Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS KRITIS PADA


PASIEN “Multiple Organ Dysfunction”

OLEH:
KELOMPOK 6

Endang Naibaho (18301011)


Nurul Ari Atiqah Farzana (18301023)
Putri Wardani (18301024)
Vanny Ichda Riyandi (18301037)
Yefrina Fortunada (18301038)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes PAYUNG NEGERI
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Kasus Kritis pada
Pasien (Multiple Organ Dysfunction)” ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Penulis banyak mendapat bantuan dan masukkan dari beberapa pihak
untuk penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih
kepada Ibu Ns. Putri Indah Pratiwi, M. Kep. selaku dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Kritis. Makalah ini belum sempurna. Penulis menerima kritik dan
saran dari pembaca.

Pekanbaru, 02 Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................1
1.3 Tujuan..............................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum.....................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus....................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS ........................................................................3
2.1 Definisi Multiple Organ Dysfungtion.............................................................3
2.2 Etiologi Multiple Organ Dysfungtion.............................................................3
2.3 Fase – Fase Multiple Organ Dysfungtion........................................................4
2.4 Manifestasi Klinis Multiple Organ Dysfungtion.............................................5
2.5 Pemeriksaan Diagnostik Multiple Organ Dysfungtion...................................5
2.6 Penatalaksanaan Multiple Organ Dysfungtion................................................6
2.7 Asuhan Keperawatan pada Multiple Organ Dysfungtion...............................6
BAB III PEMBAHASAN KASUS.....................................................................12
3.1 Asuhan Keperawatan Kasus Multiple Organ Dysfungtion.............................12
BAB IV PENUTUP..............................................................................................19
4.1 Simpulan..........................................................................................................19
4.2 Saran................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera merupakan kenyataan yang tidak terelakkan dalam konteks
perkembangan transportasi dewasa ini. Demikian pula bencana alam dan
kejadian-kejadian akibat perbuatan manusia menyebabkan cedera yang
seringkali membawa kematian. Gagal organ multipel lama dikenal sebagai
penyebab kematian pasca trauma, meskipun belum dengan nama spesifik
seperti di atas. Kematian akibat gagal organ multipel ini biasanya didahului
oleh suatu trauma mayor. Gagal organ multipel ini sendiri didahului adanya
DIC (Dissaminated Intravascular Coagulation), SIRS (Systemic Inflamatory
Respons Syndrome), sepsis dan MODS (Multiple Organ Dysfunction
Syndrome), dimana antara ke empat  penyebab tersebut saling berhubung
antara yang satu dan yang lainnya.
Sindrom Disfungsi Organ Multipel (Multiple Organ Dysfunction
Syndrome/ MODS) didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang berubah
pada pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan
lagi tanpa intervensi. Sindrom disfungsi organ multiple (multiple organ
dysfungtion syndrome disingkat MODS) dapat terjadi pada penderita-
penderita penyakit dengan kondisi kritis atau pasca trauma berat. Perjalanan
alamiah sindrom ini meliputi perawatan yang lama diruang intensif sehingga
menghabiskan dana dan upaya yang besar. MODS memiliki angka kematian
yang tinggi, dan pada sebagian besar pasien dukungan hidup tidak akan
meningkatkan harapan hidup melainkan memperpanjang proses kematian dan
menghabiskan biaya perawatan di ruang ICU.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan rumusan masalah sebagai
berikut: “Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus kritis pada pasien
Multiple Organ Dysfunction ?”

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang Asuhan
Keperawatan pada Kasus Kritis pada Pasien Multiple Organ
Dysfunction.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui dan memahami tentang Definisi Multiple
Organ Dysfunction.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang Etiologi Multiple
Organ Dysfunction.
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang Fase – Fase Multiple
Organ Dysfuntion.
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang Manifestasi Multiple
Organ Dysfunction.
5. Untuk mengetahui dan memahami tentang Pemeriksaan
Diagnostik Multiple Organ Dysfunction.
6. Untuk mengetahui dan memahami tentang Penatalaksanaan
Multiple Organ Dysfunction.
7. Untuk mengetahui dan memahami tentang Asuhan Keperawatan
pada Multiple Organ Dysfungtion.
8. Untuk mengetahui dan memahami tentang Asuhan Keperawatan
Kasus Multiple Organ Dysfungtion.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi Multiple Organ Dysfuntion
Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) sebelumnya lebih
dikenal dengan Multiple Organ Failure (MOF) atau Multisystem Organ
Failure (MSOF) didefinisikan sebagai adanya penurunan fungsi organ pada
pasien dengan penyakit akut yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mempertahankan homeostasis tanpa intervensi, biasanya melibatkan dua atau
lebih sistem organ.

2.2 Etiologi Multiple Organ Dysfuntion


Faktor risiko utama terjadinya MODS adalah sepsis dan Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS), beratnya penyakit, shock dan
hipotensi berkepanjangan, terdapat fokus jaringan mati, trauma berat, operasi
besar, adanya gagal hati stadium akhir, infark usus, disfungsi hati, usia >65
tahun, dan  penyalahgunaan alkohol.
Jejas fisiologis dan patologis yang dapat memicu terjadinya MODS,
yaitu:
1. Infeksi:
a. Bakteraemia
b. Viraemis
c. Fungemia
d. Penyakit Rickettsia
e. Mycobacteria
f. Infeksi Protozoa
g. Infeksi Organ Padat
2. Trauma:
a. Trauma Multiple
b. Pasca Pembedahan
c. Iskemia Visceral
d. Status Epileptikus
e. Trauma Kepala

3
f. Kompartemen Sindrom
g. Perut
3. Inflamasi:
a. Pankreatitis
b. Vaskulitis
c. HIV
d. Eklampsia
e. Gagal Hati
f. Sindrom Kardiopulmonal
g. Transfusi Masif
4. Non Infeksi:
a. Kanker
b. Infus Sitokin
c. Reaksi Obat
d. Sindrom Reperfusi
e. Reaksi Transfusi
f. Sindrom Aspirasi

2.3 Fase – Fase Multiple Organ Dysfunction


a. Fase pertama : peningkatan kebutuhan volume dan alkalosis respiratorik
ringan yang diikuti dengan oliguria, hiperglikemia, dan peningkatan
kebutuhan insuliln.
b. Fase kedua : pasien menjadi takipnea, hipokapnia, dan hipoksemia,
kemudian berkembang menjadi disfungsi hati dan abnormalitas
hematologi.
c. Fase ketiga : pasien jatuh ke dalam kondisi shock dengan azotemia dan
gangguan asam basa, dengan abnormalitas koagulasi yang signifikan.
d. Fase keempat: pasien dengan vasopressor dependent dan oliguria atau
anuria, kemudian berkembang menjadi ischemic colitis dan asidosis laktat.

4
2.4 Manifestasi Multiple Organ Dysfuntion
a. Disfungsi respirasi
Disfungsi respirasi bermanifestasi sebagai takipnea; perubahan status
oksigenasi yang terlihat dari hipoksemia, penurunan rasio PaO2/FiO2 atau
kebutuhan suplementasi oksigen; hipokarbia, serta infiltrat bilateral pada
foto polos dada.
b. Disfungsi kardiovaskuler
Disfungsi kardiovaskuler memberikan manifestasi hipotensi, aritmia,
perubahan frekuensi jantung, henti jantung, perlunya dukungan inotropik
atau vasopresor, serta meningkatnya tekanan vena sentral atau tekanan
kapiler pulmonal.
c. Peningkatan kreatinin serum, penurunan volume urin (oliguria/anuria),
atau adanya penggunaan terapi pengganti ginjal (seperti dialisis) dapat
digunakan untuk memantau adanya disfungsi ginjal.
d. Disfungsi hati
Didiagnosis dengan adanya ikterik atau hiperbilirubinemia,  peningkatan
transaminase serum, laktat dehidrogenase, atau fosfatase alkali,
hipoalbuminemia, dan perpanjangan waktu protrombin.
e. Disfungsi neurologis
Terutama ditandai dengan gangguan kesadaran dan fungsi serebral.
f. Disfungsi sistem imun
Diduga terjadi dengan terjadinya infeksi nosokomial, peningkatan
leukositosis, atan leukositosis, dan gangguan aktivitas imun.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik Multiple Organ Dysfunction


Pemeriksaan diagnostic MODS bisa dilakukan dengan Pendekatan
Klinis dengan Sistem Skoring. Sistem skoring APACHE II merupakan
pengembangan dari skoring APACHE yang diajukan Knauss WA dkk pada
tahun 1985. Sistem ini mengklasifikasikan beratnya penyakit dengan
menggunakan prinsip dasar fisiologi tubuh untuk menggolongkan prognosa
penderita terhadap resiko kematian. Skor APACHE II terdiri dari 3
kelompok, yaitu skor fisiologi akut (12 variabel, dengan nilai maksimum 60),

5
skor penyakit kronis (maksimum 5), dan skor umur (maksimum 6), hingga
seluruhnya bernilai 71.

2.6 Penatalaksanaan Multiple Organ Dysfunction


Pencegahan adalah langkah yang utama dan terpenting, dilakukan
terutama  pada pasien sakit berat, karena hingga saat ini belum ditemukan
terapi yang spesifik untuk MODS. Manajemen pasien MODS yang terutama
adalah suportif, sedangkan terapi spesifik diarahkan untuk mengidentifikasi
dan menterapi penyakit dasar. Infeksi dan sepsis adalah kondisi tersering
sebagai penyebab MODS. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan investigasi
terhadap kemungkinan adanya infeksi aktif  pada setiap kasus MODS dengan
pemeriksaan kultur dari lokasi infeksi hingga dengan pemeriksaan diagnostik
lain. Strategi pencegahan yang paling efektif sekaligus merupakan strategi
terapi yang paling efektif, yakni mengatasi infeksi dan membersihkan
jaringan mati.

2.7 Asuhan Keperawatan pada Multiple Organ Dysfungtion


A. Pengkajian
1. Identitas pasien :
nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
2. Keluhan utama/alasan masuk RS: adanya Sepsis
3. Riwayat kesehatan : Riwayat kesehatan sekarang, Riwayat kesehatan
keluarga
4. Pola fungsi kesehatan :
 Aktivitas & Istirahat
- Menurunnya tenaga/kelelahan Insomnia
 Sirkulasi
- Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
- Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).

6
 Heart rate :
- Takikardi biasa terjadi
 Bunyi jantung :
- Normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi
Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal

 Kulit dan membran mukosa :


- mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
 Integritas Ego
- Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
- Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
 Makanan/Cairan
- Kehilangan selera makan, nausea
- Formasi edema/perubahan berat badan Hilang/melemahnya
bowel sounds
 Neurosensori
- Gejala truma kepala Kelambanan mental, disfungsi motorik
 Respirasi
- Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal
diffuse
 Kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
- Respirasi : rapid, swallow, grunting Peningkatan kerja nafas ;
penggunaan otot bantu pernafasan seperti retraksi intercostal
atau substernal, nasal flaring, meskipun kadar oksigen tinggi.
 Suara nafas
- biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi, dan
suara nafas bronchial
 Perkusi dada :
- Dull diatas area konsolidasi Penurunan dan tidak seimbangnya
ekpansi dada. Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada
yang ditemukan dengan cara palpasi. Sputum encer, berbusa
Pallor atau cyanosis Penurunan kesadaran, confusion

7
 Rasa aman
- Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah,
episode anaplastik
 Seksualitas
- Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia
 Kebutuhan belajar
- Riwayat ingesti obat/overdosis\ Discharge Plan :
Ketergantungan sebagai efek dari kerusakan pulmonal,
mungkin membutuhkan asisten saat bepergian, shopping, self-
care
3. Study Diagnostik

- Chest X-Ray
- ABGs/Analisa gas darah
- Pulmonary Function Test
- Shunt Measurement (Qs/Qt)
- Alveolar-Arterial Gradient (A-a gradient)
- Lactic Acid Level
B. Diagnosa Keperawatan
a. Bersiah Bersiahan jalan nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukran gas b.d ketidakseimbangan Gangguan
pertukran gas
C. Rencana Keperawatan
D. Implementasi keperawatan

E. Evaluasi keperawata

8
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Asuhan Keperawatan Kasus Multiple Organ Disfungsi

Contoh Kasus
Seorang perempuan, 27 tahun, 12 hari pasca melahirkan, suku Jawa,datang
ke RSUD Dr. Soetomo dengan keluhan utama sesak napas. Sesak napas sejak
1 minggu SMRS yang memberat 1 hari SMRS. Sesak napasterasa lebih berat
saat aktivitas dan membaik dengan istirahat. Keluhan sesak napas telah
dirasakan penderita sejak usia 9 bulan kehamilan tetapi tidak mengganggu
aktivitas. Menurut penderita, ia telah menyampaikan keluhan ini kepada
dokter akan tetapi dikatakan akibat kehamilan dan disarankanuntuk
memeriksakan diri ke dokter kandungan. Terdapat batuk disertai dahak
sejak dahak sejak 1 minggu SMRS.Penderita mengatakan terdapat penurun
rita mengatakan terdapat penurunan napsu makan seiring kehamilannya
yang semakin membesar. Bengkak pada kaki disadari sejak 1 hari SMRS
Berdasarkan data sarkan data rujukan, penderita didiagnosa dengan gnosa
dengan edema paru edema paru ec kardiomiopati peripartum. Penderita
tidak pernah mengalami sesak napas sebelumnya. Selain obat dari dokter
kandungan berupa vitamin kehamilan,penderita  penderita tidak pernah
mengomsumsi mengomsumsi obat apa pun secara rutin. Penderita Penderita
mempunyai riwayat partus pervaginan pada pemeriksaan di rumah sakit
lain.Berdasarkan riwayat sosial, penderita tinggal di kamar kos sempit yang
kurang memiliki ventilasi.Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan
keadaan umum didapatkan kesan sakit berat, kesadaran kompos mentis,
tekanan darah110/70 mmHg, nadi 106 x/men 106 x/menit, frekuensi napas 32
x/menit, dan suhu aksiler 37o C. Pada pemeriksaan kepala dan leher
penderita tampak anemis dan dispnea. Pada inspeksi toraks didapatkan
simetris baik pada konsisi statis dan dinamis, tidak tampak adanya
abnormalitas bentuk dada dan vena kolateral. Pada eral. Pada palpasi

9
didapatkan fremitus raba atkan fremitus raba sedikit meningkat di gkat di
kedua lapang paru. Pada perkusi didapatkan sonor di kedua lapangan paru.
Pada auskultasi didapatkan bronkovesikuler di kedua lapangan paru disertai
ronki di 2/3 bawah lapang paru dan tidak terdengar adanya wheezing.
Pada pemeriksaan jantung, abdomen, didapatkan dalam batas normal. as
normal. Pemeriksaan Pemeriksaan anggota gerak didapatk gerak
didapatkan hangat, kering, merah. Didapatk merah. Didapatkan adanya
edema pada kedua ekstrimitas ekstrimitas bawah. Tidak didapatkan
didapatkan pembesaran pembesaran kelenjar kelenjar getah bening di
bening di ketiak maupun pelipatan maupun pelipatan paha. Pemeriksaan
paha. Pemeriksaan darah lengkap dengan lengkap dengan hasil leukosit 10,5
x 103/uL; limfosit 17,3%; monosit 9,4%; Granulosit 73,3%; Hb 10,5 g/dL;
MCV 82,3fL; MCH 26,7 pg; PLT 446 x103/uL; BUN 9,1mg/dL; Serum
Creatinine 0,51 mg/dL; Glukosa 97 mg/dL; SGOT 33 U/L; SGPT 19 U/L;
Albumin 2,95 mg/dL; Natrium 135 mmol/ 135 mmol/L; Kalium 3,0 mmol/L;
Klorida 91 mmol/L. Analisis gas darah memberikan hasil pH 7,51; pCO2 43
mmHg; pO2 160 mmHg; HCO3 34,3 mmol/L; mmol/L; BE 11,3 mmol/L;
mmol/L;SO2 100%; AaDO2 65 mmHg dengan penggunaan masker oksigen
nonrebreathing 8 liter per menit.Pada pemeriksaan foto toraks ditemukan
adanya gambaran retikulogranuler pattern pada kedua lapang paru yang
dapat merupakan gambaran suatu interstitial pneumonia DD interstitial
lung edema. Pada pemeriksaan  pemeriksaan EKG didapatkan didapatkan
jantung jantung dengan sinus takikardia takikardia 110 x/menit,
x/menit,terdapat nonspesifik ST-T changes. Sementara pada pemeriksaan
ekokardiografi ditemukan hasil: katup-katup TR ringan, dimensi ruang
jantung  jantung normal. normal. Vegetasi Vegetasi (–). Thrombus
Thrombus (–), fungsi sistolik sistolik LV normal (EF by teach 75% biplane
biplane 74%), fungsi diastolic diastolic LV normal, normal, fungsi sistolik
sistolik RV normal (TAPSE 2,1), analisa segmental LV 2,1), analisa
segmental LV normokinetik, tidak terdapat tidak terdapat LVH, dan PCWP
12,25 mmHg; SVR 1371; PVR 313,943. Berdasarkan data selama perawatan
di rumah sakit meliputi keluhan penderita, pemeriksaan fisik, laboratorium,

10
radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya, akhirnya disimpulkan
diagnosis TB paru kasus baru yang datang dengan manifestasi sesak napas
ec ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome).

1. Pengkajian
2. 1. Identitas pasien
Ny. A usia 27 tahun suku  Ny. A usia 27 tahun suku bangsa jawa bangsa
jawa
3. 2. Data umum kesehatan
a. Keluahan utama Keluahan utama sesak napas. Sesak napas
sejak 1 minggu SMRS yang memberat 1 hari SMRS. Sesak napas
terasa lebih berat saat aktivitas dan membaik dengan istirahat.
b. Riwayat kesehatan sekarang Riwayat kesehatan sekarang
Penderita diagnosis TB parus dengan manifestasi sesak napas ec
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)
c. Riwayat penyakit terdahulu Riwayat partus pervaginam
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada
3. Pemeriksaan fisik 
a. Kondisi umum: didapatkan kesan sa esan sakit berat de erat
dengan TD 110/70 mmHg, nadi 106 x/m, frekuensi napas 32 x/m,
dan suhu aksiler 37C.
 b. Kesadaran: kompos mentis Kesadaran: kompos mentis
c. Kepala dan leher: tampak anemis dan dispnea
d. Inspeksi thoraks di raks didapatkan sime kan simetris bai tris
baik pada konsisi stat isi statis dan dinamis, tidak tampak adanya
abnormalitas bentuk dada dan vena kolatera
e. Pada palpasi didapatkan fremitus raba us raba sedikit meningkat
dikedua lapang paru f. Pada prekusi didapatkan sonor dikedua
lapang paru
g. Pada au Pada auskultasi did asi didapatkan bron an
bronkovesikuler diked r dikedua lapang paru disertai ronki di 2/3
bawah lapang paru dan tidak terdengar adanya whezzing

11
h. Jantung dan abdomen didapatkan dalam batas normal
i. Anggota gerak didapatkan hangat, kering, merah, dan
didapatkan adanya edema pada kedua ektremitas bawah.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan lab
limfosit 17,3%; monosit 9,4%; Granulosit 73,3%; Hb 10,5 g/dL;
MCV 82,3fL; MCH 26,7 pg; PLT 446 x103/uL; BUN 9,1mg/dL;
Serum Creatinine 0,51 mg/dL; Glukosa 97 mg/dL; SGOT 33 U/L;
SGPT 19 U/L; Albumin 2,95 mg/dL; Natrium 135 mmol/L;
Kalium 3,0 mmol/L; Klorida 91 mmol/L. Analisis gas daraH
memberikan hasil pH 7,51; pCO2 43 mmHg; pO2 160 mmHg;
HCO3 34,3 mmol/L; BE 11,3 mmol/L; SO2 100%;
 b. Pemeriksaan rontgen thoraks Pemeriksaan rontgen thoraks
ditemukan adanya gambaran retikulogranuler pattern pada kedua
lapang paru yang dapat merupakan gambaran suatu
interstitial pneumonia DD interstitial lung edema.
c. Pemeriksaan EKG
didapatkan jantung dengan sinus takikardia 110 x/menit, terdapat
nonspesifik ST-T changes. Sementara pada pemeriksaan
ekokardiografi ditemukan hasil: katup-katup TR ringan, dimensi
ruang jantung normal. Vegetasi (–). ruang jantung normal.
Vegetasi (–). Thrombus (–), mbus (–), fungsi sistolik  fungsi
sistolik LV normal (EF by teach 75% biplane 74%), fungsi
diastolic LV normal, fungsi sistolik RV normal (TAPSE 2,1),
analisa segmental LV normokinetik, tidak terdapat LVH, dan
PCWP 12,25 mmHg; SVR 1371; PVR 313,94
4. Diagnosa Keperawatan
a. Bersiah Bersiahan jalan nafas b.d skresi yang terta g tertahan
ditandai dengan:

12
DS:a) Pasien mengatakan sesak nafas s nafas sejak 1 minggu SMRS
yang memberat satu hari

 b) Pasien mengatakan sesak nafas terasa lebih berat Pasien


mengatakan sesak nafas terasa lebih berat saat beraktivitas at
beraktivitas dan membaik ketika istirahat
c) Pasien mengatakan T takan Terdapat batuk at batuk diserta
disertai dahak sejak k sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit

DO:
a) Auskultasi d ltasi didapatkan Bronkoveskuler dikedua lapang
paru disertai ronki di 2/3 bawah lapang paru

 b) Pada perkusi didapatkan sonor diked Pada perkusi didapatkan


sonor dikedua lapang paru ua lapang paru
c) Terpasang masker oksigen nonbreathing 8 liter/m
d) TD 110/70 mmHg
e) Nadi 106 x/m
f) Frekuensi napas 32 x/m
 b. Gangguan pertukran gas b.d ketid Gangguan pertukran gas b.d
ketidakseimbangan ventil akseimbangan ventilasi perfusi asi perfusi
ditandai dengan:
DS:
a) Pasien mengatakan sesak sejak 1 sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit
 b) pasien mengatakan sesak napas berat saat berakti pasien
mengatakan sesak napas berat saat beraktivitas dan membaik
dengan istirahat

DO:
a) pH 7,51
 b) PCO2 43 mmHg PCO2 43 mmHg

13
c) PO2 160 mmHg
d) HCO3 34,3 mmol/L
e) AaDO2 65 mmHg
f) Pemeriksaan EKG didapatkan jantung dengan sinus takikardia 1
ardia 110 x/menit, terdapat nonspesifik ST-T changes.
g) Edema pada kedua ekteremitas bawah
h) Pola nafas abnormal

BAB IV
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) didefinisikan sebagai
adanya penurunan fungsi organ pada pasien dengan penyakit akut yang
menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan homeostasis tanpa
intervensi, biasanya melibatkan dua atau lebih sistem organ.
2. Faktor risiko utama terjadinya MODS adalah sepsis dan Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS), beratnya penyakit, shock dan

14
hipotensi berkepanjangan, terdapat fokus jaringan mati, trauma berat,
operasi besar, adanya gagal hati stadium akhir, infark usus, disfungsi hati,
usia >65 tahun, dan  penyalahgunaan alkohol.
3. Pemeriksaan diagnostic MODS bisa dilakukan dengan Pendekatan Klinis
dengan Sistem Skoring. Sistem skoring APACHE II merupakan
pengembangan dari skoring APACHE. Skor APACHE II terdiri dari 3
kelompok, yaitu skor fisiologi akut (12 variabel, dengan nilai maksimum
60), skor penyakit kronis (maksimum 5), dan skor umur (maksimum 6),
hingga seluruhnya bernilai 71.
4. Pencegahan adalah langkah yang utama dan terpenting, dilakukan
terutama  pada pasien sakit berat, karena hingga saat ini belum ditemukan
terapi yang spesifik untuk MODS. Manajemen pasien MODS yang
terutama adalah suportif, sedangkan terapi spesifik diarahkan untuk
mengidentifikasi dan menterapi penyakit dasar.

3.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua kalangan terutama bagi
penulis dari makalah ini. Dan diharapkan dengan adanya makalah ini rekan
mahasiswa perawat lebih memahami tentang “Asuhan Keperawatan pada
lansia dengan Perubahan Fisiologis (sistem pernafasan)” serta untuk lebih
menambah wawasan mahasiswa sehingga bermanfaat di masa yang akan
datang.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khafaji, Ali H. 2017. Sindrom Disfungsi Organ Berganda di Sepsis.


https://emedicine.medscape.com/article/169640-overview showall  diakses
diakses tanggal 01 desember 2021
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

15
16

Anda mungkin juga menyukai