Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

“HUKUM PERIKATAN”

NAMA : ABI NURYANTO

NIM : 21010164M

Kelas : 03

Group : 01

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) BIMA

KOTA BIMA TAHUN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang selalu melimpahkan
Karunianya kepada kita semua sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Sejalan
dengan dinamika bangsa ini yang masih terus mencari bentuk yang lebih baik untuk
menghasilkan generasi cerdas yang berbudi, maka saya membuat makalah ini sesuai dengan
pendekatan materi yang diberikan dengan tujuan agar para mahasiswa mampu mengembangkan
isi dari makalah ini sendiri. Dan dapat belajar tentang pembelajaran mengenai materi “HUKUM
PERIKATAN”.

Saya menyadari bahwa dalam pembuatan atau penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, untuk kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya hargai. Atas
perhatian dan tanggapan dari pembaca saya ucapkan terima kasih.

Bima, Maret 2022

ABI NURYANTO
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam bidang hukum perdata, hukum perikatan merupakan salah satu hal yang
sangat penting dan dibutuhkan dalam hubungan-hubungan hukum dibidang harta kekayaan
yang dilakukan sehari-hari.
Hukum Perikatan diatur dalam Buku III BW (Buku KUH Perdata) yang secara garis
besar dibagi atas dua bagian, yaitu pertama, perikatan pada umumnya dan, baik yang lahir
dari undang-undang dan yang kedua, adalah perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian
tertentu.
Ketentuan tentang perikatan pada umumnya ini berlaku juga terhadap perikatan
yang lahir dari perjanjian tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa, perjanjian kerjasama,
pinjam-meminjam, dan lainnya.
Suatu perjanjian sudah pasti termasuk kedalam Perikatan, tetepi suatu Perikatan
belum tentu termasuk dalam sebuah perjanjian.
Dalam membuat suatu perjanjian ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu
azaz-azaz dalam melakukan suatu perjanjian, syarat sah nya suatu perjanjian, unsur-unsur
suatu perjanjian, agar dapat menjadi suatu perjanjian yang kuat didalam hukum.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat penulis buat identifikasi sebagai
berikut :
1. Apa definisi dari Hukum Perikatan ?
2. Bagaimana Hukum Perikatan dalam tradisi common law dan civil law?
3. Jelaskan dasar – dasar Hukum Perikatan?
4. Apa perbedaan antara Perjanjian dengan Perikatan?
5. Apa yang anda ketahui tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku
Ketiga?
6. Apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup Hukum Perikatan?
7. Azaz-Azaz apa yang terkandung dalam Hukum Perikatan?
8. Apa saja yang termasuk dalam unsur-unsur Hukum Perikatan?
BAB 2

TINJAUAN UMUM

A. Pengertian Perikatan

Hukum Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih
didalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang
lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi.

Hukum perikatan yang dalam bahasa belanda dikenal dengan sebutan


verbintenis, yang merupakan pengambilalihan dari kata “obligation” dalam Code
Civil Perancis. Dengan demikian berarti perikatan adalah kewajiban pada salah satu
pihak dalam hubungan hukum perikatan tersebut.

Hukum perikatan juga mengatur suatu hubungan hukum yang tidak


bersumber dari suatu persetujuan atau perjanjian. Hukum perikatan yang demikian
timbul dari adanya perbuatan melanggar hukum “onrechtmatigedaad” dan perikataan
yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan
persetujuan “zaakwaarneming”.

Sementara pengertian hukum perikatan yang umum digunakan dalam ilmu


hukum adalah: “Suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua
orang yang memberi hak kepada pihak yang satu untuk menuntut sesuatu barang dari
pihak yang lainnya sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan untuk memenuhi
tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut adalah pihak yang berpihutang
(kreditur) sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak
berhutang (debitur) sementara barang atau sesuatu yang dapat dituntut disebut dengan
prestasi”.
B. Hukum Perikatan dalam tradisi Civil Law dan Common Law
Peranan pranata Hukum Perikatan menjadi sangat penting untuk mengakomodasi
maraknya perdagangan yang terjadi secara global. Dinamika tersebut tentu akan
menimbulkan kesulitan dalam kontrak perdagangan internasional. Kondisi yang tak
dapat disangkal adalah ketika pihak-pihak yang akan mengikatkan diri berasal dari
negara berbeda dan memiliki sistem hukum yang berbeda pula. Setiap sistem hukum
memiliki persamaan dan perbedaan baik secara fungsi maupun penamaan yang perlu
ditelaah lebih mendalam. Proses pengkajian melalui perbandingan hukum bertujuan
untuk mencapai penjelasan akan persamaan dan perbedaan antara sistem hukum
tersebut serta aplikasi dalam realita.
Sebagai perwujudan dari perjanjian, kontrak merupakan salah satu sumber
perikatan selain Hukum. Untuk meninjau hukum perikatan antara Civil Law dan
Common Law, maka dapat dibantu dengan skema stistem hukum perikatan
keduanya.

Bagan Skema Sistem Civil Law dalam Hukum Perikatan :

Perjanjian

Perikatan Hukum Saja


Perbuatan sesuai
Hukum
Hukum
Hukum disertai
perbuatan
manusia Perbuatan
Melawan
Hukum

Skema tersebut dapat dijelaskan bahwa, perikatan merupakan hubungan hukum


antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan akibat hukum berupa pemenuhan hak dan
kewajiban (prestasi) pada masing-masing pihak, dalam bidang hukum harta kekayaan..
Prestasi dapat berupa menyerahkan suatu benda; berbuat sesuatu; dan tidak berbuat
sesuatu. Berdasarkan skema tersebut perikatan merupakan hasil dari perjanjian/ kontrak
dan/ atau hukum, maka perjanjian/ kontrak dan/ atau hukum merupakan sumber dari
terjadinya perikatan1. Namun tentu terdapat perbedaan terhadap pola pemikiran terjadinya
perikatan, mengingat sumber hukum Civil Law dan Common Law memiliki penekanan
yang berbeda dengan pola pembentukan yang juga berbeda.

Dari kedua skema tersebut, terlihat perbedaan antara perbuatan sesuai hukum
dengan quasi contract dan unsur lainnya adalah sama.

 Civil Law
Prinsip “sesuai hukum” meliputi zaakwarneming berdasarkan Pasal 1354 BW
dan quantum meruit berdasarkan Pasal 1359 BW2. Zaakwarneming merupakan
perikatan yang terjadi berdasarkan hukum karena salah satu pihak mengikatkan diri
secara sukarela mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa sepengetahuan orang
yang diwakilinya. Karena telah terjadi perikatan, maka pihak yang melakukan
kepengurusan tersebut wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan tersebut,
hingga pihak yang diwakilinya dapat mengerjakan sendiri urusan tersebut.
Pengurusan terhadap kepentingan orang lain tidaklah melawan hukum, namun
pelaku perbuatan tersebut menjadi terikat untuk menyelesaikannya hingga yang
bersangkutan dapat menyelesaikannya sendiri. Sementara quantum meruit
merupakan pembayaran yang tidak diwajibkan, di mana suatu pemenuhan
kewajiban yang sebenarnya tidak ditetapkan sebagai kewajiban di dalam perikatan.
Pemenuhan kewajiban tersebut berhak untuk menuntut kembali prestasi yang telah
dipenuhinya dan pihak yang menerima wajib mengembalikannya.

 Common Law
Dalam quasi contract, hukum menyediakan mekanisme untuk mengandaikan
adanya suatu kontrak yang sebenarnya tidak pernah dibuat untuk memulihkan suatu
keadaan yang merugikan suatu pihak secara tidak adil. Melihat definisi dari quasi
contract, maka sangat identik dengan quantum meruit dalam Pasal 1359 BW namun
tidak sama dengan zaakwarneming. Pandangan berdasarkan sumber perikatan
menghasilkan persamaan dan perbedaan yang telah dipaparkan terhadap perikatan
1

2
dalam Civil Law dan Common Law. Namun penulis merasa kecewa karena tidak
dapat menemukan literatur penjelasan berkaitan dengan kehadiran zaakwarneming
dalam Civil Law dan tidak dapat menemukan literatur mengenai ketiadaan ataupun
ke-ada-an dari zaakwarneming dalam Common Law.

C. Dasar – Dasar Hukum Perikatan


Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan
undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-
undang melulu dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan
manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang
melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah
sebagai berikut :
 Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
 Perikatan yang timbul dari undang-undang.
 Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar
hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming).

Sedangkan perikatan berdasarkan undang-undang juga memiliki 3 sumber yaitu :

1. Perikatan (Pasal 1233 KUH Perdata) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan
atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan (Pasal 1313 KUH Perdata) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan
dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang (Pasal 1352 KUH Perdata) : Perikatan yang lahir karena undang-
undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat
perbuatan orang.

D. Perbedaan Perjanjian dengan Perikatan


Perikatan adalah suatu hubungan hukum diantara dua orang atau dua pihak,
dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak
yang lainnya itu berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak
menuntut dinamakan kreditur (si berpiutang), sedangkan pihak lainnya yang
berkewajiban memenuhi tuntutan itu dinamakan debitur (si berhutang).
Suatu perikatan bisa timbul baik karena perjanjian maupun karena undangundang
– UU dan perjanjian adalah sumber perikatan. Dalam suatu perjanjian, para pihak
yang menandatanganinya sengaja menghendaki adanya hubungan hukum diantara
mereka – menghendaki adanya perikatan. Motivasi tindakan para pihak adalah untuk
memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang akan mengatur hubungan mereka,
sehingga inisiatif munculnya hak dan kewajiban perikatan itu ada pada mereka
sendiri.
Beda halnya dengan perikatan yang bersumber pada undang-undang, dimana hak
dan kewajiban yang muncul bukan merupakan motivasi para pihak melainkan karena
undang-undang mengaturnya demikian. Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu “suatu perbuatan yang mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu hubungan hukum, perjanjian
merupakan suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum itulah yang menimbulkan
adanya hubungan hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian
merupakan sumber perikatan.

PERJANJIAN PERIKATAN

 Hak dan kewajiban sama  KREDITOR MEMBERIKAN UNTUK

MENDAPAT PRESTASI SEDANGKAN

DEBITOR MEMBERIKAN PRESTASI

 Ada kesetaraan dan  TIDAK ADA KESETARAAN

keseimbangan

 Sudah pasti perikatan  SUATU PERIKATAN BELUM TENTU


PERJANJIAN

E. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III

Buku III tentang perikatan memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-hak

dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak

tertentu.

Dalam buku III kitab undang-undang hukum perdata berisi tentang pengaturan

mengenai perikatan. Pada pasal 1233 kitab undang-undang hukum perdata bahwa

tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan,baik karena undangundang.BW

(K.U.H. Perdata) sebagai undang-undang mulai berlaku atau diumumkan secara resmi

pada tanggal 30 April 1847 (St. No.23/1847).Dari tahun pengundangannya jelas dapat

kita ketahui,BW yang dalam Buku III mengatur Hukum Perjanjian adalah undang-

undang produk kolonial Belanda.

Buku III ini terdiri dari 18 BAB yang rincinya dapat digambarkan melalui tabel

yang disusun agar lebih mudah memahami sistematika bab per bab dalam buku ketiga

ini.

BAB PERIHAL PASAL YANG DIATUR PENJELASAN


Bagian kesatu, pasal 1233-
ketentuan-ketentuan umum
1234.
Bagian kedua, pasal 1235-
1238.( pasal 1238 tidak
tentang perikatan-perikatan
berlaku lagi
untuk memberikan sesuatu.
tentang perikatan- berdasarkan SEMA Nomor 3
BAB
perikatan Tahun 1963)
1
umumnya.
Bagian ketiga, pasal 1239- tentang perikatan-perikatan
1242. untuk memberikan sesuatu.

tentang penggantian biaya, rugi,


Bagian keempat, pasal 1243-
dan bunga karena tidak
1252.
dipenuhinya suatu perikatan.
Bagian kelima, pasal 1253- tentang perikatan-perikatan
1267. bersyarat.
Bagian keenam, pasal 1268- tentang perikatan-perikatan
1271. dengan ketetapan waktu.

tentang perikatan-perikatan
Bagian ketujuh, pasal 1272-
mama suka atau perikatan yang
1277.
boleh dipilih.

tentang perikatan-perikatan
Bagian kedelapan, pasal 1278-
tanggung renteng atau tanggung
1295.
menanggung.
tentang perikatan-perikatan
Bagian kesembilan, pasal yang dapat dibagi-bagi dan
1296-1303. perikatan-perikatan yang tak
dapat dibagi-bagi.
tentang perikatan-perikatan
Bagian kesepuluh 1304-1312.
dengan ancaman hukuman.
Bagian kesatu, pasal 1313-
ketentuan-ketentuan umum.
1319.
tentang perikatan- tentang syarat-syarat yang
Bagian kedua, pasal 1320-
perikatan yang diperlukan untuk sahnya suatu
BAB 1337.
dilahirkan dari perjanjian.
2
kontrak atau
Bagian ketiga, pasal 1338-
persetujuan. tentang akibat suatu perjanjian.
1341.
Bagian keempat, pasal 1342- tentang penafsiran suatu
1351. perjanjian.
 mengatur tentang beberapa
jenis perikatan, yaitu
tentang perikatan-
zaakwaarnaming,
BAB perikatan yang
Diatur dalam pasal 1352-1380. onverschuldigde betaling dan
3 dilahirkan demi
onrechtmatige daad. Selain itu,
undang-undang.
juga disinggung tentang
natuutlifjke verbintenis.
 Hal-hal yang mengakibatkan
pasal 1381. terhapusnya perikatan dalam
BW.
Bagian kesatu, pasal 1382-
tentang pembayaran.
1403.
BAB tentang hapusnya
4 perikatan-perikatan. tentang penawaran pembayaran
Bagia kedua, pasal 1404-1412. tunai, diikuti oleh:penyimpanan
atau penitipan.

Bagian ketiga, pasal 1413-


tentang pembaharuan utang.
1424.
Bagian keempat, pasal 1425- tentang kompensasi atau
1435. perjumpaan utang.
Bagian kelima, pasal 1436-
tentang pencampuran utang.
1437.
Bagian keenam, pasal 1438-
tentang pembebasan utang.
1443.
Bagian ketujuh, pasal 1444- tentang musnahnya barang
1445. yang terutang.
Bagian kedelpan, pasal 1446- tentang kebatalan dan
1456. pembatalan perikatan-perikatan.
Bagian kesatu, pasal 1457-
1472. (pasal 1460 tidak
berlaku lagi ketentuan-ketentuan umum.
berdasarkan SEMA Nomor 3
Tahun 1963)
Bagian kedua, pasal 1473- tentang kewajiban-kewajiban si
1512. (pasal 1479 dicabut) penjual.
BAB Bagian ketiga, pasal 1513-
tentang jual-beli. tentang kewajiban si pembeli.
5 1518.
Bagian keempat 1519-1532. tentang hak membeli kembali.

ketentuan-ketentuan khusus
Bagian kelima, pasal 1533-
mengenai jual-beli piutang dan
1540.
lain-lain hak tak bertubuh.

BAB tentang tukar-  ketentuan-ketentuan umum,


Diatur dalam pasal 1541-1546.
6 menukar. kewajiban pihak yang terlibat.
Bagian kesatu, pasal 1547-
1549. (pasal 1547&1549 ketentuan-ketentuan umum.
dihapuskan)
Bagian kedua, pasal 1550-
tentang aturan-aturan yang
1580.(pasal 1568 dihapuskan;
sama-sama berlaku terhadap
pasal 1579 tidak berlaku lagi
penyewaan rumah dan
BAB tentang sewa- berdasarkan SEMA Nomor 3
penyewaan tanah.
7 menyewa. Tahun 1963)
tentang aturan-aturan yang
Bagian ketiga, pasal 1581-
khusus berlaku bagi sewa
1587.
rumah dan perabot rumah.
Bagian keempat, pasal 1588- tentang aturan-aturan yang
1600. (tidak berlaku lagi khusus berlaku bagi sewa
karena dicabut oleh UUPA) tanah.
tentang Bagian kesatu, pasal 1601-
ketentuan-ketentuan umum.
BAB persetujuan- 1601 c.
7A persetujuan untuk Bagian kedua, 1601d-1601 y. tentang perjanjian perburuhan
melakukan (pasal 1601y dihapuskan) umumnya.
Bagian ketiga, pasal 1602-
tentang kewajiban majikan.
1602 z
Bagian keempat, pasal 1603-
tentang kewajiban buruh.
1603d.

tentang bermacam-macam cara


pekerjaan. Bagian kelima, pasal 1603e-
berakhirnya hubungan kerja,
1603z)
yang diterbitkan dari perjanjian.

Bagian keenam, pasal 1604- tentang pemborongan


1617. pekerjaan.
Bagian kesatu, pasal 1618-
ketentuan-ketentuan umum.
1623.
Bagian kedua, pasal 1624-
1641. (pasal 1630x ayat 1 dan
tentang perikatan-perikatan
2 tidak berlaku lagi
antar para sekutu.
berdasarkan SEMA Nomor 3
BAB
tentang perseroan. Tahun 1963)
8
tentang perikatan-perikatan
Bagian ketiga, pasal 1642-
para sekutu terhadap orang-
1645.
orang ketiga.

tentang bermacam-macam cara


Bagian keempat,1646-1652.
berakhirnya persekutuan.

 Sahnya perkumpulan,
kepengurusan perkumpulan,
BAB tentang
Diatur dalam pasal 1653-1665. surat pendirian, hak dan
9 perkumpulan.
kewajiban anggota, berakhirnya
suatu perkumpulan.
Bagian kesatu, pasal 1666-
ketentuan-ketentuan umum.
1675.

tentang kecakapan untuk


Bagian kedua, pasal 1676- memberikan sesuatu sebagai
1681. hibah, dan untuk menikmati
keuntungan dari suatu hibah.
BAB
tentang hibah.
10
Bagian ketiga, pasal 1682-
1687. (Pasal 1682 tidak tentang cara menghibahkan
berlaku lagi berdasarkan sesuatu.
SEMA Nomor 3 Tahun 1963)
Bagian keempat, pasal 1688- tentang penarikan kembali dan
1693. penghapusan hibah.
tentang penitipan barang pada
Bagian kesatu, pasal 1694-
umumnya, dan tentang berbagai
1695.
macam penitipan.
BAB tentang penitipan
11 barang. Bagian kedua, pasal 1696- tentang penitipan barang yang
1729. (pasal 1700 dihapuskan) sejati.
Bagian ketiga, pasal 1730- tentang sekestrasi dan berbagai
1739. macam-macamnya.
Bagian kesatu, pasal 1740-
ketentuan-ketentuan umum.
1743.
tentang kewajiban-kewajiban
Bagian kedua, pasal 1744-
BAB tentang pinjam seorang yang menerima
1749.
12 pakai. pinjaman sesuatu.

Bagian ketiga, pasal 1750- tentang kewajiban-kewajiban


1753. orang yang meminjamkan.
Bagian kesatu, pasal 1754-
ketentuan-ketentuan umum.
1758.
Bagian kedua, pasal 1759- tentang kewajiban-kewajiban
BAB tentang pinjam 1762. orang yang meminjamkan.
13 mengganti.
Bagian ketiga, pasal 1763- tentang kewajiban-kewajiban si
1764. peminjam.
Bagian keempat, pasal 1765- tentang meminjamkan dengan
1769. bunga.
 ketentuan umum,
pengangsuran utang dan
BAB tentang bunga tetap
Diatur dalam pasal 1770-1773. tenggatnya, keterpaksaan
14 atau bunga abadi.
mengembalikan uang pokok,
kebebasan dari utang.
Bagian kesatu, pasal 1774. ketentuan-ketentuan umum.

BAB tentang persetujuan Bagian kedua, pasal 1775- tentang perjanjian bunga cagak
15 untung-untungan. 1787. (pasal 1783 dihapuskan) hidup dan akibat-akibatnya.
Bagian ketiga, pasal 1788- tentang perjudian dan
1791. pertaruhan.
Bagian kesatu, pasal 1792-
tentang sifat pemberian kuasa.
1799.
Bagian kedua, pasal 1800- tentang kewajiban-kewajiban si
BAB tentang pemberian
1806. kuasa.
16 kuasa.
Bagian ketiga, pasal 1807- tentang kewajiban-kewajiban si
1812. pemberi kuasa.
Bagian keempat, pasal 1813- tentang bermacam-macam cara
1819. berakhirnya pemberian kuasa.

Bagian kesatu, pasal 1820-


tentang sifat penanggungan.
1830. (pasal 1828 dihapuskan)
tentang akibat-akibat
Bagian kedua, pasal 1831-
penanggungan antara si
1838.
berutang dan si penanggung.
BAB tentang
17 penanggungan. tentang akibat-akibat
Bagian ketiga, pasal 1839- penanggungan antara si
1844. berutang dan si penanggung,
dan antara penanggung sendiri.

Bagian keempat, pasal 1845- tentang hapusnya


1850. penanggungan utang.
 tetntang ketentuan umum, cara
BAB mengadakan perdamaian, ranah
tentang perdamaian. Diatur dalam pasal 1851-1864.
18 perdamaian, pihak yang
berdamai, batalnya perdamaian,

F. Ruang Lingkup Hukum Perikatan


Yang termasuk kedalam ruang lingkup hukum perikatan adalah :
1. Perikatan pada umumnya meliputi :
 Pengaturan hukum perikatan
 Pengertian-pengertian hukum perikatan
 Subjek perikatan.
 Objek perikatan.
 Sumber perikatan.
 Jenis-jenis perikatan.
2. Perikatan yang bersumber dari perjanjian :
 Pengertian perjanjian.
 Syarat sahnya perjanjian.
 Unsur-unsur perjanjian.
 Jenis perjanjian.
 Akibat hukum suatu perjanjian.
 Hapusnya perjanjian.
3. Perikatan yang bersumber dari undang-undang :
 Perikatan yang lahir dari undang-undang saja.
 Perikatan yang lahir dari undang-undang karena peruatan manusia yang sah.
 Perbuatan melawan hukum meliputi Pengaturan, Pengertian, Unsur-unsur,
Akibat hukum.
4. Perjanjian tertentu atau bernama :
 Jual beli.
 Sewa menyewa.
 Pemberian kuasa.

G. Asas – Asas Hukum Perikatan


Di dalam hukum perikatan, dikenal dengan tiga asas penting yaitu :
1. Asas Konsensualisme
Perkataan konsekualisme berasal dari perkataan latin consensus yang
berarti sepakat. Arti asas konsensualisme pada dasarnya perjanjian dan perikatan
yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.
Sedangkan asas konsensualisme sebagaimana yang telah di simpulkan dalam
pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi: “Untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat:
- Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
- Suatu hal tertentu
- Suatu sebab yang halal.
Dalam angka satu pasal tersebut, “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya”
mengandung makna bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara
formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan dua belah pihak.
2. Asas Pacta Sunt Servanda
Ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Hal ini dapat disimpulkan
dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang”. Dalam perkembangannya, asas Pacta
Sunt Servanda diberi arti Pactum yang berarti sepakat tidak perlu dikuatkan
dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan Nudus Pactum sudah
cukup dengan sepakat saja.
3. Asas Kebebasan Berkontrak
Dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang
berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka”. Asas kebebasan Berkontrak adalah suatu asas yang
memberikan suatu kebebasan kepada para pihak untuk:
- Membuat atau tidak membuat perjanjian
- Mengadakan perjanjian dengan siapapun
- Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
- Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Disamping ketiga asas itu, di dalam lokakarya hukum perikatan yang
diselenggarakan oleh Badan Pembina Hukum Nasional, Departemen Kehakiman
dari tanggal 17-19 November 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum
perikatan Nasional, yaitu :
- Asas Kepercayaan
- Asas Persamaan Hukum
- Asas Keseimbangan
- Asas Kepastian Hukum
- Asas Moral
- Asas Kepatuhan
- Asas Kebiasaan, dan
- Asas Perlindungan.
H. Unsur-unsur Hukum Perikatan
Hukum perikatan memiliki beberapa unsur, berikut adalah unsur-unsur dari
hukum perikatan :
1. Subjek perikatan
Subjek perikatan disebut juga pelaku perikatan. Perikatan yang dimaksud
meliputi perikatan yang terjadi karena perjanjian dan karena ketentuan Undang-
Undang. Pelaku perikatan terdiri atas manusia pribadi dan dapat juga badan
hukum atau persekutuan. Setiap pelaku perikatan yang mengadakan perikatan
harus :
 Ada kebebasan menyatakan kehendaknya sendiri
 Tidak ada paksaan dari pihak manapun
 Tidak ada penipuan dari salah satu pihak, dan
 Tidak ada kekhilafan pihak-pihak yang bersangkutan
2. Wenang berbuat
Setiap pihak dalam dalam perikatan harus wenang berbuat menurut hukum
dalam mencapai persetujuan kehendak (ijab kabul). Persetujuan kehendak adalah
pernyataan saling memberi dan menerima secara riil dalam bentuk tindakan
nyata, pihak yang satu menyatakan memberi sesuatau kepada yang dan menerima
seseuatu dari pihak lain. Dengan kata lain, persetujuan kehendak (ijab kabul)
adalah pernyataan saling memberi dan menerima secara riil yang mengikat kedua
pihak. Setiap hak dalam perikatan harus memenuhi syarat-syarat wenang berbuat
menurut hukum yang ditentukan oleh undang-undang sebagai berikut:
 Sudah dewasa, artinya sudah berumur 21 tahun penuh
 Walaupun belum dewasa, tetapi sudah pernah menikah
 Dalam keadaan sehat akal (tidak gila)
 Tidak berada dibawah pengampuan
 Memiliki surat kuasa jika mewakili pihak lain.

Persetujuan pihak merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak


untuk saling memenuhi kewajiban dan saling memperoleh hak dalam setiap
perikatan. Persetujuan kehendak juga menetukan saat kedua pihak mengakhiri
perikatan karena tujuan pihak sudah tercapai. Oleh sebab itu, dapat dinyatakan
bahwa perikatan menurut sistem hukum prdata, baru dalam taraf menimbulkan
kewajiban dan hak pihak-pihak, sedangkan persetujuan kehendak adalah
pelaksanaan atau realisasi kewajiban dan pihak-pihak sehingga kedua belah pihak
memperoleh hak masing-masing. Bagaimana jika halnya salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya sehingga pihak lainnya tidak memperoleh hak dalam
perikatan? dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pihak yang tidak memenuhi
kewajibannya itu telah melakukan wanprestasi yang merugikan pihak lain.
Dengan kata lain, perjanjian tersebut dilanggar oleh salah satu pihak.

3. Objek perikatan
Objek perikatan dalam hukum perdata selalu berupa benda. Benda adalah
setiap barang dan hak halal yang dapat dimiliki dan dinikmati orang. Dapat
dimilik dan dinikmati orang maksudnya memberi manfaat atau mendatangkan
keuntungan secara halal bagi orang yang memilikinya.Benda objek perikatan
dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah
benda yang dapat diangkat dan dipindahkan, seperti motor, mobil, hewan ternak.
Sedangkan benda tidak bergerak adalah benda yang tidak dapat dipindahkan dan
diangkat, seperti rumah, gedung. Apabila benda dijadikan objek perikatan, benda
tersebut harus memenuhi syarat seperti yang ditetapkan oleh undang-undang.
Syarat-syarat tersebut adalah :
 Benda dalam perdagangan
 Benda tertentu atau tidak dapat ditentukan
 Benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
 Benda tersebut tidak dilarang oleh Undang-Undang atau benda halal
 Benda tersebut ada pemiliknya dan dalam pengawasan pemiliknya
 Benda tersebut dapat diserahkan oleh pemiliknya
 Benda itu dalam penguasaan pihak lain berdasar alas hak sah.

I. Tujuan Perikatan
Tujuan pihak-pihak mengadakan perikatan adalah terpenuhinya prestasi bagi
kedua belah pihak. Prestasi yang dimaksud harus halal, artinya tidak dilarang
Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan
dengan kesusilaan masyarakat. Prestasi tersebut dapat berbentuk kewajiban
memberikan sesuatu, kewajiban melakukan sesuatu (jasa), atau kewajiban tidak
melakukan sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).
BAB III

CONTOH KASUS HUKUM PERIKATAN

Berikut adalah contoh Hukum Perikatan dalam hal Perjanjian Kerja Sama antar
pemegang saham :
SURAT PERJANJIAN KERJASAMA
ANTAR PEMEGANG SAHAM
HARDEN

Pada hari ini, hari Senin tanggal 17 bulan April tahun 2017, kami yang
bertanda tangan dibawah ini:

1. Nama : XXX
No. KTP/Identitas : XXX
Alamat : XXX
Bertindak selaku atas nama diri sendiri, selanjutnya dalam perjanjian ini
disebut PIHAK PERTAMA;

2. Nama : XXX
No. KTP/Identitas : XXX
Alamat : XXX
Bertindak selaku atas nama diri sendiri, selanjutnya dalam perjanjian ini
disebut PIHAK KEDUA;

3. Nama : XXX
No. KTP/Identitas : XXX
Alamat : XXX
Bertindak selaku atas nama diri sendiri, selanjutnya dalam perjanjian ini
disebut PIHAK KETIGA;
4. Nama : XXX
No. KTP/Identitas : XXX
Alamat : XXX
Bertindak selaku atas nama diri sendiri, selanjutnya dalam perjanjian ini
disebut PIHAK KEEMPAT;
- Untuk selanjutnya di sebut “PARA PIHAK”.

Para pihak sepakat untuk membuat perjanjian dengan ketentuan dan


syarat sebagai berikut :

PASAL 1
KETENTUAN UMUM
1. Para Pihak adalah selaku pemilik modal yang menyerahkan sejumlah
tenaga dan uang tertentu untuk dipergunakan sebagai modal usaha
untuk jenis usaha Retail Fashion.
2. Para Pihak akan mendapatkan keuntungan bagi hasil usaha menurut
persentase keuntungan yang telah disepakati bersama sebagaimana
diatur dalam Pasal 7 ayat 2.
3. Masing-masing pihak memiliki andil dalam usaha ini, baik modal
maupun tenaga yang besar maupun pembagiannya.

PASAL 2
NAMA DAN TEMPAT USAHA
Usaha dagang ini adalah usaha penjualan dalam bidang Retail Fashion dengan
nama “XXX” yang berkedudukan di Jakarta.

PASAL 3
MAKSUD DAN TUJUAN
1. Melakukan usaha yang bergerak dalam bidang Perdagangan Retail
Fashion dalam arti seluas-luasnya, termasuk perdagangan Jam Tangan
dan segala jenis yang berkaitan dengan Fashion.
2. Melakukan usaha yang bergerak dalam bidang Industri Retail Fashion
dalam arti yang seluas-luasnya.

PASAL 4
RUANG LINGKUP
1. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas tadi, maka usaha
dagang ini berhak untuk menjalankan semua dan segala usaha-usaha
serta tindakan yang berhubungan langsung dengan maksud dan tujuan
tersebut di atas tadi, asal dapat memperoleh keuntungan yang sah dan
halal.
2. Rapat Umum Pemegang Saham akan dilaksanan setiap 3 bulan pada
tahun pertama dan untuk seterusnya akan dilaksanakan setiap 6 bulan,
dimana dalam prosesnya dapat dirumuskan kondisi dan hasil usaha
selama periode berlangsung beserta penyelesaian masalah apabila
terjadi sesuatu.
3. Pengadaan Rapat Umum selain Rapat Umum Pemegang Saham dapat
dilakukan apabila dianggap perlu oleh minimal salah satu Pihak
Pertama atau Kedua menyetujui.

PASAL 5
MODAL USAHA
1. Besar uang yang disetorkan Pihak Keempat adalah sebesar
Rp.72.750.000, - (Tujuh Puluh Dua Juta Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu
Rupiah).
2. Pihak Pertama, Kedua dan Ketiga berjanji akan menyetorkan modal awal
dengan nominal mengikuti jumlah sesuai dengan kebutuhan produksi
HARDEN atau sebesar Rp.100.000.000, - (Seratus Juta Rupiah) dengan
ketentuan mengikuti jadwal pembayaran produksi.
3. Sisa modal awal yang tertuang dalam pasal 5 ayat 2 harus sesegera
mungkin disetorkan oleh Pihak Pertama, Kedua dan Ketiga paling
lambat 1 (satu) bulan setelah Pihak Keempat menyetorkan modal
tersebut.

PASAL 6
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
1. Pihak Pertama dan Kedua akan menjadi perwakilan dalam pengambilan
keputusan dan akan mengambil tindakan tertentu sebagai respon
terhadap peluang atau masalah yang dihadapi. Segala keputusan yang
dibuat dan dilakukan Pihak Pertama dan Kedua harus bertujuan untuk
menghasilkan keuntungan dan manfaat bagi HARDEN.
2. Pengambilan keputusan sebagai respon terhadap masalah yang dibuat
dan dilakukan Pihak Pertama dan Kedua tentu saja bertujuan untuk
mengatasi masalah atau hambatan yang mengancam kinerja HARDEN.
3. Pengambilan keputusan dapat dilakukan sepihak oleh Pihak Pertama
dan Kedua dengan berlandaskan justifikasi dan kondisi yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada perusahaan.

PASAL 7
KEUNTUNGAN
1. Keuntungan usaha adalah keuntungan bersih (Nett Profit), berupa
keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha (Cash Profit).
2. Persentase keuntungan usaha untuk Pihak Pertama adalah sebesar
25%, sedangkan Pihak Kedua, Pihak Ketiga dan Pihak Keempat adalah
masing-masing sebesar 22.5% dari keuntungan yang dapat dibagikan
kepada seluruh pemegang saham setelah semua tanggung jawab
terpenuhi.
3. Sisa persentase keuntungan sebesar 7.5% saham dibiarkan kosong.
4. 2.5% dari sisa persentase keuntungan yang dimaksudkan dalam pasal 7
ayat 3 ini diberikan kepada Head of Operational.
5. Pada periode awal, Pihak Kedua ditunjuk sebagai Head of Operational
“HARDEN” dengan periode tidak ditentukan sampai dinyatakan perlu
untuk diganti oleh para pemegang saham.
6. Pembagian Keuntungan diatas ditentukan oleh persetujuan bersama
dengan melihat kondisi usaha, selama 1 (satu) tahun pertama, akan
diadakan rapat per 3 (tiga) bulan untuk pembahasan keuntungan bersih
yang dimiliki oleh HARDEN.
7. Keuntungan tersebut dapat diberikan melalui transfer rekening antar
bank yang telah ditunjuk/disepakati atau dapat berupa pemberian cash
secara langsung kepada seluruh pihak dengan bukti dokumen yang
ditentukan.

PASAL 8
KERUGIAN
1. Jika terjadi kerugian usaha yang disebabkan oleh suatu hal diluar
kesalahan Pihak manapun sebagaimana hal itu terjadi maka ditanggung
oleh seluruh pihak dengan ketentuan, seluruh Pihak akan menerima
pengembalian modal setelah dikurangi dari jumlah kerugian yang
diderita dan pengembalian hutang atau tanggung jawab perusahaan.
2. Jika terjadi kerugian usaha yang disebabkan kelalaian oleh masing –
masing Pihak, maka akan diselesaikan secara musyawarah melalui
RUPS sesuiai dengan Pasal 4 Ayat 3.

PASAL 9
JANGKA WAKTU KERJASAMA
1. Masa berlaku kontrak ini adalah dengan jangka waktu yang tidak
ditentukan lamanya, dan telah dimulai sejak saat ditandatanganinya
kontrak kerjasama ini.
2. Kontrak dapat diperpanjang waktunya dan/atau ditambahkan nilai
uang pokok investasi yang diatur dalam kontrak Baru dan/atau
addendum kontrak, atas kesepakatan para pihak.

PASAL 10
AHLI WARIS
Apabila Para Pihak sebagai pengelola investasi dalam masa Kontrak
mengalami halangan tetap atau meninggal dunia sehingga tidak bisa
melanjutkan atau mengelola usaha ini, maka segala urusan yang mengikat
dalam Kontrak ini akan dilanjutkan oleh ahli waris atau kuasa yang ditunjuk
(secara tertulis) berdasarkan kesepakatan ahli waris Pihak masing-masing.

PASAL 11
KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE)
1. Yang termasuk dalam Force Majeure adalah akibat dari kejadian-kejadian
di luar kuasa dan kehendak dari para pihak diantaranya termasuk tidak
terbatas bencana alam, banjir, badai, topan, gempa bumi, kebakaran,
perang, huru-hara, pemberontakan, demonstrasi, pemogokan.
2. Jika dalam pelaksanaan perjanjian ini terhambat ataupun tertunda baik
secara keseluruhan ataupun sebagian yang dikarenakan hal-hal tersebut
dalam ayat 1 di atas, maka para pihak akan mencari solusi terbaik dengan
cara musyawarah.

PASAL 12
WANPRESTASI
1. Dalam hal salah satu pihak telah melanggar kewajibannya yang tercantum
dalam salah satu Pasal perjanjian ini, telah cukup bukti dan tanpa perlu
dibuktikan lebih lanjut, bahwa pihak yang melanggar tersebut telah
melakukan tindakan Wanprestasi.
2. Pihak yang merasa dirugikan atas tindakan Wanprestasi tersebut dalam
ayat 1 di atas, berhak meminta ganti kerugian dari pihak yang melakukan
Wanprestasi tersebut atas sejumlah kerugian yang dideritanya, kecuali
dalam hal kerugian tersebut disebabkan karena adanya suatu keadaan
memaksa seperti tercantum dalam Pasal 11.

PASAL 13
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
1. Bilamana dalam pelaksanaan perjanjian Kerjasama ini terdapat
perselisihan antara para pihak, baik dalam pelaksanaannya ataupun
penafsiran salah satu Pasal dalam perjanjian ini, maka para pihak sepakat
untuk sedapat mungkin menyelesaikannya dengan cara musyawarah.
2. Apabila musyawarah telah dilakukan, namun ternyata tidak berhasil suatu
kemufakatan, maka para pihak sepakat bahwa semua sengketa yang
timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan pada Kantor Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

PASAL 14
ATURAN PENUTUP
Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam perjanjian ini,
apabila dikemudian hari dibutuhkan dan dipandang perlu akan ditetapkan
tersendiri secara musyawarah dan selanjutnya akan ditetapkan secara tertulis
dalam suatu Addendum yang berlaku mengikat untuk seluruh pihak, dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Kontrak ini.
Demikian perjanjian ini dibuat dengan itikad baik untuk dipatuhi dan
dilaksanakan oleh para pihak. Segera setelah kontrak ini dibuat, para pihak
menandatangani kontrak ini diatas materai, dalam keadaan sehat jasmani dan
rohani serta tanpa adanya unsur paksaan dari pihak manapun dan perjanjian
ini mempunyai kekuatan hukum yang sama untuk dipergunakan
sebagaimana mestinya.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Melihat dari kasus pada BAB III dapat kita simpulkan hubungan hukumnya
sebagai berikut :

 Peristiwa Hukum
Peristiwa hukum dalam hal ini adalah perbuatan manusia untuk melakukan
perbuatan hukum, ada para pihak sebagai subjek hukum yang cakap melakukan
perjanjian kerjasama di bindang fashion yang di dalamnya termuat ketentuan-
ketentuan mengenai ketentuan umum, nama dan tempat usaha, maksud dan
tujuan, ruang lingkup, modal usaha sampai dengan penyelesaian perselisihan.
 Perbuatan Hukum
Parah Pihak tersebut diatas dianggap telah malakukan perbuatan hukum ketika
menandatangai perjanjian yang telah mereka buat dan sepakati bersama.
 Keadaan Hukum
Suatu perbuatan perbuatan atau peristiwa yang menunjukan eksistensinya,
memuat tanggal dan tempat dimana perjanjian hukum tersebut di buat.

B. Saran
Dalam hal ini penulis memberikan saran, bahwa terhadap setiap perikatan atau
perjajian yang dibuat haruslah berdasar pada ketentuan yang berlaku, dalam hal ini
sumber hukum perikatan kita adalah Kitab Undang – Undamg Hukum Perdata Buku
III. Tidak melalaikan syarat sah nya suatu perjanjian yang terkandung dalam pasal
1320 KUHPer, unsur-unsur dari suatu perjanjian serta asas – asas yang digunakan
untuk membuat suatu perjanjian.
Disisi lain terkiat dengan perbedaan tradisi hukum Civil Law dan Common Law
penulis memberikan saran terhadap pola pemikiran Civil Law yakni Hal pertama
adalah mengenai hukum. Hukum tidak dapat hanya dikatakan berasal dari undang-
undang. Pemikiran akan definisi hukum yang seperti ini sudah ketinggalan zaman.
Hukum pun haruslah berkembang sesuai dengan perkembangan, tidak stagnan
mengikuti legal positivisme yang sangat bertumpu pada undang-undang. Hukum
harus berubah dengan mencerap nilai dan pemahaman baru dalam masyarakat
mengingat kompleksitas masyarakat yang multidimensional. Semua orang, tidak
hanya pakar hukum dapat mengartikan hukum. Peristiwa ini menyebabkan hukum
sangatlah terbuka lebar dalam masyarakat dan tentunya multi penafsiran. Hukum
harus mampu lepas dari kekangan pemikiran sendiri dan keluar untuk mencari
kebenaran dari pelbagai sudut pandang. Hukum untuk masyarakat merupakan kalimat
yang tepat untuk diaplikasikan. Kalimat ini menandakan bahwa hadirnya hukum
memiliki nilai guna yang ditujukan untuk masyarakat khususnya kemanusiaan. Ius
contituendum menjadi tumpuan bagi cara pandang hukum agar tetap dinamis menilai
kemanusiaan untuk ke depannya.
Saran terhadap Civil Law, bukan ditujukan agar undang-undang tidak ada namun
lebih sebagai pengantar agar tercipta keterbukaan pandangan terhadap pembentukan
peraturan perundang-undangan. Kebiasaan yang hampir dapat dikatakan sebagai
suatu peradaban Civil Law sangatlah sulit tergantikan begitu pun dengan peradaban
Common Law. Maka perspektif hukum yang perlu dikaji adalah mencapai nilai
kegunaan, keadilan, dan kebahagiaan dalam hukum untuk pengaplikasian kepada
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Prof. Dr. Miru Ahmadi, S.H., M.S., Sakka Pati, S.H., M.H., Hukum Perikatan
Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW” (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hal. 1
Muljadi Kartini & Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 18
Johannes Gunawan dan Budiono Kusumohamidjojo, “Bahan Kuliah
Perbandingan Hukum Kontrak”, 2014.
Subekti, “Pokok-Pokok Hukum Perdata”, 1989, hal 122; Johannes Gunawan dan
Budiono Kusumohamidjojo, “Bahan Kuliah Perbandingan Hukum Kontrak”, 2014.
Subekti dan Tjitrosudibio, “Burgerlijk Wetboek/ Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata”, 1979;
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata Edisi Revisi,
Bandung: P.T. Alumni, 2010, hlm. 30.
M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, PT.Alumni, Bandung, 1986,
hlm.3.

Jurnal :

Johannes Gunawan dan Bernadette Waluyo, “Dkitat Perkuliahan Hukum


Perikatan”, hal 39; Johannes Gunawan dan Budiono Kusumohamidjojo, “Bahan Kuliah
Perbandingan Hukum”
Johannes Gunawan dan Bernadette Waluyo, “Dkitat Perkuliahan Hukum
Perikatan”, hal 39;

Anda mungkin juga menyukai