BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga disebut
typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi terutama
menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang
selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan
dewasa.
Penyakit ini pertama kali muncul dalam wabah yang terjadi di Athena sampai
Sparta Yunani pada tahun 430-424 SM. Sejarah yang tidak kalah menarik adalah tentang
“Tifoid Marry” yang pada tahun 1907 menjadi seorang carier/ pembawa penyakit tifoid
di Amerika, dimana setiap restoran tempat dia bekerja selalu terjadi epidemi tifoid.
Di Indonesia, diperkirakan antara 800 - 100.000 orang terkena penyakit tifus atau
demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan
konon anak perempuan lebih sering terserang, peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia
dibawah 5 tahun.
Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan
sanitasi lingkungan. Di daerah rural (Jawa Barat) didapatkan 157 kasus per 100.000
penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 kasus per 100.000 penduduk.
Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang
belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan salah satunya tempat pembuangan
sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.
Prevalensi kasus 91% demam tifoid terjadi pada usia 3-19 tahun, kejadian
meningkat setelah usia 5 tahun. Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat sukar
dibedakan dengan penyakit demam lainnya sehingga untuk memastikan diagnosis
diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi. Demam yang terjadi biasanya
bertipe berkepanjangan (prolonged fever), yaitu demam yang berlangsung minimal lebih
dari 5 hari dengan pola yang biasanya khas/klasik yaitu demam yang rendah dan perlahan
1
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
lahan lalu meningkat dari hari ke hari hingga cenderung konstan tinggi. Namun pola
demam yang seperti itu sudah jarang ditemui karena pengaruh pemakaian antibiotik
dalam pengobatan pribadi.
Bakteri penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhii bersama turunan lainnya
Salmonella paratyphii A dan parathypii B kedua kuman ini dapat mencemari makanan
dan minuman penderita karena paling sering ditemukan di tinja atau air kemih penderita.
Sanitasi yang kurang adalah penyebab utama seperti pencucian tangan yang kurang
bersih, makanan atau minuman yang tercemar vektor pembawa penyakit seperti lalat
sehingga memudahkan penularan penyakit melalui media fecal-oral.
Pada anak- anak demam tifoid cukup sering ditemui, salah satu penyebabnya
selain sanitasi adalah system kekebalan atau imunitas yang belum berkembang dengan
baik. Komplikasi atau penyulit pun tidak jarang terjadi seperti gangguan SSP (delirium
sampai gangguan kesadaran) dan perforasi usus yang menyebabkan peritonitis.
Sedangkan pada bayi relative jarang ditemukan karena masih mendapatkan perlindungan
dari ASI yang mengandung IgA sekretorik yang memberikan proteksi local khususnya
pada saluran cerna.
Saat ini telah berkembang imunisasi untuk demam tifoid ini yaitu Ty21a dan
ViCPS, namun masih dicari tingkat efektivitas dan keamanannya terutama bagi anak
anak.
2
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
BAB II
ISI
II.1 Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif
Salmonella typhii. Disebut Tifoid karena pada awalnya penyakit ini memiliki
mnanifestasi yang hampir sama dengan Demam Tifus yang disebabkan oleh bakteri
Rickettsia oleh karena itu penyakit ini diberi akhiran “id” yang berarti mirip.
Di Indonesia sendiri penyakit ini lebih akrab dengan sebutan Tifus atau Tipes
karena kemiripannya dengan demam Tifus tersebut. Demam tifoid merupakan suatu
infeksi Fecal-Oral yang pada nantinya akan menyerang saluran Cerna khususnya usus
halus (jejunum dan ileum) dilanjutkan dengan masuknya ke dalam aliran darah
(bakteremia) yang akan menyebabkan gejala atau tanda yang khas tempat dimana kuman
melewati organ selama bakteremia tersebut.
II.2 Etiologi
Salmonella sp. adalah salah satu strain dari bakteri gram negative bentuk bacil
atau batang, tidak berspora, tidak berkapsul, bergerak dengan flagella peritrik, memiliki
ukuran 2-4 µm x 0,5 -0,8 µm. Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif
anaerob, mati dalam suhu 56oC dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan
selama 4 minggu dan hidup subur dalam media yang mengandung garam empedu.
Memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida),
antigen H (flagel) dan antigen Vi
3
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
II.3 Epidemologi
Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemic di
Asia, Afrika, Amerika Latin, kep. Karibia, dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini
tergolong menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman
yang terkontaminasi.
Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16
juta per tahun, 600.000 diantaranya berakhir dengan kematian. Di Indonesia prevalensi
91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun dengan kejadian yang meningkat
setelah usia 5 tahun.
Ada dua sumber penularan penyakit ini yaitu pasien yang menderita demam tifoid
dan yang lebih sering adalah dari carier yaitu orang yang sudah sembuh dari demam
tifoid tapi masih mengekskresikan S. typhii dalam tinja selama lebih dari setahun.
4
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural
reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui
secret saluran nafas, urin, tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella
typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila
berada di dalam air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Mudah
mati pada klorisasi dan pasteurinisasi (temp 63oC).
Dapat juga terjadi transmisi transprasental dari seorang ibu hamil yang berada
dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari
seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber
kuman berasal dari laboratorium penelitian.
5
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
II.4 Patofisiologi
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejnum dan
ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman akan
menembus sel- sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang yang melapisi Peyer
Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina propria. Di
lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit terutama
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya
dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang sifatnya
asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial tubuh terutama hati dan
Limpa. Di organ- organ RES ini kuman meninggalkan sel- sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya kembali masuk ke
sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia kedua dengan disertai tanda- tanda
dan gejala infeksi sistemik.
6
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi
setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah
teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman Salmonella terjadi beberapa
pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi
sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare diselingi
konstipasi, sampai gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak
gangguan mental ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi dalam 3
hari berturut- turut.
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,
serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di reseptor
sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.
Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut
terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui
pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi
makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat- zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler, yang tidak stabiil,
demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologis.
7
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
8
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
Keluhan dan gejala Demam Tifoid umumnya tidak khas, dan bervariasi dari gejala
yang menyerupai flu ringan sampai sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem
organ. Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid berupa demam berkepanjangan,
gangguan gastrointestinal dan keluhan susunan saraf pusat.
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Demam lebih dari 7 hari,
biasanya mulai dengan subfebris yang makin hari makin meninggi, sehingga pada
minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. Demam yang terjadi
biasanya khas tinggi pada sore hingga malam hari dapat mencapai 39-40 oC dan
cenderung turun menjelang pagi. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam
keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu badan berangsur- angsur turun dan normal
pada akhir minggu ketiga. Perlu diperhatikan bahwa tidak selalu ada bentuk demam yang
khas seperti di atas pada demam tifoid. Tipe deman menjadi tidak beraturan, mungkin
karena intervensi pengobatan (penggunaan antipiretik atau antibiotic lebih awal) atau
komplikasi yang terjadi lebih awal. Pada khususnya anak balita, demam tinggi dapat
menyebabkan kejang.
Mekanisme demam sendiri tidak jauh berbeda dengan mekanisme demam akibat
infeksi pada umumnya. Dimana Bakteri Salmonella typhi yang memproduksi endotoksin
merupakan pirogen eksogen selain mediator- mediator radang yang disekresi oleh sel- sel
mukosa usus yang mengalami infeksi (IL-1, IL-6, TNF-alfa, & IFN-6) yang merupakan
pirogen endogen. Kedua pirogen ini akan mengaktivasi pelepasan Fosfolipase A2 pada
membran sel yang mana akan mengaktivasi asam arakidonat yang melalui jalur
siklooksigenase memproduksi Prostaglandin E2 (PGE2). Prostaglandin E2 bersama
dengan AMP siklik yang diaktivasinya akan mengubah seting termostat yang terdapat di
hipothalamus sehingga terjadilah demam.
Gejala sistem gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, perut
kembung, lidah kotor, sampai hepato-splenomegali. Gastrointestinal problem biasanya
dipengaruhi oleh peredaran bakteri atau endotoksinnya pada sirkulasi. Dari cavum oris
didapatkan lidah kotor yaitu ditutupi selaput putih dengan tepi yang kemerehan
kadangkala waktu lidah dijulurkan lidah akan tremor kesemua tanda pada lidah ini
disebut dengan Tifoid Tongue. Meskipun jarang ditemukan pada anak- anak tapi cukup
9
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
berarti diagnostik. Gejala- gejala lain yang tidak spesifik seperti mual, anoreksia. Karena
bakteri menempel pada mukosa usus dan berkembang biak dalam Peyer patch di
dalamnya maka tidak jarang akan muncul gejala- gejala seperti diare atau kadang
diselingi konstipasi. Diare merupakan respon terhadap adanya bakteri dalam lumen usus
yang perlu untuk secepatnya dikeluarkan, namun diare pada demam tifoid tidak sampai
menyebabkan dehidrasi, pun begitu dengan konstipasi yang mungkin baru dialami setelah
mengalami diare beberapa kali. Penderita anak- anak lebih sering mengalami diare
daripada konstipasi dewasa sebaliknya, hal itulah yang kadang- kadang membuat sering
miss diagnosis ketika penderita datang berobat.
Gangguan Sistem Saraf terjadi bila ada toksin yang menembus Blood Brain
Barier, pada anak gangguan sistem saraf akibat tifoid ini lebih sering bersifat Sindrom
Otak Organik yang berarti kelainan extra cranial mengakibatkan gangguan kesadaran
seperti Delirium, gelisah, somnolen, supor hingga koma. Pada anak- anak tanda- tanda ini
sering muncul waktu mereka tidur dengan manifestasi khas “mengigau atau nglindur”
yang terjadi selama periode demam tifoid tersebut. Gangguan otak organik ini biasanya
lebih berat ditemukan pada demam tifoid pada keadaan lanjut yang sudah mengalami
komplikasi. Pada keadaan ini biasanya gangguan kesadaran tidak lagi ditemukan hanya
sewaktu tidur saja melainkan bisa timbul sewaktu- waktu.
menurut IDAI penyakit tropik infeksi ruam/rose spot ini hampir tidak pernah dilaporkan
pada kasus anak di Indonesia.
Bradikardi Relatif, adalah tanda lain yang mungkin ditemukan pada infeksi tifoid.
Pada umumnya tiap kenaikan suhu 1oC akan diikuti oleh peningkatan denyut nadi sampai
10x tiap menitnya. Namun pada demam tifoid peningkatan suhu tubuh tidak diikuti oleh
peningkatan denyut nadi sehingga dikatakan Bradikardi yang relatif pada demam.
Bradikardi relatif ini juga cenderung jarang terjadi pada anak.
11
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
Makanan yang
Masuk ke dalam usus
halus melalui
Bakteri memproduksi
mikrovilli
Endotoksin (Pirogen Mencapai “Plak Peyer”
Eksogen)
Aktivasi Asam
Arakidonat Hepatomegali
Splenomegali
Asam Arakidonat melalui jalur
siklooksigenase membuat
Prostaglandin E2 (PGE2)
12
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
II.6 Diagnosis
II.6.a Anamnesis
- Demam, onset (hitung lama demam dari awal sakit sampai dibawa ke pusat
pengobatan), tipe demam (demam terutama pada malam hari dan turun
menjelang pagi hari), menggigil atau tidak, keringat dingin, sejak kapan
mulai demam tinggi terus tanpa suhu turun, disertai kejang atau tidak
- Gejala SSP, apakah anak sempat mengalami tidak sadar? Atau hanya sebatas
ngelindur atau mengigau saja waktu tidur.
- Riwayat Penyakit dahulu ditanyakan untuk mencari tahu apakah pernah sakit
seperti ini, karena demam tifoid adalah infeksi yang sangat mungkin
menjadikan penderitanya sebagai carier atau pembawa meskipun tidak
menunjukkan gejala
- Riwayat Terapi, bila sudah mendapatkan terapi baik hanya antipiretik dan
atau antibiotika klinis penyakit kemungkinan sangat mungkin sudah
mengalami perubahan
13
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
Keadaan Umum anak biasanya tampak lemah atau lebih rewel dari
biasanya. Pada keadaan yang sudah terjadi komplikasi sangat mungkin keadaan
menjadi toksik, salah satunya adalah penurunan kesadaran mulai dari delirium,
stupor hingga koma.
Pada pemeriksaan kepala dan leher observasi tanda- tanda dehidrasi yang
mungkin terjadi akibat diare sebagai suatu symptom yang dapat terjadi pada
infeksi demam tifoid. Tanda- tanda dehidrasi dapat dinilai dari mata cowong dan
bibir kering dengan rasa haus yang meningkat. Pemeriksaan intra oral evaluasi
lidah apakah didapatkan Tifoid Tongue dengan pinggir yang hiperemi sampai
tremor.
14
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
Uji Widal, uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman
Salmonella typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen
kuman Salmonella typhi dengan antibody penderita yang disebut agglutinin.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense bakteri Salmonella
yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah
untuk menentukan adanya agglutinin/antibodi dalam serum penderita
15
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
tersangka demam tifoid yaitu: antigen O (dari tubuh kuman itu sendiri), antigen
H (dari flagella kuman), antigen Vi (simpai kuman) dan antigen Paratyphi A
dan B (antigen dari Salmonella Paratyphi A dan B)
Tabung I II III IV V
Deretan + + - - -
16
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
Tabung + + + - -
+ + + + +
oKeterangan: tanda (+) berarti terjadi aglutinat yaitu terjadi reaksi antigen
antibodi dan yang digunakan adalah tabung aglutinat terakhir (titer 1/160)
oUji widal dianggap positif apabila didapatkan titer 1/200 atau terjadi
peningkatan sebanyak 4x
Dari keempat agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan
untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Pembentukan antibodi mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam atau
awal minggu kedua, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak
pada minggu keempat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut
mula- mula timbul agglutinin O, kemudian diikuti oleh agglutinin H. pada
penderita yang sudah sembuh agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6
bulan, sedangkan agglutinin H dapat menetap 9-12 bulan. Oleh karena itu uji
Widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu: 1) pengobatan dini
dengan antibiotik, 2) gangguan pembentukan antibody/ immunocompromissed,
3) pemberian kortikosteroid, 4) waktu pengambilan darah, 5) riwayat vaksinasi,
6) Reaksi amnestik, yaitu peningkatan titer antibodi pada non infeksi tifoid atau
infeksi tifoid pada masa lalu, 7) faktor teknik pemeriksaan antara
laboratorium,akibat aglutinasi silang dan strain salmonella yang digunakan
untuk suspense antigen. Tromnositopeni juga sangat mungkin terjadi bila
terjadi penekanan sumsum tulang akibat bakteremia kuman.
Kultur, hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi
hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan
beberapa hal sebagai berikut: 1) telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien
sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif, 2) volume darah
17
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
yang kurang (< 5cc darah). Bila volume darah yang dibiakkan terlalu sedikit
hasil biakan kuman bisa negative. Darah yang diambil sebaiknya secara
bedsaide langsung dimasukkan ke media cair empedu (oxgall) untuk
pertumbuhan kuman. 3) riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lalu dapat
menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi in dapat menekan
bakteremia hingga biakan darah dapat negatif, 4) saat pengambilan darah yang
kurang tepat pada waktu antibodi meningkat (minggu pertama).
Oleh karena itu untuk pengambilan spesimen yang akan dikultur sebaiknya
diambil waktu awal minggu kedua setelah sakit karena sensitifitasnya cukup
tinggi, dikarenakan kuman hampir pasti didapatkan diseluruh organ dan
jaringan tubuh.
Kultur kuman dapat diambil dari darah, urin, atau feses. Arti diagnostik yang
penting didapat dari gall kultur (kultur di media biakan garam empedu) karena
kemampuan hidup bakteri salmonella sangat tinggi di media ini. Spesimen lain
yang mengandung arti diagnostik penting adalah biopsi sumsum tulang yang
memiliki hasil positif hampir 90% kasus. Pada biakan feses yang perlu dicari
adalah Fecal Monocyte sebagai respon dari usus yang mengalami reaksi
dengan skuman salmonella yang bereplikasi di dalamnya. Biakan dari feses ini
khususnya bermanfaat bagi carier tifoid
Pemeriksaan Serologi (IgM dan IgG anti Salmonella), IgM anti salmonella
atau yang dikenal dengan TUBEXR tes adalah pemeriksaan diagnostic in vitro
semikuantitatif yang cepat dan mudah untuk mendeteksi infeksi Tifoid akut.
Pemeriksaan ini mendeteksi antibody IgM terhadap antigen Lipo Polisakarida
bakteri Salmonella typhi dengan sensitivitas dan spesifitas mencapai > 95%
dan > 91%.
18
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
19
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang- kadang secara klinis
dapat menjadi diagnosis banding dari demam tifoid diantaranya influenza/common cold,
gastroenteritis akut, bronchitis atau bronkopneumonia bila didapatkan tanda- tanda sesak,
batuk dan demam. Pada demam tifoid yang berat sepsis, leukemia, limfoma dan penyakit
Hodgkin dapat sebagai diagnosis banding.
II.8 Penatalaksanaan
Prinsip utama dalam pengobatan demam tifoid adalah Istirahat dan perawatan,
diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), serta pemberian antibiotika. Pada
kasus tifoid yang berat hasus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, eletrolit,
serta nutrisi disamping observasi kemungkinan penyulit.
pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi anak juga perlu diawasi untuk
mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu
diperhatikan dan dijaga.
Pemberian diet penderita demam tifoid awalnya diberi bubur saring, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi,yang mana
perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian
bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran
cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan karena usus harus diistirahatkan.
Pemberian makanan padat dini terutama tinggi serat seperti sayur dan daging dapat
meningkatkan kerja dan peristaltic usus sedangkan keadaan usus sedang kurang
baik karena infeksi mukosa dan epitel oleh kuman Salmonella typhi. Pemberian
makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah yang paling
membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun tidak memperburuk kondisi
usus.
Terapi penunjang/suportif lain yang dapat diberikan tergantung gejala yang muncul
pada anak yang sakit tersebut. Pemberian infus pada anak- anak penting tapi tidak
mutlak, mengingat resiko untuk terjadinya phlebitis cukup tinggi. Oleh karena itu
pemberian infuse sebaiknya diberikan bagi anak yang sakit dengan intake perOral
yang kurang. Jenis infus yang diberikan tergantung usia: 3 bln-3 tahun D5 ¼
Normal saline, > 3 tahun D5 ½ Normal saline. Jumlah pemberian infus disesuaikan
dengan kebutuhan kalori pada anak. Kebutuhan kalori anak pada infus setara
dengan kebutuhan cairan rumatannya.
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila
mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah
Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk
21
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
c) Antibiotika
22
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
d) Terapi penyulit
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai syok
dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30 menit untuk
dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam.
Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang- kadang diperlukan
tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi harus segera dilakukan
laparotomi disertai penambahan antibiotika metronidazol.
II.9 Pencegahan
Vaksinasi. Vaksin tifoid pertama kali ditemukan tahun 1896 dan setelah tahun
1960 efektifitas vaksinasi telah ditegakkan, keberhasilan proteksi sebesar 51-88%
(WHO). Jenis vaksin ada yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S.
paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine) telah puluhan tahun digunakan
dengan cara pemberian Sub Kutan, namun daya kekebalannya terbatas, disamping
efek samping lokal pada tempat suntikan yang cukup sering. Vaksin yang berisi
kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan disebut : Ty21a (vivotif Berna)
pemberiannya secara Oral belum beredar di Indonesia, parenteral: ViCPS
(Typhim Vi/Pasteur Merineux) yang merupakan vaksin kapsul polisakarida.
Pada beberapa penelitian vaksin oral Ty21a diberikan 3x secara bermakna dengan
selang 1 hari (hari 1,3,5) dapat memberi daya perlindungan selama 6 tahun. Usia
sasaran vaksinasi berbeda efektivitasnya, untuk anak usia > 10 tahun insiden yang
turun dapat sebesar 53% sedangkan anak usia 5-9 tahun insiden turun sebesar
17%. Imunisasi ulangan dilakukan tiap 3-5 tahun. Vaksin jenis ini diberikan pada
anak berumur diatas 2 tahun. Vaksin oral ini pada umumnya diperlukan untuk
turis yang akan berkunjung ke daerah endemis tifoid.
Vaksin parenteral non aktif relatif lebih sering menyebabkan reaksi efek samping
serta tidak seefektif dibandingkan dengan pemberian peroral. Diberikan pada usia
> 2 tahun dan di booster tiap 3 tahun. Kemasannya di dalam prefilled syringe 0,5
cc dan diberikan secara Intra Muskuler.
Kelompok orang yang menjadi sasaran vaksinasi tergantung pada faktor resiko
yang berkaitan diantaranya: anak usia sekolah terutama yang berada di daerah
endemik, pengunjung yang akan berwisata ke daerah endemic, dan anak- anak
yang kontak erta dengan pengidap tifoid (carier)
Perlu diperhatikan tentang efek samping vaksin yang dapat berupa demam, sakit
kepala akibat pemberian vaksin Ty21a, sedangkan pada ViCPS efek samping
24
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
yang timbul lebih ringan. Efek samping yang paling sering terjadi bila diberikan
secara Intravena karena dapat terjadi reaksi lokal berat, edema, hipotensi dan nyeri
dada.
Secara garis besar terdapat 2 macam komplikasi yaitu komplikasi intestinal dan
komplikasi ekstra intestinal.
Perforasi Usus terjadi sekitar 3% penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada
minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala
umum demam tifoid yang biasa terjadi, penderita demam tifoid dengan perforasi
usus akan mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan
bawah lalu menyebar ke seluruh lapang perut dan disertai tanda- tanda ileus.
Bising usus melemah, pekak hapar juga menghilang yang menandakan adanya
udara bebas dalam cavum abdomen. Untuk lebih menguatkan kea rah perforasi
usus dapat dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen AP dan lateral dimana
akan didapatka gambaran air fluid level dan bayangan radiolusen pada hepar.
Bila sudah terjadi perforasi maka harus segera diberikan antibiotik spectrum luas
untuk infeksi kuman Salmonella typhi dengan kombinasi Chloramphenicol dan
Ampisilin IV serta untuk mengatasi kuman yang fakultatif anaerob pada flora
25
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
Komplikasi extraintestinal yang paling sering terjadi pada anak- anak adalah
manifestasi neuropsikiatrik yang mana sering terjadi delirium dan atau Sindroma
Otak Organik yang lain. Hal ini sering juga disebut sebagai tifoid toxic atau tofoid
ensefalopati. Pengobatannya ditambah dengan Kortikosteroid (dexamethasone)
3x5 mg.
II.11 Prognosis
26
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
BAB III
KESIMPULAN
Demam tifoid pada anak disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella typhi
yang ditularkan melalui jalur fecal-oral yang mana pada nantinya akan masuk ke saluran
cerna dan melakukan replikasi dapal ileum terminal.
Jumlah minimal kuman yang masuk saluran cerna minimal berjumlah 10 5 dimana
kuman ini akan masuk ke lamina propria usus kemudian difagosit oleh makrofag jaringan
yang mana kuman akan melakukan replikasi di dalam makrofag itu sendiri dan dibawa ke
Peyer Patch lalu mengalami bakteremia primer dan sekunder melewati organ- organ
Retikulo Endotelial Sistem diantaranya Hepar dan Lien. Baketermia ini sendiri akan
memberikan gejala seperti hepatosplenomegali karena proses inflamasi lokal organ. Lalu
akan kembali lagi ke dalam usus tempat masuknya kuman pertama kali.
Demam tifoid pada anak memiliki gejala yang cukup spesifik berupa demam,
gangguan gastro intestinal, dan gangguan saraf pusat. Demam yang terjadi lebih dari 7
hari terutama pada sore menjelang malam dan turun pada pagi hari. Gejala gastro
intestinal bisa terjadi diare yang diselingi konstipasi. Pada cavum oris bisa didapatkan
Tifoid Tongue yaitu lidah kotor dengan tepi hiperemi yang mungkin disertai tremor.
Gangguan Susunan Saraf Pusat berupa Sindroma Otak Organik, biasanya anak sering
ngelindur waktu tidur. Dalam keadaan yang berat dapat terjadi penurunan kesadaran
seperti delirium, supor sampai koma.
Penatalaksanaan penyakit ini meliputi 3 pokok utama yaitu: istirahat dengan tirah
baring yang cukup, Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Rendah Serat, dan Antibiotika yang
memiliki efektivitas yang cukup tinggi terhadap kuman Salmonella typhi.
27
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
Pencegahan demam tifoid terutama menjaga sanitasi atau hygiene pribadi atau
lingkungan, mengurangi makanan yang memiliki resiko tertular penyakit ini, serta
dengan vaksinasi (Ty21a dan ViCPS).
28
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013
Demam Tifoid Pada Anak
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegma dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 volume Z.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
3. Hegar, Badriul dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia Jilid 1. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. Panitia Medik Farmasi dan Terapi RSU Dr. Soetomo. 2008. Pedoman Diagnosis
dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak Edisi III. Surabaya: RSU Dr. Soetomo
Surabaya.
7. Soedarmo, Poorwo Sumarmo S. dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta: Badan Peberbit IDAI.
8. Sudoyo, Aru W. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
9. Wilson, dan Price. 2002. Patofisiologi Volume 1 Edisi Keenam. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
10. www.medicastore.com
11. www.pediatric.com
12. www. emedicine/tifoidfever/patofisiogy.com
29
I PUTU SISTAWIDYAUTAMA S.KED
DM FK UWKS 2011-2013