PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang ditandai dengan gangguan metabolisme glukosa akibat
gangguan pengeluaran insulin, kerja insulin atau keduanya.1 Diabetes adalah salah satu penyebab utama
kematian di dunia. Penyebab kematian pada pasien diabetes berasal dari komplikasi dari penyakit yang
berhubungan dengan diabetes, penyakit jantung merupakan penyebab yang paling menonjol.2 Secara garis besar
diabetes dapat dikategorikan menjadi tipe 1 atau tipe 2. Dalam tipe 1, yang merupakan 5% -10% dari seluruh
kasus diabetes, yang menjadi penyebabnya adalah kekurangan sekresi insulin secara absolut akibat kerusakan
sel yang memproduksi insulin di pankreas oleh suatu proses autoimun. Diabetes tipe 2 (90% -95% dari seluruh
kasus) merupakan kombinasi dari ketidakmampuan sel untuk merespon insulin (resistensi insulin) dan
kompensasi sekresi insulin yang tidak memadai, sehingga menyebabkan kegagalan penyerapan glukosa ke
Menurut Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) kadar glukosa darah lebih tinggi dari normal (100- 125
mg/dl) dianggap sebagai diabetes mellitus (DM). Pada DM tipe 2 tubuh tidak menggunakan insulin dengan
benar sehingga menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah puasa, peningkatan kadar insulin plasma,
gangguan glikemik kontrol (HbA1c lebih tinggi) dan resistensi insulin (IR). IR adalah keadaan patologis di
mana tubuh manusia sel-sel di otot gagal merespons dengan tepat hormon insulin (sensitivitas) 2
Latihan aerobik mencakup semua jenis latihan, biasanya yang dilakukan pada tingkat intensitas sedang
untuk waktu yang lama yang mempertahankan peningkatan denyut jantung. Kegiatan seperti bersepeda,
berenang, jogging, mendayung, ski lintas alam, dan tarian aerobik membutuhkan oksigen untuk menghasilkan
ATP. Latihan aerobik secara teratur meningkatkan konsumsi oksigen maksimal dan kinerja daya tahan secara
keseluruhan. Latihan anaerobik digunakan untuk meningkatkan kekuatan, kekuatan, dan kecepatan. Umumnya,
latihan anaerobik memiliki durasi pendek dan aktivitas intensitas tinggi. Tidak seperti latihan aerobik, itu tidak
bergantung pada oksigen eksogen. Aktivitas seperti angkat besi berat, semua jenis sprint (berlari, bersepeda,
atau berenang) atau latihan keras membutuhkan metabolisme anaerobik. Selama latihan, berbagai bentuk
sumber energi digunakan secara nyata tergantung pada intensitas dan durasi latihan, tetapi aktivitas tersebut
diklasifikasikan secara tipikal berdasarkan sistem yang paling banyak digunakan. Sistem energi anaerobik
digunakan untuk latihan ketahanan dan peningkatan kecepatan[42]. Selama latihan intensitas tinggi (anaerobik)
hampir seluruh sumber bahan bakar metabolik adalah glukosa, sedangkan selama latihan intensitas rendah
(aerobik) pemanfaatan lemak meningkat dan oksidasi glukosa menurun[43]. Kedua jenis latihan tersebut
meningkatkan efisiensi mekanis jantung (adaptasi jantung), perubahan morfologi dan fungsi ventrikel kiri[44].
Produk akhir pencernaan karbohidrat dalam saluran pencernaan hampir seluruhnya dalam bentuk
glukosa, fruktosa, dan galaktosa dengan glukosa, yang mewakili rata-rata sekitar 80 persen dari produk-produk
akhir tersebut. Setelah absorpsi dari saluran pencernaan, banyak fruktosa dan hampir semua galaktosa diubah
secara cepat menjadi glukosa di dalam hati. Oleh karena itu, hanya sejumlah kecil fruktosa dan galaktosa yang
terdapat dalam sirkulasi darah. Glukosa kemudian menjadi jalur umum akhir untuk mentranspor hampir semua
Di dalam sel hati, tersedia enzim yang sesuai untuk meningkatkan interkonversi antar monosakarida
glukosa, fruktosa dan galaktosa seperti yang terlihat pada Gambar 67-3. Lebih lanjut lagi, dinamika reaksi
berlangsung sedemikian rupa sehingga bila hati melepaskan monosakarida kembali ke dalam darah, produk
akhirnya hampir seluruhnya berupa glukosa. Alasan untuk ini adalah bahwa sel hati mengandung sejumlah besar
glukosa fosfatase. Oleh karena itu, glukosa-6-fosfat dapat dipecah menjadi glukosa dan fosfat, glukosa
selanjutnya dapat ditranspor kembali melalui membran sel hati ke dalam darah. Sekali lagi ditekankan bahwa
lebih dari 95 persen dari seluruh monosakarida yang beredar di dalam darah biasanya merupakan produk
sel jaringan masuk ke dalam sitoplasma sel. Akan tetapi, glukosa tidak dapat berdifusi melalui pori-pori sel
membran dengan mudah sebab berat molekul maksimum partikel yang dapat berdifusi dengan mudah adalah
sekitar 100, dan glukosa mempunyai berat molekul 180. Namun, glukosa dapat masuk ke dalam sel dengan
derajat kemudahan yang rasional melalui membran dengan mekanisme difusi terfasilitasi. Mekanisme dasarnya
adalah sebagai berikut. Molekul yang berpenetrasi melalui matriks lipid adalah sejumlah besar molekul protein
pembawa (carrier) yang dapat berikatan dengan glukosa. Dalam bentuk ikatan ini, glukosa dapat diangkut oleh
pembawa dari satu sisi membran ke sisi lainnya dan kemudian dibebaskan. Oleh karena itu, jika konsentrasi
glukosa lebih besar pada satu sisi membran daripada sisi lainnya, lebih banyak glukosa akan diangkut dari
daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah berkonsentrasi rendah dan bukan dari sisi yang berlawanan.
Transpor glukosa melalui membran di sebagian besar sel jaringan agak berbeda dari transpor yang
terjadi melalui membran saluran pencernaan atau melalui epitel tubulus ginjal. Di dua tempat tersebut tadi,
glukosa diangkut oleh mekanisme ko-transpor aktif natriumglukosa, yaitu transpor aktif natrium yang
menyediakan energi untuk mengabsorbsi glukosa melawan perbedaan konsentrasi. Mekanisme kotranspor
natrium-glukosa hanya berfungsi di sel epitel tertentu yang secara khusus disesuaikan untuk absorpsi aktif
glukosa. Pada membran sel yang lain, glukosa diangkut hanya dari konsentrasi yang lebih tinggi menuju
konsentrasi yang lebih rendah oleh difusi terfasilitasi, yang dimungkinkan oleh ikatan khusus dari protein
Kecepatan pengangkutan glukosa dan kecepatan pengangkutan beberapa monosakarida lainnya sangat
ditingkatkan oleh insulin. Bila sejumlah besar insulin disekresi oleh pankreas, kecepatan pengangkutan glukosa
ke dalam sebagian besar sel meningkat sampai 10 kali atau lebih dibandingkan dengan kecepatan pengangkutan
tanpa adanya sekresi insulin. Sebaliknya, jumlah glukosa yang dapat berdifusi ke dalam sebagian besar sel tubuh
tanpa adanya insulin, terlalu sedikit untuk menyediakan sejumlah glukosa yang dibutuhkan untuk metabolisme
energi pada keadaan normal, dengan pengecualian di sel hati dan sel otak. Secara praktis, kecepatan pemakaian
karbohidrat oleh sebagian besar sel diatur oleh kecepatan sekresi insulin dan pankreas.
Fosforilasi Glukosa
Segera setelah masuk ke dalam sel, glukosa bergabung dengan satu radikal fosfat yang sesuai dengan
reaksi berikut.
Fosforilasi ini ditingkatkan terutama oleh enzim glukokinase di dalam hati dan oleh heksokinase di dalam
sebagian besar sel yang lain. Fosforilasi glukosa hampir seluruhnya ireversibel kecuali di sel hati, sel epitel
tubulus ginjal, dan sel epitel usus; di dalam sel-sel tersebut, suatu enzim yang lain, glukosa fosfatase, juga
tersedia, dan bila enzim ini diaktifkan, reaksi dapat berjalan dalam arah sebaliknya. Di sebagian besar jaringan
tubuh, fosforilasi bekerja untuk menangkap glukosa di dalam sel. Artinya, karena glukosa berikatan secara cepat
dengan fosfat, glukosa tidak akan berdifusi keluar, kecuali pada sel-sel khusus, terutama sel-sel hati, yang
Setelah diabsorpsi ke dalam sel, glukosa dapat dipakai segera untuk melepaskan energi ke dalam sel
atau dapat disimpan dalam bentuk glikogen, yang merupakan polimer besar glukosa.
Semua sel tubuh mempunyai kemampuan untuk menyimpan paling sedikit beberapa glikogen, tetapi sel-sel
tertentu dapat menyimpan dalam jumlah yang besar, terutama sel hati yang dapat menyimpan glikogen sebanyak
5 sampai 8 persen dari beratnya, dan sel-sel otot, yang dapat menyimpan glikogen sebanyak 1 sampai 3 persen.
Molekul glikogen dapat dipolimerisasi dan polimernya bisa mencapai hampir semua berat molekul, dengan
berat molekul ratarata 5 juta atau lebih besar; kebanyakan glikogen mengendap dalam bentuk granula padat.
Konversi dari monosakarida menjadi senyawa presipitat dengan berat molekul tinggi (glikogen) memungkinkan
tersimpannya karbohidrat dalam jumlah yang besar tanpa mengubah tekanan osmotik cairan intraselular secara
bermakna. Konsentrasi yang tinggi dari monosakarida yang mudah larut dengan berat molekul rendah akan
Glikogenesis—Pembentukan Glikogen
Reaksi kimia untuk glikogenesis diperlihatkan pada Gambar 67-4. Dari gambar ini, dapat dilihat bahwa
glukosa-6-fosfat dapat diubah menjadi glukosa-1-fosfat; yang kemudian diubah menjadi uridin difosfat glukosa,
yang akhirnya diubah menjadi glikogen. Beberapa enzim khusus dibutuhkan untuk menyebabkan perubahan-
perubahan ini, dan setiap monosakarida yang dapat diubah menjadi glukosa dapat masuk ke dalam reaksi
tersebut. Senyawa tententu yang lebih kecil meliputi asam laktat, gliserol, asam piruvat, dan beberapa asam
amino deaminasi, dapat juga diubah menjadi glukosa atu senyawa yang hampir serupa dan kemudian diubah
menjadi glikogen.
Glikogenolisis berarti pemecahan glikogen yang disimpan sel untuk membentuk kembali glukosa di
dalam sel. Glukosa kemudian dapat digunakan untuk menyediakan energi. Glikogenolisis tidak dapat terjadi
melalui pembalikan reaksi kimia yang sama yang dipakai untuk membentuk glikogen; sebagai gantinya, setiap
molekul glukosa yang berurutan pada masing-masing cabang polimer glikogen dilepaskan melalui proses
fosforilasi, yang dikatalisis oleh enzim fosforilase. Pada keadaan istirahat, fosforilase terdapat dalam bentuk
tidak aktif, sehingga glikogen tetap dapat disimpan. Bila pembentukan glukosa dari glikogen diperlukan
kembali, fosforilase harus diaktifkan terlebih dahulu. Hal ini dapat dicapai dalam beberapa cara, meliputi dua
Dua hormon, epinefrin dan glukagon, dapat mengaktifkan fosforilase dan dengan demikian menimbulkan
glikogenolisis secara cepat. Efek awal masing-masing hormon ini adalah meningkatkan pembentukan AMP
siklik di dalam sel, yang kemudian memicu suatu rangkaian reaksi kimia yang mengaktifkan fosforilase .
Epinefrin dilepaskan oleh medula adrenal ketika sistem saraf simpatis dirangsang. Oleh karena itu,
salah satu fungsi sistem saraf simpatis adalah meningkatkan penyediaan glukosa untuk metabolisme energi yang
cepat. Fungsi epinefrin ini terjadi secara nyata baik di dalam sel hati maupun otot, sehingga turut berperan
bersama pengaruh lain dari rangsangan simpatis, guna menyiapkan tubuh untuk bekerja.
Glukagon adalah hormon yang disekresi oleh sel alfa pankreas apabila kadar gula darah turun sangat
rendah. Glukagon merangsang pembentukan AMP siklik terutama di sel hati, dan hal ini selanjutnya
meningkatkan pengubahan glikogen hati menjadi glukosa dan melepaskannya ke dalam darah, sehingga
Oleh karena oksidasi lengkap dari 1 gram mol glukosa melepaskan energi sebesar 686.000 kalori dan
hanya 12.000 kalori yang dibutuhkan untuk membentuk 1 gram mol ATP, banyak energi yang akan terbuang
percuma apabila glukosa hendak didekomposisi sekaligus menjadi air dan karbon dioksida sewaktu membentuk
hanya satu molekul ATP. Untungnya, sel tubuh mempunyai enzim protein khusus, yang menyebabkan molekul
glukosa dipecahkan sedikit demi sedikit dalam banyak langkah yang berurutan, yaitu energinya dilepaskan
dalam paket-paket kecil untuk membentuk satu molekul ATP pada suatu waktu, yang membentuk total 38 mol
ATP untuk setiap molekul glukosa yang dimetabolisme oleh sel. Paragraf berikut akan menjelaskan prinsip
dasar proses penguraian molekul glukosa secara progresif dan energi yang dilepaskan untuk membentuk ATP.
Sejauh ini, cara terpenting untuk melepaskan energi dari molekul glukosa dimulai dengan proses
glikolisis. Produk akhir glikolisis selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi. Glikolisis berarti
memecahkan molekul glukosa untuk membentuk dua molekul asam piruvat. Glikolisis terjadi melalui 10 reaksi
kimia yang berurutan, seperti ditunjukkan pada Gambar 67-5. Masing-masing langkah dikatalisis paling sedikit
oleh satu enzim protein yang spesifik. Perhatikan bahwa glukosa mula-mula diubah menjadi fruktosa-1,6-
difosfat dan kemudian dipecahkan menjadi dua molekul dengan tiga atom karbon, gliseraldehid 3-fosfat yang
masing-masing kemudian diubah menjadi asam piruvat melalui lima langkah tambahan.
Walaupun terdapat banyak reaksi kimia dalam rangkaian proses glikolisis, hanya sebagian kecil energi
bebas dalam molekul glukosa yang dibebaskan di sebagian besar langkah. Akan tetapi, di antara tahap 1,3-asam
difosfogliserat dan 3-asam fosfogliserat dan sekali lagi di antara tahap asam fosfoenolpiruvat dan asam piruvat,
jumlah
energi yang dibebaskan lebih dari 12.000 kalori per mol, yaitu jumlah yang dibutuhkan untuk membentuk ATP,
dan reaksi digandakan sedemikian rupa hingga terbentuk ATP. Jadi, terdapat total 4 molekul ATP yang sudah
dibentuk dari setiap molekul fruktosa 1,6- difosfat yang diuraikan menjadi asam piruvat. Namun, 2 molekul
ATP dibutuhkan untuk fosforilasi glukosa asal untuk membentuk fruktosa-1,6-difosfat sebelum glikolisis dapat
dimulai. Oleh karena itu, perolehan akhir molekul ATP dari keseluruhan proses glikolisis hanya 2 molekul
untuk setiap molekul glukosa yang dipakai. Jumlah energi yang mencapai 24.000 kalori ini dihantarkan ke ATP,
tetapi selama glikolisis, total energi sebanyak 56.000 kalori dilepaskan dari glukosa asal, yang memberikan
keseluruhan efisiensi untuk pembentukan ATP hanya sebesar 43 persen. Sisa energi sebesar 57 persen hilang
Konversi Asam Piruvat Menjadi Asetil Koenzim A Tahap berikut dalam degradasi glukosa adalah
konversi dua tahap dari dua molekul asam piruvat yang dihasilkan pada Gambar 67-5 menjadi dua molekul
molekul asam piruvat bergabung dengan koenzim A, suatu derivat vitamin asam pantotenat, untuk membentuk 2
molekul asetil-KoA. Dalam konversi ini, ATP tidak dibentuk namun akan dibentuk 6 molekul ATP ketika 4
atom hidrogen yang dilepaskan tersebut dioksidasi kemudian, yang akan dibicarakan selanjutnya.
Tahap berikutnya dalam degradasi molekul glukosa disebut siklus asam sitrat (juga disebut siklus asam
trikarboksilat atau siklus Krebs sebagai penghargaan kepada Hans Krebs atas penemuannya terhadap siklus
asam sitrat). Siklus ini merupakan suatu lanjutan reaksi kimia saat gugus asetil dan asetil-KoA dipecah menjadi
karbon dioksida dan atom hidrogen. Semua reaksi ini terjadi di dalam matriks mitokondria. Atom hidrogen yang
dilepaskan kemudian akan menambah jumlah atom hidrogen yang dioksidasi kemudian (yang akan dibicarakan
nanti), yang akan melepaskan sejumlah besar energi untuk membentuk ATP.
Gambar 67-6 memperlihatkan berbagai tahap reaksi kimia dalam siklus asam sitrat. Zat-zat di sebelah
kiri ditambahkan selama reaksi kimia, dan hasil reaksi kimia diperlihatkan di sebelah kanan. Perhatikan pada
puncak kolom bahwa siklus dimulai dengan asam oksaloasetat, dan di bagian bawah rantai reaksi, asam
oksaloasetat dibentuk kembali. Dengan demikian, siklus dapat berlangsung berulang kali.
Pada tahap awal siklus asam sitrat, asetil-KoA bergabung dengan asam oksaloasetat untuk membentuk
asam sitrat. Gugus koenzim A dari asetil-KoA dilepaskan dan dapat digunakan berulang kali untuk
pembentukan lebih banyak lagi asetil-KoA dari asam piruvat. Akan tetapi, gugus asetil menjadi suatu bagian
dari molekul asam sitrat. Selama tahapan siklus asam sitrat yang berurutan berlangsung, beberapa molekul air
ditambahkan, seperti yang tampak pada gambar sebelah kiri dan karbon dioksida, serta atom hidrogen
dilepaskan pada tahap lain dari siklus, seperti yang tampak di bagian kanan gambar.
Hasil akhir keseluruhan siklus asam sitrat diberikan pada penjelasan tertulis di Gambar 67-6 bagian
bawah, yang menunjukkan bahwa untuk setiap molekul glukosa asal yang dimetabolisme, dua molekul asetil-
KoA masuk ke dalam siklus asam sitrat bersama dengan enam molekul air. Molekul-molekul tersebut kemudian
diuraikan menjadi 4 molekul karbon dioksida, 16 atom hidrogen, dan 2 molekul koenzim A. Dua molekul ATP
selama pengubahan asam a-ketoglutarat menjadi asam suksinat yang membentuk satu molekul ATP. Jadi, untuk
setiap molekul glukosa yang dimetabolisme, dua molekul asetil-KoA akan melalui siklus asam sitrat, yang
masing-masing membentuk satu molekul ATP, atau total 2 molekul ATP yang terbentuk.
Selain memiliki fungsi pencernaan, pankreas juga menyekresi dua hormon penting, yakni insulin dan
glukagon, yang sangat penting untuk pengaturan metabolisme glukosa, lipid, dan protein secara normal.
Walaupun pankreas menyekresi hormon-hormon lain seperti amilin, somatostatin, dan polipeptida pankreas,
Insulin diisolasi pertama kali dari pankreas pada tahun 1922 oleh Banting dan Best. Mereka
memperhatikan pasien diabetes parah dalam waktu hampir semalam yang memburuk dengan cepat dan
meninggal, dibandingkan dengan orang yang hampir normal. Dahulu, insulin dihubungkan dengan "gula darah,"
dan ada benarnya karena insulin sangat berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat. Namun, kematian pada
pasien diabetes biasanya disebabkan kelainan metabolisme lemak, yang menimbulkan keadaan seperti asidosis
dan arteriosklerosis. Selain itu, pada pasien yang mengalami diabetes berkepanjangan, berkurangnya
kemampuan untuk menyintesis protein akan menyebabkan kehilangan jaringan dan banyak kelainan fungsi sel.
Oleh karena itu, jelaslah sudah bahwa pengaruh insulin terhadap metabolisme lemak dan protein, hampir sama
Sewaktu kita membahas insulin di beberapa paragraf berikutnya, hubungan antara sekresi insulin
dengan limpahan energi akan menjadi jelas. Yaitu, bila terdapat sejumlah besar makanan berenergi-tinggi di
kelebihan karbohidrat, insulin menyebabkan karbohidrat tersimpan sebagai glikogen terutama di hati dan otot.
Semua kelebihan karbohidrat yang tidak dapat disimpan sebagai glikogen serta diubah di bawah rangsangan
Dengan adanya kelebihan protein, insulin mempunyai efek langsung dalam memacu ambilan asam
amino oleh sel dan pengubahan asam amino ini menjadi protein. Selain itu, insulin menghambat pemecahan
protein yang sudah terdapat di dalam sel. Sifat-Sifat Kimia dan Sintesis Insulin Insulin merupakan protein kecil;
insulin manusia mempunyai berat molekul sebesar 5.808. Insulin terdiri atas dua rantai asam amino, seperti
yang tampak pada Gambar 78-2, yang dihubungkan satu sama lain oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam
amino dipisahkan, aktivitas fungsional molekul insulin akan hilang. Seperti yang dijelaskan di Bab 3, insulin
disintesis dalam sel-sel beta dengan cara yang mirip dengan sintesis protein, yakni diawali dengan translasi
RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma untuk membentuk praproinsulin.
dengan berat molekul kira-kira 9.000 dan terdiri atas 3 rantai peptida: A, B, dan C.
Sebagian besar proinsulin ini lalu terbelah di aparatus Golgi untuk membentuk insulin, yang
membentuk rantai A dan B yang dihubungkan oleh ikatan disulfida, dan rantai peptida C yang disebut
penghubung peptida (peptida C). Insulin dan peptida C terbungkus dalam granula sekretorik dan disekresi dalam
jumlah molar seimbang (equimolar). Akan tetapi, kira-kira 5 hingga 10 persen dari produk sekresi akhirnya
tetap dalam bentuk proinsulin. Proinsulin dan peptida C hampir tidak memiliki aktivitas insulin. Akan tetapi,
peptida C terikat dengan struktur membran, mirip sekali dengan reseptor membran protein G-coupled, dan
mengaktifkan minimal dua sistem enzim, natrium kalium ATPase dan oksida nitrit sintase endotel. Meskipun
kedua enzim ini mempunyai banyak fungsi fisiologis, kepentingan peptida C dalam mengatur enzim-enzim ini
masih belum jelas. Pengukuran kadar peptida C dengan radioimmunoassay dapat digunakan pada pasien-pasien
diabetes yang disuntik insulin untuk menentukan masih berapa banyak produksi insulin alamiah mereka.
Pasien dengan diabetes tipe I, yang tidak dapat memproduksi insulin biasanya memiliki kadar peptida
C yang sangat menurun. Saat disekresi ke dalam darah, insulin hampir seluruhnya beredar dalam bentuk tidak
terikat; waktu paruhnya dalam plasma rata-rata hanya sekitar 6 menit sehingga dalam waktu 10 sampai 15
menit, insulin tidak akan dijumpai dalam sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor
pada sel sasaran, sisa insulin akan didegradasi oleh enzim insulinase terutama di hati, sebagian kecil dipecah di
ginjal dan otot, dan sedikit di jaringan yang lain. Perombakan insulin dari plasma yang cepat ini penting sebab
kadang-kadang, penghentian fungsi pengaturan insulin dengan cepat, sama pentingnya dengan berjalannya
Aktivasi Reseptor Sel Sasaran oleh Insulin dan Efek Selular yang Ditimbulkan
Untuk menimbulkan efek insulin pada sel sasaran, insulin awalnya berikatan dengan dan mengaktifkan
suatu protein reseptor membran yang mempunyai berat molekul kira-kira 300.000 (Gambar 78-3). Efek
selanjutnya disebabkan oleh reseptor yang teraktifkan. Reseptor insulin merupakan suatu kombinasi empat
subunit yang dihubungkan bersama-sama oleh ikatan disulfida: dua subunit alfa yang seluruhnya terletak di luar
membran sel dan dua subunit beta yang menembus membran, serta menonjol ke dalam sitoplasma sel. Insulin
berikatan dengan subunit alfa di bagian luar sel, namun karena ikatan dengan subunit beta, bagian dari subunit
Jadi, reseptor insulin merupakan suatu contoh dari reseptor terkait-enzim, yang dibahas di Bab 74.
Autofosforilasi subunit beta di reseptor akan mengaktifkan tirosin kinase setempat, yang selanjutnya
menimbulkan fosforilasi berbagai enzim intrasel lainnya termasuk kelompok enzim yang disebut substrat
reseptor-insulin (IRS). Berbagai tipe IRS (misalnya, IRS-1, IRS-2, IRS-3) diekspresikan di berbagaI jaringan.
Hasil akhirnya adalah untuk mengaktifkan beberapa enzim ini sambil menonaktifkan enzim yang lain. Dengan
cara demikian, insulin mengatur proses metabolisme intrasel untuk menghasilkan efek yang diinginkan terhadap
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Efek akhir perangsangan insulin adalah sebagai berikut. 1. Dalam
beberapa detik setelah insulin berikatan dengan reseptor membrannya, kira-kira 80 persen dari semua membran
Hal ini terutama terjadi di sel-sel otot dan sel lemak tetapi tidak terjadi pada sebagian besar sel neuron
di otak. Penambahan glukosa yang diangkut ke dalam sel, dengan cepat difosforilasi dan menjadi substrat yang
diperlukan untuk semua fungsi metabolisme karbohidrat yang umum. Peningkatan transpor glukosa diyakini
timbul akibat translokasi berbagai vesikel intrasel dengan membran sel; vesikel-vesikel ini membawa berbagai
molekul protein transpor glukosa membran, yang berikatan dengan membran sel dan memfasilitasi ambilan
glukosa ke dalam sel. Bila insulin sudah tidak tersedia lagi, vesikelvesikel ini akan terpisah dari membran sel
dalam waktu kira-kira 3 sampai 5 menit dan bergerak kembali ke bagian dalam sel untuk digunakan berulang
kali sebanyak yang diperlukan. 2. Membran sel menjadi lebih permeabel terhadap sejumlah asam amino, ion
kalium, dan ion fosfat, yang menyebabkan peningkatan transpor ion-ion ini ke dalam sel.
Efek yang lebih lambat terjadi dalam waktu 10 sampai 15 menit berikutnya, untuk mengubah derajat
aktivitas sejumlah besar enzim metabolik intrasel lainnya. Efek-efek ini dihasilkan terutama dari perubahan
fosforilasi enzim.
Efek yang jauh lebih lambat terus terjadi selama berjam-jam dan bahkan beberapa hari. Efek ini
dihasilkan dari perubahan kecepatan translasi RNA caraka di ribosom untuk membentuk protein yang baru dan
efek yang lebih lambat terjadi dari perubahan kecepatan transkripsi DNA di dalam inti sel. Dengan cara ini,
insulin membentuk kembali sebagian besar proses enzimatik sel untuk mencapai tujuan metabolismenya.
Segera setelah menyantap makanan tinggi-karbohidrat, glukosa yang diabsorbsi ke dalam darah
menyebabkan sekresi insulin dengan cepat, yang dibahas kemudian di bab ini. Insulin selanjutnya menyebabkan
ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa yang cepat oleh hampir semua jaringan tubuh, namun terutama
Dalam sehari, jaringan otot tidak bergantung pada glukosa untuk energinya tetapi sebagian besar
bergantung pada asam lemak. Alasan utama untuk hal tersebut adalah karena membran otot istirahat yang
normal hanya sedikit permeabel terhadap glukosa, kecuali bila serabut otot dirangsang oleh insulin; di antara
waktu-waktu makan, jumlah insulin yang disekresi terlalu kecil untuk meningkatkan jumlah ambilan glukosa
Akan tetapi, ada dua kondisi saat otot menggunakan sejumlah besar glukosa. Salah satu dari kondisi
tersebut adalah selama kerja fisik sedang atau berat. Penggunaan glukosa yang besar ini tidak membutuhkan
sejumlah besar insulin, karena serabut otot yang aktif menjadi permeabel terhadap glukosa bahkan tanpa adanya
Keadaan kedua penggunaan sejumlah besar glukosa oleh otot adalah selama beberapa jam setelah
makan. Pada saat ini konsentrasi glukosa darah tinggi dan pankreas menyekresikan sejumlah besar insulin.
Insulin tambahan menyebabkan transpor glukosa yang cepat ke dalam sel otot. Hal ini menyebabkan sel otot
selama periode ini lebih cenderung menggunakan glukosa daripada asam lemak, seperti yang akan dibahas
kemudian.
banyak, sebagian besar glukosa sampai batas 2 hingga 3 persen akan disimpan dalam bentuk glikogen otot
daripada digunakan untuk energi. Glikogen ini kemudian dapat digunakan oleh otot untuk menghasilkan energi.
Glikogen terutama digunakan selama masa penggunaan energi yang besar dan singkat oleh otot dan bahkan
untuk menyediakan sejumlah besar energi anaerob selama beberapa menit pada suatu waktu melalui
perombakan glikolisis glikogen menjadi asam laktat, yang bahkan dapat terjadi tanpa adanya oksigen.
Penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 78-4. Kurva yang lebih rendah yang diberi label "kontrol"
menunjukkan konsentrasi glukosa bebas yang diukur di dalam sel, yang memperlihatkan bahwa konsentrasi
glukosa
hampir tetap nol walaupun terjadi peningkatan konsentrasi glukosa ekstrasel sampai setinggi 750 mg/100 ml.
Sebaliknya, kurva yang diberi label "insulin" memperlihatkan bahwa konsentrasi glukosa intrasel meningkat
sampai setinggi 400 mg/100 ml saat insulin ditambahkan. Jadi, jelaslah bahwa insulin dapat meningkatkan
kecepatan transpor glukosa ke dalam sel otot yang sedang istirahat paling sedikit 15 kali lipat.
Salah satu efek terpenting insulin adalah menyebabkan sebagian besar glukosa yang diabsorbsi sesudah
makan segera disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Selanjutnya, di antara waktu makan, bila tidak tersedia
makanan dan konsentrasi glukosa dalam darah mulai berkurang, sekresi insulin menurun dengan cepat dan
glikogen hati dipecah kembali menjadi glukosa, yang akan dilepaskan kembali ke dalam darah untuk menjaga
konsentrasi glukosa agar tidak berkurang terlalu jauh. Mekanisme yang dipakai oleh insulin untuk menyebabkan
terjadinya ambilan glukosa dan penyimpanan di hati meliputi beberapa langkah yang hampir terjadi secara
bersamaan:
1. Insulin menghambat fosforilase hati, yaitu enzim utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen hati
menjadi glukosa. Keadaan ini mencegah pemecahan glikogen yang sudah tersimpan di sel-sel hati.
2. Insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh selsel hati. Keadaan ini terjadi dengan meningkatkan
aktivitas enzim glukokinase, yang merupakan salah satu enzim yang menyebabkan timbulnya fosforilasi awal
dari glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Begitu difosforilasi, glukosa terperangkap
sementara di dalam sel-sel hati, sebab glukosa yang sudah terfosforilasi tadi tidak dapat berdifusi kembali
3. Insulin juga meningkatkan juga aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen, termasuk enzim
glikogen sintetase, yang bertanggung jawab terhadap polimerisasi unitunit monosakarida untuk membentuk
molekul glikogen.
Efek akhir seluruh kerja ini adalah meningkatnya jumlah glikogen dalam hati. Jumlah total glikogen
dapat meningkat hingga sekitar 5 sampai 6 persen massa hati, yang setara dengan hampir 100 gram glikogen
Pada waktu dahulu, ada anggapan bahwa sekresi insulin hampir seluruhnya diatur oleh besarnya
metabolisme lemak, kadar asam amino dalam darah dan faktor-faktor lain juga berperan penting dalam
Peningkatan Kadar Glukosa Darah Merangsang Sekresi Insulin. Pada kadar normal glukosa darah
waktu puasa sebesar 80 sampai 90 mg/100 ml, kecepatan sekresi insulin akan minimum yakni 25 ng/menit/kg
berat badan, suatu kadar glukosa darah yang hanya mempunyai aktivitas fisiologis yang kecil.
Bila konsentrasi glukosa dalam darah tiba-tiba meningkat dua sampai tiga kali dari kadar normal dan
kemudian kadar glukosa ini dipertahankan pada nilai ini, sekresi insulin akan meningkat dengan nyata dan
berlangsung dalam dua tahap, seperti yang ditunjukkan oleh perubahan dalam konsentrasi insulin plasma yang
1.Dalam waktu 3 sampai 5 menit sesudah terjadi peningkatan segera kadar glukosa darah, kadar insulin
plasma meningkat hampir, mencapai 10 kali lipat; keadaan ini disebabkan oleh. pengeluaran insulin yang
sudah terbentuk lebih dahulu oleh sel-sel beta pulau Langerhans. Akan tetapi, kecepatan sekresi awal
yang tinggi ini tidak dapat dipertahankan; sebaliknya, dalam waktu 5 sampai 10 menit kemudian
kecepatan sekresi insulin akan berkurang sampai kira-kira setengah dari kadar normalnya.
2. Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya, sehingga
dalam waktu 2 sampai 3 jam akan mencapai gambaran seperti dataran yang baru, biasanya pada saat
ini kecepatan sekresi bahkan lebih besar daripada kecepatan pada tahap awal.
Sekresi ini disebabkan oleh adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dulu
terbentuk dan oleh adanya aktivasi beberapa sistem enzim yang menyintesis dan melepaskan insulin
baru dan sel beta. Hubungan Timbal Balik antara Konsentrasi Glukosa Darah dan Kecepatan Sekresi
Insulin. Sewaktu konsentrasi glukosa darah meningkat di atas 100 mg/100 ml darah, kecepatan sekresi
insulin meningkat dengan cepat, mencapai puncak dengan kadar 10 sampai 25 kali dari kadar basal
pada konsentrasi glukosa darah antara 400 dan 600 mg/100 ml, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
78-9.
Jadi, naiknya sekresi insulin akibat stimulus glukosa menyebabkan kecepatan dan nilai
sekresinya meningkat secara dramatis. Selanjutnya, penghentian sekresi insulin hampir sama
cepatnya, yang terjadi dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah pengurangan konsentrasi glukosa
Respons sekresi insulin terhadap naiknya konsentrasi glukosa darah menyebabkan timbulnya
mekanisme umpan balik yang sangat berguna untuk mengatur besarnya konsentrasi glukosa darah.
Mekanisme tersebut yaitu, peningkatan glukosa darah akan meningkatkan sekresi insulin, dan insulin
selanjutnya meningkatkan transpor glukosa ke dalam hati, otot, dan sel lain sehingga mengurangi
Faktor-Faktor Lain yang Merangsang Sekresi Insulin Asam Amino. Selain perangsangan
sekresi insulin oleh kelebihan glukosa darah, beberapa asam amino mempunyai pengaruh yang
serupa. Efek yang kuat terutama dihasilkan oleh arginin dan lisin. Efek ini berbeda dari rangsangan
sekresi insulin oleh glukosa dengan cara berikut ini: Pemberian asam amino yang dilakukan saat tidak
ada peningkatan kadar glukosa darah, hanya menyebabkan peningkatan sekresi insulin sedikit saja.
Akan tetapi, bila pemberian itu dilakukan pada saat terjadi peningkatan glukosa darah, sekresi insulin
yang di
kelebihan asam amino. Jadi, asam amino tersebut sangat memperkuat rangsangan glukosa terhadap
sekresi insulin. Perangsangan sekresi insulin oleh asam amino sangat penting sebab insulin
selanjutnya meningkatkan pengangkutan asam amino ke dalam sel-sel jaringan dan meningkatkan
Jadi, penggunaan insulin untuk pemakaian kelebihan asam amino sama pentingnya dengan
terkuat) akan meningkatkan sekresi insulin dalam jumlah yang cukup banyak.
Hormon-hormon ini dilepaskan oleh saluran cerna sesudah seseorang makan. Selanjutnya
hormon ini menyebabkan peningkatan "antisipasi" insulin dalam darah yang merupakan suatu
persiapan agar glukosa dan asam amino dapat diabsorbsi dari makanan tersebut. Hormon-hormon
gastrointestinal biasanya bekerja dengan cara yang sama seperti asam amino dalam meningkatkan
sensitivitas respons insulin untuk meningkatkan glukosa darah, yang hampir menggandakan
Hormon-hormon lain yang secara langsung dapat meningkatkan sekresi insulin atau yang dapat
memperkuat rangsang glukosa terhadap sekresi insulin meliputi glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol, dan
yang lebih lemah, progesteron dan estrogen. Manfaat efek perangsangan hormon-hormon ini adalah bahwa
pemanjangan sekresi dari salah satu jenis hormon ini dalam jumlah besar kadang-kadang dapat mengakibatkan
sel-sel beta pulau Langerhans menjadi kelelahan dan karenanya akan meningkatkan risiko untuk terkena
diabetes. Memang, diabetes sering terjadi pada orang yang menggunakan dosis tinggi beberapa hormon ini.
Diabetes secara khusus umum terjadi pada orang raksasa atau akromegali dengan tumor yang menyekresi
hormon pertumbuhan atau pada orang yang kelenjar adrenalnya menyekresikan kelebihan glukokortikoid.
Pada beberapa keadaan, perangsangan saraf parasimpatis terhadap pankreas dapat meningkatkan
sekresi insulin, sementara rangsang saraf simpatis mungkin dapat menurunkan sekresi insulin. Namun diragukan
bahwa efek ini memainkan peran utama dalam regulasi fisiologis sekresi insulin. Peran Insulin (dan Hormon
Lain) dalam "Pengalihan" antara Metabolisme Karbohidrat dan Metabolisme Lipid Dari pembicaraan yang lalu,
sudah jelas bahwa insulin meningkatkan pemakaian karbohidrat sebagai sumber energi, namun insulin menekan
pemakaian lemak. Sebaliknya, berkurangnya insulin terutama menyebabkan penggunaan lemak tanpa disertai
pemakaian glukosa, kecuali pada jaringan otak. Selanjutnya, sinyal yang mengatur mekanisme pengalihan ini
Bila konsentrasi glukosa menjadi rendah, sekresi insulin ditekan dan sumber energinya lebih banyak
didapat dari lemak kecuali pada otak. Bila konsentrasi glukosa tinggi, sekresi insulin dirangsang dan karbohidrat
lebih digunakan daripada lemak. Kelebihan glukosa darah disimpan dalam bentuk glikogen hati, lemak hati, dan
glikogen otot. Oleh karena itu, salah satu peran fungsional yang paling penting dari insulin dalam tubuh adalah
untuk mengatur pemilihan kedua jenis makanan ini yang akan digunakan oleh sel sebagai sumber energinya dari
waktu ke waktu. Paling sedikit ada empat macam hormon lain yang juga mempunyai peran penting dalam
mekanisme pengalihan ini: hormon pertumbuhan yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis anterior, kortisol yang
dikeluarkan oleh korteks adrenal, epinefrin yang dikeluarkan oleh medula adrenal, dan glukagon yang
dikeluarkan oleh sel-sel alfa pulau Langerhans pankreas. Perihal glukagon akan dibicarakan di bagian
berikutnya. Sekresi hormon pertumbuhan dan kortisol merupakan respons terhadap hipoglikemia, dan kedua
hormon ini menghambat pemakaian glukosa dalam sel sambil meningkatkan pemakaian lemak. Akan tetapi,
efek kedua hormon timbul sangat lambat, dan biasanya membutuhkan waktu berjam-jam untuk menimbulkan
efek maksimum.
Epinefrin secara khusus berguna untuk meningkatkan konsentrasi glukosa dalam plasma selama waktu
stres yakni bila sistem saraf simpatis dirangsang. Akan tetapi, kerja epinefrin ini berbeda dengan hormon-
hormon lain, karena pada saat yang sama epinefrin juga meningkatkan konsentrasi asam lemak dalam plasma.
Alasan timbulnya efek ini adalah: (1) epinefrin mempunyai efek yang sangat kuat dalam menyebabkan
timbulnya proses glikogenolisis di dalam hati sehingga akan melepaskan sejumlah besar glukosa ke dalam darah
dalam beberapa menit; (2) epinefrin juga mempunyai efek lipolitik langsung terhadap sel-sel lemak karena
epinefrin dapat mengaktifkan hormon peka-lipase dari jaringan lemak, sehingga juga sangat meningkatkan
konsentrasi asam lemak darah. Secara kuantitatif, peningkatan asam lemak jauh lebih besar daripada
peningkatan glukosa darah. Oleh karena itu, epinefrin terutama meningkatkan penggunaan lemak pada keadaan
stres seperti pada saat kerja fisik, syok sirkulasi, dan kecemasan.
Glukagon dan Fungsinya Glukagon, yaitu suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau
Langerhans saat kadar glukosa darah turun, mempunyai beberapa fungsi yang bertentangan dengan fungsi
insulin. Fungsi yang paling penting dari hormon ini adalah meningkatkan konsentrasi glukosa darah, yaitu suatu
efek yang jelas bertentangan dengan efek insulin. Seperti halnya insulin, glukagon merupakan polipeptida besar.
Hormon ini mempunyai berat molekul 3.485 dan terdiri atas rantai yang tersusun dari 29 asam amino.
Bila seekor hewan diberi suntikan glukagon murni, efek hiperglikemik yang hebat akan timbul. Hanya 1 pg/kg
glukagon dalam waktu kira-kira 20 menit saja sudah dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah kira-kira 20
mg/100 ml darah (peningkatan sebesar 25 persen). Karena alasan inilah, glukagon juga disebut sebagai hormon
hiperglikemik. Efek terhadap Metabolisme Glukosa Efek utama glukagon terhadap metabolisme glukosa adalah
(1) pemecahan glikogen hati (glikogenolisis) dan (2) meningkatkan proses glukoneogenesis di hati. Kedua efek
Sistem Aerobik.
Sistem aerobik adalah oksidasi bahan makanan dalam mitokondria untuk menghasilkan
energi. Artinya, seperti tampak pada sisi kiri Gambar 84-1, glukosa, asam lemak, dan asam
amino dari makanan setelah melalui beberapa proses antara berikatan dengan oksigen untuk
melepaskan sejumlah energi yang sangat besar yang digunakan untuk mengubah AMP dan ADP
menjadi ATP, seperti yang dibahas di Bab 67. Dalam membandingkan suplai energi dari
mekanisme aerobik ini dengan suplai energi yang dihasilkan dari sistem glikogen-asam laktat
dan sistem fosfagen, kecepatan maksimal relatifpembentukan daya, dalam hal pembentukan
letupan-letupan daya selama beberapa detik, dan sistem aerobik diperlukan untuk aktivitas atletik yang lama. Di
antara keduanya adalah sistem glikogen-asam laktat, yang terutama penting untuk memberikan tenaga tambahan
Olahraga Jenis Apa Menggunakan Sistem Energi yang Mana? Dengan mempertimbangkan kegiatan
suatu aktivitas olahraga dan lamanya, dapat diperkirakan dengan hampir tepat sistem energi mana yang
dipergunakan untuk setiap aktivitas. Berbagai perkiraan ditampilkan pada Tabel 84-1.
Pemulihan Sistem Metabotisme Otot Setelah Kerja Fisik. Seperti halnya energi dari fosfokreatin dapat
digunakan untuk menyusun kembali ATP, energi dari sistem glikogen-asam laktat dapat digunakan untuk
menyusun kembali baik fosfokreatin maupun ATP. Kemudian energi dan metabolisme oksidatif sistem aerobik
dapat digunakan untuk menyusun kembali semua sistem yang lain ATP, fosfokreatin, dan sistem glikogen-asam
laktat.
Penyusunan kembali sistem asam laktat terutama berarti pelepasan kelebihan asam laktat yang telah
terkumpul dalam semua cairan tubuh. Hal ini sangat penting karena asam laktat menyebabkan kelelahan yang
sangat hebat. Bila tersedia jumlah energi yang adekuat dari metabolisme oksidatif, pelepasan asam laktat dicapai
melalui dua cara: (1) sebagian kecil asam laktat diubah kembali menjadi asam piruvat dan kemudian
dimetabolisme secara oksidatif oleh seluruh jaringan tubuh. (2) Sisa asam laktat diubah kembali menjadi
glukosa terutama di hati, dan glukosa selanjutnya digunakan untuk melengkapi simpanan glikogen otot.
diameter serat otot daripada oleh peningkatan jumlah serat. Namun, beberapa serat otot yang sangat membesar
diyakini terbelah di sepanjang garis tengah, untuk membentuk serat-serat yang seluruhnya baru, sehingga agak
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam serat otot yang hipertrofi itu meliputi (1) peningkatan jumlah
miofibril, sebanding dengan derajat hipertrofi; (2) peningkatan enzimenzim mitokondria sampai 120 persen; (3)
peningkatan komponen sistem metabolisme fosfagen sebanyak 60 sampai 80 persen, termasuk ATP dan
fosfokreatin; (4) peningkatan cadangan glikogen sebanyak 50 persen; dan (5) peningkatan cadangan trigliserida
Akibat semua perubahan ini, kemampuan sistem metabolik aerob maupun anaerob meningkat, terutama
meningkatkan kecepatan oksidasi maksimum dan efisiensi sistem metabolisme oksidatif sebanyak 45 persen.
Serat Otot Berkedut-Cepat dan Berkedut-Lambat. Pada manusia, semua otot mempunyai persentase yang
bervariasi antara serat otot yang berkedut-cepat dan serat otot yang berkedut-lambat.
Contohnya, otot gastroknemius memiliki lebih banyak jumlah serat berkedut-cepat, yang memberi
kemampuan untuk melakukan jenis kontraksi yang sangat kuat dan cepat seperti waktu melompat. Sebaliknya,
otot soleus mempunyai lebih banyak serat berkedut lambat sehingga lebih banyak digunakan untuk aktivitas otot