Anda di halaman 1dari 12

Program S1

Fakultas Ekonomika & Bisnis


Universitas Gadjah Mada

UJIAN AKHIR SEMESTER


EKONOMI INDONESIA
Dosen: Prof. Lincolin Arsyad, Ph.D; Waktu: 120 menit

Selamat mengerjakan! Sifat ujian OPEN BOOK!

Nama : Wahyu Sekar Wijayaningtyas


NIM : 20/461158/EK/23114

SOAL 1 (20%)
Covid 19 ternyata telah mampu menghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama
pada tahun 2020. Jelaskan gangguan ekonomi Covid 19 secara fiskal maupun moneter terhadap
ekonomi kita!
Jawaban:
Tidak berbeda dengan negara lain di dunia, pandemi COVID-19 berdampak besar terhadap
ekonomi Indonesia. Prospek pertumbuhan ekonomi tahun 2020 yang pada awalnya ditargetkan
mencapai 5,3 persen, direvisi ke bawah menjadi -0,4 – 2,3 persen dengan mempertimbangkan
terjadinya perlambatan pada hampir semua komponen PDB. Melihat realisasi pertumbuhan
triwulan I tahun 2020 yang melambat signifikan menjadi sebesar 3,0 persen, pertumbuhan
ekonomi tahun 2020 diperkirakan melambat mendekati nol dengan puncak penurunan terjadi
pada triwulan II tahun 2020.
Dari sisi PDB pengeluaran, konsumsi masyarakat (konsumsi rumah tangga dan LNPRT)
diperkirakan melambat, hanya tumbuh -0,6 – 1,8 persen pada tahun 2020, lebih rendah dari
sasaran RKP 2020 sebesar 4,9 persen. Perlambatan tersebut salah satunya disebabkan oleh
berkurangnya permintaan masyarakat, terutama untuk wisata dan hiburan, sebagai dampak dari
pembatasan sosial (social distancing) untuk menghentikan penyebaran wabah COVID-19. Daya
beli masyarakat juga turun disebabkan oleh hilangnya pendapatan sebagian masyarakat yang
kehilangan pekerjaan dan potensi kenaikan harga karena gangguan di sisi penawaran. Perluasan
bantuan sosial yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat menahan laju perlambatan konsumsi
masyarakat.
Pembentukan modal tetap bruto atau investasi diperkirakan terkena dampak negatif yang
besar, tumbuh sebesar -2,8 – 0,3 persen pada tahun 2020, lebih rendah dari sasaran RKP 2020
sebesar 6,0 persen. Tekanan pada neraca keuangan perusahaan akibat rendahnya penerimaan
seiring penurunan permintaan, ketidakpastian penyelesaian COVID-19 yang mendorong investor
asing maupun domestik menunda keputusan investasi, dan ditunda atau dihentikannya proyek
infrastruktur pemerintah menjadi beberapa faktor yang mendorong perlambatan investasi.
Ekspor barang dan jasa yang pada awalnya ditargetkan tumbuh 3,7 persen diperkirakan
mengalami kontraksi sebesar 7,7 – 3,0 persen pada tahun 2020. Kontraksi tersebut utamanya
didorong oleh turunnya permintaan dunia akan barang ekspor Indonesia. Selain ekspor barang,
penurunan ekspor jasa juga akan mengalami penurunan, terutama jasa transportasi dan jasa
perjalanan. Turunnya ekspor perjalanan didorong oleh penurunan wisatawan mancanegara
sebagai dampak penutupan perbatasan Indonesia dan negara lainnya untuk mencegah penyebaran
wabah COVID-19. Sementara itu, impor barang dan jasa diperkirakan juga mengalami kontraksi
sebesar 12,0 – 7,5 persen dari sebelumnya diperkirakan tumbuh sebesar 3,2 persen, akibat
turunnya aktivitas ekonomi domestik.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah sebesar 3,3 – 4,0 persen menjadi satusatunya
komponen PDB pengeluaran yang diperkirakan tidak akan terlalu berbeda dari sasaran dalam
RKP 2020 sebesar 4,3 persen. Pertumbuhan konsumsi pemerintah didorong oleh peningkatan
belanja untuk memberikan stimulus terhadap kelompok masyarakat dan industri yang terkena
dampak COVID-19.
COVID-19 tidak hanya merupakan masalah kesehatan. Pandemi yang diakibatkan oleh virus
corona ini juga memberikan dampak serius terhadap sektor ekonomi. Dalam konteks Indonesia,
paling tidak terdapat tiga masalah perekonomian yang diakibatkan oleh pandemi ini. Pertama,
UMKM dan sektor informal yang menjadi bantalan ekonomi nasional begitu terpukul. Kebijakan
pemerintah untuk mencegah penyebaran COVID-19 melalui pembatasan interaksi fisik
masyarakat mengakibatkan berbagai aktivitas ekonomi informal terpukul, kecuali para pelaku
yang berpindah ke platform daring yang terbukti dapat bertahan. Kondisi ini menyebabkan
konsumsi masyarakat turun drastis, padahal konsumsi masyarakat memiliki kontribusi besar
terhadap perekonomian, yaitu hampir 59%. Kedua, ketidakpastian pada saat pandemi ini
menyebabkan tingkat investasi juga ikut melemah, karena orang atau perusahaan yang akan
melakukan atau sedang dalam posisi menjalankan investasi, terhenti akibat COVID-19. Ketiga,
karena ekonomi di seluruh dunia mengalami pelemahan, maka kinerja ekspor juga ikut terpukul.
Hal ini tercermin dari penurunan harga komoditas, minyak, batu bara dan crude palm oil (CPO).
Penurunan ini tentu berpengaruh pada basis perekonomian Indonesia yang berorientasi ekspor.
Tidak hanya itu, sektor-sektor industri seperti pemanufakturan yang membutuhkan impor juga
mengalami penurunan karena adanya disrupsi dari pandemi.

SOAL 2 (20%)
Jelaskan pengaruh Covid 19 terhadap perkembangan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) di Indonesia. Menurut Saudara, kebijakan apa yang patut dilakukan pemerintah untuk
menghadapinya!
Jawaban:
Data terakhir pada 2018, terdapat 64,2 juta unit usaha UMKM yang beroperasi di Indonesia
yang merepresentasikan 99,99% dari usaha yang ada di negeri ini. Dominasi jumlah unit usaha
tersebut juga sejalan dengan kemampuan serapan tenaga kerja sektor ekonomi informal ini, yaitu
sebesar 116 juta orang atau 97% dari total angkatan kerja. Meskipun jumlah unit usaha dan serapan
tenaga kerjanya mendominasi, namun masalah produktivitas menjadi persoalan klasik usaha
UMKM. Secara agregat, isu klasik ini terlihat dari besaran kontribusi UMKM terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) nasional yang hanya kurang dari 58 persen. Lepas dari kelemahan yang ada
tersebut, UMKM dan sektor ekonomi informal ini terbukti tahan banting dengan deraan
ketidakpastian akibat krisis ekonomi yang pernah melanda negeri ini.
Secara umum, COVID-19 memberikan empat dampak utama pada UMKM dan sektor
informal. Pertama, penurunan penjualan. Kebijakan pembatasan mobilitas sosial yang diterapkan
oleh pemerintah seperti PSBB, work from home, study from home dan social distancing
mengakibatkan perubahan perilaku konsumen. Masyarakat menghabiskan lebih banyak waktu di
rumah dan menunda aktivitas luar rumah yang tidak urgen. Akibatnya, permintaan untuk produk-
produk sektor usaha informal menurun tajam. Dibandingkan dengan kondisi normal, omzet harian
UMKM di masa pandemi ini hanya tinggal 15–10 persen saja (katadata.co.id). Kedua, terbatasnya
pasokan bahan baku. Pembatasan mobilitas juga mengakibatkan sulitnya mendapatkan bahan baku
produksi. Walaupun bahan baku dapat diperoleh harganya meningkat tajam. Seperti harga kedelai
yang biasanya berkisar Rp6.700 naik menjadi Rp8.500, bawang putih dari dari sebesar Rp35.000
menjadi Rp55.000 per kilogram, dan gula pasir dari Rp12.500 menjadi Rp18.000 per kilogram
(kontan.co.id). Ketiga, kesulitan membayar pinjaman. Imbas dari turunnya pendapatan dan pada
saat bersamaan terjadi kenaikan ongkos produksi menimbulkan komplikasi pada aliran kas usaha
sektor informal ini. UMKM dipaksa untuk merasionalisasi pengelolaan keuangannya,
memprioritaskan pembayaran karyawan dan pembelian bahan produksi. Margin yang terus tergerus
menyebabkan UMKM tidak memiliki kecukupan dana untuk membayar pinjaman yang dimiliki.
Keempat, PHK karyawan. Dengan terbatasnya pendapatan membuat pelaku usaha informal
mencoba untuk mengurangi tekanan kerugian, dengan mengurangi gaji karyawan, bahkan dalam
banyak kasus terpaksa merumahkan mereka.
Namun disamping dampak negatif yang timbul, terdapat pula dampak positif terjadi akibat adanya
pandemi Covid-19, yaitu UMKM didorong untuk berinovasi yang “dipaksa” untuk dapat
mengembangkan suatu bisnis secara terdigitalisasi dan mengikuti perkembangan zaman serta
teknologi. Hl tersebut mengakibatkan UMKM secara tidak langsung berkembang mengikuti zaman
dan hal ini akan lebih mudah untuk melakukan pengembangan untuk kedepannya.
Terdapat beberapa survei pendukung:
Menurut survei LIPI “Survei Kinerja UMKM Masa Pandemi Covid-19” dengan 679 valid
responden dengan mata pencaharian utama sebagai pelaku usaha: Mikro (54,98%), Ultra-mikro
(33,02%), Usaha Kecil 8,1% dan Usaha Menengah 3.89%, seperti berikut:
Selama pandemi, 94,69% usaha mengalami penurunan penjualan.
Berdasarkan Skala Usaha yang penurunan penjualan lebih dari 75%
 49,01% usaha ultra-mikro,
 43,3% usaha mikro
 40% usaha kecil
 45,83% usaha menengah
Berdasarkan persepsi pelaku usaha terkait kerentanan UMKM tutup usaha jika pandemi tidak
segera berakhir
 47,13% usaha hanya mampu bertahan hingga Agustus 2020
 72,02% usaha akan tutup setelah November 2020
 85,42% usaha dapat bertahan paling lama dalam rentang waktu satu tahun sejak pandemi
Kemudian juga terdapat survei dari Score & ILO Indonesia yang melakukan survei terhadap 571
bisnis pada bulan April tahun 2020, menhasilkan data:
 2/3 UMKM yang disurvei berhenti beroperasi
 52% kehilangan pendapatan hingga 50%
 Sembilan puluh persen dari perusahaan yang disurvei telah menghadapi masalah cash flow
 63% telah mengurangi jumlah pekerja

Kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah


Salah satu solusi penting pemulihan UMKM adalah insentif bagi UMKM melalui program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pemerintah pusat di 2020 dan dilanjutkan di 2021. Hasilnya adalah
sebagian sektor informal dan UMKM dapat bertahan menghadapi dampak pandemi Covid-19. Artinya tidak
mengalami krisis yang sangat berat dibandingkan beberapa industri besar. Selain itu, program ini diharapkan
dapat membantu menekan penurunan pemutusan hak kerja (PHK) pada UMKM. Pasalnya, berdasarkan data
BPS per Agustus 2020, terdapat penciptaan kesempatan kerja baru dengan penambahan 760 ribu orang yang
membuka usaha dan kenaikan 4,55 juta buruh informal (CNBC Indonesia, 28 April 2021).
Pemerintah juga terus berupaya mendorong para pelaku UMKM untuk on board ke platform digital
melalui Program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI), dimana hingga akhir 2020
sudah terdapat 11,7 juta UMKM on boarding.

Terdapat beberapa kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam menghadapi
permasalahan tersebut adalah :
1. Stimulus relaksasi kredit cicilan dan bunganya selama 6 bulan untuk penerima Kredit Usaha
Rakyat (KUR), maupun juga penerima kredit ultra mikro di bawah 10 juta disalurkan lewat
LPDB, PNM, Program Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM), Mekaar dan lewat ventura
serta melalui pegadaian (Diperpanjang?)
2. Suntikan pembiayaan baru, kredit baru khususnya ultra mikro dengan menggunakan seluruh
penyaluran kredit melalui KUR, yang diperluas lewat berbagai saluran lewat BLU
pemerintah, koperasi simpan pinjam, BPR maupun BMT
3. Penghapusan pajak untuk UMKM selama 6 bulan (diperpanjang?)
4. Perluasan bansos untuk ultra mikro yang tidak bisa lagi berusaha, termasuk kartu prakerja
5. Memberikan stimulus daya beli UMKM
6. Program integrasi kartu sembako murah dengan pelibatan warung-warung tradisional

SOAL 3 (20%)
Menurut Saudara, bagaimana kondisi pembangunan daerah dan regional di Indonesia? Saudara
bisa tinjau dari sisi perkembangan, kemerataan, dan aspek sosial budayanya.
Dalam menanggapi mengenai kondisi pembangunan daerah dan regional di Indonesia, dapat
dilihat dari beberapa pernyataan berikut.
Ekonomi Indonesia tidak homogen, tetapi heterogen baik dari aspek:
1. Jumlah penduduk
2. Kualitas SDM
3. Tingkat dan struktur ekonominya
4. Kemajuan daerah
5. Tingkat kesejahteraan, kesempatan kerja, kemiskinan dan ketimpangan.
Terdapat beberapa kebijakan yang diterapkan pada masa pemerintahan Joko Widodo, yaitu:
Kebijakan Indonesia sentris:
Pendekatan ini ingin merombak paradigma bahwa pembangunan infrastruktur hanya
berpusat di Jawa. Proyek-proyek strategis nasional tersebar di berbagai wilayah, bahkan hingga ke
pelosok. Pemerintah misalnya, mempercantik tampilan pos lintas batas negara di Skouw, Papua
yang berbatasan dengan Papua Nugini. Jalan arteri pun dibuka untuk memperlancar konektivitas
masyarakat di provinsi paling timur tersebut. Di Sumatera, pemerintah telah mengoperasikan jalan
tol ruas Medan-Binjai. Bendungan dibangun untuk memenuhi pasokan air di wilayah timur
Indonesia. Pencapaian Kementerian PUPR dalam merealisasikan pembangunan infrastruktur selama
tiga tahun terakhir dirangkum dalam rangkaian infografik. Ada lima topik utama infografik ini,
yakni tentang Ketahanan Air dan Pangan; Konektivitas Antar-Wilayah; Program Satu Juta Rumah
untuk Rakyat; Infrastruktur Permukiman; dan Membangun dari Pinggiran.
Contoh infografik:
Membangun daerah 3T:
Daerah 3T merupakan daerah tertinggal, terdepan dan terluar di Indonesia. Sebagian besar daerah
3T menjadi gerbang tapal batas Indonesia. Letak daerah yang berada jauh dari ibu kota provinsi
menjadikan pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat dikarenakan pembangunan invrastruktur
yang belum merata. Namun disisi lain, daerah 3T menyimpan keelokan yang sudah tidak dimiliki
oleh daerah dengan peradaban yang tinggi, diantaranya kekayaan budaya yang menjadi ciri khas
dan keunikan masing-masing daerah. Kearifan lokal dan budaya masih sangat di junjung di daerah
daerah 3T. Tidak jarang kita akan disuguhkan oleh berbagai macam tempat pariwisata yang elok
nan indah dan tidak bisa kita temukan di daerah dengan peradaban teknologi yang tinggi. Hal ini
tentu saja menjadi point plus dan menjadi modal bagi daerah 3T untuk mengembangkan berbagai
potensi yang ada menjadi daerah maju dengan memanfaatkan kearifan lokal.

Kesimpulan Ekonomi dan Pembangunan Daerah Indonesia:


1. Ketimpangan antar daerah besar, Jawa-Bali, Indonesia Bagian Barat lebih maju dari
Indonesia Bagian Timur, di semua aspek.
2. Ada daerah kaya SDA, daerah Pariwisata, Industri, dan Jasa.
3. Program pembanguan pemerintah adalah untuk meningkatkan pemerataan pembangunan
melalui pembangunan manusia, infrastruktur (termasuk logistic), pembanguan desa,
pembangunan daerah 3T (Tertinggal, Terluar dan Terdepan) dan pembangunan
kelembagaan.
4. Kemampuan daerah (pendanaan dan SDM) dalam pembangunan kurang, sehingga
pemerintah pusat mendukung pembangunan daerah.

SOAL 4 (20%)
Apa yang disebut dengan ekonomi kreatif? Bagaimana perkembangannya di Indonesia? Menurut
Saudara faktor apa yang paling penting mendorong perkembangan ekonomi kreatif? Jelaskan!
Jawaban:
Ekonomi kreatif sendiri mulai dikenal luas sejak munculnya buku The Creative Economy:
How People Make Money from Ideas yang ditulis oleh John Howkins. Istilah ekonomi kreatif
dimunculkan Howkins ketika melihat ada gelombang ekonomi baru yang melanda Amerika
Serikat. Gelombang ekonomi baru itu dicirikan dengan aktivitas ekonomi berbasis ide, gagasan,
dan kreativitas. Asumsi Howkins tentang munculnya gelombang ekonomi baru di Amerika Serikat
(AS) itu bukan tanpa dasar. Pada tahun 1997 di AS saja, perekonomian meraup tidak kurang dari
USD 414 miliar hanya dari produk barang-jasa yang berbasis kreativitas.
Secara definitif, ada banyak tafsiran mengenai pengertian ekonomi kreatif. John Howkins
sendiri memaknai ekonomi kreatif sebagai “The creation of values as a result of idea”.
Menurutnya, karakter ekonomi kreatif dicirikan dari aktivitas ekonomi yang bertumpu pada
eksplorasi dan eksploitasi ide-ide kreatif yang memiliki nilai jual tinggi.
Sementara Roberta Comunian dan Abigail Gilmore dalam buku Higher Educatian and the
Creative Economy mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai sebuah konsep ekonomi baru yang
mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan sebagai
faktor produksi yang utama.
Ekonomi kreatif dapat dikatakan sebagai konsep ekonomi di era ekonomi baru yang
mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari
Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya.

Evolusi Ekonomi Kreatif di Dunia


• Pergeseran dari Era Pertanian lalu menjadi Era Industrialisasi disusul oleh Era Infomasi
disertai dengan banyaknya penemuan baru di di bidang teknologi infokom (seperti internet,
email, SMS, Global System for Mobile Communication (GSM))
• Sisi lain dari Industrialisasi terjadi kompetisi yang semakin ketat, sehingga kosentrasi
industri berpindah dari negara barat ke negara-negara-negara berkembang Asia karena tidak
bisa menyaingi biaya murah di RRT dan efisiensi industri Negara Jepang
• Menyadari pentingnya SDM yang kreatif, sehingga pada tahun 1990-an dimulailah era
ekonomi baru yang mengitensifkan informasi dan kreativitas yang populernya disebut
“Ekonomi Kreatif”

Pergeseran Orientasi Ekonomi Dunia Barat

Ekononomi Ekonomi Ekonomi Ekonomi


Pertanian Industrialisasi Informasi Kreatif

Ekonomi Kreatif Indonesia


• John Howskins (Bapak Ekonomi Kreatif) mendifinsikan “ekonomi kreatif berhubungan
dengan ide dan uang”
• Menurut John Howskins, karakter ekonomi kreatif dicirikan dari aktivitas ekonomi yang
bertumpu pada eksplorasi dan eksploitasi ide-ide kreatif yang memiliki nilai jual tinggi.
(Setneg, 2018)
• Di Indonesia pengertian ekonom kreatif dijelaskan dalam RUU Ekonomi Kreatif “ Ekonomi
Kreatif adalah Perwujudan nilai tambah dari suatu hak kekayaan intelektual yang lahir dari
kreativitas manusia, berbasis ilmu pengetahuan, warisan budaya, dan teknologi.
Perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia:

2005 2015 2016


• Presiden SBY menyatakan • Badan Ekonomi Kreatif • Badan Ekonomi Kreatif
bahwa industri kerajinan dan (BEKRAF) dibentuk di bawah (BEKRAF) mendorong
kreativitas bangsa harus pemerintahan Joko Widodo pembuatan Undang-Undang
ditingkatkan melalui Perpres no 6/2015 Ekonomi Kreatif

2006 2011 2017


• Trade Expo Mengembangkan • Cetak Biru Batik Terbentuknya • 3 subsektor Ekonomi Kreatif:
sektor jasa dan menyediakan Kementerian Pariwisata dan kuliner, kriya, dan fesyen
zona bagi pelaku dalam industri Ekonomi Kreatif memberikan kontribusi terbesar,
kreatif masing-masing sebesar 41,69%,
15,70%, dan 18,15%

2007 2010 2018


• Pekan Produk Budaya • Peluncuran Platform • 4 dari 16 subsektor Ekonomi
Indonesia (PPBI) 2007 komunikasi ekonomi kreatif Kreatif berpotensi menjadi
Pengembangan Indonesia www.indonesiakreatif.net kekuatan ekonomi baru
Design Power (IDP) dan
Pemetaan industri kreatif di yakni film, musik, art, dan
Indonesia game (animasi)

2008 2009 2019


• Cetak Biru Pengembangan • Instruksi Presiden Nomor • Kemenparekraf Ekonomi
Ekonomi Kreatif di Indonesia 6/2009 tentang ekonomi kreatif kretif menjadi bagian dari
2025 PPBI berubah menjadi PPKI Kemeterian Parwisata
(Pekan Produk Kreatif Indonesia)
sehingga peleburan Bekraf
Kebijakan dan Kelembagaan Ekonomi Kreatif
2007 -- 2009
• Kelembagaan: Kementerian Perdagangan
• Kebijakan
1. Pemetaan Industri Kreatif
2. Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Jangka Panjang s.d Tahun 2025
3. Rencana Pengembangan 14 Subsektor (melalui Inpres no 6/2009)
14 Subsektor:
1. Periklanan;
2. Arsitektur;
3. Pasar seni dan barang antik;
4. Kerajinan;
5. Desain;
6. Fashion (mode);
7. Film, video, dan fotografi;
8. Permainan interaktif;
9. Musik;
10. Seni pertunjukan;
11. Penerbitan dan percetakan;
12. Layanan komputer dan piranti lunak;
13. Radio dan televisi
14. Riset dan pengembangan

2009 – 2014
• Kelembagaan: Kementerian Pariwisata
• Kebijakan
1. Sinergis lintas sektor perdagangan ekonomi kreatif (Inpres no 6/2009)
2. Revisi Rancangan Kebijakan ekraf jangka Panjang dan jangka menengah
3. Pengembangan 15 Subsektor
 dari 14 subsektor yang sudah ada ditambah dengan 1 subsektor baru yaitu Kuliner

2014 – 2019
• Kelembagaan: Badan Ekonomi Kreatif
• Kebijakan
1. Pengembangan 16 subsektor (Perpres no 72/2015 jo. Perpres No. 6/2015)
2. Perpres no 142/2018 tentang Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional
Tahun 2018 - 2025
16 Subsektor
1. Arsitektur;
2. Desain interior;
3. Desain komunikasi visual;
4. Desain produk;
5. Film, animasi dan video;
6. Fotografi;
7. Kriya;
8. Kuliner;
9. Musik;
10. Fashion;
11. Aplikasi dan game developer;
12. Penerbitan;
13. Periklanan;
14. Televisi dan radio;
15. Seni pertunjukan;
16. Seni rupa

Ekonomi kreatif pada masa pandemi

Selain masalah kesehatan yang melanda, pandemi Covid-19 ini juga berdampak besar
pada perekonomian. Namun, di sisi lain, mereka yang jeli melihat peluang malah bisa
menciptakan sesuatu sesuai kondisi saat ini. Sebagai contoh di sektor fesyen, masa pandemi ini
melahirkan tren baru berupa baju rumah yang nyaman tapi tetap fashionable dan masker kain
dengan berbagai kreasi. Di bidang kuliner, sedang tren makanan sehat hingga berbagai jamu
untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Berdasarkan data Focus Economy Outlook 2020,
diketahui ekonomi kreatif menyumbang sekitar Rp1.100 triliun terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia sepanjang tahun. Bisa dikatakan, ekonomi kreatif merupakan salah satu bidang
ekonomi yang bertahan di masa pandemi.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, mengatakan bahwa ada tiga tiga subsektor penyumbang
PDB terbesar, antara lain kuliner, fashion, dan kriya. Kuliner menduduki peringkat pertama
dengan menyumbang 41 persen, fashion 17 persen, dan kriya 14,9 persen. Bahkan, Indonesia
didaulat sebagai negara terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Kor ea Selatan jika
dilihat pada kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB. Jelas Indonesia punya potensi untuk terus
meningkatkan kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian.

Perlu diketahui bahwa di Indonesia, terdapat 17 subsektor ekonomi kreatif, berikut daftarnya:

1. Aplikasi,
2. Arsitektur,
3. Desain interior,
4. Desain komunikasi visual (DKV),
5. Desain produk,
6. Fashion,
7. Film animasi dan video,
8. Fotografi,
9. Kerajinan tangan (kriya),
10. Kuliner,
11. Musik,
12. Penerbitan,
13. Pengembangan permainan,
14. Periklanan,
15. Seni pertunjukkan,
16. Seni rupa, dan
17. TV dan radio.

Faktor pendorong ekonomi kreatif:


1. Kreativitas dalam sektor ekonomi
2. Teknologi yang maju
3. Tenaga kerja yang memadahi
4. Kemudahan dalam akses komunikasi
5. Adanya media sosial yang akan menjadi platform pengembangan usaha

SOAL 5 (20%)
Menurut Saudara, pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang didorong oleh perkembangan usaha-
usaha konglomerat adalah baik atau buruk? Jelaskan!
Jawaban:
Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini menduduki urutan ketiga tercepat di antara negara-negara
anggota G20. Statistik terbaru menunjukkan bahwa sejak 2000 hingga 2017 Produk Domestik
Bruto Indonesia (PDB) per kapita meningkat rata-rata 4% setiap tahun, setelah Cina dan India,
yang masing-masing tumbuh 9% dan 5,5% per tahun. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia
memicu tingginya ketimpangan antar penduduk. Hal ini tercermin dalam indeks Gini - indeks
untuk mengukur ketimpangan dalam sebuah negara dari 0 (kesetaraan sempurna) sampai 100
(ketidaksetaraan sempurna). Data dari Bank Dunia mengungkapkan indeks Gini Indonesia
meningkat dari 30.0 pada dekade 1990-an menjadi 39.0 pada 2017.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang didorong oleh perkembangan usaha-usaha


konglomerat menurut saya merupakan hal yang buruk, dikarenakan hal tersebut menggambarkan
ketimpangan yang semakin tinggi antara “si kaya dan si miskin”, dalam artian lain bahwa tingkat
pertumbuhan tersebut terjadi akibat dari hasil beberapa perusahaan yang memiliki omset yang
tinggi, tidak menggambarkan keseluruhan keadaan ekonomi yang terjadi. Mungkin saja lebih
banyak usaha atau penduduk dengan perekonomian yang rendah, namun hal tersebut dapat
tertutupi dengan adanya hasil dari usaha konglomerat tersebut.
Terdapat data pendukung (2018):
Laporan Bank Dunia pada tahun 2015 menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia
hanya dinikmati oleh 20% kelompok terkaya. Kelompok ini diidentifikasi sebagai kelas konsumen.
Mereka adalah orang-orang yang pendapatan bersih per tahun di atas US$3.600 atau Rp 52.6 juta
dan pengeluaran per hari nya sekitar US$10 hingga US$100 untuk makanan, transportasi, dan
perlengkapan rumah tangga lainnya. Saat ini, setidaknya 70 juta orang di Indonesia termasuk dalam
golongan kelas konsumen. Kelompok ini diproyeksikan akan mencapai 135 juta orang pada tahun
2030, atau setengah dari total penduduk Indonesia. Sejak tahun 2000 kelas konsumen Indonesia
sudah muncul dan terus berkembang kuat berkat pertumbuhan ekonomi selama dua dekade terakhir.
Pendapatan mereka meningkat dikarenakan dua hal: kualifikasi pendidikan mereka tinggi dan
permintaan pasar terhadap pekerja profesional terampil meningkat. Kelompok kelas konsumen ini
berperan cukup penting bagi Indonesia, yaitu meningkatkan pendapatan pajak negara dan juga
menuntut pelayanan publik yang lebih baik dan transparan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Namun di sisi lain, mereka yang berpendidikan rendah semakin sulit mengakses lapangan
kerja. Mereka terjebak dalam pekerjaan dengan gaji rendah. Banyak dari mereka adalah petani dan
nelayan di daerah pedesaan dan mereka yang bekerja di sektor informal. Karena upah mereka
naiknya lebih lambat dari gaji pekerja terampil, ketimpangan ekonomi di Indonesia melebar.
Referensi

Kementrian Komunikasi dan Informatika et all (2019) Perkembangan Ekonomi Digital di


Indonesia: Strategi dan Sektor Potensial, Jakarta, Indonesia: Puslitbang Aptika dan IKP.
Pahlevi, Andreas Syah et all (2019) Kolase Pemikiran Ekonomi Kreatif Nasional, Cetakan
pertama, Indonesia: CV Oxy Consultant
https://www.bps.go.id

https://berkas.dpr.go.id

https://www.setneg.go.id

Anda mungkin juga menyukai