilaku konseli yang
Pondok Indah,Jakarta kekerasan untuk mengalami
Selatan. terlibat kasus membantu orang bullying
Bullying saat mengikuti yang mengalami merupakan salah
masa orientasi siswa perilaku satu bantuan yang
(MOS) yang dilakukan kekerasan seperti dapat diberikan.
oleh kak kelasnya 18 Bullying. Hal tersebut agar
orang. setiap individu
mampu
mengeskpresikan
kemampuan
interpersonalnya
tanpa merugikan.

25
2. Henny Christine Penerapan teknik Pada penelitian ini yang Teknik ini Tidak ada Dalam penelitian
Mamahit, Ratnawati bermain peran menjadi populasi dan menerapkan ini bahwa
Dinoto, Meriza melalui konseling subjek penelitian adalah teknik bermain konseling
Nataniel, Magdalenca kelompok untuk 10 orang siswa SMP peran yang kelompok dengan
Palang Lewoleba, melatih perilaku kelas VIII membantu teknik bermain
Hillary Wixie Reandsi asertif sepuluh seseorang untuk peran untuk
2021 siswa kelas VIII membayangkan meningkatkan
SMP Kolose diri mereka atau keberanian
Kanisius Jakarta orang lain dalam mengungkapkan
situasi tertentu, pendapat
yang dapat dinyatakan efektif.
memiliki sikap Teknik bermain
tegas dan peran dapat
menyatakan memberikan
pikiran,perasaan, contoh dan
dan keyakinan menghadirkan
dengan cara pengalaman nyata
langsung jujur bagi subyek dalam
dan tepat. mencoba

26
memberikan
pendapat atau
memunculkan
keberanian untuk
bertanya.
3. Endang Nei Yunalia, Efekktivitas terapi Dari hasil penelitian di Penelitian ini Tidak ada Hasil penelitian
Arif Nurma Etika kelompok didapatkan sampel menggunakan didapatkan bahwa
(2019) assertive trainning berjumlah 36 responden kuesioner BPAQ remaja dengan
terhadap yang dipilih memuat 4 perilaku agresif
kemampuan menggunakan teknik kategori setelah diberikan
komunikasi asertif purposive sampling yang pertanyaan intervensi dengan
pada remaja menjadi 2 kelompok, 18 tentang perilaku terapi kelompok
dengan perilaku responden untuk agresif yaitu assertive trainning
agresif kelompok intervensi dan agresif fisik, dan tanpa
18 responden untuk verbal, amarah diberikan terapi
kelompok kontrol. dan permusuhan menunjukkan
yang tertuang peningkatan
dalam 27 item kemampuan
pertanyaan. komunikatif

27
asertif yang
signifikan.
4. Siti Zahra Bulantika, Efektifitas teknik 24 siswa sebagai subjek Thought-stoping Tidak ada Dari hasil
Permata Sari (2019) dan pemikiran penelitian dengan adalah teknik penelitian
pelatihan karakteristik non-asertif penghentian yang diketahui bahwa
asertif-teknik (pasif). Pembentukan dipelajari oleh pelatihan asertif
untuk menjadi tiga kelompok seseorang yang dan konseling
meningkatkan yaitu kelompok A teknik dapat digunakan kelompok dengan
kemampuan latihan asertif, kelompok setiap kali teknikthoughtstop
asertive siswa B teknik penghentian individu ingin ping terbukti
pikiran, dan kelompok C menghentikan efektif dalam
gabungan teknik pikiran yang meningkatkan
pelatihan asertif dan mengganggu atau kemampuan
teknik penghentian negatif dan asertif siswa. Hasil
pikiran. pikiran yang tidak penelitian ini
diinginkan dari berdasarkan
kesadaran. Teknik pendapat peneliti
penghentian lain yang
pikiran juga menunjukkan

28
efektif diterapkan efektifitas teknik
pada siswa yang pelatihan asertif
mengalami pada siswa
kecemasan sosial pergaulan bebas,
perubahan
perilaku siswa
dalam beberapa
aspek(Hasbahuddi
n, Fithrayani, &
Bakhtiar, 2019).
Penelitian lain
menunjukkan
bahwa teknik
pelatihan asertif
berhasil
meningkatkan
keterampilan
interpersonal
siswa

29
melalui layanan
bimbingan
kelompok
(Madihah &
Susanto, 2017).

30
31

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain
Desain penelitian yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini merupakan
deskriptif dalam bentuk studi kasus, yaitu pelaksanaannya berfokus pada satu kasus
tertentu yang diamati dan dianalisis secara cermat samapi dengan tuntas.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan,intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan, dan discharge
planning. Studi kasus departemen manajemen keperawatan yang memfokuskan
pada analisis penerapan latihan asertif pada pasien dengan risiko perilaku
kekerasan di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Kota Palembang.

B. Tempat dan Waktu


1. Tempat penelitian
Pengumpulan data ini dilaksanakan di Rumah Skit ERnaldi Bahar
Kota Palembang.
2. Waktu penelitian
Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal . . . . 2022

C. Subjek Studi Kasus


Partisipasi atau responden dalam penelitian ini berjumlah satu orang
dengan masalah gangguan risiko perilaku kekerasan di Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Kota Palembang.

D. Instrumen Studi Kasus


Instrumen dalam studi kasus ini berupa Asuhan Keperawatan Jiwa yang
dibutuhkan dalam penelitian adalah format pengkajian pasien dengan risiko
perilaku kekerasan dan ketersediaan pasien yang akan dilakukan yaitu penerapan
latihan asertif.

31
32

E. Definisi Operasional Fokus Studi


Beberapa definisi operasional antara lain :
1. Risiko Perilaku Kekerasan
Risiko perilaku kekerasan adalah masalah keperawatan dengan
tanda dan gejala satu atau lebih yaitu wajah memerah dan tegang,
pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan,
dan berbicara kasar.
2. Tindakan Asertif
Tindakan Asertif adalah tindakan yang dilakukan
mengekspresikan rasa marah, meminta, menolak dengan baik, dan sopan
tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis dengan cara
interaksi terapeutik antara perawat dan pasien dengan indikator pasien
(maintenance) serta sudah pernah diberikan latihan nafas dalam dan
memukul bantal.

F. Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data yang
diperlukan dalam studi kasus ini.metode pengumpulan data yang digunakan
sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai
langsung responden yang diteliti, metode ini memberikan hasil secara
langsung (Hidayat, 2010). pada studi kasus ini, sumber data diperoleh dari
hasil wawancara terhadap klien dan keluarga klien.
2. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara melakukan
pengamatan secara langsung kepada responden untuk mencari perubahan atau
hal-hal yang akan diteliti (Hidayat, 2010)
3. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan setiap hari setelah dilakukan asuhan keperawatan
jiwa pada klien dan dilakukan dengan menggunakan format asuhan
keperawatan jiwa.
33

G. Fokus Studi
Penerapan Latihan Asertif pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan di
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Kota Palembang.

H. Etika Studi Kasus


Adapun etika penelitian meliputi :
1. Otonomi (autonomi)
Lembar persetujuan sebagai pasien asuhan (informed consent) informent
consent merupakan bentuk persetujuan antara penulis dan pasien dengan
memberikan lembar persetujuan.
2. Confidentiality (kerahasiaan)
Untuk menjaga kerahasiaan pasien, penulis dalam membuat laporan tidak
memberikan atau mencantumkan nama (inisial) dan tidak mendokumentasikan
dalam bentuk foto.

Anda mungkin juga menyukai