Anda di halaman 1dari 26

REKAM MEDIS ELEKTRONIK (RME)

dr. Emirald Isfihan, MARS


Fatwadi, S.Si., M.Ak
Lalu Muhammad Ridwan, S.Si, M.Si

1. LATAR BELAKANG
Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen seperti
identitas pasien, hasil pemeriksaan, riwayat pengobatan, serta tindakan lain yang
telah diberikan kepada pasien. Dalam perkembangannya, rekam medis berbentuk
kertas ini menimbulkan banyak masalah, antara lain: a). memerlukan ruang
penyimpanan yang besar; b). membutuhkan tambahan lemari penyimpanan; c).
memerlukan sarana dan prasarana penunjang seperti pendingin ruangan/AC yang
harus menyala 24 jam dan mesin vaccum cleaner untuk menyedot debu; d).
berpotensi besar untuk rusak akibat kena air dan ancaman bahaya kebakaran
serta potensi hilang karena salah letak; e). membutuhkan biaya operasional yang
tinggi seperti biaya cetak dan lain-lain serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang
tidak sedikit berupa tenaga perekam medis bagian filling dan assembling serta
transporter.
RSUD Kota Mataram merupakan salah satu rumah sakit yang masih
menggunakan dokumen rekam medis berbasis kertas dalam proses
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Selain kelemahan seperti uraian diatas,
dalam konteks pelayanan terhadap pasien, masih terdapat beberapa masalah
(walaupun persentasenya kecil) yang berkaitan dengan penyediaan dokumen
rekam medis dimana pasien telah menunggu untuk diberikan pelayanan akan
tetapi berkas rekam medis pasien belum diantar karena hilang atau masih dalam
proses pencarian (pencarian berkas agak lama akibat tempat penyimpanan yang
over load). Tentu kondisi ini akan berdampak pada kepuasan pasien yang
menurun terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.
Mengingat banyaknya masalah yang ditimbulkan, maka RSUD Kota
Mataram melakukan inovasi berupa implementasi Rekam Medis Elektronik (RME)
yang sudah dirintis sejak tahun 2019 sebagai salah satu solusi. Implementasi ini

1
diharapkan mampu memberikan manfaat besar bagi pelayanan kesehatan seperti
efisiensi biaya operasional dan sumber daya manusia, memudahkan tenaga
administrasi dalam menyediakan informasi kesehatan pasien, mempermudah
Professional Pemberi Asuhan (PPA) seperti dokter, perawat dan lain-lain dalam
mengakses informasi pasien yang pada akhirnya mempercepat dan
mempermudah para PPA dalam mengambil keputusan klinis seperti penegakan
diagnosa, pemberian terapi, menghindari terjadinya reaksi alergi serta duplikasi
obat.

2. PERMASALAHAN
Pandemi Covid 19 yang melanda Indonesia bahkan dunia menjadikan
teknologi informasi dan komunikasi memiliki peranan yang sangat penting,
termaksud yang terjadi pada RSUD Kota Mataram yang menjadikan RME sebagai
pengganti Rekam Medis berbasis kertas. Rekam medis berbasis kertas dalam
konteks pandemi seperti saat ini secara otomatis berpotensi menjadi salah satu
media penyebaran virus corona, karena dalam penggunaannya berkas ini sering
berpindah tangan dari satu unit ke unit lainnya. Adapun gambaran kondisi yang
terjadi sebelum inovasi dilakukan yaitu: a). Terjadi peningkatan belanja cetak map
dan formulir-formulir berkas rekam medik; b). Laju penambahan berkas semakin
meningkat setiap harinya; c). Tingkat kepadatan lemari berkas semakin
meningkat, disisi lain sudah tidak memungkinkan penambahan ruangan filling; d).
Potensi berkas hilang dan atau salah letak sangat besar karena kondisi lemari
penyimpanan yang “overload”; e). Potensi berkas rusak sangat tinggi karena
media penyimpanan masih berbentuk kertas; f). Potensi terjadinya kebakaran juga
sangat besar mengingat rekam medis masih berbasis kertas; g). Potensi komplain
dari pasien masih ada akibat adanya keterlambatan penyiapan berkas rekam
medis yang dilakukan; h). Efektivitas pelayanan menjadi sedikit terhambat karena
adanya ketergantungan pada berkas rekam medis yang belum tersedia; i).
Monitoring kelengkapan pengisian berkas rekam medis yang belum lengkap terisi
sangat sulit dilakukan.
Masalah-masalah ini sedikit demi sedikit terpecahkan dengan implementasi
RME. Implementasi ini mengakibatkan terjadinya penurunan biaya cetak sekitar
10-20%, laju penambahan berkas rekam medis dapat dikurangi secara bertahap,

2
tingkat kepadatan lemari penyimpanan juga sudah mulai berkurang, serta kejadian
berkas hilang dan atau rusak tidak akan terjadi lagi karena media penyimpanan
telah berbentuk elektronik atau digital. Selain itu, komplain pasien yang berkaitan
dengan lamanya penyediaan berkas rekam medis menjadi “zero complain”.
Begitupun dengan potensi berkas rusak dan atau potensi kebakaran dapat
dihindari dengan konsep “Auto Backup” dimana setiap jam 00.00 wita, system
akan otomatis menyimpan data ke server cadangan dan hardisk eksternal untuk
kemudian dipindahkan ke tempat lain yang dianggap aman oleh tim teknis. Melalui
implementasi RME ini juga, PPA tidak akan lagi bergantung pada berkas medis
manual. PPA cukup mengakses data pasien lewat berbagai perangkat seperti
Personal Computer (PC), laptop ataupun handphone (HP). Terkait monitoring,
melalui system ini proses pemantauan kelengkapan pengisian berkas rekam
medis yang belum lengkap dapat dilakukan secara real time dimana pun dan
kapan pun tanpa harus keliling ke masing-masing unit.
Inovasi ini dirintis sejak tahun 2019 dengan melibatkan berbagai
stakeholder mulai dari direksi (jajaran manajemen), komite medik, komite
keperawatan, Komite Kesehatan lainnya, Kepala Instalasi Gawat Darurat, Kepala
Ruangan, serta Tim Teknis SIMRS. Dalam pelaksanaannya tentu terdapat
beberapa kendala diantaranya terkait dengan kebiasaan PPA (dokter, perawat,
dan lain-lain) yang sebelumnya terbiasa dalam menulis di kertas tiba-tiba harus
mengetik di komputer atau laptop yang telah disediakan. Selain itu, ada beberapa
tampilan aplikasi yang dirubah sesuai dengan keinginan user. Kendala berikutnya
yaitu terkait persepsi pasien yang kurang nyaman dengan implementasi inovasi
ini, dimana pasien awalnya merasa seperti tidak diperhatikan oleh dokter karena
konsultasi dilakukan dokter sambil mengetik di laptop. Akan tetapi hal ini tidak
berlangsung lama karena begitu dijelaskan apa yang dilakukan dan dampaknya
terhadap kualitas pelayanan ke pasien, maka pasien menjadi paham dan berbalik
mendukung implementasi RME.

3
3. DASAR HUKUM
a. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran;
b. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi
Kesehatan;
e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam
Medis;
f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2013 Tentang Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit;
g. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran;
h. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
i. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
j. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi
Kesehatan;
k. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam
Medis;
l. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2013 Tentang Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit;
m. Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 10 Tahun 2013 tentang
Pembentukan Susunan Organisasi Sakit Umum Daerah Kota Mataram;
n. Keputusan Walikota Mataram Nomor: 565 / XII / 2010 tanggal 1 Desember
2010 tentang Penetapan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram
sebagai Badan Layanan Umum Daerah.

4
4. MAKSUD DAN TUJUAN
Adapun maksud tujuan inovasi ini diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu
tujuan jangka pendek, jangka menegah dan jangka panjang.
1) Tujuan Jangka Pendek
Inovasi ini bertujuan untuk mengatasi serangkaian masalah yang
muncul akibat penggunaan rekam medis berbasis kertas.
2) Tujuan Jangka Menengah
Target jangka menengah inovasi ini yaitu semua PPA 100% telah
melakukan pencatatan rekam medik secara elektronik sehingga branded
RSUD Kota Mataram sebagai Digital Hospital semakin kuat.
3) Tujuan Jangka Panjang
Inovasi ini mampu terintegrasi dengan Rekam Medis Elektronik
(RME) fasilitas kesehatan lainnya sehingga ringkasan atau resume medis
pasien dapat dipertukarkan secara online.

5. PELAKSANAAN DAN PENERAPAN


Inovasi ini mulai dirintis sekitar bulan Oktober 2019, dimana agar
pembahasan lebih sistematis, maka pelaksanaan inovasi dibagi menjadi 2 (dua),
yaitu: a). sebelum terjadinya pandemi Covid-19 dan b). Setelah terjadinya Covid-
19.

5.1. Sebelum terjadinya pandemi Covid-19


Inovasi ini dimulai dengan menjadikan beberapa unit sebagai pilot project,
dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a). Untuk mengetahui kesiapan user (dokter dan perawat) dalam proses
implementasinya sehingga dapat diketahui beberapa kendala yang dihadapi di
lapangan;
b). Untuk mengetahui kekurangan aplikasi sehingga dapat disempurnakan sesuai
kebutuhan user;
b). Sebagai sarana untuk menguji keandalan aplikasi dan jaringan internet;
c). Untuk memetakan respon pasien terhadap proses implementasi;

5
Sebelum implementasi, disusun rencana aksi dengan kaidah POACE
(Planning, Organizing, Actuating, Controlling dan Evaluating).

Perencanaan dan pengorganisasian kegiatan dilakukan melalui tahapan


sebagai berikut:
1. Rapat koordinasi dengan jajaran manajemen terkait rencana implementasi;
2. Pembentukan Tim Implementasi;
3. Rapat koordinasi tim implementasi;
4. Penentuan Job Description masing-masing;
5. Menyamakan persepsi dengan semua tim.
Dalam inovasi ini, beberapa stakeholder yang terlibat:
1. Jajaran manajemen.
Jajaran manajemen merupakan stakeholder utama yang sangat berperan
dalam meletakkan pondasi inovasi ini. Jajaran management melihat bahwa
urgensi implementasi RME ini sangat penting mengingat biaya operasional
RS yang sangat tinggi serta ketersediaan ruang penyimpanan berkas
rekam medis yang sudah tidak mungkin ditambah lagi karena terbatasnya
lahan rumah sakit. Disisi lain, manajemen juga melihat bahwa infrastruktur
penerapan RME juga sudah sangat bagus sehingga tidak membutuhkan
biaya tambahan ketika rencana ini diimplementasikan. Argumentasi lain
yang sangat logik yaitu terkait dengan terjadinya pandemic Covid-19,
dimana berkas rekam medis berbasis kertas dianggap berpotensi sebagai
salah satu media penyebaran Covid-19.

6
2. Seksi Pengembangan Mutu Penunjang Medik dan Non Medik
Rumusan umum yang disepakati jajaran manajemen akan didetailkan oleh
unit ini terkait dengan rencana implementasi dengan berkoordinasi dengan
unit terkait seperti Seksi Pengembangan Mutu Pelayanan Keperawatan,
Sub bagian SIMRS dan Rekam Medis dan PPA (Profesional Pemberi
Asuhan) seperti Dokter dan Perawat.
3. Seksi Pengembangan Mutu Pelayanan Keperawatan
Sebagai salah satu unit yang dijadikan pilot project implementasi RME,
maka unit ini memiliki peranan yang besar sekali mengingat mereka adalah
user. System sebaik apapun apabila tidak didukung oleh SDM yang baik,
maka tidak akan berjalan dengan baik.
4. Sub bagian SIMRS dan Rekam Medis;
Unit ini bertugas dalam menyiapkan aplikasi dasar RME, perubahan
aplikasi sesuai masukan user, sosialisasi teknis pengisian, serta
pendampingan terhadap user pada tahap awal pengisian. Selain itu, unit ini
bertugas untuk menyiapkan sarana dan prasarana pendukung dalam
mendukung implementasi serta melaporkan dan memberikan masukan
teknis terkait kelemahan atau kendala-kendala yang terjadi di lapangan
serta usulan solusinya.
5. PPA (Profesional Pemberi Asuhan) seperti Dokter dan Perawat;
Dokter yang dimaksud disini yaitu dokter umum sedangkan untuk dokter
spesialis akan segera menyusul setelah PPA keperawatan, gizi dan farmasi telah
berhasil menerapkan RME. Sebagai end user, maka peran mereka menjadi
penentu apakah rencana ini berhasil atau tidak, oleh karena itu, semua keinginan
ataupun kebutuhan yang mereka sampaikan harus menjadi prioritas utama seperti
kemudahan-kemudahan terkait pengisian di aplikasi. Terkait aspek kemudahan
(user friendly), PPA sangat berharap agar aplikasi yang dibuat sama persis
ataupun mirip dengan formulir-formulir yang biasa mereka isi baik dari segi urutan
maupun substansi masing-masing formulir.
Actuating atau pelaksanaan kegiatan dimulai dengan berkoordinasi dengan
unit pilot project implementasi RME. Pada kesempatan ini, tim menjelaskan
tentang urgensi dan manfaat implementasi RME. Setelah itu dilakukan show up
aplikasi untuk mendapatkan masukan-masukan dari user. Masukan-masukan dari

7
user kemudian di follow up oleh tim SIMRS (programmer) untuk kemudian
dikomunikasikan kembali ke user. Setelah user sepakat dengan tampilan dan isi
aplikasi, maka disusun jadwal kapan mulai menggunakan RME. Sekitar seminggu
sebelum implementasi, user diberikan pelatihan terkait teknis atau cara mengisi
data medis pasien di aplikasi dan dilakuakan proses pendampingan oleh tim
teknis yang sudah dibentuk. Secara umum, tahapan implementasinya dalah
sebagai berikut:
a. Mapping jaringan internet untuk memastikan agar proses entry berjalan
lancar;
b. Setting Aplikasi di Laptop user;
c. Customize aplikasi sesuai masukan user;
d. Show up aplikasi hasil customize;
e. Transfer knowledge terkait aspek teknis cara entry di aplikasi;
f. Pendampingan secara berkala terhadap user.
Controlling atau pengawasan dilakukan melalui:
a. By system secara real time melalui aplikasi oleh Tim SIMRS;
b. Melalui grup whatsapp (WA);
c. Pengawasan langsung di lapangan.
Adapun untuk evaluasi dilakukan melalui rapat mingguan dengan
melibatkan semua stakeholder terkait. Beberapa temuan hasil evaluasi antara lain:
a. Terjadi gangguan pada aplikasi akibat terjadinya suspend;
b. User agak lama move on dari kebiasaan lama menulis data medis pasien di
kertas, kemudian tiba-tiba harus beralih ke elektronik;
c. User belum terbiasa mengetik cepat sehingga pada tahap awal dibantu
oleh tim teknis;
d. Pasien pada tahap awal implementasi komplain terhadap pelayanan dokter
karena merasa dokter tidak memperhatikan pasien akan tetapi lebih fokus
ke laptop (konsultasi sambil entry data di laptop);
Terhadap kendala tersebut diatas, solusi yang diambil antara lain:
a. Melacak query penyebab terjadinya suspend untuk kemudian diperbaiki;
b. Memberikan motivaasi ke user bahwa siapapun user nya pasti akan
membutuhkan waktu untuk beralih dari kebiasaan lama ke kebiasaan baru
sambil terus melakukan pendampingan di lapangan;

8
c. Untuk tahap awal entry data dibantu oleh tim teknis SIMRS;
d. Memberikan edukasi ke pasien bahwa ada kebijakan baru pencatatan data
medis pasien dari berbasis kertas ke elektronik sambil menjelaskan ke
pasien manfaat penggunaan RME;

5.2. Setelah terjadinya Pandemi Covid-19


Pada bulan Februari 2020, terjadi Pandemi Covid-19. Kondisi ini
menyebabkan agenda implementasi RME menjadi stagnan atau tidak
berkembang sama sekali karena semua SDM rumah sakit fokus pada
penanganan Covid-19. Tim implementasi baru fokus pada agenda tersebut sekitar
bulan November 2020, dimana pada saat itu, dirumuskan kembali strategi
implementasi. Strategi yang dimaksud antara lain:
a. Implementasi RME dilakukan secara bertahap atau sebagian dengan
mempertimbangkan kesiapan SDM dan infrastruktur sarana dan
prasarana;
b. Implementasi RME dilakukan pada unit yang berpotensi menghabiskan
banyak form-form manual atau kertas;
c. Implementasi RME dilakukan pada PPA yang berpotensi paling siap;
Berdasarkan pada 3 (tiga) kriteria tersebut, maka disimpulkan bahwa
implementasi RME fokus pada unit IGD dan Rawat Inap (Ranap). Khusus rawat
inap, maka implementasi RME masih terbatas pada form-form Asuhan
Keperawatan yang diisi oleh PPA Keperawatan. Strategi ini cukup ampuh
mengingat hasil evaluasi triwulan pertama yang sangat menggembirakan, dimana
tingkat kepatuhan pengisian mencapai 50%. Angka ini diangggap bagus karena
saat itu, Tim IGD dan Ranap masih berada dalam masa transisi dimana tim
melakukan 2 (dua) kerja sekaligus yaitu menulis data medis pasien di kertas dan
entry di system sekaligus. Masa transisi ini berlaku sampai pihak manajemen
berhasil menyiapkan dokumen “legal standing” berjalannya RME. Kondisi ini tentu
sangat memberatkan bagi mereka.
Sekitar bulan Maret 2021 RSUD Kota Mataram berhasil membuat dasar
hukum berjalannya RME. Kondisi ini berdampak pada berakhirnya masa transisi,
dimana unit IGD dan Ranap saat ini hanya mengisi data medis pasien melalui
system. Disamping itu, keluarnya legal standing tersebut menjadi akhir bagi

9
penggunaan kertas pada unit IGD dan ranap. Pada konteks keberlanjutan
program, rencana implementasi ini akan dilanjutkan secara berkala pada PPA lain
yaitu PPA dari unit gizi, farmasi dan dokter.
Sebagai sebuah inovasi yang tergolong baru, maka inovasi ini telah
dilengkapi dengan pedoman teknis atau manual book untuk mempermudah user
dalam proses implementasi.

Gambar 1. Manual Book Penggunaan RME


Pada manual book ini (terlampir), dijelaskan tatacara imput by system mulai dari
pendaftaran pasien, kajian awal medis pasien, resiko jatuh pasien, CPPT (Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi), transfer pasien, sampai asuhan keperawatan
pasien.
Untuk mempermudah pemantauan, tim teknis telah membuat sebuah
dashboard monitoring yang dapat diakses oleh jajaran manajemen dalam
melakukan pengawasan secara berkala dan bersifat real time. Melalui fitur ini,
akan diketahui ruangan mana saja yang belum melakukan input data lengkap
dengan nama pasien yang diindikasikan melalui indikator warna yang berbeda
(warna orange) sehingga proses pemantauan dapat berjalan optimal.

10
Gambar 2. Dashboard Monitoring RME
Fitur ini dapat diakses dimana saja dan kapan saja oleh semua jajaran
manajemen bahkan melalui HP android sekalipun sehingga diharapkan mampu
mengakselerasi keberhasilan program tersebut.
Beberapa kendala yang dihadapi pada proses implementasi tahap 2 (dua) ini,
yaitu:
a. Regulasi terkait aspek legal pelaksanaan RME;
Sebelum adanya dasar hukum implementasi RME, maka user melakukan
pencatatan data medis pasien melalui 2 (dua) cara sekaligus yaitu pada
media berbasis kertas sekaligus pada media yang berbasis elektronik.
Kondisi ini tentu memberatkan user karena dalam waktu yang bersamaan
ada tambahan pekerjaan yang harus mereka selesaikan.
b. Resistensi atau penolakan dari sebagian user pada pada awal
implementasi;
Pada awal implementasi, ada beberapa user yang menolak dengan alasan
yang bervariasi seperti respon time pelayanan menjadi lebih lama, kendala
kurang media untuk melakukan proses input, dan lain-lain.
c. Sarana dan prasarana yang kurang lengkap;
Sarana dan prasarana yang dimaksud terfokus pada unit IGD, dimana unit
IGD meminta tambahan 2 (dua) tablet dan 2 (dua) PC untuk mendukung

11
pelayanan di masing-masing zona. Sebagai informasi tambahan, unit IGD
sebelum implementasi RME hanya memiliki masing-masing 1 tablet dan 1
PC. Melalui RME ini, maka harapan user adalah masing-masing zona
(merah, kuning dan hijau) memiliki sarana dan prasarana masing-masing 1
sehingga proses input data menjadi lebih cepat.
d. Masih lemahnya jaringan internet pada beberapa tempat;
Lemahnya jaringan internet ini lebih disebabkan adanya barrier berupa
tembok penyekat ruangan.
e. Manual Book yang belum tersedia;
Manual book sangat penting untuk disiapkan mengingat RME adalah
sesuatu yang baru. Adanya manual book ini diharapkan mampu membantu
user dalam memahami teknis entry data medis pasien berbasis elektronik;
f. User belum disiplin dalam melakukan input data;
Ini merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi pada awal
implementasi sehingga perlu dicarikan solusinya.
Terkait beberapa kendala tersebut, maka dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
a). Menyiapkan dokumen aspek legal sebagai dasar hukum pelaksanaan RME;
b). Memberikan edukasi dan motivasi kepada user tentang urgensi implementasi
RME;
c). Menyiapkan sarana dan prasarana yang menjadi kebutuhan user;
d). Memasang alat penguat sinyal pada beberapa lokasi yang memiliki sinyal
buruk;
e). Segera menyiapkan manual book untuk mempermudah user melakukan entry
data;
f). Membuat dashboard monitoring inputan RME.

6. INDIKATOR KEBERHASILAN
Inovasi ini sangat besar manfaatnya karena berimbas pada banyak sektor
(multiplayer effect). Adapun manfaat yang dimaksud antara lain:
a) Efisiensi operasional berupa berkurangnya biaya cetak map dan formulir-
formulir rekam medis;
b) Laju penambahan berkas dapat dihambat sedikit demi sedikit;

12
c) Tingkat kepadatan isi lemari berkas rekam medis semakin berkurang;
d) Dalam jangka panjang, lemari filling rekam medik akan kosong dan
ruangan filling dapat dialihkan menjadi ruangan lain yang produktif;
e) Masalah tulisan PPA yang sulit atau tidak dapat terbaca oleh PPA lainnya
secara otomatis akan hilang dengan sendirinya;
f) PPA lebih disiplin dalam melakukan pengisian atau input data karena
adanya monitoring kelengkapan pengisian sudah dapat dilakukan secara
real time by system;
g) Pelayanan menjadi lebih efektif, karena berkas rekam medis manual tidak
perlu dicari dan diantar akan tetapi cukup dengan membuka PC atau laptop
atau HP;
h) Persiapan re-akreditasi menjadi lebih mudah khususnya yang berkaitan
dengan indikator jumlah presentase kelengkapan isi dokumen rekam
medik.
Disamping itu, sebagian besar PPA merasa bahwa implementasi RME ini sangat
membantu tugas mereka sehari-hari. Hal ini terbukti dari hasil survey yang
dilakukan dimana mayoritas responden menyatakan bahwa mereka mengakui
bahwa RME sangat membantu mereka dalam melaksanakan tugas.

Gambar 3. Tampilan Survey RME di Aplikasi

13
Gambar 4. Tampilan Hasil Survey RME pada Dashboard Monitoring

Berdasarkan hasil survey, dari 75 responden yang melakukan pengisian by


system, 15 responden mengatakan sangat bagus (15%), 44 responden
mengatakan bagus (58,67%), 13 responden berpendapat biasa (17,33%), 2
responden menyatakan buruk (2,67%), dan 1 responden menyatakan sangat
buruk (1,33%).

Terkait perbedaan antara sebelum dan sesudah inovasi, maka dapat diuraikan
sebagai beikut:
No Sebelum Sesudah
1 2 3
1 Setiap tahun RS harus Biaya cetak berkurang sekitar 10-20%
mengeluarkan dana sekitar 1,5 M dan akan terus meningkat efisiensinya
per tahun untuk kebutuhan cetak seiring dengan penambahan jumlah
Map dan formulir-formulir Rekam PPA yang beralih ke RME
Medis

2 Laju penambahan berkas semakin Laju penambahan berkas setiap bulan

14
bertambah seiring dengan semakin berkurang dari bulan-bulan
bertambahnya pasien yang sebelumnya
berkunjung ke RS
3 Tingkat kepadatan isi lemari Tingkat kepadatan isi lemari berkas
berkas rekam medis semakin rekam medis semakin berkurang
tinggi
4 RS harus menyiapkan ruangan Dalam jangka panjang, lemari filling
tambahan serta lemari tambahan rekam medik akan kosong dan
untuk antisipasi laju penambahan ruangan filling dapat dialihkan menjadi
berkas rekam medis yang ruangan lain yang produktif
semakin besar
5 Masih adanya masalah yang Pemberlakuan RME secara otomatis
berkaitan dengan tulisan PPA akan mengeliminasi masalah ini
yang tidak dapat dibaca oleh
rekan sejawat atau PPA lainnya
6 Tingkat kedisiplinan PPA dalam Kedisiplinan PPA dalam melakukan
melakukan pencatatan data medis pencatatan data medis pasien makin
pasien ke dokumen rekam medis meningkat setelah adanya dashboard
secara tepat waktu masih rendah monitoring input RME yang mampu
diakses oleh jajaran manajemen kapn
pun dan dimana pun
7 PPA harus menunggu berkas Pelayanan menjadi lebih efektif,
rekam medis pasien yang akan karena berkas rekam medis manual
diantar oleh petugas perekam tidak perlu dicari dan diantar akan
medis terdahulu sebelum tetapi cukup dengan membuka PC
melakukan tindakan sehingga atau laptop atau HP
berpotensi menimbulkan complain
pasien
8 Adanya temuan tim akreditasi Setelah pemberlakukan RME maka
terkait dengan indikator jumlah indikator ini akan lebih baik dari
presentase kelengkapan isi sebelumnya bahkan dapat mencapai
dokumen rekam medik belum 100% sebagai dampak dari monitoring
mencapai 100% real time yang dilakukan setiap hari

15
Dalam konteks pencapaian 17 tujuan pembangunan berkelanjutan yang
tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs), maka inovasi RME ini
selaras dengan tujuan tersebut khususnya tujuan ke 3 dan 9. Dalam tujuan ke-3
(Memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua
untuk semua usia) target ke-8 SDGs disebutkan bahwa ”Mencapai cakupan
layanan kesehatan universal, termasuk lindungan resiko finansial, akses
terhadap layanan kesehatan dasar yang berkualitas dan akses terhadap obat-
obatan dan vaksin yang aman, efektif, berkualitas dan terjangkau bagi semua”.
Inovasi ini merupakan bagian dari upaya RSUD Kota Mataram dalam
menghadirkan pelayanan kesehatan yang berkualitas sekaligus sebagai upaya
untuk terus meningkatkan pelayanan kesehatan dengan memanfatkan teknologi
informasi. Melalui inovasi ini, PPA dapat langsung memberikan pelayanan kepada
pasien tanpa harus menunggu dokumen rekam medic diantar oleh petugas rekam
medik. PPA tinggal mencari riwayat medis pasien lewat komputer yang sudah
tersedia di masing-masing ruangan atau bahkan lewat HP android masing-masing
PPA.
Rekam medik berbasis kertas merupakan salah satu masalah klasik yang
dihadapi oleh hampir semua fasilitas kesehatan termaksud rumah sakit. Hal ini
disebabkan oleh sifat media penyimpanan tersebut yang bersifat khusus seperti
memerlukan tempat luas, membutuhkan lemari khusus, pendingin udara serta
perlakukan khusus seperti metode penyimpanan berdasarkan “numberic code”.
Selain itu, media penyimpanan berbasis kertas memiliki kelemahan seperti mudah
rusak dan mudah terbakar. Dalam konteks pandemi covid-19, dokumen ini justru
berpotensi menjadi salah satu media penularan covid-19. Oleh karena itu, inovasi
RME ini dirasa sangat cocok sebagai solusi dari semua permasalahan tersebut
diatas. RME hanya membutuhkan server dengan ukuran 40 x 60 cm sebagai
media penyimpanan data serta ruangan server sekitar 4 x 5 m. Kondisi ini sangat
kontras dengan rekam medis berbasis kertas yang membutuhkan 5 ruangan
dengan dimensi rata2 10x30 m, serta membutuhkan lemari yang tidak sedikit.
Dalam konteks menghindari kebakaran atau bencana lainnya, inovasi ini sudah
dilengkapi dengan teknik Auto Backup, dimana semua data akan secara otomatis
dicopy ke hardisk eksternal dan server cadangan setiap jam 00.00 untuk

16
kemudian di copy dan disimpan di tempat yang berbeda sehingga jika terjadi
bencana, maka data-data tersebut sudah aman.
Inovasi ini berbeda dengan inovasi lainnya, beberapa hal yang membuat
inovasi ini unik, antara lain:
a). Dikembangkan secara mandiri oleh SDM internal rumah sakit;
b). Telah melewati proses customize application yaitu proses penyempurnaan
aplikasi sesuai kebutuhan dan keinginan user;
c). Dibuat dengan urutan dan subtansi yang sama persis dengan dokumen rekam
medis berbasis kertas sehingga sangat mempermudah user;
c). Mampu bridging dengan output alat-alat kesehatan yang dimiliki RS;
d). Bahasa pemprograman yang digunakan merupakan bahasa pemprograman
yang mudah dikembangkan dan di bridgingkan dengan aplikasi lain.
Terkait aspek keberlanjutan dan replikasi, inovasi ini sangat dibutuhkan
untuk dilanjutkan dan disempurnakan. Semua jajaran manajemen dan sebagian
besar PPA sampai saat ini masih berpandangan bahwa inovasi ini merupakan
solusi cerdas dalam menghadapi berbagai masalah yang dihadapi berkaiatan
dengan penggunaan rekam medis berbasis kertas. Bahkan sampai saat ini,
implementasi RME oleh sebagian PPA telah menunjukan hasil yang sangat
memuaskan dimana belanja cetak berkurang 10-20% dan sederet dampak positif
lainnya. Oleh karena itu, inovasi ini SANGAT LAYAK untuk direplikasi oleh fasilitas
kesehatan lainnya khususnya seluruh puskesmas yang berada di Kota Mataram.

17
7. LAMPIRAN

a. Rapat Persiapan Implementasi Rekam Medis Elektronik (RME)

b. Pembuatan Aplikasi oleh Programmer

18
c. Show Up Aplikasi yang sudah dibuat

19
d. Penyempurnaan Aplikasi Sesuai Kebutuhan User oleh Programmer

e. Konsolidasi dengan Stakeholder terkait

20
21
f. Pendampingan Pengisian Rekam Medis Elektronik (RME) di masing-masing
unit

(Dokumentasi : Ruang Unit Stroke)

(Dokumentasi : Ruang Irna IA)

(Dokumentasi : Ruang Irna 1B)

22
(Dokumentasi: Ruang Irna 2)

(Dokumentasi: Ruang Irna 3A)

(Dokumentasi: Ruang VK)

23
(Dokumentasi: Ruang NICU)

(Dokumentasi: Ruang NICU)

(Dokumentasi: Ruang ICU)

24
(Dokumentasi: Ruang VIP Graha)

(Dokumentasi: Ruang Pelayanan Jantung Terpadu/Intermediate Room)

g. Monitoring Kepatuhan Pengisian Rekam Medis Elektronik (RME) by system

25
26

Anda mungkin juga menyukai